33
3. Pengumuman Putusan Hakim
Hukuman tambahan ini dimaksudkan untuk mengumuman kepada khalayak ramai umum agar dengan demikian masyarakat umum lebih
berhati-hati terhadap si terhukum. Biasanya ditentukan oleh hakim dalam surat kabar yang mana, atau berapa kali, yang semuanya atas
biaya si terhuku. Jadi cara-cara menjalankan pengumuman putusan hakim dimuat dalam putusan Pasal 43 KUHP.
5. Asas-asas Dalam Hukum Pidana
Dalam hukum pidana dikenal berbagai macam asas yang berlaku untuk keseluruhan perundang-undangan pidana yang ada, kecuali dalam hal-hal khusus
yang telah diatur secara terpisah dalam undang-undang tertentu lex spesialis seperti yang telah disebut pada Paasal 103 KUHP. Meskipun demikian, terdapat
asas yang sangat penting dan sebaiknya tidak boleh diingkari, karena asa tersebut dapat dikatakan sebagai pondasi atau tiang penyangga hukum pidana. Asas-asas
tersebut dapat kita simpulkan dari pasal-pasal awal Buku I KUHP, ada beberapa asas yang akan dijelaskan di bawah ini:
6
a. Asas Legalitas
Asas legalitas dapat dikatakan sebagai tiang penyangga dari hukum pidana. Asas ini tersirat dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP, yaitu:
“tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undang
an yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.”
6
Soedjono Dirdjosisworo SH, Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana, 2008, h.56
34
Berdasarkan rumusan tersebut, secara tegas ditunjuk perbuatan mana yang dapat berakibat pidana, dalam artian bahwa bukan perbuatannya yang
dipidanakan akan tetapi orang yang melakukan perbuatan tersebut. Dengan catatan bahwa perbuatan itu harus ditentukan oleh perundang-undangan
pidana sebagai perbuatan yang pelakunya dapat dijatuhi pidana dan serta perundang-undangan itu harus telah ada sebelum perbuatan itu terjadi.
Adapun makna yang terkandung dalam asas legalitas tersebut adalah bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau
perbuatan itu terlebih dahulu belum diatur dalam UU, bahwa untuk menentukan adanya tindak pidana tidak boleh digunakan analogi, dan bahwa
undang-undang hukum pidana itu tidak berlaku surutmundur. b.
Asas Hukum Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Telah disebutkan bahwa dasar yang pokok dalam menjatuhi pidana
pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana adalah norma yang tidak tertulis. Tidak dipidana jika tidak ada kesalahan.
Dasar ini adalah mengenai dipertanggungjawabkannya seseorang atas perbuatan yang telah dilakukannya. Akan tetapi sebelum itu, mengenai
dilarang dan diancamnya suatu perbuatan, yaitu mengenai perbuatan pidananya sendiri, mengenal criminal act, juga ada dasar yang pokok, yaitu
asas legalitas, asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu
dalam perundang-undangan. Biasanya ini dikenal dengan istilah Latinnya
35
Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege. tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu.
c. Asas Teritorial
Menurut asas territorial ini, berlakunya undang-undang pidana suatu negara semata-mata digantungkan pada tempat dimana tindak pidana atau
perbuatan pidana itu dilakukan. Tempat terjadinya itu harus dalam wilayah atau teritori negara yang bersangkutan.
Pasal 2 KUHP merumuskan aturan pidana dalam perundang- undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana
di Indonesia. Perkataan setiap orang mengandung arti baik warga negara Indonesia. Dalam hal ini, melakukan perbuatan, terdapat kemungkinan bahwa
perbuatannya sendiri tidak di Indonesia, tetapi akibatnya terjadi di Indonesia. Misalnya,seseorang yang dari luar negeri mengirimkan paket berisi bom dan
kemudian meledak serta membunuh orang ketika dibuka di Indonesia. d.
Asas Perlindungan Asas Nasional Pasif Berdasarkan asas perlindungan ini, peraturan hukum pidana Indonesia
berfungsi untuk melindungi keamanan kepentingan hukum terhadap gangguan dari setiap orang di luar Indonesia terhadap kepentingan hukum
Indonesia. Hal ini telah diatur dalam Pasal 3 KUHP. Dengan demikian tidak semua kepentingan hukum dilindungi, kecuali
hanya kepentingan yang vital dan berhubungan dengan kepentingan umum, yaitu sebagaimana telah diatur dalam Pasal 4 KUHP. Disini , kepentingan
36
yang dilindungi adalah kepentingan yang bersifat umum dan luas, dan bukan kepentingan pribadi atau golongan. Dapat kita simpulkan jika ternyata di luar
negeri sebenarnya kepentingan pribadi Warga Negara Indonesia kurang terlindungi.
e. Asas Personal Asas Nasional Aktif
Menurut asas personal ini, ketentuan hukum pidana berlaku bagi setiap Warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar
wilayah Indonesia. Bagi mereka yang melakukannya dalam wilayah Indonesia telah diliputi oleh asas territorial pada Pasal 2 KUHP.
Sebagaimana yang telah tercantum dalam Pasal 5 KUHP,akan tetapi dengan pembatasan tertentu yang dirumuskan pada bagian ke 1 dan 2 dari
pasal tersebut. Ketentuan tersebut khususnya pada butir ke 2 disebabksan oleh kenyataan bahwa tidak semua negara mengadakan pembagian antara
kejahatan dan pelanggaran sebagaimana halnya Indonesia sehingga ukurannya adalah yang di Indonesia termasuk sebagi kejahatan.
f. Asas Universal
Sebagaimana amanah pada pembukaan UUD 1945 yang merumuskan agar negara ini ikut serta dalam memelihara ketertiban dunia, KUHP
Indonesia juga mengatur tentang dapat dipidananya perbuatan-perbuatan seperti pembajakan di laut, meskipun berada di luar wilayah Indonesia tetapi
masih dalam kendaran air, yakni wilayah laut bebas mare liberum. Kejahatan demikiam lazimnya dikenal orang sebagai kejahatn pelayaran.
37
Asas itu disebut sebagai asas universal karena bersifat global, mendunia dan tidak membeda-bedakan warga negara apapun, yang penting adalah
terjaminnya ketertiban dan keselamatan dunia. Dalam Pasal 9 KUHP dirumuskan bahwa belakunya Pasal 2-7 dan 8
KUHP dibatasi oleh pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Misalnya bahwa hukum internasioanal mengakui adanya kekebalan atau
imunitas diplomatic dan hak eksteritorial yang dimiliki oleh kepala negara asing, duta besar dan para diplomat serta personel angkatan perang negara
asing yang berada di Indonesia atas izin Pemerintah Indonesia. Apabila sesuatu hal terjadi yang dilakukan oleh mereka yang memiliki
hak imun tersebut yang dapat dipidana menurut KUHP, maka jalan penyelesaiannya melalui jalur diplomatic dan hukum internasional. Misalnya
dengan cara menyatakan yang bersangkutan sebagai persona non grata dan dengan cara meminta negara tempat asalnya untuk menarik kembali orang
tersebut. Secara hukum internasional juga dikenal adanya perjanjian ekstradisi, tetapi di dalam ekstradisi itu terdapat asas bahwa suatu negara
tidak akan menyerahkan warga negaranya sendiri untuk diadili oleh negara lain sekiranya warganya melakukan kejahatan di negara lain. Demikian pula
tidak akan diserahkan mereka yang melakukan kejahatan politik dan orang yang meminta suaka politik.
38
B. Hukum Pidana Islam