Sosialisasi Produk PEMBIAYAAN BANK MUAMALAT INDONESIA

Banyak faktor yang jadi penyebabnya. Salah satunya, institusi syariah di tanah air masih kurang giat untuk menggelar promosi dalam rangka meningkatkan angka penjualan dibanding lembaga keuangan konvensional. Namun tentunya akan lebih bijaksana apabila sosialisasi dan promosi lebih diarahkan kepada pembentukan image dan perubahan perilaku masyarakat terhadap system keuangan syariah. Untuk itu semua kendala mesti disingkirkan terlebih dahulu. Kendala yang dihadapi lembaga keuangan syariah, pada umumnya bersifat individual. Dimana, lembaga keuangan syariah masih berjalan sendiri-sendiri dan tidak terfokus akan misi dan visinya. U. Saefudin Noer, Asisten Direktur Asdir Corel SKD Bank Muamalat Indonesia BMI juga mengatakan anggaran promosi lembaga keuangan syariah, khususnya BMI, relatif kecil. Jika dibandingkan dengan promosi bank-bank konvensional yang besar angkanya belum memadai. Sosialisasi mestinya dibarengi dengan promosi. promosi memang merupakan alat yang digunakan untuk meningkatkan angka, dalam hal ini penjualan. Sementara, sosialisasi suatu hal yang bersifat memberikan pemahaman kepada masyarakat akan hal yang baru. Secara kasat mata saja, kita bisa mengukurnya. Bila kita baca media cetak, mendengarkan radio, dan memelototi televisi, iklan lembaga keuangan konvensional berseliweran setiap hari sebagai ajang promosi. Nilainya terbilang tidak kecil. Bahkan beberapa bank konvensional besar mempunyai paket program bernilai ratusan juta rupiah per episode di televisi. Semuanya demi mendongkrak angka penjualan. Lembaga riset AC Nielsen mempunyai data soal hal ini. Menurut penelitian lembaga pemantau media ini pada tahun 2002, anggaran promosi iklan di televisi untuk kategori perbankan didominasi oleh perbankan konvensional. Tidak terdapat satu pun perbankan syariah yang berhasil menyelinap masuk ke dalam rangking lembaga pemeringkat ini. Peringkat satu sampai sepuluh semuanya diduduki oleh bank-bank konvesional, mulai dari bank BUMN, bank rekap, bank swasta dan satu bank asing. Secara urnum, lembaga keuangan syariah memahami betul bahwa sosialisasi produk syariah harus pula diikuti dengan langkah melakukan promosi. Segala bentuk promosi telah dilakukan Bank Muamalat Indonesia adalah mulai dari bentuk media seperti above the line televisi, koran, majalah, tabloid, dan radio serta didukung media bellow the line event-event, seminar, brochure leaflet, poster, spanduk, umbul-umbul, billboard. Begitu juga dengan sosialisasi yang tiada hentinya, lewat kerjasama dengan lembaga publikasi syariah, Majelis Ulama Indonesia MUI, Masyarakat Ekonomi Syariah MES. Baru-baru ini juga terlihat Bank Muamalat Indonesia semakin aktif dalam kegiatan sosialisasi dan promosi produk. Yaitu Bank Indonesia BI dan perbankan syariah berpartisipasi dalam “Real Estate Ekspo 2010” pada 23-31 Oktober 2010 yang lalu. Sembilan bank syariah sudah menyatakan partisipasinya dalam ajang tersebut. Yaitu, BSM, Bank Muamalat Indonesia, BRI Syariah, BTN Syariah, BNI Syariah, Permata Bank Syariah, CIMB Niaga Syariah, BII Syariah, dan Bank DKI Syariah. Dalam Kegiatan tersebut Bank Muamalat Indonesia memperkenalkan produk sektor properti dengan brand barunya yaitu dengan nama Pembiayaan Hunian Syariah Muamalat PHSM. Peluang dan Tantangan 1. Peluang a. Keunggulan Bank Muamalat Indonesia Sebagai Bank Syariah Perbankan syariah memiliki karakteristik yang menjadi keunggulannya dibandingkan dengan perbankan konvensional. Keunggulan-keunggulan tersebut menjadi kekuatan yang mampu menggerakkan perbankan syariah di Indonesia untuk berkembang kearah yang lebih baik dalam rangka memperluas market share perbankan syariah. Adapun keunggulan-keunggulan bank syariah adalah sebagai berikut: 1 Sesuai dengan prinsip syariah Apabila selama ini banyak masyarakat terutama segmen masyarakat religius enggan menyimpan dananya di bank karena adanya riba berupa bunga, maka dengan kehadiran bank syariah, segmen masyarakat tersebut memiliki solusi untuk menyimpan dana mereka miliki tidak lagi dibawah bantal, karena kondisi kedaruratan yang selama ini menjadi dasar masyarakat muslinm muslim menabung di bank konvensional telah hhilang seiring dengan kehadiran bank syariah di Indonesia. Sehingga apabila masih ada orang yang keliru. Akad-akad muamalah yang menjadi landasan dalam setiap transaksi di Perbankan Syariah selama menunjukan bahwa adanya konsistensi mengikuti aturan-aturan syariah. Produk perbankan syariah baik produk pemnghimpunan dana maupun produk penyaluran dana keduanya sesuai dengan prinsip syariah. Apabila pada bank konvensional terjadi perjanjian yang terpisah antara pihak bank dan nasabah penabung dan antara pihak bank dengan nasabah peminjam, sehingga keuntungan bank adalah selisih antara bunga yang diberikan kepada nasabah penabung dengan bunga yang dikenakan kepada nasabah peminjam. Maka pada bank syariah akad terjadi adalah akad terintegrasi baik antara bank dengan nasabah penabung maupun nasbah peminjam. Sehingga apabila bagi hasil yang diberikan dari nasabahpeminjam kecil maka bagi hasil yang diberikan nasabah kepada nasabah penabung juga kecil. Pada bank konvensional, penyaluran dana bebas tanpa syarat sehingga dana dapat disalurkan kepada sektor-sektor usaha yang mungkin bertentangan dengan prinsip syariat, misalnya bantuan kredit untuk pembangunan pabrik bir. Maka bank syariah, adanya larangan bank syariah untuk menyalurkan dana kepada sektor-sektor usaha yang mungkin bertentangan dengan aturan syariat atau dapat menimbulkan kemudharatan. Sehingga nasabahpun akan lebih aman dalam bertransaksi dengan bank syariah, mereka tak perlu khawatir dana yang mereka taruh dipergunakan tidak sebagaimana mestinya, dan nasabah bisa mengawasi apabila ternyata bank syariah menyalurkan dana untuk sektor usaha bertentangan dengan aturan syariat. Apabila terjadi pelanggaran terhadap prinsip syariat, maka nasabah dapat melaporkan kepada Dewan Pengawas Syariah DPS yang ada disetiap bank syariah. 2 Keadilan dan menentramkan umat Nasabah peminjam tak perlu takut dengan bunga tinggi, pada krisis 1997 usaha bankrut akibat kesulitan dalam membayar kredit yang tinggi. Dalam sistem bunga, bank tidak peduli dengan kondisi perusahaan yang dibantu, yang penting bagi bank adalah perusahaan tersebut. Berbeda dengan bank syariah, dimana diterapkan adalah bagi hasil sehingga apabila pendapatan usaha pada saat itu sedang kecil maka bagi hasilnya kecil pula. Ataupun untuk nasabah peminjam untuk keperluan konsumsi, mereka tak perlu takut jumlah angsuran mereka bertambah karena bank syariah sama sekali tidak terpengaruh dengan suku bunga akan nilai angsurang telah ditetapkan sebelumnya pada awal akad pembiayaan. 3 Tahan mengahadapi krisis Sistem keuangan syariah menganggap uang hanya sebagai alat tukar . sebagai alat tukar uang tidak akan menghasilkan nilai tambah apapun kecuali apabila dikonversi menjadi barang dan jasa. Dengan demikian setiap transaksi keuangan harus dilatarbelakangi dengan sektor riil. Ketika banyak bank konvensional yang mengalami negatif spread dan mengalami kesulitan likuiditas, Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama Indonesia mampu melewati krisis ekonomi ini. Hal ini menunjukan bank syariah tidak akan mengalami gejolak yang berarti apabila terjadi krisis ekonomi, karena esgala aktivitas perbankan syariah selalu mempunyai sandaran sektor riil. Kemampuan perbankan syariah melewati krisis ini mendapat pengakuan dari pemerintah yang membuahkan hasil dengan keluarnya undang-undang No.10 tahun 1998 tentang perbankan. Hal ini menandai diakuinya perbankan syariah sebagai salah satu sistem perbankan indonesia, apabila dalam Undang-undang No.7 tahun 1992 yang diakui hanya bank berdasarkan prinsip bagi hasil maka dalam undang-undang No.10 tahun 1998 mulai diakuinya perbankan syariah dalam sistem perbankan di Indonesia. Sehingga Indonesia secara resmi menganut dual banking sistem dan sistem perbankan. 4 Peraturan perundang-undangan Dengan lahirnya undang-undang No.21 tahun 2008, perbankan syariah memilki peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum dalam operasional perbankan syariah di Indonesia. Diharapkana dengan lahirnya undang-undang ini diharapkan target penguasaan market share perbankan syariah sebesar 5 yang tidak tercapai pada tahun 2008 mampu direalisasikan pada tahun tahun berikutnya. Dan semoga kedepannya perbankan syariah mampu memiliki market share yang seimbang dengan perbankan konvensional. 5 Dampak fatwa Majelis Ulama Indonesia Dampak fatwa Majelis Ulama Indonesia MUI mengenai haramnya bunga bank atau riba, juga telah menyengat sisi terdalam kesadaran fitrah nurani manusia. Tak terelakan seruan ini menggulirkan emosi positif di kalangan umat Islam untuk serta merta “menyelamatkan” dananya pada bank-bank syariah. Tidak peduli bahwa menurut sebagian pengamat system syariah yang dijalankan oleh bank tersebut hanyalah kamuflase dari sisem perbankan konvensional yang di syariahkan, yang terpenting bagi masyarakat adalah telah menyimpan dananya secara”halal” dan terlepas dari “dosa”. Ternyata, sengatan MUI tersebut telah memberikan madu yang berlimpah bagi bank-bank yang menerapkan sistem syariah. Terbukti pada Bank Muamalat Indonesia misalnya, selama 1 bulan pertama setelah keluarnya fatwa MUI dana pihak ketiga mencapai 12.7 persen. Sedangkan dana yang masuk dari masyarakat selama 1 bulan mencapai 25 persen. Oleh karena itu amat wajar bila fatwa MUI ini selain direspon dengan gegap gempita oleh masyarakat luas, juga ditanggapi dengan antusias oleh pelaku perbankan untuk menerapkan sistem syariah pada produk- produknya, sekaligus dengan gencar membuka jaringan layanan syariah di beberapa kota besar di Indonesia. Hal ini, tentunya harus dilaksanakan mengingat bahwa prospek sistem syariah dimasa depan amat menjanjikan. Selain itu, jumlah penduduk Indonesia yang besar meliputi 88 persen dari 220 juta diantaranya beragama Islam. Jelas sebuah pangsa pasar yang amat besar dan dahsyat. Fenomena perbankan syariah ini, telah menyadarkan pelaku perbankan lainnya di belahan Barat sana untuk bukan hanya melirik, tetapi sekaligus merealisasikan eksistensi sistem syariah tersebut kedalam jaringan dan operasinal mereka. Selain sistem syariah secara rasional bisa diterima akal sehat, potensi 1.3 milyar umat Islam di dunia, tak bisa diremehkan begitu saja. Dengan demikian, sistem syariah telah menjadi bagian integral dari sistem perbankan yang ada di dunia sekarang ini. Sehingga, yang semula hanya diorientasikan pada kalangan masyarakat yang beragama Islam di beberapa negara di dunia, kini telah merambah banyak negara non muslim yang pada awalnya menganggap sistem syariah ini dengan sebelah mata. Hal ini dibuktikan oleh beberapa bank asing yang beroperasi di Indonesia, yang mengeluarkan layanan syariah, diantaranya Hongkong and Shanghai Bank Corporation Indonesia HSBC. Berarti instrumen-instrumen syariah dalam proses transaksi, dan produk-produk industri syariah lainnya, sudah diapresiasi dengan baik oleh masyarakat internasional. Masalahnya sekarang adalah, bagaimana memacu sosialisasi perbankan syariah di tengah-tengah masyarakat, yang secara tradisional selama dua abad telah dinina-bobokan oleh sistem perbankan konvensional? Ada tiga jawaban alternatif yang akan secara signifikan mendorong lajunya perkembangan bisnis perbankan syariah. Pertama, berikan pemahaman yang komprehensif dan integratif mengenai konsep sistem perbankan syariah melalui penayangan iklan di semua media yang ada, baik cetak maupun televisi, secara terus-menerus dengan format yang populer. Sehingga tertanam pemahaman yang benar dan detil mengenai apa itu sistem syariah, istilah, instrumen-instrumen, dan produk-produknya. Pengaruh iklan yang amat intens ini akan memupuk loyalitas yang kuat di benak masyarakat, sehingga secara tidak sadar dengan sendirinya, mereka akan memahami kaidah-kaidah syariah yang ingin disampaikan oleh pelaku perbankan tersebut. Tanpa ada informasi mengenai pemahaman sistem perbankan syariah yang benar, dikhawatirkan akan menimbulkan pengertian yang keliru mengenai beberapa elemen dan produk-produk yang ditawarkan oleh bank syariah tersebut. Sampai kinipun, pemahaman sistem syariah bagi masyarakat Indonesia yang mengaku beragama Islam, masih terbilang lemah. Terus terang, bahwa dibenak masyarakat kebanyakan, pemahaman syariah ini belum sepenuhnya diketahui dengan benar. Mereka mungkin sering mendengar istilah murabahah, ijarah, wadi’ah, mudharabah dan sebagainya. Tapi makna hakiki dari masing-masing istilah tersebut belum tentu dimengerti. Tidak mengherankan, bila masyarakat pada umumnya memanfaatkan bank syariah ini hanya sebatas untuk menyimpan dana pasif. Ibarat menyimpan uang hilang, yang tidak akan digunakan dalam jangka waktu lama. Sedangkan dana aktif yang bisa diputar setiap saat, tetap disimpan di bank konvensional. Padahal Islam dengan tegas menuntut penyimpanan dana aktif ini, sehingga bisa digunakan untuk hal-hal produktif yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Bilamana hal ini dilakukan hanya pada bank konvensional, tentu kontra-produktif dengan sasaran syariah itu sendiri yang sejatinya ingin memajukan kesejahteraan manusia. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Al-Ghazali didalam buku karya Umer Chapra, bahwa tujuan syariah yang paling dasar adalah memajukan kesejahteraan manusia yang terletak pada keyakinan, intelektual, kehidupan, masa depan dan harta mereka. Sosialisasi produk perbankan syariah tanpa pemahaman yang menyeluruh dan holistik hanya akan memberikan akses terhadap perbankan secara temporer. Pemasukan dana masyarakat maupun dana pihak ketiga kepada bank syariah hanya dimaksudkan untuk meraup return bank syariah yang relatif lebih tinggi dari bank konvensional. Kedua, fatwa MUI yang telah digulirkan belum lama ini sebenarnya merupakan punishment terhadap sepak terjang masyarakat yang terlena dengan kompensasi bunga yang ditawarkan bank-bank konvensional selama ini. Dan kini terbukti, bahwa “hukuman” yang dilontarkan MUI telah melecut masyarakat luas, terutama yang beragama Islam untuk menyimpan dananya pada bank-bank syariah. Sekarang yang penting adalah bagaimana menata punishment ini sebagai senjata yang ampuh dalam menarik sebanyak mungkin dana masyarakat non muslim tanpa mereka merasa dihukum. Tentunya tidak adil bila hanya memberikan “hukuman” terhadap masyarakat. Perlu kiranya dipikirkan bagaimana memberikan “reward” terhadap nasabah sebagai bukti loyalitas atas peran serta masyarakat dalam program syariah ini. Penting untuk diingat, bahwa hadiah yang diberikan harus juga memperhatikan rambu-rambu syariah, sehingga tidak menimbulkan “keraguan” baru yang akan merugikan kinerja syariah secara umum. Misalnya “hadiah syariah” yang tulus ini tidak diberikan dengan melakukan undian, tetapi didasarkan pada pengumpulan point yang diatur berdasarkan besarnya saldo yang ditabung, atau didasarkan pada loyalitas konsumen terhadap kewajiban yang harus dia berikan kepada bank, atau penghargaan atas pengembalian kredit yang tepat waktu. Besar kecilnya hadiah syariah akan menstimulus energi masyarakat untuk berbondong-bondong menyimpan dananya pada bank syariah. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa hadiah merupakan pemikat yang paling manjur merebut hati konsumen. Ketiga, mengingat penetrasi pasar syariah yang sudah mengglobal, tidak bisa dipungkiri bahwa harus diciptakan perbankan syariah yang inklusif, artinya bank syariah yang bisa dinikmati oleh semua kalangan, tidak terbatas pada lingkup masyarakat muslim saja, tapi harus juga bisa melayani kepentingan umat lainnya. Perbankan syariah yang ideal di masa depan adalah perbankan yang menerapkan konsep keadilan dalam segenap bidang pelayanan. Perbankan syariah yang lintas agama dan budaya sesuai benar dengan konsep perbankan yang rahmatan lil ‘aalamiin . Perbankan untuk kesejahteraan dan keadilan umat manusia di seluruh alam. Perbankan syariah yang inklusif akan menjangkau lapisan masyarakat lebih luas, sehingga bisa menarik dana masyarakat lebih besar. Terus terang saja, di Jayapura Papua, dimana mayoritasnya adalah non muslim, antusiasme mereka terhadap sistem syariah lumayan tinggi.

b. Keunggulan Produk

Pembiayaan Hunian Syariah Bank Muamalat jauh lebih kompetitif dibanding produk serupa dari bank lain. Dengan jumlah angsuran yang tidak fluktuatif dengan suku bunga dan tidak ada penalti untuk pelunasan lebih awal, BMI optimistis produk ini akan direspons positif oleh pasar. Jika diekuivalenkan dengan suku bunga, pembiayaan hunian syariah Bank Muamalat ekuivalen dengan bunga 13 per tahun. Itu adalah fixed. Bank-bank konvensional sendiri hanya rendah di tahun-tahun pertama, tapi setelah itu naik terus. Produk pembiayaan KPR yang digunakan Bank Muamalat Indonesia memiliki berbagai macam perbedaan dengan KPR Kredit Kepemilikan Rumah di perbankan konvensional. Hal ini merupakan implikasi dari perbedaan prinsipal yang diterapkan perbankan syari’ah dan perbankan konvensional, yaitu konsep bagi hasil dan kerugian sebagai pengganti sistem bunga perbankan konvensional. Dalam produk pembiayaan kepemilikan rumah ini, terdapat beberapa perbedaan antara perbankan syari’ah dan perbankan konvensional, di antaranya adalah; pemberlakuan sistem kredit dan sistem markup, kebolehan dan ketidakbolehan tawar menawar bargaining position antara nasabah dengan bank, prosedur pembiayaan dan lain sebagainya. Sebenarnya margin KPR syariah mampu bersaing dengan bunga KPR konvensional. Masalahnya selama ini nasabah menerima saja persentase bunga yang ditawarkan, tidak pernah menghitung betul berapa total bunga yang dibayarnya selama masa KPR. Harusnya lihat berapa total bunga yang dibayar kalau pakai KPR konvensional, bandingkan dengan total margin bila menggunakan KPR syariah. Ada yang mengatakan kelebihan lain KPR syariah, bila pelunasannya dipercepat nasabah tidak dikenai pinalti. Di Bank Muamalat misalnya, kita cukup melunasi sisa angsuran pokok ditambah tiga kali margin. Contoh, kita melunasi KPR pada akhir tahun kelima dari akad semula 10 tahun. Saat itu sisa angsuran pokok katakanlah Rp.52,5 juta. Sedangkan cicilan KPR Rp.2,9 jutabulan, terdiri dari angsuran pokok Rp.1,5 juta dan margin Rp.1,4 juta. Maka, yang kita bayar hanya Rp52,5 juta + 3 x Rp1,4 juta. Tapi, apakah hal itu memang lebih menguntungkan dibanding nilai pinalti bila kita mempercepat pelunasan pada KPR konvensional dengan nilai kredit dan periode yang sama? Untuk itu perlu membandingkan sebelum mengambil kesimpulan. Kelebihan KPR syariah berikutnya, di tengah masa kontrak nasabah boleh minta diskon margin mukhasah. Misalnya, karena melihat bunga pasar sudah begitu rendah atau kita kesulitan meneruskan cicilan dengan margin yang disepakati semula. Hanya, peluang mendapat diskon margin ini tidak pasti dan karena itu tidak tercantum dalam kontrak.

2. Tantangan

a. Daya Saing

Bank syariah dan bank konvensional merupakan pesaing. Karena itu BMI berusaha mengembangkan fitur yang menarik agar konsumen tertarik menggunakan Hunian syariah. Produk PHSM sendiri Menawarkan plafon maksimum sampai dengan Rp.25 miliar, jangka waktu hingga 15 tahun, dan pilihan angsuran tetap hingga 15 tahun dan uang muka yang hanya 10, tentunya sangat meringankan bagi nasabah, bahkan memungkinkan untuk memberikan fasilitas bebas uang muka. Tidak hanya itu, secara umum bank Muamalat Indonesia juga akan bersaing dengan bank-bank syariah lainnya. Hal ini akan memberikan tantangan lagi kepada Bank Muamalat untuk terus melakukan inovasi dan fitur-fitur pembiayaan agar lebih menarik masyarakat untuk menggunakan Pembiayaan Hunian Syariah Muamalat.

b. Pro-kontra Bunga Bank

Dualisme pendapat di kalangan ulama yang sampai kini masih terngiang di telinga kita, yaitu antara yang pro dan kontra tentang bunga bank, mulai hari ini harus dihentikan. Walaupun MUI dengan tegas telah mengharamkan bunga bank, tapi tidak sedikit ulama yang moderat masih menghalalkan sistem perbankan konvensional. Dua alasan penting yang diusung oleh kalangan moderat mengenai halalnya bunga bank, yaitu masih terbatasnya layanan syariah di berbagai wilayah Indonesia, sehingga menyulitkan masyarakat mengakses layanan syariah. Selain itu, untuk menghindari kejahatan perbankan, maka adalah perlu menetapkan bunga pada proses perbankan. Dengan alasan darurat seperti itu, maka sistem konvensional masih menjadi primadona untuk tetap diakses oleh lapisan masyarakat terbesar bangsa ini. Sulitnya mendapat layanan yang memadai seperti di Papua misalnya, jangankan mendapat akses pelayanan syariah, untuk mendapatkan alternatif perbankan konvensional dari bank swasta maupun BUMN saja amat sulit. Inilah kendala utama yang harus kita carikan jalan keluarnya. Sehingga untuk selanjutnya bisa dijadikan acuan meningkatkan pengembangan perbankan syariah. Untuk itu maka muncul pertanyaan, strategi apa yang harus dilakukan?. Hal pertama adalah pelaku perbankan hendaknya memperbanyak jaringan layanan perbankan syariah minimal sampai ke kabupaten atau kotamadya. Dengan mendekatkan kantor cabang maupun kantor cabang pembantu kehadapan nasabah di