Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan

Hasil yang diperoleh pada penapisan fitokimia serbuk gambir menunjukkan adanya kandungan alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, triterpenoid, dan minyak atsiri. Dari sini diketahui bahwa ekstrak gambir mengandung tanin yang diduga memiliki aktivitas sebagai imunomodulator. Untuk mengekstraksi kandungan kimia dari gambir, digunakan metode cara panas yaitu dengan memasak daun dan ranting tanaman gambir yang kemudian dicetak selagi panas. Kemudian dari hasil ekstrak air gambir ini dilakukan tahap maserasi dengan menggunakan etanol 70. Metode maserasi dipilih karena dapat memisahkan zat-zat aktif yang terdapat dalam serbuk gambir secara sempurna sehingga diperoleh senyawa- senyawa yang terkandung di dalam tanaman, selain itu penggunaan metode ini didasarkan pada keuntungan yang diberikan yaitu dari segi efisiensi waktu, pengerjaan dan peralatan sederhana Depkes RI, 2000. Hal ini disebabkan karena pada metode maserasi ini menggunakan pelarut etanol 70 secara berulang sampai diperoleh filtrat yang jernih sehingga diharapkan kandungan kimia dapat tertarik lebih banyak. Di samping itu metode ini tidak merusak zat- zat yang tidak tahan dengan pemanasan. Pemilihan pelarut etanol didasarkan karena etanol memiliki beberapa keuntungan, antara lain lebih selektif dalam pemisahan zat aktif yang terkandung dalam tanaman, misalnya zat yang berkhasiat sebagai imunostimulan yaitu tanin yang dapat menstimulasi sel-sel fagositik yang mampu memakan partikel-partikel dan mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh. Maserasi dengan etanol dapat menjaga proses ekstraksi agar tidak mudah ditumbuhi kapang, menghasilkan absorpsi baik, netral dan dapat dicampur dengan segala pembanding serta panas yang diperlukan untuk pemekatan relatif lebih sedikit dibandingkan dengan pelarut lain, dikarenakan titik didih rendah. Pemakaian etanol 70 sebagai pelarut juga dikarenakan etanol dapat melarutkan senyawa organik dalam tumbuhan baik yang bersifat polar maupun non polar. Di samping itu etanol mempunyai harga relatif murah dan mudah diperoleh. Depkes RI, 2000; Adnan, 2010. Setelah didapat gambir dalam bentuk ekstrak, dilakukan beberapa tahap lanjutan penelitian antara lain pemekatan ekstrak, pengeringan ekstrak, pembuatan tablet, dan pengujian kadar CD 4 dalam darah. Evaluasi dilakukan untuk melihat apakah pada masing-masing tahap telah memenuhi standar evaluasi yang ditetapkan dalam literatur. Proses pengentalan dilakukan dengan menggunakan alat rotary evaporator . Prinsip penggunaan alat ini adalah dengan mengatur suhu pada penangas air rotary evaporator mendekati titik didih pelarut yang digunakan tetapi tidak boleh melebihi suhu optimum zat aktifnya. Alat dijalankan selama waktu tertentu sampai didapatkan hasil berupa ekstrak kental, yaitu dengan mengurangi luas permukaan ekstrak yang sebelumnya cair menjadi agak kental karena tertariknya pelarut dalam ekstrak cair tersebut. Pada penelitian ini digunakan penangas air yang diatur pada suhu dan kecepatan putaran optimal, yaitu 50 o C dengan kecepatan putaran 50 rpm Lisa, 2006. Dari sini diperoleh bobot ekstrak kental yang semakin sedikit dengan kondisi ekstrak yang dapat dituang, yaitu sebesar 292,9 gram. Untuk mengetahui kelayakan simplisia dan ekstrak, dilakukan beberapa parameter standar simplisia dan ekstrak baik yang spesifik maupun yang non spesifik. Pengujian parameter spesifik yang dilakukan antara lain adalah identitas, pemeriksaan organoleptis, dan kadar senyawa yang larut dalam etanol. Berdasarkan hasil evaluasi, diperoleh bentuk serbuk dengan warna coklat tua, berbau khas aromatik dan memiliki rasa yang pahit. Kadar senyawa larut etanol bertujuan untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan atau senyawa yang terlarut dalam etanol Depkes RI, 2000. Pada ekstrak etanol gambir, pengujian ini tidak dilakukan, karena ekstrak itu sendiri sudah merupakan sari dari etanol. Pengujian parameter non spesifik antara lain adalah susut pengeringan, kadar air, kadar abu, dan kadar abu tak larut asam. Penetapan susut pengeringan bertujuan untuk memberikan batasan maksimal besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Nilai susut pengeringan ekstrak gambir diperoleh sebesar 6,4. Nilai ini memenuhi persyaratan yaitu 10. Pada ekstrak gambir dilakukan penetapan kadar air yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan Depkes RI, 2000. Kadar air rata-rata ekstrak kering gambir hasil pengeringan adalah 1,7. Dengan demikian kadar air ekstrak kering gambir memenuhi persyaratan SNI 01-3391-1994 yaitu maksimal 17,0 sehingga dapat digunakan untuk formulasi sediaan tablet hisap. Jika kadar air terlalu tinggi akan dapat menyebabkan komponen-komponen aktif yang terkandung dalam tablet hisap menjadi tidak stabil. Penetapan kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran tentang kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentunknya ekstrak, sedangkan penetapan kadar abu tak larut asam bertujuan untuk mengetahui besarnya tingkat pengotor yang tercampur pada serbuk saat preparasi simplisia. Depkes RI, 2000. Kadar abu tidak larut asam ekstrak kering gambir sebesar 0,009 sedangkan untuk kadar abu sebesar 7,15. Nilai kadar abu ekstrak gambir ini sedikit melampaui persyaratan kadar abu ekstrak gambir menurut SNI 01-3391-1994 yaitu 7,0. Hal ini dapat disebabkan kandungan air yang lebih banyak pada pelarutnya yaitu etanol 70 dibandingkan dengan ekstrak standar yang menggunakan etanol 95, sehingga masih adanya mineral dan pengotor yang tertinggal pada ekstrak. Setelah ekstrak kering dievaluasi, dilakukan pencampuran semua bahan formula dan selanjutnya dievaluasi karakteristik granul yang dihasilkan. Hasil evaluasi kadar air rata-rata campuran serbuk ekstrak kering gambir adalah untuk formula A 4,51, formula B 4,11, dan untuk formula C sebesar 4,5. Kadar ini memenuhi persyaratan kadar air granul yang baik yaitu 2-5 Voight, 1994, sehingga dapat digunakan untuk tablet hisap. Karena jika kadar air granul 2 maka tablet yang dihasilkan akan rapuh atau mudah hancur dan jika kadar air granul 5 maka tablet yang dihasilkan akan terlalu lembab. Fines adalah partikel yang berukuran lebih kecil dari 2,5 µm Susanti, 2008. Hasil distribusi ukuran partikel yang baik adalah mengandung tidak lebih dari 10 fines atau serbuk halus, dan kurvanya mengikuti kurva normal distribusi ukuran parikel yang berbentuk lonceng Lachman, 1994. Distribusi ukuran partikel serbuk dapat memperngaruhi kerenyahan tablet dan daya mengalir serbuk yang dapat mempengaruhi bobot tablet rata-rata, variasi bobot, dan waktu hancur tablet. Serbuk halus diperlukan untuk mengisi ruang kosong antar partikel yang terbentuk oleh partikel-partikel yang lebih besar, serta membantu pembentukan ikatan fisik yang berperan sebagai jembatan antarpartikel yang lebih besar. Hasil evaluasi dari ketiga formula menunjukkan distribusi ukuran partikel yang mengandung lebih dari 10 serbuk halus. Hal ini dapat disebabkan karena ukuran sieving analyzer yang digunakan antara mesh 12-22. Di samping itu adanya partikel aerosil yang berukuran 200µm 850 µm dan partikel dekstrosa yang berukuran 125–180 µm 850 µm sehingga menyebabkan persentase fines yang terdapat dalam granul menjadi besar Anonim, 2007; Anonim, 2010 Hasil evaluasi kompresibilitas untuk formula A adalah 12, formula B 13, dan formula C 11,9. Syarat kompresibilitas yang baik adalah 5-15 Voight, 1990. Jadi formula A, B dan C memiliki sifat kompresibilitas yang baik, sehingga baik digunakan untuk pembuatan tablet hisap. Untuk menentukan sikap aliran berlaku sudut kemiringan aliran sudut henti, yang diberikan jika suatu zat berupa granul mengalir bebas dari sebuah corong ke atas suatu dasar membentuk suatu kerucut, dimana sudut kemiringan tersebut dapat diukur. Semakin datar kerucut, artinya sudut kemiringan semakin kecil. Maka sifat aliran serbuk semakin baik Voight, 1994. Evaluasi granul didukung oleh uji laju alir granul untuk formula A sebesar 12,7 gramdetik, formula B 9,6 gramdetik, dan untuk formula C 13,06 gramdetik, sedangkan nilai sudut henti untuk formula A sebesar 29,2 o , formula B sebesar 11,6 o , dan formula C sebesar 25,9 o . Hal ini pun semakin mendukung karakteristik granul yang memenuhi syarat. Syarat sudut diam yang baik adalah 25 - 30 o dan syarat waktu alir yang baik adalah 10 gramdetik. Hasil evaluasi sifat alir serbuk untuk formula B menunjukkan sifat mudah mengalir, dimana serbuk mempunyai waktu alir 9,6 gramdetik, sedangkan untuk formula A dan C menunjukkan sifat bebas mengalir dengan waktu alir masing-masing 12,7 gramdetik dan 13,06 gramdetik. Sudut diam untuk ketiga formula masing- masing memenuhi syarat yaitu untuk formula B bersifat sangat baik sedangkan formula A dan C bersifat baik. Hasil dari evaluasi sifat alir menunjukkan bahwa serbuk yang dihasilkan akan mudah mengalir sehingga diharapkan diperoleh keseragaman bobot dan keseragaman ukuran tablet hisap yang baik. Dari granul yang diperoleh, selanjutnya dilakukan pencetakan dengan menggunakan metode kempa langsung. Metode ini digunakan karena pada uji pendahuluan dengan metode granulasi basah menghasilkan sediaan tablet hisap yang lengket. Di samping itu keuntungan dari metode ini adalah dapat digunakan untuk zat yang tidak tahan lembab, lebih ekonomis, dan pengerjaannya relatif lebih mudah karena tidak melewati proses granulasi. Tablet hasil pencetakan kemudian diuji organoleptiknya baik dalam hal warna yang homogen, rasa yang manis, maupun aromanya. Dari tablet hisap gambir untuk ketiga formula menunjukkan hasil yang relatif baik. Evaluasi selanjutnya yaitu evaluasi tablet, meliputi uji friabilitas, uji waktu hancur, uji keseragaman ukuran dan bobot, uji kekerasan, dan uji CD 4 dalam darah. Hasil evaluasi uji keseragaman ukuran dari tablet hisap gambir untuk ketiga formula menunjukkan rentang perbedaan keseragaman ukuran yang kecil SD = 0,44. Syarat keseragaman ukuran tablet adalah diameternya 18 mm, dan hasil diameter rata-rata yang diperoleh untuk ketiga formula adalah masing-masing 24,8 mm untuk formula A, 24,85 mm untuk formula B, dan 24,6 mm untuk formula C. Hasil evaluasi uji keseragaman bobot tidak menunjukkan perbedaan dari ketiga formulasi. Syarat keseragaman bobot menurut farmakope jika ditimbang satu per satu, tidak boleh lebih dari 2 buah tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari 5 dan tidak satu pun tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari 10. Dari ketiga formula, hasil evaluasi keseragaman bobot menunjukkan bahwa tidak lebih dari 2 tablet yang menyimpang lebih dari 5 dan tidak ada satu pun tablet yang menyimpang lebih dari 10 dari bobot rata-rata. Syarat dari uji friabilitas atau kerenyahan tablet yang baik adalah 1 Lachman, 1994. Dari hasil evaluasi friabilitas yang dilakukan terhadap ketiga formula menunjukkan bahwa formula B dan C memenuhi syarat yaitu dengan nilai friabilitas sebesar 0,89 dan 0,57, sedangkan formula A tidak memenuhi syarat dengan nilai friabilitasnya sebesar 1,2. Hal ini dapat disebabkan karena pengikat yang digunakan terlalu kecil sehingga tablet yang dihasilkan terlalu rapuh. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa dengan peningkatan konsentrasi PVP sebagai bahan pengikat, maka akan menurunkan nilai kerapuhan tablet. Syarat uji kekerasan tablet hisap adalah 10-20 kgcm 2 Parrot, 1971. Hasil uji kekerasan dari formula B dan C memenuhi syarat dengan nilai rata-rata 10 kgcm 2 , sedangkan kekerasan dari formula A tidak memenuhi syarat. Data hasil uji kekerasan dapat dilihat pada tabel 24. Hasil analisa dengan SPSS juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kekerasan tablet hisap formula A, B, dan C p0,05. Dari data ini pula diketahui bahwa formula C memiliki kekerasan paling tinggi dibandingkan dengan formula A dan B. Dari sini diketahui terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi konsentrasi PVP sebagai pengikat, semakin tinggi pula kekerasan tablet hisap yang dihasilkan. Syarat waktu hancur untuk tablet hisap adalah tidak hancur dalam mulut tetapi larut atau terkikis secara perlahan-lahan dalam waktu 30 menit atau kurang, sedangkan syarat waktu hancur untuk tablet biasa adalah kurang dari 15 menit Lachman, 1994. Dari hasil evaluasi yang didapat formula B dan C menunjukkan waktu hancur yang lebih lama yaitu 32 menit untuk formula B dan 35.6 menit untuk formula C. Sedangkan waktu hancur tablet pada formula A lebih memenuhi syarat, yaitu 20.94 menit. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa dengan peningkatan konsentrasi PVP sebagai bahan pengikat, maka akan memperlambat waktu hancur tablet hisap. Data dapat dilihat pada tabel 27. Uji kesukaan atau uji hedonik adalah salah satu uji penerimaan produk. Pengujian kesukaan oleh panelis dilakukan melalui uji organoleptik terhadap pengaruh rasa dan aroma tablet hisap yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penilaian 20 orang panelis, tingkat kesukaan terhadap rasa dan aroma tablet hisap sangat berpengaruh pada formula tablet hisap yang disukai. Data yang didapat dianalisis secara statistika dengan program SPSS 17.0. Dari analisa statistik terhadap pengaruh rasa yang dilakukan, diketahui bahwa hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data bersifat tidak terdistribusi normal p0,05. Data hasil penelitian ini kemudian dilanjutkan dengan uji non parametrik Kruskal-Wallis, karena data tidak terdistribusi normal. Dari hasil uji kesukaan terhadap rasa, didapatkan hasil ANOVA 0,000 p0,05 yang berarti Ho ditolak p0,05, artinya bahwa terdapat perbedaan secara bermakna antara rasa tablet hisap untuk formula A, formula B dan formula C. Data dapat dilihat pada tabel 10. Begitu pula untuk uji kesukaan terhadap aroma, hasil menunjukkan bahwa data bersifat tidak terdistribusi secara normal p0,05 sehingga analisa dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis. Diperoleh bahwa nilai asymp sig 0,01 p0,05 yang berarti terdapat perbedaan secara bermakna antara aroma tablet hisap formula A, formula B, dan formula C. Data dapat dilihat pada tabel 11. Data analisa statistik kesukaan menunjukkan bahwa formula yang paling diminati oleh responden dalam hal rasa adalah formula C, begitu pula dalam hal aroma yang paling diminati adalah tablet formula C. Oleh karena itu, tablet formula inilah yang selanjutnya akan digunakan dalam uji CD4. CD 4 adalah sejenis sel darah putih yang dipakai oleh virus untuk mereplikasi dan kemudian dibunuhnya. Sel ini juga disebut sel T-4, sel pembantu, atau sel CD4 + . Jumlah CD 4 mencerminkan kesehatan sistem kekebalan tubuh, karena berkurangnya nilai CD 4 menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke dalam tubuh manusia. Hasil tes CD4 dapat berubah-ubah yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain waktu pengambilan darah, faktor fisik pasien, maupun faktor kondisi kejiwaan pasien. Oleh karena itu, darah diambil pada jam yang sama dan dilakukan di laboratorium yang sama untuk meminimalisasi faktor kesalahan. Setelah virus masuk ke dalam tubuh manusia maka target utamanya adalah CD 4 karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD 4 . CD 4 berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang progresif Anonim, 2010; Runggu, 2010. Reaksi yang terjadi dalam pengukuran CD4 ini adalah reaksi antigen- antibodi, dikarenakan antibodi dapat membedakan antara kelompok yang berbeda pada protein. Pada reaksi ini terjadi ikatan non kovalen, sehingga reaksi ini dapat kembali ke keadaan semula reversible. Cara ini paling banyak digunakan di bidang diagnostik atau biomedis, karena secara teknis relatif sederhana dan murah. Biasanya dalam model pengukuran ini nilai kepekaannya tlebih terbatas, meskipun demikian reaksi ini dapat mendeteksi 0,005 µg proteinml suspensi. Metode yang digunakan dalam pengujian imunomodulator pada penelitian adalah dengan melihat perubahan kadar CD4 dalam darah panelis yang mengkonsumsi tablet hisap selama 5 hari berturut-turut. Pemilihan CD4 dalam pengujian kadar imunomodulator ini dikarenakan jumlah CD4 dapat menunjukkan kekuatan sistem kekebalan tubuh manusia, berpengaruh secara signifikan pada orang yang terkena infeksi, dapat diujikan kepada orang normal, serta cara pengujiannya pun relatif mudah. Penelitian ini menggunakan 3 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif IM® sebagai bahan yang aktif untuk imunomodulator yang telah mengalami pengujian kinis, dan kelompok uji yaitu ekstrak etanol gambir. Setiap kelompok, kecuali kelompok negatif, diberikan tablet dengan aturan pakai 4 kali sehari untuk tablet uji dan 1 kali sehari untuk kontrol positif. Dari analisa statistik yang dilakukan terhadap CD4 dalam limfosit, diketahui bahwa hasil uji T test menunjukkan bahwa data kadar CD4 dalam limfosit tidak berbeda secara bermakna antara sebelum dengan sesudah perlakuan p0,025. Dari data ini kemudian dibandingkan dengan kontrol positif dan negatif, diperoleh bahwa data sampel sesudah perlakuan tidak menunjukkan perbedaan secara signifikan antara data sampel dengan kontrol positif p0,025, akan tetapi menunjukkan perbedaan secara signifikan dengan kontrol negatif p0,025. Selanjutnya analisa statistik dilakukan terhadap jumlah mutlak CD4, diketahui bahwa hasil uji T test menunjukkan bahwa data kadar CD4 dalam limfosit tidak berbeda secara bermakna antara sebelum dengan sesudah perlakuan p0,025. Data ini kemudian dibandingkan dengan kontrol positif dan negatif, diperoleh bahwa data sampel sesudah perlakuan tidak menunjukkan perbedaan secara signifikan antara data sampel dengan kontrol positif p0,025, akan tetapi menunjukkan perbedaan secara signifikan dengan kontrol negatif p0,025.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Ekstrak etanol gambir Uncaria gambir Roxb dapat dibuat dalam bentuk sediaan tablet hisap dengan menggunakan polyvinylpyrrolidone PVP sebagai pengikat dengan variasi konsentrasi 5, 8, dan 10. 2. Formulasi tablet hisap ekstrak etanol gambir pada dosis 2000 mghari dapat mempengaruhi jumlah mutlak CD4 dan persentase CD4 dalam darah. 3. Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan, formula tablet hisap ekstrak etanol gambir Uncaria gambir Roxb terbaik adalah formula C

6.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan efektivitas imunomodulator dengan metode ekstraksi, pelarut, dan dosis yang berbeda. Untuk pengujian imunomodulator dalam tubuh, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan parameter yang berbeda.