Rasa Nyeri Enzym Cyclooxygenase

2.4.2. Inflamasi

Sampai sekarang fenomen inflamasi tingkat bioselular masih belum dapat dijelaskan secara rinci. Fenomen yang diketahui dan disepakati adalah meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal ialah kalor, rubor, tumor, dolor, dan functio laesia . Selama berlangsungnya fenomen inflamasi banyak mediator kimiawi yang dilepaskan secara lokal antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin 5HT, faktor kemotaktik, bradikinin, leukotrien dan PG. dengan migrasi sel fagosit ke daerah ini, maka membran lisozim pecah dan melepaskan enzim pemecah. Obat AINS dikatakan tidak berefek terhadap mediator kimiawi tersebut kecuali PG. 7 Secara in vitro terbukti bahwa prostaglandin E 2 PGE 2 dan prostasiklin PGI 2 dalam jumlah nanogram, menimbulkan eritema, vasodilatasi dan peningkatan aliran darah lokal. Histamin dan bradikinin dapat meningkatkan permeabilitas vaskular, tetapi efek vasodilatasinya tidak besar. Dengan penambahan sedikit PG, efek eksudasi plasma histamin dan bradikinin akan lebih jelas. Migrasi leukosit ke jaringan radang merupakan aspek penting dalam proses inflamasi. PG sendiri tidak bersifat kemotaktik, tetapi produk lain dari asam arakidonat yakni leukotrien B 4 merupakan zat kemotaktik yang sangat poten. Obat AINS tidak menghambat sistem lipooksigenase yang menghasilkan leukotrien sehingga golongan obat ini tidak menekan migrasi sel. Tetapi bila diberi dosis yang besar terlihat juga penghambatan migrasi sel tanpa mempengaruhi enzim lipoksigenase. Obat yang menghambat biosintesis PG maupun leukotrien tentu lebih poten menekan proses inflamasi. 7

2.4.3. Rasa Nyeri

PG hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau inflamasi. Penelitian telah membuktikan bahwa PG menyebabkan 10 sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulus mekanik dan kimiawi. Jadi PG menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata. 7 Obat AINS tidak mempengaruhi hiperalgesia atau nyeri yang ditimbulkan oleh efek langsung PG. Ini menunjukkan bahwa sintesis PG yang dihambat oleh golongan obat tadi. 7 Rangsang Gangguan pada membran sel Dihambat kortikosteroid Enzim fosfolipase Fosfolopid Asam arakidonat Enzim lipooksigenase Enzim siklo-oksigenase Dihambat obat AINS Hidroperoksid Endoperoksid PGG 2 PGH PGE 2 ,PGF 2 ,PGD 2 Prostasiklin Leukotrien Tromboksan A 2 Gambar 2.3 . Biosintesis Prostaglandin 11

2.4.4. Enzym Cyclooxygenase

Cyclooxygense COX adalah suatu enzim yang mengkatalis sintesis prostaglandin dari asam arakidonat. Prostaglandin memediasi sejumlah besar proses di tubuh termasuk inflamasi,nyeri, sekresi pelindung lapisan lambung, mempertahankan perfusi renal, dan aggregasi platelet. AINS memblok aksi dari enzim COX maka menurunkan produksi mediator prostaglandin. Hal ini menghasilkan kedua efek, baik yang positif analgesia, antiinflamasi maupun yang negatif ulkus lambung, penurunan perfusi renal, perdarahan. Aktifitas COX dihubungkan dengan 2 isoenzim, yang ubiquitously dan constitutive diekspresikan sebagai COX-1 dan yang diinduksi inflamasi COX-2. COX-1 terdapat terutama di mukosa lambung, parenchym ginjal, dan platelet. COX-1 hanya sedikit diregulasi dalam merespon hormon inflamasi. Enzim ini penting dalam proses homeostatik seperti aggregasi platelet, keutuhan mukosa gastrointestinal, dan fungsi ginjal. Sebaliknya, COX-2 bersifat inducible dan diekspresikan terutama pada tempat trauma otak dan ginjal dan menimbulkan inflamasi, demam,nyeri dan carcinogenesis. Keberadaan COX-2 bisa difasilitasi beberapa proses onkogenik, termasuk invasi tumor, angiogenesis, dan metastase. Regulasi COX-2 yang transien di medulla spinalis dalam merespon inflamasi pembedahan mungkin penting dalam sensitisasi sentral. 5

2.4.5. Klasifikasi AINS

Dokumen yang terkait

Perbandingan Nilai Visual Analogue Scale dan Efek Samping dari Gabapentin 900 Mg dengan Gabapentin 1200 Mg per Oral sebagai Preemptif Analgesia Pascabedah dengan Spinal Anestesi

3 144 116

Perbandingan Efek Analgesia Parasetamol 15 mg/kgBB Intravena Dengan Metamizol 15 mg/kgBB Intravena Sebagai Preventif Analgesia Pada Pembedahan Pasien Anak Dengan Anestesi Umum

2 63 94

Perbandingan Ketamin Dosis 0.5 mg kgBB IV dan 1 mg kgBB IV Sebagai Preemptif Analgesia Pada Pascaoperasi Ginekologi Dengan Anestesi Umum

0 0 15

Perbandingan Ketamin Dosis 0.5 mg kgBB IV dan 1 mg kgBB IV Sebagai Preemptif Analgesia Pada Pascaoperasi Ginekologi Dengan Anestesi Umum

1 1 2

Perbandingan Ketamin Dosis 0.5 mg kgBB IV dan 1 mg kgBB IV Sebagai Preemptif Analgesia Pada Pascaoperasi Ginekologi Dengan Anestesi Umum

0 0 7

Perbandingan Ketamin Dosis 0.5 mg kgBB IV dan 1 mg kgBB IV Sebagai Preemptif Analgesia Pada Pascaoperasi Ginekologi Dengan Anestesi Umum

0 0 21

Perbandingan Ketamin Dosis 0.5 mg kgBB IV dan 1 mg kgBB IV Sebagai Preemptif Analgesia Pada Pascaoperasi Ginekologi Dengan Anestesi Umum

0 0 3

Perbandingan Ketamin Dosis 0.5 mg kgBB IV dan 1 mg kgBB IV Sebagai Preemptif Analgesia Pada Pascaoperasi Ginekologi Dengan Anestesi Umum

1 2 15

Efek Ketorolak 30 Mg Intravena Sebagai Preemptive Analgesia Pada Operasi

0 0 51

Perbandingan Nilai Visual Analogue Scale dan Efek Samping dari Gabapentin 900 Mg dengan Gabapentin 1200 Mg per Oral sebagai Preemptif Analgesia Pascabedah dengan Spinal Anestesi

0 0 8