Sumber Hukum Pidana Islam

49 kebutuhan hidup manusia dalam melaksanakan eksistensinya sebagai khalifah di bumi. Karena itu, perlu dijelaskan kebutuhan-kebutuhan dimaksud, a. kebutuhan primer adalah kebutuhan utama yang harus dilindungi atau dipelihara agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan sebaik-baiknya oleh hukum Islam agar kemaslahatan hidup manusia benar-benar terwujud; b. kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang diperlukan oleh manusia untuk mencapai kebutuhan primer seperti pelaksanaan hak asasi manusia; c. kebutuhan tertsier adalah kebutuhan hidup manusia yang menunjang kebutuhan primer dan sekunder. Berdasarkan tujuan hukum Islam di atas, dapat dirumuskan bahwa tujuan hukum pidana Islam adalah memelihara jiwa, akal, harta masyarakat secara umum, dan keturunan. Oleh karena itu, kedudukan hukum pidana Islam amat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab, empat dari lima tujuan syariat yang disebutkan di atas, hanya dapat dicapai dengan menaati ketentuan hukum pidana Islam, dan dua di antaranya bertautan dengan ketentuan hukum perdata Islam, yaitu harta dan keturunan, sementara akal dan jiwa semata-mata dipelihara oleh ketentuan hukum pidana Islam. 18

6. Sumber Hukum Pidana Islam

Membicarakan sumber hukum pidana Islam bertujuan untuk memahami sumber nilai ajaran agama Islam yang dijadikan petunjuk kehidupan manusia yang harus ditaatinya. Tujuan dimaksud, akan diungkapkan: 1 sistematika dan 18 Zainuddin Ali, MA., Ibid., h. 14 50 hubungan sumber-sumber ajaran agama dan kedudukan Alquran sebagai pedoman dan kerangka kegiatan umat Islam, 2 mempelajari arti dan fungsi As- Sunnah sebagai penjelasan autentik Alquran dan perannya sebagai petunjuk bagi kehidupan manusia muslim, dan 3 membahas kedudukan akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk melaksanakan ijtihad. Selain itu, diungkapkan peran ijtihad sebagai sumber pengembangan nilai ajaran Islam dan unsur-unsur Hukum Pidana Islam. Sistematika sumber ajaran Islam terdiri atas: 1 Alquran, 2 As-Sunnah, dan 3 Ar-Rayu. Sistematika dimaksud diuraikan sebagai berikut: 19 a. Alquran Alquran adalah sumber ajaran Islam yang pertama, memuat kumpulan wahyu-wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw. Di antara kandungan isinya ialah peraturan-peraturan hidup untuk mengatur kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah. hubungannya dengan perkembangan dirinya. hubungannya dengan sesama manusia, dan hubungannya dengan alam beserta makhluk lainnya. Alquran memuat ajaran Islam di antaranya: 1 Prinsip-prinsip keimanan kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasa Hari akhir, Qadha dan Qadhar dan sebagainya. 2 Prinsip-prinsip syariah mengenai ibadah khas shalat, puasa, zakat, dan haji dan ibadah umum perekonomian, pernikahan, pemerintahan, hukum 19 Zainuddin Ali, MA., Ibid., h. 16 51 pidana, hukum perdata, dan sebagainya. 3 Janji kepada orang yang berbuat baik dan ancaman kepada orang yang berbuat jahat dosa. 4 Sejarah Nabi-Nabi yang terdahulu, masyarakat, dan bangsa terdahulu. 5 Ilmu pengetahuan mengenai ilmu ketauhidan, agama, hal-hal yang menyangkut manusia, masyarakat, dan yang berhubungan dengan alam. b. Sunnah Sunnah Nabi Muhammad saw. merupakan sumber ajaran Islam yang kedua. Karena, hal-hal yang diungkapkan oleh Alquran yang bersifat umum atau memerlukan penjelasan, maka Nabi Muhammad saw. menjelaskan melalui sunnah. Sunnah adalah perbuatan, perkataan, dan perizinan Nabi Muhammad saw. Afalu, Aqwalu, dan Taqriru. Pengertian sunnah yang demikian mempunyai kesamaan pengertian hadis. Hal ini akan diuraikan pada pengertian sunnah. c. Ar-Rayu Ar-Rayu atau penalaran adalah sumber ajaran Islam yang ketiga. Penggunaan akal penalaran manusia dalam menginterpretasi ayat-ayat Alquran dan sunnah yang bersifat umum. Hal itu dilakukan oleh ahli hukum Islam karena memerlukan penalaran manusia. Oleh karena itu, Ar-Rayu mengandung beberapa pengertian di antaranya: 52 1 Ijma Ijma. adalah kebulatan pendapat fuqaha mujtahidin pada suatu masa atas sesuatu hukum sesudah masa Nabi Muhammad saw. 2 Ijtihad Ijtihad ialah perincian ajaran Islam yang bersumber dari Alquran dan Alhadis yang bersifat umum. Orang yang melakukan perincian dimaksud disebut mujtahid. Mujtahid adalah orang yang memenuhi persyaratan untuk melakukan perincian hukum dan ayat-ayat Alquran dan Alhadits yang bersifat umum. 3 Qiyas Qiyas adalah mempersamakan hukum suatu perkara yang belum ada ketetapan hukumnya dengan suatu perkara yang sudah ada ketentuan hukumnya. Persamaan ketentuan hukum dimaksud didasari oleh adanya unsur-unsur kesamaan yang sudah ada ketetapan hukumnya dengan yang belum ada ketetapan hukumnya yang disebut illat. 4 Istihsan Istihsan adalah mengecualikan hukum suatu peristiwa dan hukum peristiwa-peristiwa lain yang sejenisnya dan memberikan kepadanya hukum yang lain yang sejenisnya. Pengecualian dimaksud dilakukan karena ada dasar yang kuat. Sebagai contoh, wanita itu sejak dari kepalanya sampai kakinya aurat. Kemudian diberikan oleh Allah dan Rasul keizinan kepada manusia melihat beberapa bagian badannya bila dianggap perlu. 53 5 Mashlahat Mursalah Mashlahat Mursalah ialah penetapan hukum berdasarkan kemaslahatan kebaikan, kepentingan yang tidak ada ketentuannya dan syara baik ketentuan umum maupun ketentuan khusus. Sebagai contoh mendahulukan kepentingan umum dan kepentingan pribadi dan golongan. 6 Sadduz zariah Sadduz zariah ialah menghambatmenutup sesuatu yang menjadi jalan kerusakan untuk menolak kerusakan. Sebagai contoh, melarang orang meminum seteguk minuman memabukkan padahal seteguk itu tidak memabukkan untuk menutup jalan sampai kepada meminum yang banyak. 7 Urf Urf adalah kebiasaan yang sudah turun-temurun tetapi tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sebagai contoh jual beli dengan jalan serah terima, tanpa mengucapkan ijab-qabul. 54

BAB IV Analisa Terhadap UU NO.22 TAHUN 1946 jo. UU NO. 32 TAHUN 1954

A. Proses Pidana Pelaku Nikah Sirri dalam UU. 22 Tahun 1946

Dalam masalah pencatatan perkawinan di Indonesia tidak terdapat adanya kekosongan hukum rechtsvacuum, karena sejak awal kemerdekaan Negara Kesatuan RI telah diatur masalah tata cara pernikahan melalui Undang-Undang No. 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk di Seluruh Jawa dan Madura. Dengan diundangkan UU tersebut, maka peraturan perundang- undangan yang ada sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi dengan pertimbangan: 1 1. bahwa peraturan pencatatan nikah, talak dan rujuk seperti yang diatur di dalam Huwelijksordonnantie Staatblaad 1929 No. 348 jo. Staatblaad 1931 No. 467. Vorstenlandsche Huwelijkorddonnantie Staatblaad 1933 No. 98 dan Huwelijksordonnantie Buitengewesten Staatblaad 1932 No. 482 tidak sesuai lagi dengan keadaan masa sekarang, sehingga perlu diadakan peraturan baru yang sempurna dan memenuhi syarat keadilan sosial; 2. bahwa pembuatan peraturan baru yang dimaksudkan di atas tidak mungkin dilaksanakan di dalam waktu yang singkat; 3. bahwa sambil menunggu peraturan baru itu perlu segera diadakan peraturan pencatatan nikah, talak dan rujuk untuk memenuhi keperluan yang sangat mendesak; 1 Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Berlaku Bagi Umat Islam, Jakarta; UI Press, 1986, h. 168