Latar Belakang Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Siswa Tentang Makanan Dan Minuman Jajanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Makanan (BTM) Tertentu Di SMP Negeri 3 Dan SMA Negeri 1 Binjai Tahun 2009

Lia Daniaty : Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Siswa Tentang Makanan Dan Minuman Jajanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Makanan BTM Tertentu Di SMP Negeri 3 Dan Sma Negeri 1 Binjai Tahun 2009, 2009. BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan suatu bangsa adalah suatu usaha yang dirancang secara khusus untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Kesehatan adalah salah satu komponen kualitas manusia, agar dapat hidup dengan baik dan sehat, manusia memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari. Dalam hal ini mutu makanan tentu besar sekali peranannya Winarno, 1993. Makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat gizi untuk mendukung hidup manusia. Tetapi makanan juga dapat menjadi wahana bagi unsur pengganggu kesehatan manusia bahkan dapat menyebabkan kematian. Makanan yang baik harus bermutu dan aman dikonsumsi. Mutu pangan menurut UU No. 7 Tahun 1996 tentang pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan, dan minuman Vepriati, 2007. Secara umum makanan yang disukai adalah makanan yang memenuhi selera atau citarasainderawi, yaitu dalam hal rupa, warna, bau, rasa, suhu, dan tekstur. Almatsier, 2001. Agar makanan tampak lebih menarik, citarasa yang baik dan tahan lama biasanya diberi zat tambahan makanan. Zat tambahan makanan tidak berfungsi sebagai makanan tapi sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk menghasilkan suatu komponen atau sifat khas makanan tersebut Sinaga, 1993. Lia Daniaty : Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Siswa Tentang Makanan Dan Minuman Jajanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Makanan BTM Tertentu Di SMP Negeri 3 Dan Sma Negeri 1 Binjai Tahun 2009, 2009. Jajan membeli makanan-minuman jadi banyak dilakukan orang Indonesia. Data SUSENAS memperlihatkan selama tahun 1999-2004 sekitar 80 persen rumah tangga di Indonesia mengaku jajan. Bahkan selama kurun waktu itu presentase pengeluaran rata-rata perkapita perbulan untuk jajan, meningkat dari 10,9 pada tahun 1999 menjadi 12,4 pada tahun 2004 Vepriati, 2007. Anak-anak sekolah umumnya setiap hari menghabiskan ¼ waktunya di sekolah. Sebuah penelitian di Jakarta menemukan bahwa uang jajan anak sekolah rata-rata sekarang berkisar antara Rp 2.000 – Rp 4.000 per hari. Bahkan ada yang mencapai Rp 7.000. Hanya sekitar 5 anak-anak tersebut membawa bekal dari rumah. Karenanya mereka lebih terpapar pada makanan jajanan kaki lima dan mempunyai kemampuan untuk membeli makanan tersebut Februhartanti, 2004. Dalam memilih makanan, remaja memasuki tahap independensi, yaitu kebebasan dalam memilih makanan apa saja yang disukainya, bahkan tidak berselera lagi makan bersama keluarga di rumah. Aktivitas fisik yang banyak dilakukan di luar rumah, membuat seorang remaja sering dipengaruhi rekan sebayanya. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada kandungan gizi makanan tersebut melainkan sekadar bersosialisasi untuk kesenangan dan supaya tidak kehilangan status Khomsan, 2003. Pengawasan Obat dan Makanan POM, menyatakan bahwa sebagian makanan jajanan anak sekolah mengandung bahan kimia berbahaya. Dari 163 sampel jajanan anak yang diuji di 10 provinsi pada tahun 2003, sebanyak 80 sampel atau 50 persennya tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan. Kebanyakan jajanan yang Lia Daniaty : Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Siswa Tentang Makanan Dan Minuman Jajanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Makanan BTM Tertentu Di SMP Negeri 3 Dan Sma Negeri 1 Binjai Tahun 2009, 2009. bermasalah itu mengandung boraks, formalin, zat pengawet, zat pewarna berbahaya, serta tidak mengandung garam beryodium Evy, 2008. Berdasarkan survei badan POM tahun 2004 terhadap sampel jajanan yang diambil dari seluruh provinsi terdapat 64 sampel yang tidak memenuhi syarat yakni diantaranya mengandung rhodamin B, boraks, natrium benzoat, dan mikroba patogen. Contoh sampel yang mengandung rhodamin B berdasarkan survei tersebut adalah es 53, kerupuk 14, sirop 13, kembang gula 8, kue 8, cendol, agar-agar, dawet, dan saus masing-masing 1. Lalu yang mengandung boraks adalah kue 33, pentol 22, kerupuk 11, pempek 11, tempe goreng 7, bakwan 4, cilok 4, tahu isi 4, dan snack 4 Tyo, 2006. Berikutnya pada bulan November 2005, Badan POM menguji makanan jajanan pada 195 sekolah dasar di 18 provinsi. Dari sampel yang diuji yakni es siropes cendol, minuman ringansiroplimun, kue, makanan gorengan, kerupuk dan saus mengandung rhodamin B Yulianti, 2007. Sementara sepanjang tahun 2007 Badan POM beserta ke-26 Balai POM di seluruh provinsi kembali melakukan survei, dari 2000 makanan yang disurvei di lingkungan sekolah, 45 tercemar bahaya pangan yakni formalin, boraks dan pewarna tekstil. Wujud fisik makanan berbahaya yang ditemukan di sekolah umumnya berbentuk jeli, sirop, kerupuk dan makanan ringan Evy, 2008. Dari hasil penelitian terhadap perilaku siswa SD di kecamatan Medan Denai tentang makanan dan minuman jajanan yang mengandung bahan tambahan makanan diperoleh bahwa 77,78 siswa memiliki tingkat pengetahuan baik, 62,96 siswa Lia Daniaty : Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Siswa Tentang Makanan Dan Minuman Jajanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Makanan BTM Tertentu Di SMP Negeri 3 Dan Sma Negeri 1 Binjai Tahun 2009, 2009. memiliki sikap dalam kategori sedang dan 83,97 siswa dengan tindakan dalam kategori sedang Sitorus, 2008. SMP Negeri 3 dan SMA Negeri 1 Binjai terletak di pusat kota sehingga akses terhadap makanan jajanan sangat mudah. Dari survei awal yang dilakukan pada kedua sekolah tersebut, di lingkungan sekolahnya beberapa pedagang yang menjual beraneka ragam makanan dan minuman jajanan antara lain bakso dan saus, mie goreng, mie sopmie bakso, permen, makanan kemasan snack, makanan gorengan, minuman kemasan, dan es sirop. Berdasarkan hal tersebut di atas penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana pengetahuan, sikap, dan tindakan siswa tentang makanan dan minuman jajanan yang mengandung bahan tambahan makanan tertentu.

1.2 Rumusan Masalah