Golongan Jumhur Ulama Golongan Maliki

17 Nikah sirri merupakan salah satu bentuk nikah yang masih diperdebatkan sah atau tidaknya oleh para Ulama. Berkaitan dengan hal ini terdapat 2 dua golongan Ulama. Golongan pertama menyatakan bahwa nikah sirri adalah sah, sedangkan golongan yang kedua menyatakan tidak sah.

a. Golongan Jumhur Ulama

Mereka menyatakan bahwa jika para saksi yang hadir dipesan oleh pihak yang mengadakan akad nikah agar merahasiakan dan tidak menyebarluaskan berita pernikahannya kepada khalayak ramai, maka perkawinannya tetap sah. Sebaliknya meskipun pernikahannya itu diumumkan atau disebarluaskan kepada khalayak ramai, tetapi ketika akad nikah berlangsung tidak ada satupun saksi yang menyaksikan, maka perkawinan tersebut tidak sah. 12 Lebih lanjut dikatakan oleh Imam Syafi‟I, Abu Hanifah, Ibnu Mundzir, Umar, Urwah, Sya‟bi dan Nafi‟, bahwa apabila terjadi akad nikah tetapi dirahasiakan dan mereka pesan kepada yang hadir agar merahasiakannya pula, maka perkawinannya sah, tetapi makruh karena menyalahi adanya perintah untuk mengumumkan pernikahan. Sabda Nabi SAW dari Aisyah: 13 Artinya: “Umumkanlah akad nikah ini dan laksanakanlah di Masjid serta ramaikanlah dengan memukul rebana.” HR at-Tirmidzi. 12 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 6, Bandung: PT Al- ma‟arif, 1990, penerjemah Drs.Muhammad Thalib, Cet. Ke-7, h.186 13 Ibid, h.187 18 Senada dengan pendapat di atas, Mazhab Hanbali menyatakan nikah yang telah dilangsungkan menurut syari‟at Islam adalah sah, meskipun dirahasiakan oleh kedua mempelai, wali dan para saksinya, hanya saja hukumnya makruh. 14

b. Golongan Maliki

Mereka menyatakan bahwa saksi dalam pernikahan tidak wajib dan cukup diumumkan saja sebelum terjadi persenggamaan. Tetapi jika sebelum akad nikah diumumkan kepada khalayak ramai sudah terjadi persenggamaan, maka pernikahannya batal, meskipun saat akad dihadiri oleh para saksi. 15 Pendapat ini bertumpu pada pemikiran ketika memperbandingkan mengenai ketentuan bahwa akad nikah yang persaksiannya tidak disebut secara tegas dalam al- Qur‟an dibanding dengan ketentuan mengenai akad jual beli mu‟ajjal atau utang piutang yang disebut dalam surat al-Baqarah: 282. Kalau yang disebut yakni saksi akad jual beli saja ditemukan dalil menyatakan tidak wajib, maka untuk yang tidak disebut-sebut dalam hal ini yaitu saksi akad nikah, tentulah tidak wajib juga. 16 Ibnu Wahab meriwayatkan dari Imam Malik tentang seorang laki-laki yang mengawini seorang perempuan dengan disaksikan oleh dua orang laki- laki tetapi dipesan agar mereka merahasiakannya; lalu jawabnya: Keduanya 14 Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Damaskus: Dar al-Fikr, 1989, h.187 15 Ahmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, Cet. Ke- 1, h.48. 16 Ibid, h.48 19 harus diceraikan dengan satu talak, tidak boleh menggaulinya, tetapi isterinya berhak atas maharnya yang diterimanya, sedang kedua orang saksinya tidak dihukum. 17

2. Perspektif Hukum Positif