Produk Pembiayaan Bank Syariah Dalam Sektor Properti

Pembiayaan perbankan syariah di sektor pembiayaan properti terlihat dari jumlah pembiayaan yang diberikan perbankan syariah kepada sektor properti. Hingga September 2010, Bank Indonesia BI mencatat jumlah pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah ke sektor properti hanya mencapai Rp1,2 triliun. Jumlah tersebut hanya 1,8 dari total pembiayaan perbankan syariah yang besarnya mencapai Rp 61 triliun. Padahal pembiayaan perbankan secara umum nasional kepada sektor properti mencapai 13,3 dari keseluruhan jumlah pembiayaan perbankan. Artinya yang disalurkan perbankan syariah ke sektor properti masih kecil sekali dan ini masih bisa berkembang lagi. Peluang perbankan syariah memberikan pembiayaan ke sektor properti masih terbuka. Masyarakat, khususnya menengah ke bawah, masih membutuhkan fasilitas pembiayaan perumahan yang aman. Ketua Dewan Pengurus Daerah Real Estate Indonesia DKI Jakarta Setyo Maharso mengatakan bahwa kebutuhan rumah di Jakarta akan meningkat pada tahun- tahun mendatang. Ada sekitar 3 juta orang yang menjadi komuter keluar masuk Jakarta memiliki keinginan untuk memiliki tempat tinggal di Jakarta karena menghindari kemacetan. Jika 10 dari 3 juta orang tersebut bisa dimanfaatkan, perbankan syariah berpotensi besar memberikan pembiayaan ke sana. Potensi ini masih ada. Perbankan syariah bisa memanfaatkan sekitar 300 ribu komuter yang membutuhkan tempat tinggal di Jakarta. Sementara itu bagi para pengembang, masuknya perbankan syariah dalam pemberian fasilitas pembiayaan properti disambut positif. Pembiayaan kredit pemilikan rumah KPR syariah dinilai lebih aman karena memiliki suku bunga yang tetap. Para pengembang dianggap akan mudah menetapkan program pemasaran dengan suku bunga KPR yang tetap. Selain itu para pembeli properti juga akan mampu mengatur cash flow-nya agar tidak terganggu. 9 Jumlah pembiayaan perbankan syariah ke sektor properti hingga akhir September 2010 baru mencapai 1,8 dari total pembiayaan perbankan syariah sebesar Rp 61 triliun atau sekitar 1,2 triliun. Sedangkan kalau dilihat secara nasional 13,3 pembiayaan perbankan sudah ke sektor properti. Jadi kalau dilihat baru 1,8 masih sangat kecil sekali. Masyarakat sudah mulai tertarik menggunakan pembiayaan perbankan syariah di sektor properti. Hal ini bisa dilihat dari total transaksi pameran Real Estate Indonesia REI Expo ke-23 yang bekerjasama dengan perbankan syariah pada bulan Mei lalu mencapai Rp 356 miliar. Namun pencapaian yang sangat menggembirakan tersebut baru melayani nasabah dari sisi individu, belum banyak menyentuhkan dari sisi nasabah korporasi ataupun penyedia data teknis di sektor properti. Untuk mendukung perkembangan perbankan syariah di tanah air, saat ini BI dan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan masih melakukan kajian mengenai pemetaan permasalahaan pajak yang berlaku pada perbankan syariah. 9 Media Indonesia, Minim Peran Perbankan Syariah di Pembiayaan Properti, artikel diakses pada tanggal 21 April 2011 dari http:www.mediaindonesia.comread20101021 176669202Minim-Peran-Perbankan-Syariah-di-Pembiayaan-Properti Selama ini masyarakat memang masih belum kenal dengan bank syariah. Mereka tahunya untuk mendapatkan kredit di sektor properti dari BNI, BRI dan BTN. Kebutuhan properti di Jakarta saja masih akan meningkat. Diproyeksikan akan ada kebutuhan tambahan 300 ribu properti yang masih bisa diserap. Saat ini di Jakarta kalau siang hari ada 12 juta penduduk yang bekerja. Sementara kalau malam hanya 8,5-9 juta orang saja, jadi ada 3 juta yang tinggal di luar Jakarta. Dan mereka diproyeksikan akan pindah ke Jakarta, namun yang bisa diserap hanya 300 ribu atau 10 saja. 10 KPR Syariah Pangsa pasar perbankan syariah baru sekitar 2,5 persen dari total aset perbankan nasional yang mencapai Rp2.500 triliun. Karena itu lumrah kalau perannya dalam perekonomian kita belum signifikan. Selain eksistensinya relatif baru, kecilnya share perbankan syariah itu juga lantaran sosialisasinya masih kurang. Atas dasar itu, terdapat produk-produk bank syariah yang lebih menyentuh sektor ritel yaitu tentang pembiayaan kepemilikan rumah KPR secara syariah. Baik perbankan konvensional maupun syariah keduanya adalah penjual. Sedangkan nasabah adalah pembeli. Bedanya, perbankan konvensional menjual uang dengan bunga tertentu. Sebab itu pengikatannya disebut akad kredit perjanjian pinjam meminjam uang. Karena menjual uang, bunganya bisa berubah-ubah mengikuti fluktuasi bunga pasar. Artinya, angsuran kredit bisa naik atau turun. 10 Detikfinance, Pembiayaan Perbankan Syariah ke Properti Masih Minim, artikel di akses pada tanggal 21 April 2011 dari http:www.detikfinance.comread20101020140439 14699775pembiayaan-perbankan-syariah-ke-properti-masih-minim. Sementara perbankan syariah menjual barang. Sebagai penjual pedagang bank mengambil keuntungan yang disebut margin. Artinya, perbankan syariah tidak mengenal bunga karena jual beli uang dan bunga dalam Islam diharamkan. Dalam sistem syariah sekali kontrak jual-beli disepakati, cicilan nasabah tetap selama masa kontrak. Sangat cocok bagi kalangan berpendapatan tetap. Salah satu problem penyaluran KPR di Indonesia selama ini adalah fluktuasi bunga. Yang paling kesulitan dengan fluktuasi itu adalah nasabah berpenghasilan tetap. Bila dikonversi ke bunga KPR konvensional margin KPR syariah masih lebih tinggi. Tapi, hal itu tidak bisa dielakkan mengingat kekuatan pendanaan bank syariah masih terbatas. Selain itu nasabah penyimpan di bank syariah juga menuntut porsi bagi hasil nisbah yang tinggi. Misalnya, nisbah simpanan di BTN Syariah saat ini mencapai 12,25 persen bila dikonversi ke bunga deposito bank konvensional. Padahal, bunga deposito bank konvensional antara 9–10. Produk pembiayaan KPR yang digunakan dalam perbankan syari’ah memiliki berbagai macam perbedaan dengan KPR Kredit Kepemilikan Rumah di perbankan konvensional. Hal ini merupakan implikasi dari perbedaan prinsipal yang diterapkan perbankan syari’ah dan perbankan konvensional, yaitu konsep bagi hasil dan kerugian sebagai pengganti sistem bunga perbankan konvensional. Dalam produk pembiayaan kepemilikan rumah ini, terdapat beberapa perbedaan antara perbankan syari’ah dan perbankan konvensional, di antaranya adalah; pemberlakuan sistem kredit dan sistem markup, kebolehan dan ketidakbolehan tawar menawar bargaining position antara nasabah dengan bank, prosedur pembiayaan dan lain sebagainya. Dari segi pengistilahan, untuk produk pembiayaan pemilikan rumah, perlu dipikirkan suatu bentuk pengistilahan yang relevan. Karena istilah KPR cenderung memunculkan asumsi terjadinya kredit, padahal dalam perbankan syari’ah tidak menggunakan sistem kredit. Untuk menghindari hal itu tetapi tetap menggunakan istilah KPR 11 , beberapa bank syari’ah seperti BTN Syari’ah memaknai KPR dengan ”Kebutuhan Pemilikan Rumah“. Dalam menjalankan produk KPR, bank syari’ah memadukan dan menggali skim- skim transaksi yang dibolehkan dalam Islam dengan operasional KPR perbankan konvensional. Sebenarnya margin KPR syariah mampu bersaing dengan bunga KPR konvensional. Masalahnya selama ini nasabah menerima saja persentase bunga yang ditawarkan, tidak pernah menghitung betul berapa total bunga yang dibayarnya selama masa KPR. Harusnya lihat berapa total bunga yang dibayar kalau pakai KPR konvensional, bandingkan dengan total margin bila menggunakan KPR syariah. Ada yang mengatakan kelebihan lain KPR syariah, bila pelunasannya dipercepat nasabah tidak dikenai pinalti. Di BTN syariah misalnya, kita cukup melunasi sisa angsuran pokok ditambah tiga kali margin. Contoh, kita melunasi KPR pada akhir tahun kelima dari akad semula 10 tahun. Saat itu sisa angsuran pokok katakanlah Rp52,5 juta. Sedangkan cicilan KPR Rp2,9 jutabulan, terdiri dari angsuran pokok Rp1,5 juta dan margin Rp1,4 juta. Maka, yang kita bayar hanya 11 Karena di masyarakat luas sudah terpolakan bahwa produk perbankan yang melayani pembiayaan kepemilikan rumah adalah KPR. Faktor familier inilah yang kemudian menjadi alasan bank-bank syari’ah tetap menggunakan istilah KPR. Rp52,5 juta + 3 x Rp1,4 juta. Tapi, apakah hal itu memang lebih menguntungkan dibanding nilai pinalti bila kita mempercepat pelunasan pada KPR konvensional dengan nilai kredit dan periode yang sama? Untuk itu perlu membandingkan sebelum mengambil kesimpulan. Kelebihan KPR syariah berikutnya, di tengah masa kontrak nasabah boleh minta diskon margin mukhasah. Misalnya, karena melihat bunga pasar sudah begitu rendah atau kita kesulitan meneruskan cicilan dengan margin yang disepakati semula. Hanya, peluang mendapat diskon margin ini tidak pasti dan karena itu tidak tercantum dalam kontrak.

2. Peluang Perbankan Syariah Dalam Pembiayaan Sektor Properti

Di tahun 2011 ini, industri perbankan syariah memang mulai menggeliatkan pembiayaan mereka pada sektor properti yang selama ini belum digarap sepenuhnya. Hal tersebut didasarkan pada peluang dan pasar properti yang sangat besar, juga antusias masyarakat yang ingin menggunakan fasilitas kredit perumahan KPR berbasis perbankan syariah. Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia BI Mulya Siregar mengatakan, tahun ini akan menjadi tahun bagi bank syariah untuk menggarap pembiayaan industri perumahan atau membiayai para pengembang. Kalau selama ini bank syariah dinilai lebih banyak pembiayaan konsumtif, maka kita akan buktikan tahun ini dengan rencana pembiayaan untuk perumahan dan para pengembang. Menurutnya, rencana industri perbankan syariah menggarap pembiayaan perumahan juga didasarkan tingginya minat nasabah menggunakan KPR bank syariah yang dinilai banyak memberikan keunggulan dan kenyamanan. Di mana dengan menggunakan KPR Syariah, nasabah akan menerima cicilan tetap, masa pembiayaan 15 tahun serta pembayaran awal uang muka yang tidak dikenakan pinalti. Saat ini pembiayaan perbankan syariah untuk sektor properti masih kecil sekitar 1,8 atau setara Rp 1,2 triliun dari total pembiayaan nasional untuk sektor properti Rp 61 triliun atau sekitar 13,3. Pembiayaan bank syariah untuk sektor properti masih kecil dan lebih didominasi sektor perdagangan. Namun, untuk total asset, perbankan syariah sampai dengan September 2010 telah mencapai Rp 85,9 triliun dengan komponennya terdiri dari Rp 65,3 triliun dari bank umum syariah, Rp 16, 2 triliun dari unit usaha syariah, dan Rp 2 triliun berasal dari BPR syariah. Pangsa pasar industri perbankan syariah akan mencapai target moderat yang ditetapkan BI sampai akhir tahun, yakni sebesar Rp 97 triliun. Adapun hingga September pansa pasar bank syariah mencapai 43 pertumbuhannya jika dibandingkan dengan tahun lalu, atau setara dengan Rp85.9 triliun. Pencapaian aset bank-bank syariah tersebut juga telah melewati target pesimistis pencapaian aset yang dicanangkan BI, yaitu pada angka Rp 72 triliun. Sampai akhir tahun aset bank-bank syariah bisa mendekati target moderat yang ditetapkan BI, yaitu Rp 97 triliun. September Year on Year total asset syariah tumbuh 43 atau sejalan dengan proyeksi yang dilakukan. Namun, Juli sampai Agustus pertumbuhan aset sekitar Rp 3 triliun per bulan. Mudah-mudahan pada tahun ini mendekati Rp 97 triliun. BI sebenarnya memiliki target pencapaian aset bank-bank syariah yang lebih optimis,