44
Qishash yang dimaksud dalam hukum pidana Islam adalah pembalasan setimpal yang dikenakan kepada pelaku pidana sebagai sanksi atas perbuatannya. Lain
halnya diat. Diat berarti denda dalam bentuk benda atau harta berdasarkan ketentuan yang harus dibayar oleh pelaku pidana kepada pihak korban sebagai
sanksi atas pelanggaran yang dilakukannya. Sanksi hukum bagi orang yang membunuh diserahkan kepada manusia,
dalam arti manusia sebagai subjek hukum diberikan kewenangan untuk memilih sanksi hukum dan dua alternatif, yaitu a pembunuh itu diberikan hukurnan yang
setimpal, yaitu dibunuh bagi pembunuhan yang disengaja, dan b pembunuh membayar diat kepada keluarga korban bagi pembunuhan yang tidak disengaja.
Oleh karena itu, Ibnu Rusyd seperti yang dikutip oleh Arif Furgan menge- lompokkan qishash menjadi dua, yaitu qishash an-nafs pembunuhan dan qishash
ghair an-nafs bukan pembunuhan. Qishash an-nafs, yakni qishash yang membuat korbannya meninggal. Qishash ghairu an-nafs yaitu qishash yang
berkaitan dengan pidana pencederaan atau melukai, namun korbannya tidak sampai meninggal. Kelompok pertama disebut al-qatlu pembunuhan dan
kelompok kedua disebut al-jarhu pencederaan.
13
4. Jenis Hukuman
Jenis hukuman yang menyangkut tindak pidana kriminal dalam hukum pidana Islam terbagi atas dua bagian, yaitu a ketentuan hukuman yang pasti
13
H. Arif furqon, dkk., Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum, Jakarta: Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2002, h. 340
45
mengenai berat ringannya hukuman termasuk qishash dan diat yang tercantum di dalam Alquran dan hadis. Hal dimaksud disebut hudud, b ketentuan hukuman
yang dibuat oleh hakim melalui putusannya yang disebut hukuman ta zir. Hukum publik dalam ajaran Islam adalah jinayah yang memuat aturan mengenai
perbuatan yang diancam dengan hukuman, baik dalam jarimah hudud maupun dalam jarimah ta zir. Jarimah adalah perbuatan tindak pidana. Jarimah hudud
adalah perbuatan pidana yang mempunyai bentuk dan batas hukumannya di dalam Alquran dan sunnah Nabi Muhammad saw. Lain halnya jarimah ta zir.
Jarimah tazir adalah perbuatan pidana yang bentuk dan ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa hakim sebagai pelajaran kepada pelakunya
5. Tujuan Hukum Islam
Tujuan hukum pada umumnya adalah menegakkan keadilan berdasarkan kemauan Pencipta manusia sehingga terwujud ketertiban dan ketenteraman
masyarakat. Oleh karena itu, putusan hakim harus mengandung rasa keadilan agar dipatuhi oleh masyarakat. Masyarakat yang patuh terhadap hukum berarti
mencintai keadilan. Hal ini, berdasarkan dalil hukum yang bersumber dan Alquran Surah An-Nisaa ayat 65:
ء اسـنلا :
Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnyaQS. Al-Isra17:15.
14
14
Yayasan Penyelenggaran Penterjemah, Dep. Agama RI, Ibid., h. 129
46
Dalil hukum dan ayat Alquran di atas, dapat diketahui dan dipahami bahwa Allah menjelaskan walaupun ada orang-orang yang mengaku beriman,
tetapi pada hakikatnya tidaklah beriman selama mereka tidak mau mematuhi putusan hakim yang adil, seperti putusan Nabi Muhammad saw. sebagai Rasul
yang pemah menetapkan penyelesaian perselisihan di antara umatnya. Sebagai contoh suatu peristiwa yang diceritakan oleh Bukhari Muslim, yaitu Zubair bin
Awwam mengadukan seorang laki-laki kaum Anshar kepada Nabi Muhammad saw. dalam suatu perselisihan tentang air untuk kebun kurma. Nabi Muhammad
saw. memberi putusan seraya berkata kepada Zubair: Airilah kebunmu itu lebih dahulu kemudian airkanlah air itu kepada kebun tetanggamu. Maka laki-laki itu
berkata: Apakah karena dia anak bibimu hai Rasulullah. Maka berubahlah muka Muhammad Rasulullah karena ia mendengar tuduhan dimaksud. Namun, Nabi
Muhammad berkata lagi untuk menguatkan putusannya Hai Zubair airilah kebunmu itu sehingga air itu meratainya, kemudian alirkanlah kepada kebun
tetanggamu.
15
Hikmah peristiwa di atas adalah hukum itu harus dipatuhi dan setiap putusan harus mengandung rasa keadilan agar dengan ikhlas dipatuhi oleh
anggota masyarakat. Kasus mengairi kebun kurma yang langsung ditangani oleh Nabi Muhammad itu, mengandung rasa keadilan. Sebab, kedua belah pihak
memperoleh aliran air yang memungkinkan tumbuhnya pohon-pohon kurma
15
H. Baharuddin Lopa, Al- Qur‟an dan Hak-Hak Asasi Manusia, Yogyakarta, Dana Bhakti
Prima Yasa, 1996, h. 126
47
menjadi sumber kehidupan mereka berdua. Dari kasus ini juga jelas bahwa Nabi Muhammad mencela perbuatan monopoli dalam sesuatu usaha.
Selain hal di atas, dapat juga dipahami bahwa pemanfaatan hak milik berupa tanah sebagai salah satu sumber kehidupan manusia yang paling vital,
hendaklah menggunakan asas keseimbangan. Sebagai contoh dapat diungkapkan bahwa setiap orang berhak menggunakan hak miliknya menurut kehendaknya,
tetapi ia pun berkewajiban dalam menggunakan haknya dimaksud, tidak mengganggu hak orang lain. Misalnya, bebas menggunakan tanahnya sesuai
dengan kehendaknya, tetapi ia berkewajiban pula menjamin pemenuhan kepentingan umum seperti menjamin lancarnya pengairan yang berdekatan
dengan tanahnya yang mengairi sawah petani. Oleh karena itu, ia tidak boleh mengelola tanah tersebut yang mengakibatkan dapat menghambat tersalurnya air
ke persawahan para petani. Sebaliknya, seseorang tidak dapat dengan menggunakan dalih untuk kepentingan umum, sehingga tidak memberi ganti
kerugian yang wajar terhadap tanah seseorang yang diambil untuk kepentingan umum.
16
Namun, bila tujuan hukum Islam itu dilihat dari ketetapan hukum yang dibuat oleh Allah dan Nabi Muhammad saw., baik yang termuat di dalam Alquran
maupun yang terdapat di dalam Alhadis, yaitu untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak, dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat
dan mencegah serta menolak segala yang tidak berguna kepada kehidupan
16
H. Baharuddin Lopa, Ibid., h. 127
48
manusia. Dengan kata lain tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia baik jasmani maupun rohani, individu dan masyarakat. Kemaslahatan
dimaksud, dirumuskan oleh Abu Ishak Asy-Syathibiy dan disepakati oleh ahli hukum Islam lainnya seperti yang dikutip oleh H. Hamka Haq, yaitu memelihara
agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
17
Oleh karena itu, tujuan hukum Islam dimaksud, dapat dilihat dan dua aspek, yaitu 1 Aspek pembuat hukum Islam
adalah Allah dan Nabi Muhammad, 2 Aspek manusia sebagai pelaku dan pelaksana hukum Islam itu. Hal ini akan diuraikan sebagai berikut.
a. Pembuat hukum Islam Allah swt. dan Nabi Muhammad saw.. Tujuan hukum
Islam adalah untuk memenuhi keperluan hidup manusia yang bersifat primer, sekunder, dan tersier istilah fikih disebut daruriyyat, hajiyyat, dan
tahsiniyyat. Selain itu, adalah untuk ditaati dan dilaksanakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari serta meningkatkan kemampuan manusia untuk
memahami hukum Islam melalui metodologi pembentukannya ushul al-fiqh. b.
Pelaku hukum manusia. Tujuan hukum Islam adalah untuk mencapai kehidupan manusia yang bahagia. Caranya adalah mengambil yang
bermanfaat dan menolak yang tidak berguna bagi kehidupan. Singkat kata adalah untuk mencapai keridaan Allah dalam kehidupan manusia baik di
dunia maupun di akhirat. Kepentingan hidup manusia yang bersifat primer, sekunder, dan tersier
yang telah disebut dalam istilah daruriyyat, hajiyyat, dan tahsiniyyat, adalah
17
H. Hamka Haq, Filsafat Udhul Fiqh, Makassar: Yayasan al-Ahkam, 1998, h 68
49
kebutuhan hidup manusia dalam melaksanakan eksistensinya sebagai khalifah di bumi. Karena itu, perlu dijelaskan kebutuhan-kebutuhan dimaksud,
a. kebutuhan primer adalah kebutuhan utama yang harus dilindungi atau
dipelihara agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan sebaik-baiknya oleh hukum Islam agar kemaslahatan hidup manusia benar-benar terwujud;
b. kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang diperlukan oleh manusia untuk
mencapai kebutuhan primer seperti pelaksanaan hak asasi manusia; c.
kebutuhan tertsier adalah kebutuhan hidup manusia yang menunjang kebutuhan primer dan sekunder.
Berdasarkan tujuan hukum Islam di atas, dapat dirumuskan bahwa tujuan hukum pidana Islam adalah memelihara jiwa, akal, harta masyarakat secara
umum, dan keturunan. Oleh karena itu, kedudukan hukum pidana Islam amat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab, empat dari lima tujuan syariat
yang disebutkan di atas, hanya dapat dicapai dengan menaati ketentuan hukum pidana Islam, dan dua di antaranya bertautan dengan ketentuan hukum perdata
Islam, yaitu harta dan keturunan, sementara akal dan jiwa semata-mata dipelihara oleh ketentuan hukum pidana Islam.
18
6. Sumber Hukum Pidana Islam