5. Kebijakan disteribusi beras untuk keluarga miskin raskin. Dengan demikian butir butir yang terkandung dalam inpres tersebut
merefleksikan bahwa pemerintah telah menerapkan kebijakan promosi dan proteksi untuk mengembangkan ekonomi perberasan nasional. Melalui kebijakan
proteksi dan promosi, diharapkan ketahanan pangan nasional dapat dibangun atas kemandirian pangan yang berkelanjutan Suryana dan Hermanto, 2003.
2.3. Luas Lahan
Pertanian adalah sektor terbesar dalam hampir setiap ekonomi negara berkembang. Sektor ini menyediakan pangan bagi sebagian besar penduduknya,
memberikan lapangan kerja bagi hampir seluruh angkatan kerja yang ada, menghasilkan bahan mentah, bahan baku atau penolong bagi industri dan menjadi
sumber terbesar penerimaan devisa. Silitonga, 1996. Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha, dan skala usaha ini
pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian. Sering kali dijumpai makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian akan
semakin tidak efisien lahan tersebut. Sebaliknya pada luasan lahan yang sempit, upaya pengusahaan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik,
penggunaan tenaga kerja tercukupi dan tersedianya modal juga tidak terlalu besar, sehingga usaha pertanian seperti ini sering lebih efisien, meskipun demikian
luasan yang terlalu kecil cenderung menghasilkan usaha yang tidak efisien Soekartawi, 1993.
Lahan sawah mempunyai arti yang terpenting dalam menentukan ketahanan pangan nasional. Ketahanan pangan meliputi aspek ketersediaan bahan
pangan, aksesibilitas masyarakat terhadap bahan pangan dan keamanan pangan
Hasman Hasyim : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras di Sumatera Utara, 2007 USU e-Repository © 2008
food Safety. Lebih dari 90 beras yang dikonsumsi di Indonesia dihasilkan di dalam negeri dan sekitar 95 dari beras dalam negeri tersebut dihasilkan dari
lahan sawah. Kekurangan kebutuhan beras selama ini dipenuhi dengan beras impor, jaminan ketersediaan beras impor lebih rendah dibandingkan dengan
ketersediaan beras di dalam negeri. Selain ditentukan oleh kondisi produksi dari negara pengekspor, hubungan bilateral antara negara pengekspor dengan
Indonesia serta keamanan regional menentukan ketersediaan beras impor Susanto, 2004.
Terdapat kecenderungan bahwa konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian mengalami percepatan. Dari tahun 1981 sampai tahun 1999 terjadi
konversi lahan sawah di Jawa seluas 1 Juta ha dan 0,62 juta ha di luar Jawa. Walaupun dalam priode waktu yang sama dilakukan percetakan sawah seluas 0,52
juta ha di Jawa dan sekitar 2,7 juta ha di luar pulau Jawa, namun kenyataannya percetakaan lahan sawah tanpa diikuti dengan pengontrolan konversi, tidak
mampu membendung peningkatan ketergantungan Indonesia terhadap beras impor. Selain itu, konversi lahan pertanian juga menyebabkan hilangnya berbagai
multifungsi pertanian lainnya selain ketahanan pangan, terutama fungsi lingkungan Agus, 2004.
Konversi lahan sawah adalah suatu proses yang disengaja oleh manusia anthropogenic, bukan suatu proses alami. Kita ketahui bahwa percetakan sawah
dilakukan dengan biaya tinggi, namun ironisnya konversi lahan sulit dihindari dan terjadi setelah sistem produksi pada lahan sawah tersebut berjalan dengan baik.
Contohnya berbagai sentra produksi beras di daerah pantura telah dijadikan sebagai kawasan industri. Hal ini menunjukkan antara sektor pertanian dan
industri masih berjalan sendiri sendiri. Tidak ada penilaian seberapa banyak
Hasman Hasyim : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras di Sumatera Utara, 2007 USU e-Repository © 2008
kerugian ekonomi dan lingkungan akibat dikonversinya lahan sawah produktif. Analisis ekonomi jangka pendek sering lebih mengemukakan walaupun
sebenarnya tidak cocok karena pengelolaan lahan menyangkut aspek kelestarian sumberdaya alam Anwar, 1993.
2.4. Produktivitas Beras