Latar Belakang Tinjauan Tentang Pekerja Anak Di Terminal Amplas (Studi Kasus Anak yang Bekerja Sebagai Penyapu Angkutan Umum di terminal Terpadu Amplas)

Febrina Adriyani : Tinjauan Tentang Pekerja Anak Di Terminal Amplas Studi Kasus Anak yang Bekerja Sebagai Penyapu Angkutan Umum di terminal Terpadu Amplas, 2008. USU Repository © 2009 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anak merupakan potensi sumberdaya insani bagi pembangunan nasional, dimulai sedini mungkin untuk dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara. Upaya pengembangan dan peningkatan kualitas generasi bangsa tidak dapat dilepaskan dari upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan anak pada khususnya, yang diwarnai dengan upaya pendalaman dibidang pendidikan, kesehatan dan intelektual Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa masa kanak-kanak adalah masa yang dipergunakan untuk bermain dengan penuh kegembiraan,kesenangan dan sekolah guna menuntut ilmu yang akan menjadi bekal hidupnya kemudian, kesempatan untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan teman-teman seusianya serta kesempatan memperoleh perlindungan dan belaian kasih oleh orangtuanya. Begitu pentingnya anak sebagai aset bangsa maka kewajiban negara terutama keluarga untuk melindungi anaknya, karena sebagai manusia sesungguhnya Febrina Adriyani : Tinjauan Tentang Pekerja Anak Di Terminal Amplas Studi Kasus Anak yang Bekerja Sebagai Penyapu Angkutan Umum di terminal Terpadu Amplas, 2008. USU Repository © 2009 anak memiliki hak hidup yang sama dengan manusia lainnya. Bahkan seorang anak juga memiliki hak yang tidak dimiliki oleh orang dewasa, karena itu seharusnya semua elemen maupun keadaan harus berpihak kepada kepentingan anak. Seorang anak haruslah dipanadang sebagai mahluk yang harus dilindungi, dikembangkan, dijamin kelangsungan hidupnya seperti yang tercantum dalam UU No. 4 Tahun 1974 Tentang Kesejahteraan Anak, bukan sebaliknya memandang anak sebagai suatu komoditi yang siap dieksploitasi. Sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap kepentingan anak pada Juni 1999, Indonesia ikut serta meratifikasi Konvensi ILO No 138 yang menetapkan batas usia kerja minimum bagi anak. Konvensi Hak Anak KHA yang telah diratifikasi Indonesia bersama dengan 186 negara lainnya mencantumkan 4 dasar hak anak yaitu: 1. Kelangsungan hidup 2. Tumbuh dan berkembang 3. Perlindungan dari kegiatan yang secara potensial mengancam kelangsungan hidup dan kesehatan serta akan menghambat tumbuh kembang secara wajar 4. Partisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkiatan dengan kepentingan anak. Selain ratifikasi Konvensi ILO tersebut, Indonnesia memiliki Undang-undang No.20 tahun 1999, Konvensi ILO No. 182 Tentang bentuk terburuk pekerja anak dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 2000, Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Febrina Adriyani : Tinjauan Tentang Pekerja Anak Di Terminal Amplas Studi Kasus Anak yang Bekerja Sebagai Penyapu Angkutan Umum di terminal Terpadu Amplas, 2008. USU Repository © 2009 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Kesejahteraan Anak No. 4 Tahun 1974 dan lain sebagainya. Walaupun bagi manusia anak mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi penerus bangsa, namun realitas keadaan anak belum seindah ungkapan verbal yang kerap kali memposisikan anak bernilai penting, penerus masa depan bangsa dan simbolik lainnya, karena masih banyak anak yang yang seharusnya bersekolah, bermain dan menikmati masa kanak-kanak justru mereka terpaksa dan dipaksa untuk bekerja. Data terakhir ILO menyebutkan ada 217,7 juta pekerja anak yang bekerja di seluruh dunia ini, sebanyak 122,3 juta pekerja anak berada di Asia dan 49,3 juta anak di Afrika dan sisanya berada di benua lain, para pekerja anak ini 69 bekerja pada sektor pertanian, 22 bekerja pada sektor jasa seperti penjual koran dan lain sebagainya serta 9 bekerja pada sektor industri. http:www.binakesehatankerja.depkes.go.iddetail_berita h.php?id=13 Dr. Suseno, pekerja anak dari aspek kesehatan kerja diakses, 30102008 Pembangunan ekonomi membuat masalah lain yang mengejutkan diantaranya adalah anak jalanan children street, pekerja anak child children labour, eksploitasi seks anak child prostitution, perdagangan anak child trafficking. Pada kelompok umur 10-14 tahun, pekerja anak sangat terlihat sekali peningkatannya, pada tahun 1996 hingga tahun 1999. Pada tahun 1995 jumlahnya masih1,64 juta anak, pada tahun 1996 jumlahnya berkembang menjadi 1.768 juta anak, dan tahun 1997 menjadi 1.806 juta anak, memasuki era krisis 1998 terjadi Febrina Adriyani : Tinjauan Tentang Pekerja Anak Di Terminal Amplas Studi Kasus Anak yang Bekerja Sebagai Penyapu Angkutan Umum di terminal Terpadu Amplas, 2008. USU Repository © 2009 pembengkakan jumlah yang menembus angka 2.183 juta pekerja anak, dari angka ini1,3 juta anak bekerja dalam bentuk pekerjaan terburuk bagi anak. http:www. Menkokesra.go.idcontenview8501,diakses31102008 Dalam masalah pekerja anak, misalnya perlakuan terhadap tenaga kerja anak-anak yang melakukan pekerjaan ini sangat dekat dengan eksploitasi anak. Dewasa ini eksploitasi anak sangat memperihatinkan karena berbagai bentuk kekerasan masih merupakan gejala yang sangat akrab dalam berbagai kehidupan anak, salah satu bentuk kekerasaan yang paling klasik adalah eksploitasi ekonomi terhadap anak. Eksploitasi ini terjadi karena tekanan struktural yang dihadapi keluarga sehingga tanpa mempertimbangkan dampak terhadap anak. Sering kali anak-anak di bawah umur harus dapat terlibat dalam dunia pekerjaan bahkan dalam pekerjaan yang sangat berbahaya, salah satu penyebabnya adalah strategi pembangunan Indonesia pada masa orde baru yang mengejar pertumbuhan tanpa mempertimbangkan Social Cost yang dikorbankan. Strategi pembangunan dengan realitas mengorbankan Social Cost, kemudian dibiarkan oleh kultur yang di dalam bangunannya mengandung nilai-nilai anak secara ekonomis. Kedua hal ini semakin melanggengkan bentuk-bentuk pelibatan anak dalam pekerjaan yang berbahaya yang sangat mirip perbudakan. Dengan struktur sosial politik maupun ekonomi yang sangat toleran terhadap bentuk- bentuk eksploitasi mengakibatkan posisi anak menjadi sangat rentan. Rentannya posisi anak terhadap berbagai bentuk pelanggaran hak anak dikategorikan sebagai Febrina Adriyani : Tinjauan Tentang Pekerja Anak Di Terminal Amplas Studi Kasus Anak yang Bekerja Sebagai Penyapu Angkutan Umum di terminal Terpadu Amplas, 2008. USU Repository © 2009 kondisi yang sangat sulit, yang sangat membutuhkan perlindungan khusus sehingga hak-hak anak dapat dikembalikan menjadi hak-hak anak. Populasi pekerja anak berusia 15-19 tahun adalah 7.532.910 dengan perincian 4.707.347 pekerja laki-laki dan 2.825.563 perempuan. sumber: BPS Suskesmas Febuari 2008, sedangkan penduduk usia kerja menurut pendidikan dan jenis kelamin tahun 2007 adalah SD adalah 85.454.966 dengan perincian laki-laki 40.481.141, perempuan 44.973.775 dan SMP dengan jumlah 36.194.897 dengan perincian laki-laki 18.754.592 orang, perempuan 17.640.305. sumber : BPSSuskemas Agustus 2007 Hal lain yang mempengaruhi anak bekerja adalah dari keluarga, keluarga yang merupakan unit ekonomi atau konsumsi dalam usaha untuk mencukupi kebutuhan konsumsinya dipengaruhi oleh kondisi eksternal maupun internal termasuk dalam menentukan besarnya tenaga kerja yang dicurahkan untuk bekerja. Menurut Prijono keadaan internal keluarga besarnya tanggungan, tenaga yang dimiliki, pendapatann kepala keluarga, kebutuhan konsumsi dan lainn-lain , merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan anggota keluarga kedalam usaha mencari nafkah, dengan demikian masuknya angkatan kerja juga ditentukan oleh keadaan rumah tangganya Prijono, 1992: 42 Pada masyarakat keluarga yang kurang mamputidak mampu, anak dipaksa atau terpaksa untuk bekerja. Pada masyarakat marginal pinggiran keterdesakan ekonomi keluarga sering kali menyebabkan anak menjadi korban. Hal ini sering disebabkan ketidakfahaman orangtua terhadap tanggung jawab mereka untuk Febrina Adriyani : Tinjauan Tentang Pekerja Anak Di Terminal Amplas Studi Kasus Anak yang Bekerja Sebagai Penyapu Angkutan Umum di terminal Terpadu Amplas, 2008. USU Repository © 2009 memenuhi hak-hak anak untuk mendapatkan jaminan kesejahateraan anak. Anak terpaksa putus sekolah karena tidak mampu membayar unag sekolah yang semakin mahal, merekapun turut membanting tulang untuk mencari nafkah atau dipaksa bekerja sepulang sekolah. Usman , 2004:79 Jumlah pekerja anak dan putus sekolah terbesar terdapat di daerah pesedesaan dengan perincian 50,34 anak-anak perkotaan yang berusia 10-14 athun yang berada di bangku sekolah, sementara hanya 83,92 anak pedesaan bersekolah. httpwww.lampungpost.comcetak,php?id=200507008040923, daikses 30102008, sedangkan jumlah anak putus sekolah dan menjadi pekerja anak terbanyak di provinsi Jawa Timur sebanyak 347.297 anak, diurutan kedua Sumatera Utara dengan jumlah 333.117 anak. httpwww. Menkokesra.go.idcontenview380339, diakses 31102008 Memang dalam keluarga anak sangat sering dipandang sebagai komoditas sehingga dalam masyarakat kita, ekonomisasi anak masih merupakan gejala yang masih diterima secara ”lumrah” ”Banyak anak yang bekerja untuk membantu ekonomi rumah tangganya tidak lagi bersekolah alasan utamanya adalah karena faktor ekonomi khususnya masalah keuangan keluarga, hal ini tidak terdata, tetapi dengan masih adanya anak- anak putus sekolah, kemana lagi perginya kalau bukan bekerja membantu mencari nafkah untuk keluarga, karena hanya sedikit sekali yang putus sekolah karena alasan budaya, misalnya karena alasan lebih penting anak wanita yang tinggal di rumah dan anak laki-laki yang meneruskan sekolah, atau tidak pentingnya sekolah karena tanpa sekolahpun manusia bisa hidup”. Fangidae, 1993:42 Kebanyakan anak bekerja lebih dari 8 ajmhari, bahkan sebahagian diantaranya lebih dari 11 jamhari, di kota madya Medan 35 anak bekerja dengan jam kerja yang sangat tinggi yaitu 21 jamhari.httpwww.nakertrans.go.id Febrina Adriyani : Tinjauan Tentang Pekerja Anak Di Terminal Amplas Studi Kasus Anak yang Bekerja Sebagai Penyapu Angkutan Umum di terminal Terpadu Amplas, 2008. USU Repository © 2009 Data survei terbaru versi kesejahteraan nasional susesnas tahun 2003 menunjukkan 1.502.600 anak usia 10-14 tahun bekerja dan tidak bersekolah, 1.612.400 anak usia 10-14 tahun tidak bersekolah dan membantu di rumah atau melakukan hal-hal lain. Tahun 2006 jumlah pekerja anak diberbagai sektor perekonomian di Indonesia mencapai 2.865.03 atau sekitar 2,8 juta orang, dari angka tersebut 55,6 anak bekerja disektor pertanian, sektor perdagangan dan jasa 17 berada di urutan kedua, disusul industri pengolahan dengan porsi 13,22 http:www.prasetyabrawijaya.ac.id ok 07 html. Prof Pudjiharjo: Pekerja anak dan kontribusinya terhadap ekonomi kelurga, diakses 30102008 Anak-anak yang bekerja sebagai penyapu angkutan umum, awalnya dilatarbelakangi berbagai macam penyebab, banyak anak-anak yang bekerja awalnya diminta oleh orangtua untuk membantu pekerjaan mereka dan sebagian dari mereka yang bekerja atas kemauan mereka sendri. Menurut penelitian yang dilakukan Bagong Suyanto Hakiki,1992:21 mengemukakan bahwa lebih dari separuh orangtua menghendaki anaknya membantu pekerjaan orangtua dengan maksud sosial-edukatif walaupun pada kenyataannya hal ini tetap banyak mengakibatkan anak lebih tertarik menekuni pekerjaannya daripada bersekolah. Menurut Joni Muhamad dan Tanamas Z 1999:112 ada beberapa latar belakang anak-anak masuk dalam sektor kerja, baik sektor formal maupun informal dan menjadi pekerja anak, antara lain, kemiskinan yang melanda rakyat Indonesia, pendidikan yang masih rendah yakni terdapat 12,7 rakyat Indonesia yang masih buta Febrina Adriyani : Tinjauan Tentang Pekerja Anak Di Terminal Amplas Studi Kasus Anak yang Bekerja Sebagai Penyapu Angkutan Umum di terminal Terpadu Amplas, 2008. USU Repository © 2009 huruf dan sekitar 70 tenaga kerja Indonesia berpendidikan SD, serta masih banyaknya orangtua yang belum menyadari akan pentingnya pendidikan untuk masa depan. Kotamadya Medan seperti kota-kota lainnya yang ada di Indonesia tidak luput dari masalah persoalan anak, hal ini dapat dilihat dari seperti pasar-pasar persimpangan jalan maupun terminal-terminal. Terminal merupakan contoh salah satu tempat yang pekerja anaknya sering kita jumpai, tak terkecuali di terminal terpadu Amplas, dimana terminal merupakan salah satu tempat aktivitas ekonomi masyarakat untuk mengkais rezeki, di terminal merupakan tempat berbagai pengangkutan umum beroperasi untuk menaikkan dan menurunkan penumpang baik dalam maupun luar kota, atau bahkan sekedar tempat ”nongkrong” para supir untuk melepas lelah. Banyak kegiatan selain pengangkutan yang ada di terminal misalnay pedagang asongan, rumah makn, loket bus, bengkel, SPBU, bahkan di terminal Amplas juga merupakan tempat terjadinya transaksi jasa seperti panti pijat, doorsmer losmen dan lain-lain, hal-hal tersebut yang mungkin juga menyebabkan banyaknya anak-anak yang bekerja, karena semakin kompleksnya berbagai kegiatan ekonomi maka peluang untuk mendapatkan rezeki juga semakin besar. Terminal Amplas merupakan terminal terbesar yang ada di kota Medan, di terminal ini banyak kita jumpai berbagai jenis angkutan umum berbagai tujuan baik berupa bus maupun angkutan umum, di terminal Amplas juga merupakan tempat persinggahan banyak orang, karena setiap umum harus melewati terminal Amplas ini Febrina Adriyani : Tinjauan Tentang Pekerja Anak Di Terminal Amplas Studi Kasus Anak yang Bekerja Sebagai Penyapu Angkutan Umum di terminal Terpadu Amplas, 2008. USU Repository © 2009 setiap harinya, tidak terkecuali pedagang asongan, penjaja makanan, calo angkutan umum dan lain-lain. Banyak anak yang bekerja di Terminal Amplas seperti pengamen, penyemir sepatu, pemulung, karena terminal Amplas merupakan tempat pemberhentian angkutan umum maka, pekerja anak biasanya menggeluti pekerjaan pada bidang jasa penyapu angkutan umum, padahal pekerjaan ini merupakan salah satu bentuk pekerjaan terburuk bagi anak, dimana pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang sangat beresiko terhadap keselamatan anak, misalnya anak-anak tersebut menaiki angkutan umum yang sedang berjalan, yang juga rawan terhadap polusi kebisingan, polusi udara dari knalpot kendaraan maipun polusi dari abu jalanan, rawan terhadap kekerasan fisik maupun psikis, pemerasan pemalakan yang dilakukan orang dewasa, aksi premanisme, ucapan-ucapan kotor, caci maki dan lain- lain, karena terminal Amplas setiap orang ingin ”Exist” dalam mencari rezeki, harus memakai hukum rimba, ”siapa yang kuat maka dia yang menang”, dan setiap orang yang berada disana merupakan individu yang tidak mempunyai ikatan dalam bentuk apapun. Dengan melihat kenyataan kondisi pekerja anak yang ada di terminal terpadu Amplas yang sangat jauh berbeda dari hak-hak yang seharusnya mereka dapat, yang tidak sesuai dengan Undang –undang Perlindungan Anak dan Kesejahteraan Anak untuk itu penulis tertarik menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul ” Tinjuan Tentang Pekerja Anak di terminal Amplas study kasus anak yang bekerja sebagai penyapu angkutan umum di terminal terpadu Amplas” Febrina Adriyani : Tinjauan Tentang Pekerja Anak Di Terminal Amplas Studi Kasus Anak yang Bekerja Sebagai Penyapu Angkutan Umum di terminal Terpadu Amplas, 2008. USU Repository © 2009

1.2. Perumusan Masalah