1
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Corporate Social Responsibility CSR atau tanggung jawab sosial semakin mendapat perhatian dari masyarakat dan kalangan bisnis beberapa tahun
terakhir ini. Kondisi dunia yang tidak menentu seperti terjadinya global warming, kemiskinan yang semakin meningkat, kesehatan masyarakat yang semakin
menurun serta tuntutan sosial kepada perusahaan, memicu perusahaan dalam mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan pada seluruh stakeholder
yang terdiri dari karyawan, investor, pemerintah, masyarakat, konsumen dan pemasok, serta kelangsungan generasi penerus, karena itu muncul pula kesadaran
untuk mengurangi dampak negatif ini dengan menggunakan pendekatan tanggung jawab sosial dan lingkungan atau dikenal dengan sebutan Corporate Social
Responsibility CSR, perusahaan tidak hanya mendapatkan keuntungan ekonomi, keuntungan sosial, tetapi keberlangsungan usaha tersebut dapat berlangsung
dengan baik dan secara tidak langsung akan mencegah konflik yang merugikan dan meningkatkan kualitas masyarakat sekitar termasuk karyawan, pemasok, dan
pelanggan serta lingkungan yang menjadi pemangku kepentingan atau stakeholder dan bukan hanya memperhatikan kepentingan pemegang saham
shareholders. Contoh bentuk tanggung jawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian
Universitas Sumatera Utara
2
dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desafasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya
masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut beroperasi. Di Indonesia sendiri, CSR mulai dianggap penting di saat era reformasi
bergulir yang pada saat itu masyarakat semakin kritis dan mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha. Perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat
tersebut memunculkan kesadaran baru tentang pentingnya melaksanakan CSR Daniri, 2007. Pemahaman ini memberi pedoman bagi entitas bisnis agar tidak
hanya mementingkan dirinya sendiri tetapi juga harus melakukan suatu ikatan dengan lingkungan sosialnya. Sebagaimana hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi
Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazilia tahun 1992, menyepakati perubahan paradigma pembangunan, dari pertumbuhan ekonomi economic growth menjadi
pembangunan yang berkelanjutan sustainable development. Dalam perspektif perusahaan, di mana keberlanjutan dimaksud merupakan suatu program sebagai
dampak dari usaha-usaha yang telah dirintis, berdasarkan konsep kemitraan dan rekanan dari masing-masing stakeholder. Ada lima elemen sehingga konsep
keberlanjutan menjadi penting, di antaranya adalah; 1 ketersediaan dana, 2 misi lingkungan, 3 tanggung jawab sosial, 4 terimplementasi dalam kebijakan
masyarakat, korporat, dan pemerintah, 5 mempunyai nilai keuntunganmanfaat Daniri, 2007.
Corporate Social Responsibility CSR sebagai sebuah gagasan menempatkan perusahaan tidak lagi hanya dihadapkan pada tanggung jawab yang
berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan corporate value yang
Universitas Sumatera Utara
3
direfleksikan pada kondisi keuangannya financial saja. Tetapi tanggung jawab perusahaan juga harus berpijak pada triple bottom line yaitu selain memperhatikan
masalah finansial juga harus memperhatikan aspek lain yaitu masalah sosial dan lingkungan Daniri, 2007.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK No.1 revisi 2004 paragraf 9 secara jelas menyampaikan saran untuk mengungkapkan bentuk
tanggung jawab atas masalah sosial, yaitu sebagai berikut: Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai
lingkungan hidup dan laporan nilai tambah value added statement, khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting
dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.
Dari pernyataan Standar Akuntansi Keuangan di atas dapat dijelaskan bahwa perusahaan belum diwajibkan untuk mengungkapkan informasi sosial
teutama informasi mengenai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan sekitar perusahaan. Dampak dari belum diwajibkannya PSAK untuk
mengungkapkan informasi sosial menimbulkan praktik pengungkapkan informasi yang sukarela. Anggraini 2006 menyatakan bahwa perusahaan akan
mempertimbangkan biaya dan manfaat yang diperoleh dengan mengungkapkan informasi sosial. Bila manfaat yang diperoleh dengan mengungkapkan informasi
tersebut lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengungkapkannya maka perusahaan akan dengan sukarela mengungkapkan
informasi tersebut. Seiring semakin meningkatnya masalah sosial dan lingkungan
Universitas Sumatera Utara
4
yang timbul akibat aktivitas perusahaan, Corporate Social Responsibility bukan lagi bersifat sukarela atau komitmen yang dilakukan perusahaan dalam
mempertanggungjawabkan kegiatan perusahaannya, melainkan bersifat wajib yang menjadi kewajiban bagi beberapa perusahaan untuk melakukan atau
menerapkannya. Hal tersebut diatur dalam pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas UU PT, yang disahkan pada 20 Juli
2007. Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan : 1 perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber
daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan TJSL. 2 Tanggung Jawab Sosial Lingkungan merupakan kewajiban perseroan yang
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. 3 Perseroan yang
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Diberlakukannya UU PT
tersebut, perusahaan khususnya perseroan terbatas yang bergerak di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam harus melaksanakan tanggung jawab
sosialnya kepada masyarakat dan bagi perseroan yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosialnya tersebut akan dikenai sanksi.
Sanksi pidana mengenai pelanggaran CSR pun terdapat di dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup UUPLH
Pasal 41 ayat 1 yang menyatakan: “Barangsiapa yang melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup, diancam
Universitas Sumatera Utara
5
dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak lima ratus juta rupiah.”
Selanjutnya, Pasal 42 ayat 1 menyatakan : “Barangsiapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan
yang mengakibatkan pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup, diancam
dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah.”
Seperti yang kita tahu, ada beberapa perusahaan asing maupun lokal yang menyebabkan pencemaran lingkungan dan sempat menjadi topik berita utama di
berita nasional seperti PT. Lapindo Brantas di Sidoarjo, Jawa Timur, Newmont Minahasa Raya di Buyat, Sulawesi, PT. Freeport di Irian Jaya. Kejadian-kejadian
ini semakin menyadarkan masyarakat dan entitas bisnis akan pentingnya melaksanakan CSR.
Mengingat pentingnya pengungkapan CSR telah membuat banyak dilakukan penelitian dan diskusi oleh peneliti mengenai praktik dan motivasi perusahaan
untuk melakukan CSR. Beberapa penelitian yang terkait dengan pengungkapan CSR telah banyak dilakukan baik di dalam maupun di luar negeri. Hasil penelitian
terdahulu dari Anggraini 2006, Sembiring 2005, Rizkia 2012, Reverte 2008, dan Haryanto dan Lady Aprilia 2007 dapat dilihat bahwa terjadi
perbedaan hasil penelitian. Hasil penelitian Reverte, menyatakan bahwa ukuran size perusahaan, sensitivitas industri, pengungkapan media, berpengaruh positif
terhadap indeks pengungkapan CSR perusahaan. Sedangkan profitabilitas perusahaan, struktur kepemilikan, international listing, leverage, tidak
Universitas Sumatera Utara
6
mempunyai pengaruh yang signifikan pada indeks pengungkapan CSR. Sedangkan penelitian dari Sembiring 2005 menyatakan bahwa size, profil
perusahaan, dan ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan sosial sedangkan leverage dan profitabilitas tidak berpengaruh. Penelitian yang
dilakukan oleh Rizkia 2012 menyatakan bahwa ukuran perusahaan dan profitabilitas memiliki pengaruh positif terhadap pengungkapan CSR sedangkan
tipe industri atau profile memiliki pengaruh negative terhadap pengungkapan CSR dan leverage serta pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap
pengungkapan CSR. Sedangkan penelitian Anggraini 2006 menyatakan kepemilikan manajemen dan tipe industri berpengaruh terhadap luas
pengungkapan sosial. Sedangkan leverage, profitabilitas, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh. Penelitian oleh Haryanto dan Lady Aprilia 2007 menyatakan
bahwa rasio ungkitan KIT, rasio likuiditas LIK, basis perusahaan BAS, umur perusahaan MUR, kepemilikan publik PUB dan kepemilikan asing ASI tidak
signifikan. Sedangkan variabel besar perusahaan AKT dan good corporate governance GCG signifikan dan berpengaruh positif terhadap variabel dependen
yaitu kualitas pengungkapan sukarela. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilaksanakan
oleh Sembiring 2005, Anggraini 2006, Reverte 2008, Rizkia 2012, dan Haryanto dan Lady Aprilia 2007. Dimana, dalam penelitian ini ada beberapa
variabel yang diadopsi dari setiap penelitian tersebut dan secara khusus penelitian ini dilaksanakan pada perusahaan manufaktur dengan sub-sektor aneka industri
yang terdaftar di BEI dengan alasan masih sedikit yang melaksanakan penelitian
Universitas Sumatera Utara
7
secara khusus terhadap sub-sektor aneka industri. Alasan dipilihnya periode waktu penelitian ini dari tahun 2009 sampai dengan 2012 adalah agar tidak terjadi
perbedaan peraturan yang berlaku pada tahun penelitian, hal ini dikarenakan diberlakukannya UU PT No.40 Tahun 2007 pada tahun 2007.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penulisan skripsi ini peneliti
mengambil judul “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di BEI”.
2. Perumusan Masalah