Kajian Strategi Bisnis dalam Pelaksanaan Pengembangan Areal (Studi Kasus di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero))
KAJIAN STRATEGI BISNIS DALAM PELAKSANAAN
PENGEMBANGAN AREAL
(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)
GELADIKARYA
OLEH
AFFAN SAFIQ
NIM : 047007067
KONSENTRASI : MANAJEMEN PEMASARAN
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PERSETUJUAN GELADIKARYA
Judul Geladikarya : Kajian Strategi Bisnis dalam Pelaksanaan
Pengembangan Areal
(Studi Kasus di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero))
Nama : Affan Safiq
NIM : 047007067
Program Studi : Magister Manajemen
Konsentrasi : Manajemen Pemasaran
Menyetujui : Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE Ketua
Dr. Ir. Suwito, MM Anggota
Ketua Program Studi Direktur Sekolah Pascasarjana
(3)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa geladikarya yang berjudul :
“KAJIAN STRATEGI BISNIS DALAM PELAKSANAAN PENGEMBANGAN AREAL
(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara III (Persero))”
adalah benar hasil karya sendiri yang belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas.
Medan, Januari 2012 Yang Membuat Pernyataan
(4)
RINGKASAN EKSEKUTIF
Dalam rangka peningkatan usaha, PTPN III (Persero) telah melakukan berbagai upaya pengembangan lahan perkebunan. Selain itu pengembangan area tanaman bertujuan untuk memberikan fondasi yang kuat bagi pengembangan industri hilir, program pengembangan areal tanaman sepantasnya menjadi fokus dari kegiatan investasi di PTPN III karena potensi menyusutnya areal HGU menjadi ancaman utama dalam bisnis perkebunan yang masih mengandalkan industri hulu sebagai bisnis utama.Luas areal PTPN III selama 3 tahun terakhir tidak mengalami perkembangan, yakni masih seluas 155.536,155 Ha, bahkan pada
periode tahun 2010 – 2011 potensi kehilangan lahan mencapai 1.580,71 Ha.
Kebutuhan tandan buah segar semakin mendesak seiring berdirinya industri hilir. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah luas areal PTPN III selama 3 (tiga) tahun terakhir tidak mengalami pengembangan bahkan berpotensi berkurang, sedangkan kebutuhan terhadap tandan buah segar semakin meningkat seiring dengan berdirinya berbagai industri hilir CPO. Jenis penelitian
pada penelitian ini adalah Ex Post Facto (causal comparative). Pengumpulan data
melalui data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh dari kuesioner kepada pihak yang berhak dan berwenang memberi data dan informasi tentang strategi perluasaan areal yang dilakukan PTPN III (Persero).
Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini, dikumpulkan dan kemudian di analisis dengan menggunakan analisis lingkungan yaitu analisis terhadap lingkungan internal perusahaan yang menghasilkan kekuatan dan
kelemahanserta lingkungan eksternal perusahaan yang menghasilkan peluang
dan ancaman. Dalam penelitian ini, analisis lingkungan diolah dengan 3 (tiga) jenis matriks yakni Matriks Evaluasi Faktor Intern (IFE Matriks), Matriks
Evaluasi Faktor Intern (EFE Matriks) dan Matriks Internal Eksternal (IE Matriks). Hasil kesimpulan pada penelitian ini adalah ; (1) Strategi Pengembangan Produk merupakan strategi yang dihasilkan dari IE Matriks. Strategi Pengembangan Produk mengarahkan perusahaan agar lebih memprioritaskan pengembangan produk industri hilir dengan tetap melakukan upaya pengembangan areal serta tetap memelihara lahan yang ada, dengan mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal perusahaan yang telah teridentifikasi. (2) Faktor-faktor dari lingkungan internal yang menjadi penyebab ketidakberhasilan pengembangan areal yakni ; (a) Dukungan dari pemilik perusahan kurang maksimal. (b) Terdapat perbedaan sudut pandang mengenai pelaksanaan kebijakan pengembangan areal. (c) Birokrasi pelaksanaan pengembangan areal yang terlalu panjang. (d) PTPN III belum pernah melakukan pengembangan areal. (3) Faktor-faktor dari lingkungan eksternal yang menjadi penyebab ketidakberhasilan pengembangan areal yakni ; (a) Pemekaran wilayah yang mendorong meningkatnya kebutuhan lahan untuk pembangunan gedung perkantoran wilayah pemekaran. (b) Pembangunan fasilitas umum dan prasaran sosial cenderung memanfaatkan areal perkebunan. (c) Masyarakat sekitar areal perkebunan yang melakukan pencurian atau penggarapan areal secara ilegal. (d) Kepemilikan lahan tidak jelas. (e) Isu lingkungan mengenai dampak perkebunan kelapa sawit. (f) Masuknya pesaing dari perkebunan swasta dan asing yang memiliki permodalan kuat.
(5)
RIWAYAT HIDUP
Affan Safiq lahir di Medan, tanggal 16 Mei 1975, anak pertama dari empat bersaudara dari orang tua pasangan Bapak Achjar Ahmad Ridwan dan Ibu Almh Alfida. Menikah dengan Chairunisa tahun 2001 dan dikarunia 2 (dua) anak yakni Nadya Fithrie Azzahra dan M. Daffy Hamami.
Riwayat Pendidikan
SD Islam Taman Siswa Binjai Tamat Tahun 1986 SMP Negeri 1 Binjai Tamat Tahun 1990
SMA Negeri 1 Tebing Tinggi Tamat Tahun 1993
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fak. Pertanian USU Medan Tamat Tahun
1999
Riwayat Pekerjaan
Asisten Tanaman di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Kebun Sei
Putih pada tahun 2001.
Staff di Bagian Satuan Pengawasan Intern PT. Perkebunan Nusantara III
(Persero) pada tahun 2004.
Staff di Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Perkebunan
Nusantara III (Persero) pada tahun 2005.
Staff di Bagian Perencanaan dan Pengembangan PT. Perkebunan
Nusantara III (Persero) pada tahun 2006.
Staff di Bagian Pengembangan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)
(6)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat, kasih, karunia dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan Geladikarya ini dengan judul : ” Kajian Strategi Bisnis dalam Pelaksanaan Pengembangan Areal (Studi
Kasus di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero))”.
Geladikarya ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan perkuliahan di Program Studi Magister Manajemen Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan Ketua Komisi Pembimbing.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Darwin Sitompul, M.Eng selaku Ketua Program Studi
Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Nazaruddin, MT selaku Sekretaris Program Studi Magister
Manajemen Universitas Sumatera Utara,
4. Bapak Dr. Ir. Suwito, MM selaku Anggota Komisi Pembimbing
5. Pimpinan dan Staf PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)
6. Seluruh Keluarga yang selalu memberikan doa dan semangat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan masukan demi penyempurnaan Geladikarya ini.
Medan, Januari 2012
(7)
DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PERSETUJUAN ... i
RINGKASAN EKSEKUTIF ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
... 1.2. Rumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Hasil Penelitian ... 8
1.5. Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 8
BAB II KERANGKA TEORITIS ... 9
2.1.Pengertian dan Tingkatan Strategi ... 9
2.2.Analisis Lingkungan Internal ... 13
2.3.Analisis Lingkungan Eksternal ... 17
2.4.Jenis-Jenis Strategi ... 21
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ... 32
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 34
4.1.Jenis Penelitian ... 34
4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
4.3.Jenis dan Sumber Data ... 35
4.4.Teknik Pengumpulan Data ... 36
(8)
4.5.2. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal ... 39
4.5.3. Matriks Internal Eksternal ... 42
BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 44
5.1. Sejarah Singkat Perusahaan ... 44
5.2. Kegiatan Perusahaan ... 47
5.3. Struktur Organisasi ... 48
5.4. Anak Perusahaan ... 49
BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 51
6.1. Analisis Lingkungan ... 51
6.1.1. Analisis Lingkungan Internal ... 51
6.1.1.1. Aspek Organisasi ... 51
6.1.1.2. Aspek Sumber Daya Manusia ... 54
6.1.1.3. Aspek Produksi ... 57
6.1.1.4. Aspek Teknis dan Teknologi ... 59
6.1.1.5. Aspek Keuangan ... 60
6.1.1.6. Aspek Penjualan ... 61
6.1.2. Kekuatan dan Kelemahan PTPN III ... 63
6.1.3. Analisis IFE Matriks ... 68
6.1.4. Analisis Lingkungan Eksternal ... 73
6.1.4.1. Aspek Sosial ... 73
6.1.4.2. Aspek Pemerintah ... 74
6.1.4.3. Aspek Hukum ... 80
6.1.4.4. AspekLingkungan ... 82
6.1.5. Peluang dan Ancaman PTPN III ... 83
6.1.6. Analisis EFE Matriks ... 87
6.2. Analisis IE Matriks ... 91
(9)
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 98
7.1. Kesimpulan ... 98
7.2. Saran ... 99
DAFTAR PUSTAKA ... 101 LAMPIRAN
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Kuesioner ... 102
2. Luas Areal PTPN III ... 106
3. Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit PTPN III ... 107
4. Laba Rugi ... 108
5. Rencana Pengembangan Areal ... 109
6. Instruksi Kerja Pembelian Lahan Baru ... 110
7. Proses Bisnis Pembelian Lahan Baru ... 112
8. Potensi Areal Pengembangan yang Diterima ... 113
(11)
RINGKASAN EKSEKUTIF
Dalam rangka peningkatan usaha, PTPN III (Persero) telah melakukan berbagai upaya pengembangan lahan perkebunan. Selain itu pengembangan area tanaman bertujuan untuk memberikan fondasi yang kuat bagi pengembangan industri hilir, program pengembangan areal tanaman sepantasnya menjadi fokus dari kegiatan investasi di PTPN III karena potensi menyusutnya areal HGU menjadi ancaman utama dalam bisnis perkebunan yang masih mengandalkan industri hulu sebagai bisnis utama.Luas areal PTPN III selama 3 tahun terakhir tidak mengalami perkembangan, yakni masih seluas 155.536,155 Ha, bahkan pada
periode tahun 2010 – 2011 potensi kehilangan lahan mencapai 1.580,71 Ha.
Kebutuhan tandan buah segar semakin mendesak seiring berdirinya industri hilir. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah luas areal PTPN III selama 3 (tiga) tahun terakhir tidak mengalami pengembangan bahkan berpotensi berkurang, sedangkan kebutuhan terhadap tandan buah segar semakin meningkat seiring dengan berdirinya berbagai industri hilir CPO. Jenis penelitian
pada penelitian ini adalah Ex Post Facto (causal comparative). Pengumpulan data
melalui data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh dari kuesioner kepada pihak yang berhak dan berwenang memberi data dan informasi tentang strategi perluasaan areal yang dilakukan PTPN III (Persero).
Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini, dikumpulkan dan kemudian di analisis dengan menggunakan analisis lingkungan yaitu analisis terhadap lingkungan internal perusahaan yang menghasilkan kekuatan dan
kelemahanserta lingkungan eksternal perusahaan yang menghasilkan peluang
dan ancaman. Dalam penelitian ini, analisis lingkungan diolah dengan 3 (tiga) jenis matriks yakni Matriks Evaluasi Faktor Intern (IFE Matriks), Matriks
Evaluasi Faktor Intern (EFE Matriks) dan Matriks Internal Eksternal (IE Matriks). Hasil kesimpulan pada penelitian ini adalah ; (1) Strategi Pengembangan Produk merupakan strategi yang dihasilkan dari IE Matriks. Strategi Pengembangan Produk mengarahkan perusahaan agar lebih memprioritaskan pengembangan produk industri hilir dengan tetap melakukan upaya pengembangan areal serta tetap memelihara lahan yang ada, dengan mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal perusahaan yang telah teridentifikasi. (2) Faktor-faktor dari lingkungan internal yang menjadi penyebab ketidakberhasilan pengembangan areal yakni ; (a) Dukungan dari pemilik perusahan kurang maksimal. (b) Terdapat perbedaan sudut pandang mengenai pelaksanaan kebijakan pengembangan areal. (c) Birokrasi pelaksanaan pengembangan areal yang terlalu panjang. (d) PTPN III belum pernah melakukan pengembangan areal. (3) Faktor-faktor dari lingkungan eksternal yang menjadi penyebab ketidakberhasilan pengembangan areal yakni ; (a) Pemekaran wilayah yang mendorong meningkatnya kebutuhan lahan untuk pembangunan gedung perkantoran wilayah pemekaran. (b) Pembangunan fasilitas umum dan prasaran sosial cenderung memanfaatkan areal perkebunan. (c) Masyarakat sekitar areal perkebunan yang melakukan pencurian atau penggarapan areal secara ilegal. (d) Kepemilikan lahan tidak jelas. (e) Isu lingkungan mengenai dampak perkebunan kelapa sawit. (f) Masuknya pesaing dari perkebunan swasta dan asing yang memiliki permodalan kuat.
(12)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gejolak perekonomian akibat krisis global telah membuktikan bahwa subsektor perkebunan cukup tangguh untuk dapat bertahan dan menjadi tumpuan perekonomian nasional dalam perolehan devisa dan penyediaan lapangan pekerjaan. Indonesia sebagai negara yang memiliki keunggulan komparatif di subsektor perkebunan dengan ketersediaan lahan pengembangan yang cukup luas, tenaga kerja, dan iklim tropis harus dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mendukung berkembangnya sektor agribisnis di Indonesia.
Dengan keunggulan-keunggulan tersebut bisnis perkebunan di Indonesia semakin berkembang, khususnya komoditi perkebunan yang menjadi andalan khususnya kelapa sawit dan karet, perkembangan luas areal perkebunan untuk kedua komoditi tersebut sangat pesat dan telah memberikan manfaat yang positif bagi kesejahteraan masyarakat. Secara kepemilikan usaha perkebunan untuk kedua komoditi tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta. Perkembangan luas lahan perkebunan kelapa sawit selama sepuluh tahun terakhir dari 7.253.489 Ha pada tahun 2000 menjadi 10.303.503 Ha pada tahun 2009, atau terjadi penambahan luas areal kelapa sawit seluas 3.050.014 Ha dan didominasi oleh perkebunan
(13)
Membahas tentang perkebunan milik negara yang selanjutnya disebut BUMN perkebunan, pada awalnya merupakan hasil nasionalisasi perusahaan-perusahaan perkebunan asing yang berdiri pada periode pra kemerdekaan menjadi Perseroan Perkebunan Negara (PPN). Pengembangan luas lahan BUMN perkebunan terjadi sangat pesat pada periode 90-an yang didukung oleh pelaksanaan Program Transmigrasi, dan Pengembangan Perkebunan Rakyat Pola PIR, dimana pelaksanaan pengembangan areal baru merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peran BUMN Perkebunan sebagai Perusahaan Inti dari Perkebunan Rakyat Pola PIR di wilayah pengembangan. Pada periode tersebut BUMN perkebunan mendapat tugas untuk melakukan pengembangan lahan sekaligus membangun perkebunan rakyat di wilayah-wilayah yang telah ditunjuk oleh Pemerintah.
PT. Perkebunan Nusantara III yang merupakan hasil penggabungan PTP III, IV dan V pada tahun 1996, saat ini telah menjadi BUMN Perkebunan dengan kinerja terbaik selama beberapa tahun terakhir dan terus berupaya untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya. Dalam menghadapi perubahan lingkungan bisnis global dan berupaya untuk meraih peluang dari berkembangnya industri perkebunan maka PTPN III sedang mengembangkan bisnisnya ke industri hilir sekaligus memperkuat industri hulu dengan melakukan pengembangan areal tanaman.
PT Perkebunan Nusantara III disingkat PTPN III (Persero), merupakan salah satu dari 14 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Kegiatan usaha Perseroan mencakup usaha budidaya dan
(14)
pengolahan tanaman kelapa sawit dan karet. Produk utama Perseroan adalah Minyak Sawit (CPO) dan Inti Sawit (Kernel) dan produk hilir karet.
Sejarah Perseroan diawali dengan proses pengambilalihan perusahaan-perusahaan perkebunan milik Belanda oleh Pemerintah RI pada tahun 1958 yang dikenal sebagai proses nasionalisasi perusahaan perkebunan asing menjadi Perseroan Perkebunan Negara (PPN). Tahun 1968, PPN direstrukturisasi menjadi beberapa kesatuan Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) yang selajutnya pada tahun 1974 bentuk badan hukumnya diubah menjadi PT Perkebunan (Persero).
Guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegitan usaha perusahaan BUMN, Pemerintah merestrukturisasi BUMN subsektor perkebunan dengan melakukan penggabungan usaha berdasarkan wilayah eksploitasi dan perampingan struktur organisasi. Diawali dengan langkah penggabungan manajemen pada tahun 1994, 3 (tiga) BUMN Perkebunan yang terdiri dari PT Perkebunan III (Persero), PT Perkebunan IV (Persero) , PT Perkebunan V (Persero) disatukan pengelolaannya ke dalam manajemen PT Perkebunan Nusantara III (Persero).
Selanjutnya melalui Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1996 tanggal 14 Pebruari 1996, ketiga perseroan tersebut digabung dan diberi nama PT Perkebunan Nusantara III (Persero) yang berkedudukan di Medan, Sumatera Utara. PT Perkebunan Nusantara III (Persero) didirikan dengan Akte Notaris Harun Kamil, SH, No. 36 tanggal 11 Maret 1996 dan telah disahkan Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C2-8331.HT.01.01.TH.96 tanggal 8 Agustus 1996 yang dimuat di dalam Berita
(15)
Negara Republik Indonesia No. 81 Tahun 1996 Tambahan Berita Negara No. 8674 Tahun 1996.
Saat ini luas areal yang diusahakan adalah ± 160.000 Ha yang tersebar di wilayah Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi Riau, terdiri dari komoditi kelapa sawit dan karet. Pengelolaan areal kebun dan unit pengolahan dibagi menjadi beberapa unit usaha yaitu 34 Kebun, 11 pabrik kelapa sawit, dan 8 pabrik pengolahan karet serta 6 rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan. Unit-unit usaha tersebut dikelompokkan berdasarkan pembagian wilayah menjadi 6 distrik yang dipimping oleh Distrik Manajer.
PTPN III (Persero) juga memiliki 7 anak perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, industri hilir karet, industri pengolahan kayu karet dan kelapa sawit serta pipanisasi/penyimpanan CPO.
Dalam rangka peningkatan usaha, PTPN III (Persero) telah melakukan berbagai upaya pengembangan lahan perkebunan. Selain itu pengembangan area tanaman bertujuan untuk memberikan fondasi yang kuat bagi pengembangan industri hilir, program pengembangan areal tanaman sepantasnya menjadi fokus dari kegiatan investasi di PTPN III karena potensi menyusutnya areal HGU menjadi ancaman utama dalam bisnis perkebunan yang masih mengandalkan industri hulu sebagai bisnis utama. Potensi berkurangnya luas areal HGU disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
a. Pemekaran Wilayah
Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemekaran wilayah Kabupaten dan Kota cenderung mengorbankan areal perkebunan
(16)
sebagai pusat perkantoran dan fasilitas umum daerah pemekaran. Sebagai gambaran pemekaran wilayah yang terjadi di wilayah kerja PTPN III selama beberapa tahun terakhir telah terbentuk beberapa kabupaten hasil pemekaran yaitu Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan dan Batubara.
b. Pembangunan Fasilitas Umum dan Sarana/Prasarana Sosial
Pelaksanaan pembangunan di lain pihak menuntut pelepasan lahan-lahan perkebunan, rencana pembangunan Jalan Tol Medan-Tebing Tinggi telah diplot melintasi beberapa lahan perkebunan diantaranya areal PTPN III. Terkait dengan pemekaran wilayah yang akan menimbulkan pusat-pusat kegiatan masyarakat yang baru yang pada gilirannya akan menuntut pembangunan fasilitas-fasilitas umum, sarana/prasarana sosial. Kondisi ini dapat dirasakan selama ini dengan adanya permohonan dari Pemerintah atau kelompok masyarakat untuk pelepasan areal HGU yang akan digunakan sebagai rumah ibadah, sekolah dan lain-lain.
c. Garapan Masyarakat
Pertambahan jumlah penduduk membuat lahan-lahan perkebunan disekitar pusat pemukiman akan semakin terdesak. Beberapa lokasi HGU perkebunan yang berbatasan dengan wilayah perkotaan terancam digarap masyarakat ataupun secara legal terdesak oleh pelaksanaan pengembangan daerah perkotaan.
(17)
Luas areal PTPN III selama 3 tahun terakhir tidak mengalami perkembangan, yakni masih seluas 155.536,155 Ha, bahkan pada periode
tahun 2010 – 2011 potensi kehilangan lahan mencapai 1.580,71 Ha.
Kebutuhan tandan buah segar semakin mendesak seiring berdirinya industri hilir. Untuk melaksanakan pengembangan areal, PTPN III telah membuat program pengembangan areal telah dituangkan ke dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sejak tahun 2008.
Menindaklanjuti rencana pembebasan lahan untuk areal
pengembangan sesuai yang diamanatkan di dalam RKAP telah dilakukan kajian administratif dan prasurvey ke lokasi potensi lahan pengembangan sesuai penawaran atau informasi yang disampaikan kepada PTPN III, sampai periode Desember 2008 pra Survey lokasi potensi areal pengembangan yang telah dilakukan sejumlah 23 lokasi atau seluas 215.133 Ha dan untuk periode Triwulan I/2009 sejumlah 7 lokasi seluas 22.290 Ha.
Alternatif yang dilakukan untuk melakukan pengembangan areal antara lain adalah dengan melakukan proses ganti rugi lahan kosong milik masyarakat (perorangan), mengambil lahan yang telah memiliki izin lokasi, atau melakukan akuisisi lahan HGU atau akuisisi perusahaan perkebunan, kerjasama dengan mitra strategis dan pengembangan plasma.
Pada saat ini fokus pengembangan areal PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) adalah untuk mengembangkan Distrik Tapanuli Selatan (DTAPS) yang mengelola hanya 2 (dua) kebun yaitu Kebun Batangtoru dan Kebun Hapesong. Kegiatan pengembangan areal tersebut saat ini masih dalam tahap pengurusan lahan melalui proses ganti rugi. Proses persiapan ganti
(18)
rugi ini sudah dirintis sejak Tahun 2009 melalui beberapa tahapan proses untuk menjadi areal HGU.
Sejak tahun 2009 PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) juga mengelola Kebun Karang Inong dan Kebun Julok Rayeuk Selatan yang merupakan milik PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) melalui Kerjasama Operasi (KSO). Dalam kerjasama ini PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) melakukan investasi peremajaan tanaman di kedua kebun tersebut, namun kepemilikan lahan tetap berada di PT. Perkebunan Nusantara I (Persero).
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah luas areal PTPN III selama 3 (tiga) tahun terakhir tidak mengalami pengembangan bahkan berpotensi berkurang, sedangkan kebutuhan terhadap tandan buah segar semakin meningkat seiring dengan berdirinya berbagai industri hilir CPO.
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi pengembangan areal yang telah dilakukan oleh PTPN III (Persero). Tujuan spesifiknya adalah:
a. Merumuskan strategi pengembangan areal yang akan dilakukan oleh
(19)
b. Menganalisis faktor-faktor lingkungan internal yang menjadi hambatan pengembangan areal yang dilakukan oleh PTPN III (Persero)
c. Menganalisis faktor-faktor lingkungan eksternal yang menjadi
penyebab kegagalan pengembangan areal yang dilakukan oleh PTPN III (Persero)
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
a.PTPN III (Persero), dapat menjadi masukan berharga tentang bagaimana
menajemen perusahaan dalam mengambil keputusan khususnya dalam
perencanaan pengembangan lahan perkebunan yang secara
berkesinambungan diperlukan dalam pengembangan usahanya.
b. Bagi peneliti, dapat menerapkan pengetahuan yang pernah didapat
oleh penulis selama mengikuti kuliah sampai sejauh mana hubungan antara teori yang didapat dengan kasus yang ada di perusahaan.
c.Bagi Program Studi Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara,
sebagai tambahan referensi penelitian dalam bidang manajemen strategi.
1.5 Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian
Penulis membatasi ruang lingkup penelitian pada faktor- faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi upaya pengembangan areal kebun PTPN III.
(20)
BAB II
KERANGKA TEORITIS
2.1. Pengertian dan Tingkatan Strategi
Pada masa sekarang ini terminologi kata strategi sudah menjadi bagian integral dari aktivitas organisasi bisnis untuk dapat mempertahankan eksistensinya (tantangan perubahan lingkungan ekonomi, sosial budaya, teknologi, konsumen, suplier, dan terutama persaingan) sehingga strategi tidak lagi terbatas bagi keperluan kalangan militer saja.
Menurut Clausewitz dalam Robinson & Pearce (1997), strategi merupakan suatu seni menggunakan pertempuran untuk memenangkan suatu perang. Strategi merupakan rencana jangka panjang untuk
mencapai tujuan (http://www.investorwords.com), sehingga strategi
terdiri dari aktivitas-aktivitas penting yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
Sedangkan Mintzberg dalam Rangkuti (2000) menyatakan bahwa kata strategi dapat digunakan dalam berbagai cara atau situasi.
1. Strategy is a plan, a how, a means of getting from here to there 2. Strategy is a pattern in actions over time (Pola)
3. Strategy is position; that is; reflects decisions to offer particular products or services in particular markets.
(21)
Strategi menurut Porter dalam Umar (2004) adalah sekumpulan tindakan atau aktivitas yang berbeda untuk menghantarkan nilai yang unik. Sedangkan Thompson dan Strikcland (2001) mengatakan strategi terdiri dari aktivitas-aktivitas yang penuh daya saing serta pendekatan-pendekatan bisnis untuk mencapai kinerja yang memuaskan (sesuai target).
Strategi yang disusun dapat kita bedakan menjadi beberapa tingkatan tergantung pada jenis perusahaan yang melakukannya, apakah
perusahaan tunggal (single business) atau perusahaan terdiversifikasi
(diversified company).
(22)
Gambar 2.2. Perusahaan Disversifikasi
a. Strategi Korporat
Strategi yang dirumuskan untuk mencapai tujuan korporat atau bisnis secara keseluruhan mencakup bagaimana mengintegrasikan dan mengelola semua bisnis (New busines, New Devisions, New Subdiareis, Merger, Acquisition). Korporat bertanggung jawab
membangun “value” dalam bisnisnya. Korporat bertanggung jawab
pada portofolio bisnis, memastikan bahwa bisnis akan beroprasi dalam jangka panjang, dan memastikan setiap bisnis yang dimilikinya kompatibel satu sama lain.
Strategi korporat merupakan game plan keseluruhan dari
perusahaan diversifikasi. Strategi ini menjadi payung atau pedoman strategi bagi seluruh unit bisnis yang dimiliki perusahaan diversifikasi. Penyusunan strategi korporat perlu mempertimbangkan hal-hal di bawah ini:
(23)
1. Langkah-langkah untuk memantapkan posisi dan keunggulan masing-masing unit bisnis
2. Langkah-langkah mempercepat tercapainya kinerja bisnis
3. Menentukan cara untuk mencapai kesesuaian strategik (strategic
fits) antar bisnis dengan korporat
4. Menentukan prioritas investasi dan mendorong sumberdaya
korporat untuk berdaya guna di bisnis yang paling atraktif dan menguntungkan.
b. Strategi Bisnis
Strategi bisnis atau sering disebut strategi unit bisnis ini bisa berupa strategi di level anak perusahaan, divisi, lini produk, atau profit centre lain yang memiliki otonomi pengelolaan bisnisnya sendiri. Isu dalam strategi bisnis adalah bagaimana mengkoordinasikan fungsi-fungsi bisnis/manajemen untuk mencapai keunggulan kompetitif.
Di level bisnis strategi yang diformulasikan akan berkaitan dengan posisi bisnis terhadap pesaing, bagaimana mengakomodasi perubahan tren pasar dan teknologi, dan upaya-upaya mempengaruhi persaingan melalui tindakan-tindakan strategis seperti integrasi vertikal, atau tindakan politis seperti lobi. Strategi generik Michael Porter adalah contoh strategi bisnis.
c. Strategi Fungsional
Strategi yang diformulasikan dan diimplementasikan di level fungsi manajemen dari tiap bisnis, seperti fungsi SDM, keuangan,
(24)
operasional, dan pemasaran. Level ini menjadi pusat informasi manajemen strategi di level lebih atas yaitu bisnis dan korporat. Setiap unit fungsional diharuskan mengembangkan strategi bisnis agar dapat memberikan kontribusi pada kesuksesan strategi bisnis secara keseluruhan.
d. Strategi Operasional
Strategi yang diformulasikan dan diimplementasikan di unit-unit operasional seperti penjualan, distribusi, penyimpanan, promosi, persediaan, penggajian dll. Keberhasilan manager pada jajaran ini akan menentukan kelancaran proses dan kesuksesan organisasi secara keseluruhan.
2.2. Analisis Lingkungan Internal
Analisis lingkungan internal lebih mengarah pada analisis intern perusahaan dalam menilai atau mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari tiap-tiap divisi keuangan dan akuntansi, pemasaran, riset dan pengembangan, personalia serta operasional (David, 2006). Inti dari analisis lingkungan internal ini adalah berusaha untuk mencari keunggulan strategis yang dipakai untuk membedakan diri dari pesaing. Menurut Jauch dan Gluech (1999), lingkungan internal adalah proses dimana perencanaan strategi mengkaji faktor internal perusahaan untuk menentukan dimana perusahaan memiliki kekuatan dan kelemahan yang berarti sehingga dapat mengelola peluang secara efektif dan menghadapi
(25)
dan Robinson Jr, dalam Kotler (2005), analisis lingkungan internal adalah pengertian mengenai pencocokan kekuatan dan kelemahan internal dengan peluang dan ancaman eksternal. Selanjutnya Pearce dan Robinson, Jr dalam Kotler (2005) memberikan langkah-langkah dan menganalisis lingkungan internal yang nantinya akan menghasilkan profit perusahaan terdiri dari :
1) Identifikasi faktor-faktor strategik internal dan kegiatan yang paling
penting :
a) Identifikasi faktor internal kunci:
1. Pemasaran.
Pemasaran adalah starting point setiap kegiatan bisnis.
Fungsi-fungsi perusahaan yang lain, seperti produksi, persediaan, keuangan, SDM dsb, merupakan derivat, langsung atau tidak langsung, dari fungsi pemasaran. Kajian mengenai kelayakan suatu usaha selalu dimulai dari perkiraan kemampuan melakukan penetrasi pasar. Karena itu, tak ada bisnis yang bisa dikembangkan tanpa pemasaran.
2. Keuangan dan akunting.
Faktor keuangan memberikan gambaran tentang
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atau laba perusahaan yang tergambar dalam laporan keuangan perusahaan.
(26)
Bagian operasi dan teknik berkaitan dengan upaya pengendalian produksi di pabrik tetap terjaga sesuai rencana. pengendalian produksi adalah fungsi untuk menggerakan barang melalui siklus manufaktur keseluruhan dari pengadaan bahan baku sampai dengan pengiriman produk jadi
4. Personalia.
Bagian personalia berkaitan dengan perencanaan, pelatihan dan penempatan staf yang sesuai dengan rencana perusahaan dalam jangka waktu tertentu.
5. Manajemen Mutu.
Manajemen mutu dilaksanakan dalam menjaga kualitas kerja dan produk sehingga tetap memenuhi standar yang diinginkan.
6. Teknologi Informasi
Teknologi informasi merupakan bagian dari sistem penunjang pengambilan keputusan manajemen dalam berbagai hal. Pengelolaan informasi berbasis komputer
sangat menentukan proses pengambilan keputusan
perusahaan.
7. Organisasi dan Manajemen Umum.
Pengelolaan SDM yang benar dalam organisasi
(27)
kesesuaian bidang kerja staf, sehingga pekerjaan yang dilaksanakan dapat maksimal.
b) Identifikasi kegiatan umum :
1. Logistik ke dalam
2. Operasi
3. Logistik ke luar
4. Pemasaran dan penjualan
5. Layanan
c) Identifikasi kegiatan penunjang :
1. Pembelian
2. Pengembangan teknologi
3. Manajemen sumber daya manusia
4. Infastruktur perusahaan
a. Bagaimana faktor-faktor dan kegiatan-kegiatan ini
dibandingkan dengan informasi historis dan standar keunggulan internal.
b. Evaluasi faktor-faktor strategik intern dengan cara :
1) Perbandingan dengan kinerja masa lalu
2) Perbandingan dengan pesaing
3) Perbandingan dengan fator-faktor sukses
(28)
2.3. Analisis Lingkungan Eksternal
Istilah lingkungan bisnis memiliki yang luas karena menunjukkan seluruh pengaruh eksternal terhadap organisasi (Kuncoro, 2006). Lingkungan eksternal yang dihadapi oleh perusahaan sifatnya tidak dapat diprediksi dengan tetap dan cepat sekali mengalami perubahan. Ada banyak faktor eksternal yang mempengaruhi pilihan arah dan tindakan suatu perusahaan dan pada akhirnya struktur organisasi serta proses internalnya. Menurut Jauch dan Gluech (1999), analisis lingkungan eksternal adalah suatu proses yang digunakan perencana dalam menentukan peluang ancaman terhadap perusahaan. Pearce dan Robinson, Jr (1997) membagi lingkungan eksternal menjadi :
1) Lingkungan Jauh yang terdiri dari faktor-faktor yang pada dasarnya
diluar dan terlepas dari perusahaan. Lingkungan jauh ini memberikan kesempatan besar bagi perusahaan untuk maju, sekaligus dapat menjadi hambatan dan ancaman untuk maju. Lingkungan jauh ini terdiri dari beberapa faktor yakni :
a. Ekonomi. Kondisi ekonomi suatu daerah atau negara dapat mempengaruhi iklim berbisnis suatu perusahaan. Semakin buruk kondisi ekonomi, semakin buruk pula iklim berbisnis. Oleh karena itu, pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat
hendaknya bersama-sama mempertahankan bahkan
meningkatkan kondisi ekonomi daerahnya menjadi lebih baik lagi agar perusahaan dapat bergerak maju dalam usahanya. Beberapa faktor kunci yang perlu diperhatikan dalam
(29)
menganalisis kondisi ekonomi suatu daerah atau negara adalah siklus bisnis, ketersediaan energi, inflasi, suku bunga, investasi, harga-harga produk dan jasa, pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita.
b. Sosial dan Budaya. Kondisi sosial masyarakat memang berubah-ubah. Hendaknya perubahan-perubahan sosial yang terjadi yang mempengaruhi perusahaan dapat diantisipasi oleh perusahaan. Kondisi sosial ini misalnya sikap, gaya hidup, adat istiadat, dan kebiasaan orang-orang di lingkungan eksternal perusahaan.
c. Teknologi. Kemajuan teknologi yang pesat tidak hanya mencakup penemuan-penemuan baru, tetapi juga meliputi cara-cara pelaksanaan atau metode-metode baru dalam mengerjakan suatu pekerjaan, artinya bahwa ia memberikan
suatu gambaran yang luas, meliputi mendesain,
menghasilkan, dan mendistribusikan. Setiap kegiatan usaha yang diinginkan untuk berjalan terus menerus harus selalu mengikuti perkembangan-perkembangan teknologi yang dapat diterapkan pada produk atau jasa yang dihasilkan atau cara operasinya.
d. Pemerintah. Arah, kebijakan dan stabilitas politik pemerintah menjadi faktor penting bagi para pengusaha. Kebijakan yang diputuskan diharapkan dapat memberi dampak positif bagi dunia usaha. Beberapa hal utama yang
(30)
perlu diperhatikan dari faktor pemerintah adalah Undang-Undang dan peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah.
2) Lingkungan Industri. Lingkungan ini lebih mengarah pada aspek
persaingan dimana bisnis perusahaan berada. Lingkungan industri ini meliputi beberapa faktor yakni :
a. Pendatang baru. Pendatang baru pada suatu industri membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut bagian pasar, serta seringkali juga sumberdaya yang besar. Akibatnya harga dapat menjadi turun atau biaya membengkak sehingga mengurangi kemampulabaan. Ancaman masuknya pendatang baru dalam industri tergantung pada rintangan masuk yang ada, digabung dengan reaksi dari para pesaing yang sudah ada yang dapat diperkirakan oleh si pendatang baru. Jika rintangan atau hambatan ini besar dan atau pendatang baru memperkirakan akan ada perlawanan yang keras dari perusahaan-perusahaan yang sudah ada, maka ancaman masuknya pendatang baru akan rendah.
b. Persaingan yang semakin ketat dengan perusahaan sejenis. Rivalitas (rivalry) diantara pesaing yang ada berbentuk perlombaan untuk mendapatkan posisi, antara lain dengan menggunakan taktik-taktik seperti persaingan harga, perang iklan, introduksi produk, dan meningkatkan jaminan atau pelayanan kepada pelanggan. Persaingan ini terjadi karena satu atau lebih pesaing merasakan adanya tekanan atau
(31)
melihat peluang untuk memperbaiki posisi. Pada kebanyakan
industri, gerakan persaingan oleh suatu perusahaan
mempunyai pengaruh besar terhadap para pesaingnya, dengan demikian akan mendorong perlawanan atau usaha untuk gerakan tersebut. Hal ini berarti perusahaan-perusahaan
tersebut saling tergantung satu sama lain (mutually
dependent).
c. Ketersediaan Substitusi. Setiap perusahaan yang ada dalam suatu industri bersaing (dalam arti yang luas) dengan industri-industri yang menghasilkan produk pengganti. Produk pengganti membatasi laba potensial dari industri dengan
menetapkan harga pagu (ceiling price) yang dapat diberikan
perusahaan dalam industri. Makin menarik alternatif harga yang ditawarkan oleh produk pengganti, makin berat pembatasan laba industri. Mengenali produk-produk substitusi adalah persoalan mencari produk lain yang dapat menjalankan fungsi yang sama seperti produk yang ada dalam industri. Produk pengganti yang perlu mendapatkan perhatian besar adalah produk-produk yang mempunyai kecenderungan untuk memiliki harga yang atau prestasi yang lebih baik daripada produk industri, dan produk yang dihasilkan oleh industri berlaba tinggi.
d. Kekuatan konsumen. Para pembeli bersaing dengan industri dengan cara memaksa harga turun , tawar menawar untuk
(32)
mutu yang lebih tinggi dan pelayanan yang lebih baik, serta berperan sebagai pesaing satu sama lain. Kekuatan dari tiap-tiap kelompok pembeli yang penting dalam industri tergantung pada sejumlah karakteristik situasi pasar dan pada kepentingan relatif pembeliannya dari industri yang bersangkutan dibandingkan dengan keseluruhan bisnis pembeli tersebut.
2.4. Jenis-Jenis Strategi
Ada beberapa alternatif strategi yang dapat diadopsi untuk mencapai keunggulan bersaing sehingga penjualan akan meningkat dalam kondisi pasar yang potensial namun kemampuan konsumen untuk membeli sangat flutuatif. Menurut Umar (2004), Strategi Generik adalah strategi-strategi yang memiliki kesamaan yaitu menjalin kerjasama dengan perusahaan lain, namun dengan berbagai macam cara.
Paparan strategi utama dari strategi generik dan strategi utama menurut David dalam Umar (2004) dapat dilihat pada Tabel 2.1.
(33)
Tabel 2.1. Strategi Generik dan Strategi Utama Fred R. David
Strategi Generik Strategi Utama
Strategi Integrasi Vertikal
(Vertical Integration Strategy)
Strategi Integrasi ke Depan (Forward Integration Strategy)
Strategi Integrasi ke Belakang (Backward Integration Strategy)
Strategi Integrasi Horizontal (Horizontal Integration Strategy)
Strategi Intensif
(Intensive Strategy)
Strategi Pengembangan Pasar (Market Dev. Strategy)
Strategi Pengembangan Produk (Product Dev. Strategy)
Startegi Penetrasi Pasar (Market Penetration Strategy)
Strategi Diversifikasi
(Diversification Strategy)
Strategi Diversifikasi Konsentrik (Concentric Divers Strategy)
Strategi Diversifikasi Konglomerat (Conglomerate Divers Strategy)
Startegi Diversifikasi Horizontal (Horizontal Divers Strategy)
Strategi Bertahan
(Devensive Strategy)
Strategi Usaha Patungan (Joint Venture Strategy)
Strategi Penciutan Biaya (Retrenchment Strategy)
Strategi Penciuatan Usaha (Divestiture Strategy)
Startegi Likuidasi (Liquidation Strategy)
Sumber : Husein, 2004
Kelompok Strategi Integrasi Vertikal (Vertical Integration Strategy)
F
orward Integration, Backward Integration, dan Horizontal Integration merupakan tiga macam strategi yang termasuk dalamkelompok Strategi Integrasi. Ketiganya secara kolektif sering
dianggap sebagai startegi integrasi vertical (vertical integration
startegies). Strategi ini menghendaki agar perusahaan melakukan pengawasan yang lebih terhadap distributor, pemasok, dan/atau para pesaing baik melalui merger, akuisisi, atau membuat perusahaan sendiri. Penjelasan dari ketiga strategi dipaparkan berikut ini.
a. Forward Integration Strategy. Strategi ini menghendaki agar
(34)
pengendalian para distributor atau pengecer mereka, bila perlu dengan memilikinya. Hal ini dapat dilakukan jika perusahaan mendapatkan banyak masalah dengan pendistribusian barang / jasa mereka, sehingga mengganggu stabilitas produksi, padahal, perusahaan mampu untuk mengelolah pendistribusian dimaksud dengan sumber daya yang dimiliki. Alasan lain, bisnis di sektor distribusi yang dimaksud, misalnya memiliki prospek yang baik untuk dimasuki.
b. Backward Integration Strategy. Pengusaha di bidang manufaktur
dan para pengecer membutuhkan barang – barang dari pemasok,
misalnya berupa bahan baku. Backward Integration merupakan
strategi perusahaan agar pengawasan terhadap bahan baku dapat lebih ditingkatkan, apalagi para pemasok sudah dinilai tidak lagi
menguntungkan perusahaan, seperti keterlambatan dalam
pengadaan bahan, kualitas bahan yang menurun, biaya yang meningkat sehingga tidak lagi dapat diandalkan. Konsumen kini
mulai lebih menghargai produk – produk yang ramah lingkungan,
sehingga mereka lebih menyukai produk yang dapat didaur ulang. Beberapa perusahaan menggunakan backward integration untuk memperoleh pengawasan terhadap para pemasok barang agar
produk – produk yang dapat didaur ulang itu bahan bakunya aman
dipasok. Jadi, tujuan strategi ini adalah untuk mendapatkan kepemilikan danatau meningkatkan pengendalian bagi para pemasok. Hal ini lebih mudah dilakukan jika jumlah pemasok
(35)
sedikit padahal pesaing banyak, pasokan selama ini berjalan lancer, harga produk stabil, dan pemasok memiliki marjin keuntungan yang tinggi serta perusahaan mempunyai modal dan sumber daya yang berkualitas.
c. Horizontal Integration Strategy. Strategi ini dimaksudkan agar
perusahaan meningkatkan pengawasan terhadap para pesaing perusahaan walau harus dengan memilikinya. Salah satu kecenderungan yang paling signifikan dalam manajemen strategis
dewasa ini adalah dengan menggunakan strategi Horizontal
Integration sebagai suatu strategi pertumbuhan. Jadi, tujuan strategi ini adalah untuk mendapatkan kepemilikan dan/atau meningkatkan pengendalian para pesaing. Hal ini dapat dilakukan jika perusahaan memiliki posisi monopoli seizin pemerintah, bersaing di industri yang berkembang, skala ekonomi meningkat, serta modal dan sumber daya yang dimiliki perusahaan mampu melakukan ekspansi.
Kelompok Strategi Intensif (Intensive Strategies)
Strategi Penetrasi Pasar (Market Penetration), Pengembangan
Pasar (Market Development), dan Pengembangan Produk (Product
Development) adalah tiga strategi yang dikelompokkan ke dalam apa
yang sering disebut sebagai strategi intensive. Disebut demikian karena
strategi-strategi ini dalam implementasinya memerlukan usaha-usaha intensif untuk meningkatkan posisi persaingan perusahaan melalui
(36)
produk – produk yang ada. Ketiga strategi intensif ini dipaparkan berikut ini.
a. Market Penetration Strategy. Strategi ini berusaha untuk
meningkatkan market share suatu produk atau jasa melalui usaha –
usaha pemasaran yang lebih besar. Strategi ini dapat
diimplementasikan baik secara sendiri – sendiri atau bersama
dengan strategi lain untuk dapat menambah jumlah tenaga penjual,
biaya iklan, items untuk promosi penjualan, dan atau usaha – usaha
promosi lainnya. Jadi, tujuan strategi ini adalah untuk meningkatkan pangsa pasar dengan usaha pemasaran yang maksimal. Hal ini dapat dilakukan jika pasar belum jenuh, pangsa pasar pesaing menurun, korelasi yang positif antara biaya 4P
pemasaran dan sales serta kemampuan untuk bersaing yang
meningkat.
b. Market Development Strategy. Strategi ini bertujuan untuk
memperkenalkan produk – produk atau jasa yang ada sekarang ke
daerah – daerah yang secara geografis merupakan daerah baru.
Dalam perspektif global, pengembangan pasar berskala
internasional sudah banyak dilakukan oleh perusahan – perussahan.
Namun, industri – industri tertentu akan menghadapi kesulitan
dalam bersaing jika hanya bermain di pasar lokal. Jadi, tujuan strategi ini adalah untuk memperbesar pangsa pasar. Hal ini dapat dilakukan jika memiliki jaringan distribusi, terjadi kelebihan
(37)
kapasitas produksi, pendapatan laba yang sesuai dengan harapan, serta adanya pasar yang baru atau pasar yang belum jenuh.
c. Product Development Strategy. Strategi ini merupakan strategi
yang bertujuan agar perusahaan dapat meningkatkan penjualan
dengan cara meningkatkan atau memodifikasikan produk – produk
atau jasa – jasa yang ada sekarang. Strategi ini biasanya
memerlukan penelitian yang luas dan tajam serta membutuhkan biaya yang cukup besar. Jadi, tujuan strategi ini adalah untuk memperbaiki dan atau mengembangkan produk yang sudah ada. Hal ini dapat dilakuakan, jika produk sudah berada pada tahapan jenuh, pesaing menawarkan produk sejenis yang lebih baik, dan atau lebih murah, memiliki kemampuan untuk mengembangkan produk, dan berada pada industri yang sedang tumbuh.
Kelompok Strategi Diversifikasi (Diversification Strategies)
Ada tipe umum strategi divertifikasi yang sudah banyak diketahui
dan diimplementasikan, yaitu Concentric Diversification, Horizontal
Diversification, dan Conglomerate Diversification. Secara keseluruhan, kelompok strategi ini makin lama makin kurang popular, paling tidak ditinjau dari sisi tingginya tingkat kesulitan manajemen dalam
mengendalikan aktivitas – aktivitas perusahaan yang berbeda – beda
tersebut. Pada tahun 1960-an dan tahun 1970-an, banyak perusahaan
cenderung memberikan variasi – variasi pada bisnis mereka supaya
bisnis perusahaan tidak hanya bergantung pada beberapa jenis usaha. Akan tetapi, pada tahun 1980-an kecenderungan tersebut sudah mulai
(38)
berubah lagi. Bahkan, Michael Porter dari Harvard Business School
mengatakan bahwa hendaknya perusahaan – perusahaan menjual atau
menutup SBU – SBU yang kurang menguntungkan untuk kembali
fokus pada bisnis ini mereka. Bagaimanapun juga, diversifikasi kadang
– kadang masih merupakan strategi yang sesuai dan berhasil, contohnya
Philip Morris. Philip Morris memperoleh 60% dari keuntungan penjualan rokok Marlboro. Saat itu konsumsi rokok berkurang dan beberapa investor menolak stok tembakau. Gebrakan yang lain, Philip
Morris menghabiskan dana sejumlah $12,9 miliar untuk pengambil –
alihan Kraft General Foods, produsen makanan terbesar kedua dunia setelah Nestle. Ketiga jenis strategi ini penulis paparkan berikut ini.
a. Concentric Diversification Strategy. Strategi ini dapat
dilaksanakan dengan cara menambahkan produk dan jasa yang baru tetapi masih saling berhubungan. Contoh penerapan strategi ini dilakukan oleh Prudential Insurance yang mengakuisisi Merrill Lynch yang bergerak dalam penjualan real estat dan perumahan penduduk dan relokasi bisnis seharga sekitar $300 juta. Perusahaan asuransi terbesar ini berharap menjadi pemain utama dalam industry residential brokerage. Akibat dari akuisisi ini, Prudential menambah 450 kantor dan 18.000 tenaga penjual demi kenaikan peringkatnya. Jadi, tujuan strategi ini untuk membuat produk baru yang berhubungan untuk pasar yang sama. Hal ini dapat dilakukan jika bersaing pada industri yang pertumbuhannya lambat atau
(39)
b. Horizontal Diversification Strategy. Strategi ini dilakukan dengan menambahkan produk dan jasa pelayanan yang baru, tetapi tidak saling berhubungan untuk ditawarkan pada para konsumen yang ada sekarang. Besarnya resiko kegagalan strategi ini tidaklah
sebesar resiko pada strategi Conglomerate Diversification karena
perusahaan telah terbiasa dengan para konsumen yang ada
sekarang. Misalnya, pembelian Columbia Pictures Entertainment
Company oleh Sony Corporation senilai $3,4 miliar. Akuisisi ini merupakan investasi Jepang terbesar dalam industri hiburan USA. Jadi, tujuan strategi ini adalah menambah produk baru yang tidak berhubungan dengan tujuan memuaskan pelanggan yang sama. Hal ini dapat dilakukan jika produk baru dapat mendukung produk lama, persaingan pada produk lama berjalan ketat dan dalam
tahapan mature, distribusi produk baru kepada pelanggan lancer,
dan pada tingkat yang lebih dalam adalah bahwa musim penjualan dari kedua produk relatif beda.
c. Conglomerate Diversification Strategy. Strategi dengan
menambahkan produk atau jasa yang tidak saling berhubungan
disebut Conglomerate Diversification. Contoh pada perusahaan
yang tingkat diversifikasinya relative tinggi. GE membuat
lokomotif, bola lampu, power plant, dan lemari es. GE juga
menangani lebih banyak kartu kredit dari pada America Express dan GE juga memilki lebih banyak pesawat terbang komersial dari pada American Airlines. Jadi, tujuan strategi ini untuk menambah
(40)
produk baru yang tidak saling berhubungan untuk pasar yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan, jika industri disektor ini telah mengalami kejenuhan, ada peluang untuk memiliki bisnis yang tidak berkaitan yang masih berkembang baik, serta memiliki sumber daya untuk memasuki industry baru tersebut.
Kelompok Strategi Bertahan (Devensive Strategies)
Disamping strategi Integrative, dan Diversification, perusahaan
dapat juga melakukan strategi bertahan (Devensive Strategies) yang
terdiri atas strategi – strategi Joint Venture, Retrenchment atau
Liquidation. Ketiga strategi bertahan tersebut dipaparkan berikut ini.
a. Joint Venture Strategy. Strategi ini merupakan strategi yang
populer, yakni dimana terjadi saat dua atau lebih perusahaan membentuk suatu perusahaan temporer atau konsorium untuk tujuan kapitalisasi modal. Strategi ini dapat dipertimbangkan dalam
hal perusahaan bertahan untuk tidak mau memikul beban – beban
usahanya sendiri. Seringkali, dua atau lebih perusahaan sponsor membentuk sebuah organisasi yang terpisah dan telah membagi kepemilikan ekuitas pada entitas yang baru ini. Implementasi
strategi Joint Venture ini dalam kenyataannya dapat berjalan
dengan baik. Jadi, tujuan strategi ini untuk menggabungkan beberapa perusahaan dalam bentuk perusahaan baru yang terpisah
dari induk – induknya. Hal ini dapat dilakukan, jika mereka merasa
(41)
besar, atau bermaksud dalam rangka mendapatkan kemudahan –
kemudahan lain.
b. Retrenchment Strategy. Strategi ini dapat dilaksanakan melalui
reduksi biaya dan asset perusahaan. Hal ini dilakukan karena, misalnya, telah terjadi penurunan penjualan dan laba perusahaan.
Retrenchment yang kadang – kadang disebut juga sebagai strategi
Turnaround dirancang agar perusahaan mampu bertahan pada
pasar persaingannya. Implementasinya, selama proses
retrenchment, para ahli strategi bekerja dengan sumber daya yang
terbatas dan biasanya menghadapi tekanan – tekanan dari para
pemegang saham, pekerja, dan media massa. Strategi
Retrencbmentjuga bisa dilakukan dengan cara menjual aktiva seperti tanah dan gedung dalam rangka mendapatkan uang tunai
yang diperlukan, penutupan marginal business, penutupan pabrik
yang produknya dianggap sudah kuno, otomatisasi proses,
pengurangan jumlah karyawan, dan pembuatan sistem
pengendalian biaya yang ketat.
c. Divestiture Strategy. Menjual satu divisi atau bagian dari
perusahaan disebut divestiture. Strategi Divestiture sering
digunakan dalam rangka penambahan modal dari suatu rencana investasi atau untuk menindaklanjuti strategi akuisisi yang telah
diputuskan untuk prosese selanjutnya. Divestituredapat berupa
bagian dari strategi retrenchmentuntuk mengganti aktivitas
(42)
perusahaan lainnya. Contohnya, pada akhir tahun 1991 Chase Manhatta keluar dari dua perusahaan leasing, yaitu General Electric dengan kompensasi sebesar $1,1 miliar, dan satunya lagi
pada Ford Motor senilai $900 juta. Chase perlu dana untuk
meningkatkan balance sheet dan equity capital ratio-nya. Jadi, implementasi dari strategi ini adalah misalnya, dengan menjual sebuah unit bisnis. Hal ini dapat dilakukan jika suatu unit bisnis sudah tidak dapat dipertahankan keberadaannya karena, misalnya, terus merugi dan berdampak pada kinerja perusahaan secara keseluruhan.
d. Liquidation Strategy. Menjual seluruh aset perusahaan yang dapat
dihitung nilainya disebut liquidation. Strategi Liquidation
merupakan sebuah pengakuan dari suatu kegagalan. Bagaimanapun juga, mungkin lebih baik menghentikan operasi perusahaan daripada meneruskannya akan tetapi nanti rugi besar. Sebagai
contoh, Malcolm P. McLean, pelopor kapal laut pengangkut
container yang melikuidasi McLean, Industries, perusahaan yang
sudah berusia 115 tahun, dan Walt Disney membeli majalah
Discover dari Family Media pada akhir tahun 1991. Jadi, strategi ini bertujuan untuk menutup perusahaan. Hal ini dapat dilakukan jika perusahaan sudah tidak dapat dipertahankan keberadaannya. Dengan menjual harta perusahaan, maka pemegang saham akan dapat memperkecil kerugiannya.
(43)
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN
Kerangka konseptual merupakan kerangka pikir mengenai hubungan antar variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian atau hubungan antar konsep dengan konsep lainnya dari masalah yang diteliti sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada kerangka teoritis.
PTPN III juga memiliki 7 anak perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, industri hilir karet, industri pengolahan kayu karet dan kelapa sawit serta pipanisasi/penyimpanan CPO. Dalam rangka peningkatan usaha, PTPN III telah melakukan berbagai upaya perluasan lahan perkebunan. Selain itu perluasan area tanaman bertujuan untuk memberikan fondasi yang kuat bagi pengembangan industri hilir, program perluasan areal tanaman sepantasnya menjadi fokus dari kegiatan investasi di PTPN III karena potensi menyusutnya areal HGU menjadi ancaman utama dalam bisnis perkebunan yang masih mengandalkan industri hulu sebagai bisnis utama.
Berdasarkan latar belakang permasalahan dan kerangka teoritis sebelumnya, maka penulis mencoba untuk mengembangkan kerangka konseptual untuk mengkaji dan membahas permasalahan yang dihadapi perusahaan dalam merumuskan strategi perluasan lahan bagi PTPN III seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1 Berikut ini.
(44)
(45)
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Suatu penelitian agar dapat mencapai sasaran yang diinginkan, maka harus ditetapkan terlebih dahulu metode penelitian yang akan digunakan. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah studi kasus yang di dukung survei, yaitu penelitian dengan mengambil sampel dari populasi dan menggunakan daftar pertanyaan sebagai instrumen pengumpulan data utama (Sugiyono, 2006). Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif eksplanatori yakni memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat dan karakter yang khas dari kasus yang akan diteliti.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PTPN III. Waktu penelitian dilaksanakan selama 12 (dua belas) minggu sesuai jadwal di bawah ini :
Tabel 4.1. Kegiatan Gladikarya
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Usulan Gladikarya 2 Kolokium
3 Pengumpulan dan Analisis Data 4 Penyusunan Gladikarya 5 Seminar Perusahaan 6 Penyusunan Gladikarya Akhir 7 Sidang Gladikarya
(46)
4.3 Jenis dan Sumber Data
Terdapat 2 (dua) jenis data yang digunakan dalam penelitian ini :
a. Data Primer melalui kuesioner (daftar pertanyaan) kepada pihak yang
berhak dan berwenang memberi data dan informasi tentang strategi perluasaan areal yang dilakukan PTPN III yang terdiri dari :
1) Direktur Perencanaan dan Pengembangan
2) Kepala Bagian Pengembangan
3) Kepala Bagian Hukum dan Manajemen Risiko
4) Kepala Bagian Keuangan
5) Kepala Bagian Umum (Agraria)
6) Kepala Urusan Pengembangan
7) Distrik Manajer
b. Data Sekunder melalui studi dokumentasi, yaitu mengumpulkan dan
mempelajari data-data berupa dokumen-dokumen yang ada di PTPN III. Studi dokumentasi dalam penelitian meliputi :
1) Perkembangan Luas Areal PTPN III selama 3 Tahun Terakhir
2) Rencana dan Realisasi Perluasan Areal PTPN III.
3) Potensi Luas Areal Pengembangan yang Telah Disurvey
4) Tim yang Menangani Perluasan Areal PTPN III
5) Tugas dan Fungsi dari Masing-masing Personil dalam Tim
(47)
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Kuesioner atau daftar pertanyaan yang diberikan kepada pihak yang berkaitan dengan perluasan areal. Kuesioner disusun dalam bentuk tabel yang akan diolah melalui alat analisis data. Isian kuesioner dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
Kepada setiap responden diminta untuk mengajukan dan menambah
item-item pertanyaan yang relevan dan penting untuk setiap kelompok faktor didalam masing-masing analisis data.
Setelah item tersebut terkumpul dalam setiap faktor, responden diminta
untuk memberikan nilai bobot bagi setiap item yang seluruhnya berjumlah 1. Bobot untuk setiap nilai dapat berupa bilangan desimal.
Setelah bobot ditetapkan, responden selanjutnya diminta memberikan nilai
peringkat untuk setiap item dengan rentang nilai 1 s/d 4.
Hasil pengisian kuesioner tersebut selanjutnya direkapitulasi untuk
memperoleh nilai rata-rata bobot dan peringkat yang menggambarkan secara umum hasil analisis dan penarikan kesimpulan.
4.5 Analisis Data
Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini, dikumpulkan dan kemudian di analisis dengan menggunakan analisis lingkungan yaitu analisis terhadap lingkungan internal perusahaan yang menghasilkan
kekuatan dan kelemahan serta lingkungan eksternal perusahaan yang
menghasilkan peluang dan ancaman. Dalam penelitian ini, analisis lingkungan diolah dengan 3 (tiga) jenis matriks yakni Matriks Evaluasi
(48)
Faktor Intern (IFE Matriks), Matriks Evaluasi Faktor Internal (EFE Matriks) dan Matriks Internal Eksternal (IE Matriks).
4.5.1 Matriks Evaluasi Faktor Internal
Tahap ekstrasi dalam menjalankan audit manajemen strategi adalah membuat matriks evaluasi faktor internal (Internal Factor Evaluation-IFE Matrix). Alat formulasi strategi meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area
fungsional bisnis, dan juga memberikan dasar untuk
mengidentifikasikan dan mengevaluasi hubungan antara area-area tersebut. Penilaian intutif dibutuhkan untuk mengembangkan Matriks IFE, jadi kemunculan pendekatan ilmiah tidak seharusnya diartikan bahwa ini adalah teknik yang sangat luar biasa. Pemahaman yang baik atas faktor-faktor yang dimasukkan lebih penting daripada angka yang sebenarnya. Matriks IFE dikembangkan dengan lima tahap :
1. Menuliskan faktor internal utama seperti diidentifikasi dalam
proses audit internal dengan menggunakan berbagai faktor internal, mencakup kekuatan dan kelemahan. Faktor internal dilakukan dengan mengidentifikasi kekuatan terlebih dahulu dan kemudian kelemahan sespesifik mungkin, dengan gunakan presentase, rasio dan angka komparatif.
2. Berikan bobot untuk masing-masing faktor dari 0,0 (tidak
penting) hingga 1,0 (paling penting) untuk masing-masing faktor. Bobot yang diberikan kepada masing-masing faktor
(49)
mengindikasikan tingkat penting relatif dari faktor terhadap keberhasilan perusahaan dalam industri. Tanpa memandang apakah faktor kunci itu adalah kekuatan atau kelemahan internal, faktor yang dianggap memiliki pengaruh paling besar dalam kinerja organisasi harus diberikan bobot yang paling tinggi. Jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1,0. Didalam pembobotan faktor-faktor internal dilakukan berdasarkan diskusi dengan pihak-pihak PTPN III (Persero) yang telah ditentukan sebelumnya, kemudian ditotal. Dari nilai masing-masing faktor tersebut dibagi dengan total, sehingga diperoleh bobot masing-masing faktor.
3. Berikan peringkat 1 sampai 4 untuk masing-masing faktor
untuk mengindikasikan apakah faktor tersebut menunjukkan kelemahan utama (peringkat = 1), atau kelemahan minor (peringkat = 2), kekuatan minor (peringkat = 3), atau kekuatan utama (peringkat = 4). Perhatikan bahwa kekuatan harus mendapatkan peringkat 3 atau 4 dan kelemahan harus mendapatkan peringkat 1 dan 2. Peringkat adalah berdasarkan perusahaan, dimana bobot di Langkah 2 adalah berdasarkan industri. Didalam menentukan nilai ranting dari semua faktor internal dimintakan pendapat pihak-pihak yang yang telah ditentukan sebelumnya..
(50)
4. Kalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkatnya untuk menentukan rata-rata tertimbang untuk masing-masing variabel.
5. Jumlahkan rata-rata tertimbang untuk masing-masing
variabel untuk menentukan total rata-rata tertimbang untuk organisasi.
Berapapun banyaknya faktor yang dimasukan dalam matriks IFE, total rata-rata tertimbang berkisar antara yang terendah 1,0 dan tertinggi 4,0 dengan rata-rata 2,5. Total rata-rata tertimbang dibawah 2,5 menggambarkan organisasi yang lemah secara internal, sementara total nilai diatas 2,5 mengindikasikan posisi internal yang kuat.
4.5.2 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal
Matriks evaluasi faktor eksternal (Eksternal Factor
Evaluation-EFE Matrix) memungkinkan untuk merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintah, hukum, teknologi, dan persaingan. Matriks EFE dapat dibuat dengan lima tahapan, yaitu :
1. Buat daftar yang terdiri dari berbagai faktor eksternal yang
diklasifikasikan dalam proses audit eksternal. Masukan dari total sepuluh hingga dua puluh faktor, termasuk peluang dan ancaman, yang mempengaruhi perusahaan dan industrinya. Tuliskan peluang terlebih dahulu dan kemudian ancaman. Usahakan untuk se-spesifik mungkin.
(51)
2. Berikan bobot untuk masing-masing faktor dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling penting). Bobot mengindikasikan tingkat penting relatif dari faktor terhadap keberhasilan perusahaan dalam suatu industri. Peluang sering kali diberi bobot lebih tinggi dari ancaman, tetapi ancaman juga dapat diberi bobot yang tinggi jika mereka sangat serius atau sangat mengancam. Bobot yang tepat dapat ditentukan dengan membandingkan keberhasilan atau kegagalan pesaing atau dengan mendiskusikan faktor dan mencapai konsensus kelompok. Penjumlahan dari seluruh bobot yang diberikan kepada semua faktor harus sama dengan 1,0. Didalam
pembobotan faktor-faktor eksternal juga dilakukan
berdasarkan persentase dari hasil kuisioner dan data-data sekunder, kemudian di total. Dari nilai masing-masing faktor tersebut dibagi dengan total, sehingga diperoleh bobot masing-masing faktor.
Didalam pembobotan faktor-faktor eksternal dilakukan berdasarkan diskusi dengan pihak-pihak di PTPN III (Persero) yang telah ditentukan sebelumnya, kemudian ditotal. Dari nilai masing-masing faktor tersebut dibagi dengan total, sehingga diperoleh bobot masing-masing faktor.
3. Berikan peringkat 1 hingga 4 untuk masing-masing faktor
eksternal kunci tentang seberapa efektif strategi perusahaan saat ini dalam merespon faktor tersebut, dimana 4 = respons
(52)
perusahaan superior, 3= renspons perusahaan di atas rata-rata, 2= respon perusahaan rata-rata, dan 1= respon perusahaan jelek. Peringkat didasari pada efektivitas strategi perusahaan. Dengan demikian, peringkat didasarkan pada perusahaan (company based), sedangkan bobot dalam tahap 2 didasarkan pada industri (industri based). Penting untuk diperhatikan bahwa ancaman dan peluang dapat diberi peringkat 1,2,3 atau 4.
4. Kalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkatnya
untuk menentukan nilai tertimbang.
Tanpa mempedulikan jumlah peluang dan ancaman kunci yang dimasukan dalam matriks EFE, total nilai tertimbang tertinggi untuk suatu organisasi adalah 4,0 dan nilai tertimbang terendah adalah 1,0. Total nilai tertimbang rata-rata adalah 2,5. Total nilai tertimbang sebesar 4,0 mengindikasikan bahwa organisasi merespons dengan sangat baik terhadap peluang dan ancaman yang ada dalam industrinya. Dengan kata lain, strategi perusahaan secara efektif mengambil keuntungan dari peluang yang ada saat ini dan meminimalkan efek yang mungkin muncul dari ancaman eksternal. Total nilai 1,0 mengindikasikan bahwa strategi perusahaan tidak memanfaatkan peluang atau tidak menghindari ancaman eksternal (David, 2006).
(53)
4.5.3 Matriks Internal Eksternal
Matriks IE bermanfaat untuk memposisikan perusahaan kedalam matriks yang terdiri dari sembilan sel. Matriks IE terdiri dari dua dimensi, yaitu total skor dari IFE matriks pada sumbu X dan total skor EFE matriks pada sumbu Y. Pada sumbu X dari IE
matriks terdiri dari 3 (tiga) skor yakni ; skor 1,0 – 1,99 menyatakan
bahwa posisi internal lemah, skor 2,0 – 2,99 posisinya adalah
sedang, dan skor 3,0 – 4,0 adalah kuat. Dengan cara yang sama, pada sumbu Y yang dipakai untuk IFE matriks, skor 1,0 – 1,99
menyatakan bahwa posisi eksternal rendah, skor 2,0 – 2,99
posisinya adalah sedang, dan skor 3,0 – 4,0 adalah tinggi. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.1.
4,0 1,0
1,0
Skor Total IFE
S k o r T o ta l E F E
VII VIII IX
3,0 2,0 I II T in g gi S ed a ng R e n da h 3,0 2,0 4,0 III
IV V VI
Lem ah Kuat Sedang
Gambar 4.1. Matriks Internal Eksternal
Matriks IE memiliki 3 (tiga) implikasi strategi yang berbeda (Umar, 2005) yaitu :
a. SBU yang berada pada sel I, II, atau IV dapat digambarkan
sebagai Grow dan Build. Strategi yang cocok bagi SBU ini
(54)
Development, dan Produk Development atau Strategi
Terintegrasi seperti Backward Integration, Forward
Integration, dan Horizontal Integration.
b. SBU yang berada pada sel III, V, VII paling baik
dikendalikan dengan strategi Hold and Maintain.
Strategi-strategi yang umum dipakai yaitu Strategi-strategi Market Penetration
dan Product Development.
c. SBU yang berada pada sel VI, VIII, atau IX dapat
(55)
BAB V
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1. Sejarah Singkat Perusahaan
Pembentukan perusahaan diawali dengan proses pengambilan perusahaan-perusahaan perkebunan milik Belanda oleh pemerintah RI pada tahun 1985 yang dikenal dengan proses nasionalisasi perusahaan perkebunan asing hasil nasionalisasi selanjutnya berubah menjadi Perseroan Perkebunan Negara (PPN), embrio yang turut membentuk perusahaan berasal dari NV. Rubber Cultuur Maatschappij Amsterdam (RCMA) dan
NV. Cultuur Meij’de Oeskut (CMO) merupakan perusahaan Perkebunan
Belanda yang beroperasi di Indonesia sejak zaman Kolonial Hindia Belanda Salah satu perusahaan yang terbentuk diberi nama Perusahaan Perkebunan Negara baru cabang Sumatera Utara (PPN baru). Setelah beberapa kali mengalami perubahaan bentuk/status hukum sesuai dengan aturan perundang-undangan Pemerintah Republik Indonesia. Kemudian pada tahun 1968 PPN oleh pemerintah di restrukturisasi menjadi beberapa kesatuan Perusahaan Negara Perkebunan (PNP). Selanjutnya pada tahun 1974 status hukum PNP diubah menjadi Perseroaan Terbatas (PT) dan diberi nama PT. Perkebunan (Persero).
Dalam rangka meningkatkan efesiensi dan efektivitas kegiatan usaha, perusahaan-perusahaan dalam lingkungan BUMN Sub Sektor perkebunan dengan melakukan kegiatan penggabungan usaha berdasarkan wilayah eksploitasi, selain itu dilakukan perampingan struktur organisasi
(56)
dari program restrukturisasi tersebut telah dilakukan penggabungan 27 (dua puluh tujuh) BUMN perkebunan yaitu PT. Perkebunan I sampai dengan PT. Perkebunan XXXII dan satu BUMN Peternakan yaitu PT. Bina Mulia Ternak menjadi 14 BUMN perkebunan baru yang diberi nama PT. Perkebunan Nusantara.
Kemudian pada tahun 1994 dilakukan proses penggabungan manajemen, 3 BUMN perkebunan terdiri dari PT. Perkebunan III (Persero), PT. Perkebunan IV (Persero), PT. Perkebunan V (Persero). Selanjutnya melalui peraturan-peraturan RI No. 8 Tahun 1996 tanggal 14 Pebruari 1996, ketiga perusahaan tersebut yang wilayah kerjanya di Propinsi Sumatera
Utara menjadi satu yang diberinama “PT. Perkebunan Nusantara III
(Persero)” yang berkedudukan di Medan Sumatera Utara. PT. Perkebunan
III (Persero) didirikan dengan Akte Notaris Hukum Kamil, SH No. 36 tanggal 11 Maret 1996 yang telah disahkan Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat keputusan No. C2-8331. HT. 01. 01 Th. 96 tanggal 8 Agustus 1996 yang dimuat di dalam berita Negara Republik Indonesia No. 81 tahun 1996 dan tambahan Berita Negara No. 8674 tahun 1996.
Seiring dengan perusahaan pola bisnis paradigma baru PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) telah merancang program Transformasi Bisnis sejak bulan Agustus 2003 sebagai kata kunci dari ”Kinerja” PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) sedang melakukan perubahan terhadap pola target of business as usual menjadi pola target of strategic of business. Untuk mendukung keberhasilan program tersebut PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) secara sistematis dan berkesinambungan melakukan
(57)
upaya untuk mensosialisasikan program strategic initiative melalui pemahaman dan penyebaran luasan buku panduan Transformasi Bisnis Unit-Unit Usaha, melalui isntruksi langsung dari distrik manejer/general menajer setempat kepada jajarannya, dan menginformasikan melalui media Nusa Tiga milik PT. Perkebunan III (Persero). Disamping itu melalui Malcom Baldrige PT. Perkebunan III (Persero) telah dan sedang melakukan pelatihan terhadap sejumlah karyawan, pimpinan yang telah ditunjuk untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif sebelum melakukan assessment terhadap jalannya proses program strategic initiative (CBHRM,
OPEX, TQM, CRM dan QFI) sebagai upaya dalam meningkatkan ”kinerja”
perusahaan.
Guna menambah kinerja perusahaan, melalui Surat Keputusan Direksi PTPN-III No. III.01/SKPTS/SP/550/2003 telah ditetapkan sebanyak 8 Distrik sebagai pembagian wilayah kerja PTPN III. Secara rinci, pembagian 8 Distrik Manajer tersebut adalah sebagai berikut :
(58)
Tabel 5.1. Pembagian wilayah kerja PTPN III
NO WILAYAH / DISTRIK KEBUN / UNIT
1. Distrik Labuhan Batu I (DLAB 1)
- Kebun Sei Meranti, Sei Daun, Torgamba, Bukit Tujuh
- PKS Sei Meranti, PKS Sei Daun, PKS Torgamba
2. Distrik Labuhan Batu II (DLAB 2)
- Kebun Sei Baruhur, Sei Kebara, Aek Torop, Aek Raso
- PKS Baruhur, PKS Aek Rosa, PKS Aek Torop 3. Distrik Labuhan Batu III
(DLAB 3)
- Kebun Sisumut, Aek Nabara Utara, Aek Nabara Selatan, Rantau Parapat, Membang Muda, Labuhan Haji, Merbau Selatan
- PKS Sisumut, PSK Aek Nabara Selatan 4. Distrik Asahan
(DASAH)
- Kebun Sei Dadap, Pulau Mandi, Ambalutu, Sei Silau, Bandar Selamat, Huta Padang
- PKS Sei Silau 5. Distrik Simalungun
(DSIMA)
- Kebun Dusun Ulu, Bangun, Bandar Betsy - PSK Sei Mangkei
6. Distrik Deli Serdang I (DSER 1)
- Kebun Gunung Pamela, Gunung Manaco, Silau Dunia, Gunung Para
7. Distrik Deli Serdang II (DSER 2)
- Kebun Sei Putih, Sarang Giting, Tanah Raja, Rambutan
- PKS Rambutan 8. Distrik Tapanuli Selatan
(DTAPS)
- Kebun Hapesong, Batang Toru Sumber : PTPN III, 2011
5.2. Kegiatan Perusahaan
Dengan terbentuknya PT. Perkebunan Nusantara III, maka gerak laju perusahaan ini semakin lancar. Langkah-langkah merehabilitir kebun
terus dilanjutkan, penanaman ulang (replanting) terus dilakukan, perbaikan
sarana sosial untuk karyawan terus ditingkatkan, juga sarana produksi ditingkatkan kapasitasnya. Sedangkan pada mulanya pemasaran hasil hanya bersifat lokal, kemudian ditingkatkan, melangkah menembus pasar Internasional (eksport).
Kemajuan-kemajuan terus dicapai, sehingga pada tahun 1974 dengan potensi yang ada serta telah dimiliki, dirasa perlu untuk memperluas kegiatan usaha, sedangkan areal kebun PT. Perkebunan Nusantara III terbatas dan hampir seluruhnya sudah selesai diremajakan.
(59)
Sejalan dengan pembenahan kebun, maka saran perumahan Staf, Pegawai, Karyawan/i serta sarana lainnya dibangun secara lengkap. Juga sarana ibadah serta sekolah juga mulai dibangun di dalam kebun.
Seiring dengan bertambahnya hasil produksi tanaman kelapa sawit dari kebun sendiri dan kebun sinduk di Distrik Simalungun PTPN-III merencanakan untuk meningkatkan kapasitas PKS yang sudah ada. Pendekatan dilakukan diberbagai pihak, solusi PKS dipilih diareal kebun Sei Mangkei yang dikelola langsung oleh Manajemen PTPN-III.
Dengan semakin meningkatnya kegiatan pengelolaan perusahaan ini, maka pada tahun 1985 diadakan reorganisasi dengan mengangkat beberapa staf yang dapat memperkuat dan memperlancar organisasi.
Demikian selangkah demi selangkah PT. Perkebunan Nusantara III Group terus melangkah maju untuk berpartisipasi dalam pembangunan sub sektor Perkebunan Besar demi mengisi kemerdekaan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
5.3. Struktur Organisasi
Bentuk organisasi yang dipakai suatu perusahaan sangat mempengaruhi kebijakan pimpinan dalam mengorganisasi para bawahan secara keseluruhan. Oleh karenanya menetapkan suatu kebijakan harus terlebih dahulu menetapkan bentuk organisasi (struktur organisasi) yang meneta sedemikian rupa jenjang jabatan atau bagian, sehingga penetapan pegawai disesuaikan dengan keahlian, kecakapan, kemampuan serta tingkat pendidikan pegawai dalam menjalankan tugas yang dibebankan padanya.
(60)
Jadi dengan adanya struktur organisasi yang baik teratur, maka setiap pegawai sesuai jabatannya akan mengetahui tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing, maka setiap rencana kerja yang sudah tersusun rapi akan dapat dilaksanakan dengan baik sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai secara maksimal.
Dalam kaitan ini, PT. Perkebunan Nusantara III memiliki struktur organisasi fungsional dengan pendekatan fungsional yang dipimpin oleh 5 orang Direksi yang berkantor pusat di Medan. Dalam menyelenggarakan kegiatannya PT. Perkebunan Nusantara III membagi bagian kerja menurut fungsinya yang dipimpin oleh seorang Manajer yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan aktivitas setiap bagian fungsinya masing-masing.
Bagi seorang Manajer, struktur organisasi sangat berguna sebagai pedoman dalam pelaksanaan fungsi manajemen yang didalamnya mencerminkan adanya pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab serta komunikasi maupun koordinasi dan pengawasan dalam pelaksanaan tugas masing-masing dalam perusahaan. Bagi karyawan/pegawai juga untuk dapat mengetahui tugas dan tanggung jawab serta kedudukannya dalam organisasi agar dapat bekerja dengan sebaik-baiknya secara efektif dan efisien. Bagan Organisasi digambarkan pada Gambar 5.1.
(61)
Gambar 5.1 Bagan Organisasi PTPN III
5.4. Anak Perusahaan
PTPN III memiliki 11 anak perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan, pemasaran, riset dan penelitian, serta industri hilir atau penunjang dengan kepemilikan saham 3,45% sampai dengan 99,00% yang terdiri dari :
(1)
a. Proses ganti rugi diarahkan kepada proses akuisisi perusahaan perkebunan, lahan perkebunan yang telah memiliki sertifikat HGU menjamin kepastian kepemilikan lahan, walaupun secara finansial akan membutuhkan biaya investasi yang lebih tinggi.
b. Melalui aliansi strategis (joint investment), seperti konsorsium, akuisisi, bermitra dengan perkebunan swasta nasional/internasional. Pola kerjasama berupa sistem bagi hasil ataupun penyertaan saham.
c. Melakukan pendekatan dengan pemerintah pusat melalui Kementerian BUMN sebagai pemilik perusahaan agar dapat memberikan dukungan maksimal dalam bentuk pendanaan.
d. Memberdayakan anak perusahaan yang memiliki potensi lahan pengembangan. Anak Perusahaan dipertimbangkan dapat bergerak lebih fleksibel di dalam menghadapi birokrasi di dalam proses ganti rugi lahan. e. Menyatukan persepsi dalam intern perusahaan, terutama pihak-pihak yang
berhubungan dengan pengembangan areal, agar memiliki langkah-langkah yang lebih jelas dan konkrit, sehingga prosedur menjadi lebih mudah dan tidak panjang.
f. Mendorong pemerintah pusat agar membangun aturan hukum yang lebih jelas bagi pemerintah daerah yang memerlukan lahan perkebunan milik pemerintah agar ditemukan solusi yang tepat dan tidak merugikan perusahaan perkebunan pemerintah.
g. Membangun komunikasi yang lebih baik dengan masyarakat sekitar perkebunan, dengan melibatkan masyarakat dalam berbagai kegiatan
(2)
perusahaan, sehingga kesadaran masyarakat tumbuh dan tidak lagi melakukan pencurian atau penggarapan lahan secara ilegal.
h. Membangun suatu lembaga yang membantu para petani yang memiliki lahan potensial agar mampu memaksimalkan potensi arealnya dengan memanfaatkan pendanaan dari dana revitalisasi perkebunan yang disediakan pemerintah.
(3)
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
a. Strategi Pengembangan Produk merupakan strategi yang dihasilkan dari IE Matriks. Strategi pengembangan mengarahkan perusahaan agar memprioritaskan upaya pengembangan ke arah industri hilir yang menghasilkan produk turunan dari CPO. Pengembangan areal tetap dilaksanakan dengan mendefenisikan kembali kriteria lahan yang dibutuhkan oleh perusahaan dan tetap memelihara lahan yang ada, hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya perusahaan dan kondisi internal eksternal perusahaan.
b. Faktor-faktor dari lingkungan internal yang menjadi penyebab ketidak berhasilan pengembangan areal adalah :
1) Dukungan dari pemilik perusahan kurang maksimal.
2) Terdapat perbedaan sudut pandang mengenai pelaksanaan kebijakan pengembangan areal.
3) Birokrasi pelaksanaan pengembangan areal yang terlalu panjang. 4) PTPN III belum pernah melakukan pengembangan areal.
c. Faktor-faktor dari lingkungan eksternal yang menjadi penyebab ketidakberhasilan pengembangan areal adalah :
(4)
1) Pemekaran wilayah yang mendorong meningkatnya kebutuhan lahan untuk pembangunan gedung perkantoran wilayah pemekaran. 2) Pembangunan fasilitas umum dan prasarana sosial cenderung
memanfaatkan areal perkebunan.
3) Masyarakat sekitar areal perkebunan yang melakukan pencurian atau penggarapan areal secara ilegal.
4) Kepemilikan lahan tidak jelas.
5) Isu lingkungan mengenai dampak perkebunan kelapa sawit.
6) Masuknya pesaing dari perkebunan swasta dan asing yang memiliki permodalan kuat.
7.2. Saran
Dari hasil kesimpulan, penulis menyarankan :
i. Proses ganti rugi diarahkan kepada proses akuisisi perusahaan perkebunan, lahan perkebunan yang telah memiliki sertifikat HGU menjamin kepastian kepemilikan lahan, walaupun secara finansial akan membutuhkan investasi yang lebih tinggi.
j. Melalui aliansi strategis (joint investment), seperti konsorsium, akuisisi, bermitra dengan perkebunan swasta nasional/internasional. Pola kerjasama berupa sistem bagi hasil ataupun penyertaan saham.
k. Melakukan pendekatan dengan pemerintah pusat melalui Kementerian BUMN sebagai pemilik perusahaan agar dapat memberikan dukungan maksimal dalam bentuk pendanaan.
(5)
l. Memberdayakan anak perusahaan yang memiliki potensi lahan pengembangan. Anak perusahaan dipertimbangkan dapat bergerak lebih fleksibel di dalam menghadapi birokrasi di dalam proses ganti rugi lahan.
m. Menyatukan persepsi dalam intern perusahaan, terutama pihak-pihak yang berhubungan dengan pengembangan areal, agar memiliki langkah-langkah yang lebih jelas dan konkrit, sehingga prosedur menjadi lebih mudah dan tidak panjang.
n. Mendorong pemerintah pusat agar membangun aturan hukum yang lebih jelas bagi pemerintah daerah yang memerlukan lahan perkebunan milik pemerintah agar ditemukan solusi yang tepat dan tidak merugikan perusahaan perkebunan pemerintah.
o. Membangun komunikasi yang lebih baik dengan masyarakat sekitar perkebunan, dengan melibatkan masyarakat dalam berbagai kegiatan perusahaan, sehingga kesadaran masyarakat tumbuh dan tidak lagi melakukan pencurian atau penggarapan lahan secara ilegal.
p. Membangun suatu lembaga yang membantu para petani yang memiliki lahan potensial agar mampu memaksimalkan potensi arealnya dengan memanfaatkan pendanaan dari dana revitalisasi perkebunan yang disediakan pemerintah.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
David, Fred R., 2006, Strategic Management Concepts and Cases, Tenth edition, Pearson Prentice Hall Inc.
Jatmiko, RD, 2004, Manajemen Strategik, Edisi Pertama, UMM Press, Malang Jauch, Laurende R. dan William F. Gluech, 1999, Manajemen Strategi dan
Kebijakan Perusahaan, Edisi Ketiga, Alih : Murtado, Penerbit Erlangga, Jakarta
Kotler, Philip, 2005, Manajemen Pemasaran, PT INDEKS Kelompok Gramedia, Jakarta
Kuncoro, Mudrajad, 2006, Strategi : Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif ?, Erlangga, Jakarta
Rangkuti, Freddy, 2000, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Robinson, Richard B, JR & John A. Pearce II, 1997, Manajemen Strategik Formula, Implementasi, dan Pengendalian, Binarupa Aksara, Jakarta
Sugiyono, 2006, Metode Penelitian Bisnis, Penerbit Alfabeta, Bandung
Susila, Wayan R., 2004, Peluang Pengembangan Kelapa Sawit Indonesia : Perspektif Jangka Panjang 2025, Jurnal Lembaga Riset Perkebunan, Bogor
Thompson & Strickland, 2001, Strategic Management Concept and Cases, 11th Edition, McGraw-Hill International Series
Umar, Husein, 2004, Strategic Management in Action, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
http://www.investorwords.com, diakses pada tanggal 10 Oktober 2011
http://www.indonesiafinancetoday.com/read/5727/Pemerintah-Lanjutkan-Program-Revitalisasi-Perkebunan, diakses pada tanggal 24 Oktober 2011