1
BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Setiap  individu  pada  umumnya  membutuhkan  pendidikan,  karena  dengan pendidikan  kehidupan  manusia  akan  dapat  mengalami  kemajuan.  Dengan
pendidikan pula seseorang bisa mulia dan diterima oleh masyarakat. Makin tinggi pendidikan  seseorang  makin  baik  masa  depannya.  Bahkan  setiap  warga  negara
dituntut  menjalani  pendidikan  seumur  hidup  life  long  education.  Dalam  dunia yang  dinamis,  setiap  masyarakat  selalu  mengalami  perubahan,  bila  tidak  turut
berubah  dan  tidak  turut  mengikuti  pertukaran  zaman,  masyarakat  tersebut  dapat mengalami ketertinggalan dalam segala seginya.
Suatu  bangsa  yang  maju  adalah  bangsa  yang  mengutamakan  pendidikan, maka bangsa Indonesia pun sejak kemerdekaan sangat memperhatikan pendidikan
sesuai  dengan  tujuan  Negara  Republik  Indonesia  seperti  yang  tercantum  pada alinea  Keempat  Pembukaan  Undang-Undang  Dasar  1945  yang  telah
diamandemen,  Pemerintah  Negara  Indonesia  antara  lain,  berkewajiban mencerdaskan  kehidupan  bangsa.  Maka,  pada  pasal  31  Ayat  1  UUD  1945
menetapkan  bahwa  setiap  warga  negara  berhak  mendapat  pendidikan,  dan  Pasal 31  Ayat  2  yang  berbunyi  bahwa  setiap  warga  negara  wajib  mengikuti
pendidikan  dasar  dan  pemerintah  wajib  membiayainya.  Untuk  maksud  itu,  UUD 1945  Pasal  31  Ayat  3  mewajibkan  pemerintah  mengusahakan  dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
yang  diatur  melalui  UU  No.20  Th  2003,  Pasal  3.Tentang  Sistem  Pendidikan Nasional
1
Pada  prinsipnya  belajar  bukan  hanya  sekedar  menghafalkan  fakta-fakta  atau mengerjakan  tugas.  Belajar  juga  bukan  sekedar  mencari  pengalaman,  belajar
adalah  suatu  proses  dan  berlangsung  secara  aktif  dan  integratif  dengan
1
UUD 1945 Setelah Ammdemen Keempat Tahun 2002, Bandung : Pustaka Setia, 2004 hal. 45
2
menggunakan berbagai macam bentuk aktifitas untuk mencapai tujuan. Ada berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar siswa di
sekolah  yang  secara  garis  besarnya  dapat  dibagi  dalam  dua  bagian,  yaitu  faktor internal  dan  faktor  eksternal.  Faktor  internal  dalam  arti  faktor  yang  berasal  dari
dalam diri siswa dan faktor eksternal dalam arti faktor yang berasal dari luar diri siswa.
2
Belajar,  seringkali  didefinisikan  sebagai  perubahan  yang  secara  relatif berlangsung  lama  pada  masa  berikutnya  yang  diperoleh  kemudian  dari
pengalaman-pengalaman. Sebagian orang beranggapan belajar itu adalah semata- mata  mengumpulkan  atau  menghafalkan  fakta-fakta  yang  tersaji  dalam  bentuk
informasimateri pelajaran. Orang yang berasumsi demikian biasanya akan segera merasa  bangga  ketika  anak-anaknya  telah  mampu  menyebutkan  kembali  secara
lisan  dari  sebagian  besar  informasi  yang  terdapat  dalam  buku  teks  atau  yang diajarkan oleh gurunya.
Dalam  keseluruhan  proses  pendidikan,  kegiatan  belajar  merupakan  kegiatan yang  paling  pokok  yaitu  berhasil  atau  tidaknya  tujuan  pendidikan  tergantung
kepada    proses  belajar  yang  dialami  siswa.  Pendidikan  di  sekolah  memerlukan kerja  sama  antar  berbagai  pihak,  yaitu  antara  orang  tua,  guru,  administrator  dan
konselor sekolah, lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan dan pemerintah. Kerja sama itu meliputi berbagai kegiatan misalnya penentuan tujuan pengajaran, bahan
pengajaran, proses pengajaran, sarana pengajaran, pengadaan alat pendidikan dan lain-lain. Hukuman merupakan salah satu dari sekian banyak alat pendidikan yang
dapat  menunjang  kelancaran  proses  pelaksanaan  pendidikan.  Muhammad  Qutb menyatakan:  Apabila  teladan  tidak  mampu  dan  begitupun  nasehat,  maka  harus
diadakan tindakan tegas, tindakan tegas itu adalah hukuman.
3
Secara umum tujuan hukuman adalah untuk  memperbaiki tabiat  dan  tingkah laku  siswa  ke  arah  kebaikan  dan  yang  bersangkutan  menyesali  serta  menyadari
perbuatan  salah  yang  telah  dilakukannya,  kendatipun  pada  dasarnya  hukuman
2
M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan,  Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1995, Cet. Ke-l,h.59
3
M. Qutb, Sistem Pendidikan Islam, Alih Bahasa, Salman Harun, Bandung: Al-Maarif,  1993. Cet.ke- 3, h.   34
3
tersebut  kurang  disenangi  oleh  siswa,  karena  dampak  yang  ditimbulkannya  pun bisa  positif  dan  bisa  pula  negatif.  Seorang  guru  apabila  memberikan  hukuman
dengan  sewenang-wenang  tanpa  memperhatikan  kejiwaan  siswa  dan  kesesuaian antara  berat  dan  ringannya  pelanggaran  dengan  hukuman  yang  diberikan,  besar
kemungkinan  akibat  yang  ditimbulkannya  pun  akan  negatif.  Begitu  juga  halnya
apabila  guru  tersebut  tidak  memiliki  sifat  sabar,  adil  dan  pemaaf  dalam
memberikan  hukuman.  Charles  Schaefer  mengemukakan  bahwa    Penggunaan
hukuman yang terlalu sering, apabila hukuman itu keras bisa menimbulkan resiko yang  berbahaya,  yaitu  merendahkan  harga  diri  siswa,  menyebabkan  yang
bersangkutan  timbulnya  rasa  takut,  kecemasan,  perasaan  salah,  dan  bermusuhan terhadap yang menimpakan hukuman.
4
Hukuman akan berpengaruh positif apabila hukuman itu bermakna mendidik untuk  mencapai  ke  arah  kedewasaan  dan  dapat  dipertanggung  jawabkan,  seperti
pendapat Langeveld sebagai berikut Supaya suatu hukuman dapat dipertanggung jawabkan  dan  penderitaan  yang  ditimbulkannya  mempunyai  nilai  paedagogis,
maka  hukuman  itu  harus  membantu  anak  menjadi  dewasa  dan  dapat  berdiri sendiri.
Dampak  yang  ditimbulkan  oleh  hukuman  kepada  siswa  yang  menerima adalah sebagai ganjaran atas perbuatannya yang salah dan keliru, dan ia berusaha
untuk memperbaiki dan memperkuat keinginan untuk berbuat kebaikan. Melihat anak berbuat salah, orang tua di rumah ataupun guru sering tak kuasa
untuk tidak memberikan hukuman badan kepadanya. Padahal, hukuman fisik atau badan dilarang, karena sering berdampak buruk. Ada cara lain yang lebih baik dan
patut dianut oleh setiap guru. Sekitar  tahun  1960-an  atau  1970-an,  masih  banyak  orang  tua  yang
menghukum  anak  dengan  sebilah  rotan  atau  sapu,  hanya  gara-gara  anak memecahkan  piring  murahan,  tidak  mau  disuruh  ke  warung  atau  mengerjakan
Pekerjaan Rumah PR. Atau kalau di sekolah, ada guru yang menghukum siswa push  up  sampai  pucat  pasi  lantaran  terlambat  datang.  Mereka  pikir,  siswa  akan
4
Charles  Schaefer,  Cara  Efektif  Mendidik  dan  Mendisiplinkan  Anak,  Alih  Bahasa,  Turmun Sirait, Jakarta: Mitra Utama, 1999, Cet. ke-6, h.5
4
bakal  jera  melakukan    kesalahan  yang  sama.  Kini  hukuman  badan  justru  sering digugat  efektivitasnya oleh kalangan orang tua, para pendidik, maupun psikolog.
Hukuman  badan  ada  kalanya  memang  berdampak  positif.  Namun  terbuka  pula peluang untuk melahirkan dampak negatif.
Secara  filosofis,  orang  tua  merasa  bertanggung  jawab  untuk  mendisiplinkan dan  menghukum  anaknya  demi  kebaikan  anak  yang  bersangkutan  sekarang  dan
kelak. Bahkan, secara tradisional pun hukuman badan telah diterima sebagai salah satu  metode  sangat  efektif  untuk  mengendalikan  dan  mendisiplinkan  siswa  di
sekolah. Hal ini didukung oleh masyarakat  yang  percaya bahwa hukuman badan penting  untuk  mencegah  degradasi  moral,  baik  dalam  kalangan  rumah  tangga
maupun masyarakat. Di  sekolah,  hukuman  badan  masih  sering  digunakan.  Banyak  guru
berpendapat, ketakutan siswa pada hukuman fisik akan menambah kekuatan atau kewibawaan  guru.  Dengan  demikian  siswa  akan  lebih  mudah  dikendalikan.
Namun, ini bukanlah satu-satunya cara untuk mengendalikan tingkah laku siswa. Ada  banyak  metode  yang  bisa  dipilih  untuk  menumbuhkan  kepatuhan  dan
kedisiplinan. Namun, jika semua metode tersebut sudah tidak mempan, hukuman badan bisa dijadikan jalan terakhir untuk menumbuhkan kepatuhan.
Dengan  demikian  seorang  guru  dituntut  untuk  memberikan  yang  terbaik untuk  siswanya,  tidak  terkecuali  orang  tua.  Sama  halnya  dengan  alat-alat
pendidikan  yang  lain.  Berhasil  dengan  baik  atau  tidaknya  suatu  hukuman tergantung kepada pribadi guru yang bersangkutan dan siswa tersebut, bahan dan
cara  yang  dipakai  untuk  menghukum  siswa.  Selain  itu,  juga  dipengaruhi  oleh hubungan  antara  guru  dan  siswa  serta  suasana  atau  situasi  ketika  hukuman  itu
diberikan. Oleh sebab itu, belum tentu dan bahkan tidak mungkin hukuman yang sama  dilakukan  oleh  seorang  terhadap  beberapa  orang  lainnya  menghasilkan
akibat yang sama pula.
Oleh  karena  itu,  dalam  upaya  menegakkan  disiplin  sekolah  yang  konsisten dan  berkesinambungan  kepada  siswanya  agar  berperilaku  sesuai  dengan  yang
diharapkan semua pihak, perlu kiranya menerapkan suatu hukuman yang adil dan bijaksana  bilamana  terjadi  pelanggaran  tata  tertib  sekolah  yang  dilakukan
5
siswanya.      Berdasarkan  penelitian  awal  di  sekolah  ini,  maka  penulis  tertarik untuk menelitinya melalui skripsi dengan judul:
Pengaruh  Hukuman Terhadap  Tingkah  Laku  Siswa”  Studi  Kasus  Di
Sekolah Dasar Islam Terpadu Meranti Senen Jakarta Pusat”
B.    Identifikasi Masalah