16
3.5.8 Kadar Organik Substrat
Pengukuran kandungan organik substrat dilakukan dengan metoda analisa abu, dengan cara substrat diambil, ditimbang sebanyak 100 gr dan dimasukkan ke
dalam oven dengan temperatur 45 C sampai diperoleh berat substrat yang
konstan. Substrat kemudian dihaluskan dengan cara menggerus lalu dipanaskan kembali dalam oven pada temperatur 45 C selama 1 jam. Selanjutnya ditimbang
sebanyak 25 gr dan dibakar pada temperatur 700 C selama 3,5 jam sampai dihasilkan substrat yang sudah berupa abu. Kadar organik substrat ditentukan
dengan menggunakan rumus: A-B
KO = X 100 A
dengan: KO = Kandungan Organik
A = Berat Konstan Substrat B = Berat Abu
Analisis kandungan organik substrat dilakukan di Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Sumatera Utara.
3.6 Analisis Data
Data makrozoobenthos yang diperoleh dihitung nilai kepadatan populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon-Weinner, dan
indeks ekuitabilitas, indeks similaritas dan analisis korelasi sebagai beriut:
a. Kepadatan populasi K
K =
Michael: 1994
b. Kepadatan relatif KR
KR = x 100
Michael: 1994
17
c. Frekuensi Kehadiran FK
FK = Jumlah plot yang ditempati suatu jenis
Jumlah total plot x 100
dimana nilai FK: 0 - 25
= sangat jarang 25-50
= jarang 50-75
= sering 75
= sangat sering Krebs, 1985
d. Indeks Diversitas Shannon-Wiener H’
H’ =
pi
pi ln dimana: H’
= indeks diversitas Shannon-Wiener pi
= proporsi spesies ke-i ln
= logaritma nature pi
= niN Perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis
dengan nilai H’: 0H’2,303 = Keanekaragaman rendah
2,302H’6,907 = Keanekaragaman sedang H’6,907
= Keanekaragaman tinggi Krebs: 1985
e. Indeks EquibilitasIndeks Keseragaman E Indeks equitabilitas E =
max H
H dimana:
H’ = indeks diversitas Shannon-Wienner
H max = keanekaragaman spesies maximum
Krebs: 1985
f. Indeks Simililaritas IS IS =
100 X
b a
2c
dimana: a = jumlah spesies pada lokasi a
b = jumlah spesies pada lokasi b
c = jumlah spesies yang sama ada lokasi a dan b
Bila: IS = 75-100 : sangat mirip
IS = 50-75 : mirip
IS = 25-50 : tidak mirip
IS = 25 : sangat tidak mirip
Suin, 2002
18
3.6.6 Analisis Korelasi
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berkorelasi terhadap nilai keanekaragaman Makrozoobentos. Analisis
korelasi dihitung menggunakan Analisis Korelasi Pearson dengan metode komputerisasi SPSS Ver. 16.00.
Keterangan: 0,00-0,199
: sangat rendah 0,20-0,399
: rendah 0,40-0,599
: sedang 0,60-0,799
: kuat 0,80-1,00
: sangat kuat Santoso, 2008
19
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Makrozoobentos 4.1.1. Kehadiran Makrozoobentos di Setiap Stasiun
Hasil penelitian yang telah dilakukan pada 4 empat stasiun di Perairan Haranggaol, Danau Toba, Sumatera Utara didapat 19 genus makrozoobentos yang
tergolong ke dalam 3 filum, 5 kelas, 7 ordo dan 14 famili, seperti pada Tabel 1. Filum Moluska merupakan makrozoobentos yang terbanyak didapatkan yang
terdiri dari 2 kelas, 4 ordo, 10 famili dan 14 genus. Keadaan ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan perairan seperti suhu, pH air, pH substrat, substrat
dasar perairan yang berpasir dan berbatu, kandungan oksigen terlarut dan faktor fisik kimia lainnya masih sesuai untuk kehidupannya. Menurut Pradana 2008,
Filum Moluska dapat hidup di segala lingkungan air dan di darat dari kondisi lembab hingga padang pasir. Golongan hewan ini memiliki daya adaptasi yang
tinggi terhadap perubahan lingkungan. Menurut Pennak 1998, Arthropoda menyukai habitat berbatu dan berpasir, kandungan oksigen terlarut dalam air yang
tinggi, serta pH air yang normal. Filum yang paling sedikit didapatkan adalah filum Annelida masing-masing terdiri dari 1 kelas, 1 ordo, 1 famili dan 1 genus.
Sedikitnya jumlah genus dari filum Annelida yang didapatkan karena kondisi perairan yang kurang mendukung bagi kehidupan makrozoobentos tersebut.
Menurut Wetzel 1982, Annelida banyak ditemukan pada substrat yang berukuran halus lumpur dengan kandungan organik yang tinggi.
Makrozoobentos yang paling banyak dijumpai di setiap stasiun penelitian yaitu pada stasiun 1 yang merupakan daerah keramba yang terdiri dari 16 genus
yaitu Sphaerium sp., Macrobrachium sp., Palaemonetes sp., Pseudosucinaea sp., Pomatiopsis sp., Floridobia sp., Apella sp., Goniobasis sp., Truncatella sp.,
Lioplax sp., Campeloma sp., Thiara sp., Haemodipsa sp., Plathemis sp., Ectopria sp., Notonecta sp.. Hal ini disebabkan bahwa kondisi lingkungan perairan seperti
suhu, pH air, pH substrat, kadar organik substrat kandungan organik substrat dan substrat dasar seperti terlihat pada Tabel 5 masih sesuai untuk lingkungannya.
3
Tabel 1. Klasifikasi Makrozoobentos yang diperoleh di Setiap Stasiun Penelitian Filum
Kelas Ordo
Famili Genus
Stasiun 1
2 3
4
1. Annelida 1. Hirudinae
1. Clitellata 1. Hirudae
1. Haemodipsa +
+ -
- 2. Arthropoda
2. Crustaceae 2. Decapoda
2. Palaemonidae 2. Macrobrachium
+ +
+ -
3. Palaemonetes +
+ +
- 3. Insecta
3. Odonata 3. Gomphidae
4. Progomphus -
+ +
+ 4. Libellulidae
5. Plathemis +
+ +
+ 4. Coleoptera
5. Psephenidae 6. Ectopria
+ -
- -
5. Hemiptera 6. Naucoridae
7. Notonecta +
- -
- 3. Moluska
4. Bivalvia 6. Spahaeriida
7. Spaeriidae 8. Sphaerium
+ +
+ -
5. Gastropoda 7. Basommatophora
8.Limnaeidae 9. Pseudosucinaea
+ -
+ +
9. Bulimidae 10. Pomatiopsis
+ -
- +
11. Paludestrina -
+ -
- 10.Hydrobidae
12. Floridobia +
- +
- 11. Pleuroceridae
13. Apella +
+ +
+ 14. Goniobasis
+ +
+ -
15. Viviparus -
- -
+ 12. Truncatellidae
16. Truncatella +
- -
+ 13. Viviparideae
17. Lioplax +
- -
+ 18. Campeloma
+ -
+ -
14. Thiaridae 19. Thiara
+ +
+ +
Jumlah 16
10 11
9 Keterangan: + = ada
- = tidak ada
21 Salah satu faktor yang paling mendukung untuk perkembangan dan pertumbuhan
makrozoobentos pada stasiun ini adalah ketersediaan nutrisi kadar organik dimana pada stasiun ini ketersediaan nutrisi sangat mencukupi yang berasal dari
sisa-sisa pakan ikan yang terakumulasi di dasar perairan, yaitu 2,272 Tabel 5. Menurut Darmono 2008, keberadaan atau banyaknya populasi dan distribusi dari
suatu genus organisme dalam suatu ekosistem bergantung pada daya toleransi spesies tersebut terhadap beberapa faktor fisik ataupun kimiawi.
Makrozoobentos yang paling sedikit dijumpai pada setiap stasiun penelitian yaitu pada stasiun 4 yang terdiri dari 9 genus yaitu Pseudosucinaea sp.,
Pomatiopsis sp., Apella sp., Viviparus sp., Truncatella sp., Lioplax sp., Thiara sp., Progomphus sp., Plathemis sp., Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan
kurang mendukung untuk kehidupan makrozoobentos seperti rendahnya nilai kadar organik substrat 1,554 seperti terlihat pada Tabel 5. Rendahnya kadar
organik substrat pada lokasi ini akan mengakibatkan menurunnya jumlah populasi hewan bentos dan sebagai organisme dasar, bentos menyukai substrat yang akan
kaya akan bahan organik. Maka pada perairan yang kaya akan bahan organik, umumnya terjadi penurunan populasi hewan bentos. Menurut Hutchinson 1993,
keanekaragaman makrozoobentos di perairan juga dipengaruhi oleh jenis substrat dan kandungan organik substrat.
Ada beberapa genus makrozoobentos yang hanya terdapat pada stasiun 1 yaitu Ectopria, Notonecta. Hal ini disebabkan faktor fisik kimia yang mendukung
untuk kehidupan makrozoobentos tersebut, diantaranya suhu yaitu 27 °C, pH substrat yaitu 6,7, pH air yaitu 7,2 seperti terlihat pada Tabel 5, dan kandungan
organik substrat yang tinggi sebagai salah satu sumber bahan makanan yang lebih baik dari stasiun lainnya. Dari hasil pengukuran faktor-fisik kimia yang
didapatkan masih sesuai untuk kehidupan maakrozoobentos di perairan tersebut. Menurut Sukarno 1981, suhu dapat membatasi sebaran hewan makrozoobentos
secara geografik dan suhu yang baik untuk pertumbuhan hewan makrozoobentos berkisar antara 25 - 31 °C. Menurut Efrizal 2008, distribusi dan kelimpahan
makrozoobentos tergantung beberapa faktor seperti kualitas dan kuantitas makanan, disamping itu kemampuan organisme tersebut menyesuaikan diri
terhadap parameter fisika dan kimia perairan.
22 Genus makrozoobentos yang hanya terdapat pada stasiun 2 pada Paludestrina.
Hai ini disebabkan kondisi lingkungan perairan yang sesuai untuk pertumbuhan genus Paludestrina. Hal ini disebabkan faktor kimia yang cukup baik untuk
kehidupan genus ini. Menurut Hutchinson 1993, genus Paludestrina dapat bertahan hidup pada kisaran pH air 7-8. Hal ini sesuai dengan faktor fisik kimia
perairan yang didapatkan pada stasiun ini yaitu pH 7,1 seperti terlihat pada Tabel 5. Menurut Barus 1996, nilai pH air yang ideal bagi kehidupan organisme
akuatik pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang sangat asam akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan
menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Genus makrozoobentos yang hanya dijumpai di stasiun 4 yaitu Viviparus.
Hal ini disebabkan pada stasiun ini memiliki nilai oksigen terlarut DO paling tinggi dibandingkan stasiun lain yang menyebabkan banyak makrozoobentos
dapat hidup. Oksigen terlarut dalam air sangat dibutuhkan oleh makrozoobentos maupun biota perairan lainnya untuk kelestarian jenis makrozoobentos. Oksigen
terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi pertumbuhan dan
pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu
perairan berasal dari suatu proses difusi udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut Salmin 2000.
4.1.2. Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif, dan Frekuensi Kehadiran Makrozoobentos
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi kehadiran tertinggi terdapat pada genus Goniobasis sebesar 45,37 indm² K,
14,23 KR, dan 88,88 FK. Hal ini disebabkan karena stasiun1 memiliki nilai kadar organik substrat 2,272, seperti terlihat pada Tabel 5 yang paling
tinggi yang merupakan faktor utama untuk pertumbuhan makrozoobentos seperti ketersediaan nutrisi pada perairan tersebut. Umumnya jumlah Goniobasis sp. akan
melimpah pada tempat yang dangkal serta pada perairan dengan pH air = 6, akan tetapi genus Goniobasis juga memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap
21
Tabel 2. Nilai Kepadatan indm², Kepadatan Relatif , dan Frekuensi Kehadiran , pada Setiap Stasiun Penelitian No.
Genus Stasiun 1
Stasiun 2 Stasiun 3
Stasiun 4 K
KR FK
K KR
FK K
KR FK
K KR
FK
1. Sphaerium
24,69 6,82
88,88 27,16
10,02 66,66 21,60
15,83 88,88 -
- -
2. Macrobrachium
16,05 3,11
33,33 6,17
1,73 22,22
6,17 2,52
22,22 -
- -
3. Palaemonetes
18,52 3,59
33,33 17,28
4,81 33,33
11,11 4,54
33,33 -
- -
4. Pseudosucinaea
33,22 9,94
100 -
- -
17,56 12,94 66,66
15,74 8,73
66,66 5.
Paludestrina -
- -
48,76 22,23 66,66
- -
- -
- -
6. Pomatiopsis
34,87 11,47
100 -
- -
- -
- 33,64
21,43 66,66 7.
Floridobia 6,17
1,2 33,33
- -
- 2,47
1,01 11,11
- -
- 8.
Apella 41,35
13,67 77,77 46,29
22,24 66,66 26,54
18,01 77,77 48,14
37,83 77,77 9.
Goniobasis 45,37
14,23 88,88 30,55
15,31 66,66 23,45
13,94 66,66 -
- -
10. Viviparus
- -
- -
- -
- -
- 11,11
4,76 33,33
11. Truncatella
39,81 12,14 88,88
- -
- -
- -
18,26 11,37 55,55
12. Lioplax
21,60 6,36
66,66 -
- -
- -
- 2,43
1,05 11,11
13. Campeloma
13,58 2,63
33,33 -
- -
8,64 3,53
33,33 -
- -
14. Thiara
43,21 12,15
100 35,71
19,05 77,77 35,80
24,12 88,88 15,43
11,64 55,55 15.
Haemodipsa 1,23
0,24 11,11
3,70 1,03
22,22 -
- -
- -
- 16.
Progomphus -
- -
7,40 2,06
33,33 3,70
1,51 33,33
4,93 2,11
33,33 17.
Plathemis 3,70
0,72 33,33
4,93 1,37
33,33 4,93
2,02 22,22
2,43 1,05
22,22 18.
Ectopria 4,93
0,96 33,33
- -
- -
- -
- -
19. Notonecta
3,70 0,72
22,22 -
- -
- -
- -
- Jumlah
352 99,95
227,95 99,85 161,97 99,97
152,15 99,97
24 pH sehingga dapat hidup pada perairan dengan pH air 6. Nilai pH air yang
didapatkan pada stasiun ini sebesar 7,2 Tabel 5, dimana masih cukup baik untuk kehidupan hewan tersebut. Menurut Cole 1983, adanya perbedaan nilai pH pada
suatu perairan disebabkan karena adanya penambahan atau kehilangan Co melalui proses fotosintesis yang akan menyebabkan perubahan pH di dalam air.
Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran terendah di stasiun 1 terdapat pada genus Haemodipsa sebesar 1,23 indm² K, 0,24 KR dan
11,11 FK. Hal ini disebabkan kondisi perairan yang kurang mendukung bagi pertumbuhan genus ini salah satunya substrat dasar berupa pasir, dimana genus ini
menyukai hidup di daerah lembab, dan adanya vegetasi. Menurut Haynes 1976, genus Haemodipsa sp. biasanya ditemukan pada substrat dasar yaitu berlumpur,
adanya vegetasi, dan perairan yang lembab. Nilai kisaran toleransi dari makrozoobentos terhadap daerah lingkungan adalah berbeda-beda.
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi kehadiran tertinggi di stasiun 2 terdapat pada genus Paludestrina
sebesar 48,76 indm² K, 22,23 KR, dan 66,66 FK. Tingginya nilai kepadatan, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran dari genus Paludestrina
disebabkan kondisi perairan yang mendukung bagi kehidupan genus ini seperti substrat dasar perairan berbatu dan berpasir seperti terlihat pada Tabel 5 dan
nilai faktor fisik kimia perairan yang masih cukup baik untuk kehidupan makrozoobentos tersebut. Menurut Wargadinata 1995, Paludestrina akan
melimpah pada perairan dengan substrat dasar berbatu dan berpasir. Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran terendah di stasiun
2 terdapat pada genus Haemodipsa sebesar 3,70 indm² K, 1,03 KR dan 22,22 FK. Hal ini disebabkan kondisi perairan yang kurang mendukung bagi
pertumbuhan genus ini salah satunya substrat dasar perairan. Menurut Adriana 2008, genus Haemodipsa ditemukan didaerah dengan substrat berlumpur,
adanya vegetasi rerumputan dan didaerah yang lembab. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat Kepadatan, Kepadatan Relatif dan
Frekuensi kehadiran tertinggi di stasiun 3 terdapat pada genus Thiara sebesar 35,80 indm² K, 24,12 KR, dan 88,88 FK. Hai ini disebabkan pada
stasiun 3 memiliki intensitas cahaya yang paling yaitu 1846 seperti terlihat pada
25 Tabel 5 yang mendukung untuk menghasilkan nutrisi yang dijadikan
makrozoobentos sebagai makanannya. Secara keseluruhan nilai faktor fisik kimia Tabel 5 masih sesuai untuk kehidupan genus ini, selain itu disertai juga dengan
kondisi substrat dasar berupa berbatu dan berpasir seperti terlihat pada tabel 5 cukup baik untuk kehidupan hewan tersebut. Menurut Hutchinson 1993 Thiara
umumnya melimpah pada perairan dengan substrat dasar berbatu dan berpasir. Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran terendah di stasiun
3 terdapat pada genus Floridobia sebesar 2,47 indm² K, 1,01 KR 11,11 dan FK. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan yang kurang mendukung untuk
kehidupannya seperti substrat dasar perairan, dimana genus ini akan melimpah di daerah yang berlumpur sedangkan substrat pada lokasi ini berupa berbatu dan
berpasir seperti terlihat pada Tabel 5. Menurut Dillon 2002, Floridobia sp. umumnya hidup pada perairan dengan substrat dasar perairan berupa berlumpur.
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi kehadiran tertinggi di stasiun 4 terdapat pada genus Apella sebesar
48,14 indm² K, 37,83 KR, dan 77,77 FK. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan yang sangat mendukung untuk kehidupanya seperti nilai BOD yang
cukup bagus yaitu 0,9 mgL pada Tabel 5 dibandingkan dengan stasiun yang lain. Hal lain yang mempengaruhinya adalah pada stasiun 4 memiliki penetrasi
cahaya yang lebih tinggi yaitu 425 cm seperti terlihat pada Tabel 5. Menurut Brower 1990, nilai konsentrasi BOD menunjukkan suatu kualitas perairan yang
masih tergolong baik dimana apabila komsumsi O selama periode 5 hari sebesar berkisar 5 mgL maka perairan itu masih tergolong baik. Biasanya genus Apella
menyukai hidup di perairan yang bersih dan disebabkan tingginya oksigen terlarut pada stasiun ini sebesar 7,0 seperti yang terlihat pada Tabel 5. Menurut Pennak
1978, genus Apella banyak ditemukan perairan dengan substrat dasar berbatu dan berpasir.
Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran terendah di stasiun 4 terdapat pada genus Lioplax sebesar 2,43 indm² K, 1,05 KR dan 11,11.
Hai ini disebakan kondisi perairan yang kurang mendukung untuk kehidupan bentos seperti kadar organik yang rendah yaitu 1,554 dan substrat dasar perairan
berupa berbatu dan berpasir seperti terlihat di Tabel 5. Menurut Bouchard
26 2012, genus ini banyak ditemukan pada habitat dasarnya berupa berlumpur.
Semakin kecil jumlah spesies dan adanya beberapa individu yang jumlahnya
lebih banyak mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan ekosistem yang kemungkinan disebabkan adanya tekanan ekologi atau gangguan dari lingkungan
sekitarnya. Menurut Sastrawijaya 2009 dalam Marmita 2013, keanekaragaman makrozoobentos pada setiap stasiun berkaitan juga dengan faktor lingkungan yang
ada pada tiap-tiap stasiun. Indikator biologi adalah biota air yang keberadaannya dalam suatu
ekosistem perairan menunjukkan kondisi spesifik dari perairan tersebut, dimana mudah untuk memantau terjadinya pencemaran. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat
bahwa genus Apella dan Thiara pada semua stasiun penelitian dapat dijadikan sebagai bioindikator kualitas perairan. Hal ini disebabkan kedua genus ini tahan
terhadap tekanan lingkungan dan perubahan faktor-faktor lingkungan yang terdapat pada perairan tersebut. Pada setiap stasiun penelitian ini memiliki nilai
faktor fisik-kimia yang relatif sama, dimana kedua genus ini mampu mentoleransi segala perubahan lingkungan baik perairan yang berkualitas baik maupun
tercemar. Menurut Sastrawijaya 2000, perbedaan batas toleransi antara dua jenis populasi terhadap
faktor-faktor lingkungan mempengaruhi kemampuan berkompetisi.
Adapun genus makrozoobentos yang dapat dijadikan sebagai bioindikator hanya terdapat beberapa stasiun yaitu genus Sphaerium, Pseudosucinaea,
Paludestrina, Pomatiopsis, Goniobasis, Truncatella, dan Lioplax. Hal ini disebabkan beberapa genus tersebut mampu mentolelir perubahan faktor-faktor
lingkungan yang luas pada perairan tertentu, seperti genus Sphaerium dimana genus ini akan melimpah di perairan yang dangkal dan perairan yang bersih serta
pada perairan dengan pH air=6, sedangkan pH yang didapatkan pada semua staiun berkisar 7,1-7,2 seperti terlihat pada Tabel 5, sehingga tidak banyak genus ini
ditemukan. Makrozoobentos tersebut hanya mampu mengakumulasi beberapa bahan-bahan kimia yang tercemar pada perairan tersebut, sehingga hanya
beberapa stasiun saja ditemukan genus tersebut. Menurut Sastarwijaya 2000, pertumbuhan dan perkembangan organisme akan berjalan dengan baik apabila
lingkungannya mendukung dan berada dalam batas toleransi yang mampu
27 ditorerirnya. Kemampuan organisme untuk mentolerir kondisi perairan serta
kualitas makanan yang tersedia yang diperoleh dari bahan organik yang masuk ke perairan
4.2 Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E Makrozoobentos pada Setiap Stasiun
Dari penelitian yang telah dilakukan pada setiap stasiun penelitian didapatkan Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E makrozoobentos
terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E
Makrozoobentos pada Setiap Stasiun Penelitian Stasiun
1 2
3 4
Keanekaragaman H’ 1,75
1,5 1,45
1,40
Keseragaman E
0,77 0,82
0,92 0,78
Berdasarkan Tabel 3 dapat nilai indeks keanekaragaman H’ yang didapatkan pada keempat stasiun penelitian berkisar antara 1,40-1,45 yang tergolong
keanekaragaman rendah. Hal ini disebabkan banyaknya aktivitas yang terdapat di setiap stasiun yang mempengaruhi keanekaragaman makrozoobentos. Menurut
Krebs 1985, nilai indeks keanekaragaman H’ berkisar antar 0-2,302 menandakan keanekaragaman rendah. Indeks keanekaragaman menyatakan
kekayaan spesies dalam komunitas dan memperlihatkan keseimbangan dalam pemabagian individu per spesies. Nilai ini akan semakin meningkat jika jumlah
spesies semakin banyak dan proporsi jenis semakin merata. Indeks keanekaragaman H’ tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu sebesar
1,75 sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 4 yaitu sebesar 1,40. Hal ini dapat disebabkan stasiun 1 memiliki kondisi yang baik untuk keberadaan
makrozoobentos. Nilai keanekaragaman di setiap stasiun dipengaruhi oleh jumlah individu, jumlah spesies dan penyebaran individu dari masing-masing spesies.
Menurut Brower et. al 1990, keanekaragaman dan keseragaman jenis makrozoobentos di suatu perairan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan
interaksi antara yang hidup di setiap perairan.
28 Nilai indeks keseragaman E pada setiap stasiun yang ditunjukkan pada
Tabel 3 berkisar antara 0,77-0,92. Nilai ini adalah tergolong baik dimana nilainya berada diantara 0-1 yang menyatakan bahwa makrozoobentos tersebar merata.
Indeks keseragaman E digunakan untuk menegtahui kemerataan proporsi masing-masing jenis ikan disuatu ekosistem, hal ini sesuai dengan pendapat Krebs
1978, semakin kecil nilai E maka semakin kecil pula keseragaman suatu populasi dan penyebaran individunya mendominasi populasi bila nilainya semakin
besar maka akan semakin besar pula keseragaman suatu populasi dimana jenis dan jumlah individu tiap jenisnya merata atau seragam.
4.3 Indeks Similaritas IS Makrozoobentos pada Setiap Stasiun Penelitian