Motivasi Orang Batak Toba di Kecamatan Tarutung Dalam Melakukan

penduduk yang beragama Katolik sebesar 4,49. Banyaknya rumah tangga pada tahun 2007 sebesar 7.861 dengan kepadatan penduduk 356,65 JiwaKm 2 . Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Tarutung adalah bertani, beternak, menenun ulos, berdagang, pegawai negeri, dan ada juga yang wiraswasta. Kecamatan Tarutung merupakan salah satu objek wisata rohani, yaitu terdapatnya Salib Kasih. Sasaran sampel yang diperoleh bukan dari masing-masing desa, akan tetapi hanya dari beberapa desa dimana ada terdapat pengangkatan anak. Para responden adalah para orang tua angkat yang telah memenuhi persyaratan berdasarkan Undang- Undang untuk melakukan pengangkatan anak. Para responden tidak bersedia untuk memberikan identitas maupun alamat mereka yang sebenarnya.

C. Motivasi Orang Batak Toba di Kecamatan Tarutung Dalam Melakukan

Pengangkatan Anak Pengangkatan anak bukanlah suatu hal yang baru yang kita temui dalam masyarakat. Hal ini sudah berlangsung sejak lama. Motivasi pengangkatan anak juga beranekaragam. Motivasi pengangkatan anak bila ditinjau dari segi hukum adat ada 14 macam, antara lain : 40 1. Karena tidak mempunyai anak. 2. Karena belas kasihan kepada anak tersebut, disebabkan orang tua si anak tidak mampu memberikan nafkah kepadanya. 40 Muderis Zaini, SH, Op.Cit., hlm. 63. Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 3. Karena belas kasihan, disebabkan anak yang bersangkutan tidak mempunyai orang tua yatim piatu. 4. Karena hanya mempunyai anak laki-laki, maka diangkatlah anak perempuan atau sebaliknya. 5. Sebagai pemancing bagi yang tidak punya anak untuk bisa mempunyai anak kandung. 6. Untuk menambah jumlah keluarga. 7. Dengan maksud agar si anak yang diangkat mendapat pendidikan yang baik. 8. Karena faktor kepercayaan, yaitu untuk mengambil berkat atau tuah baik bagi orang tua yang mengangkat dan untuk anak yang diangkat agar kehidupannya bertambah baik. 9. Untuk menyambung keturunan dan mendapatkan pewaris regenerasi bagi yang tidak mempunyai anak kandung. 10. Adanya hubungan kekeluargaan, lagi pula tidak mempunyai anak, maka diminta oleh orang tua kandung si anak kepada suatu keluarga tersebut supaya dijadikan anak angkat. 11. Diharapkan anak angkat dapat menolong di hari tua dan menyambung keturunan bagi yang tidak mempunyai anak. 12. Karena kasihan atas nasib anak yang seperti tidak terurus. 13. Untuk mempererat hubungan kekeluargaan. Misalnya hal ini terjadi karena berbagai macam latar belakang yang dapat menyebabkan kerenggangan keluarga, proses saling menjauhkannya suatu lingkaran keluarga, maka Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 diperlukan pengangkatan anak semacam ini dalam rangka mempererat kembali hubungan kekeluargaan. 14. Karena anak kandung sering penyakitan atau selalu meninggal, maka untuk menyelamatkan si anak diberikanlah anak tersebut kepada keluarga atau orang lain yang belum atau tidak mempunyai anak dengan harapan anak yang bersangkutan akan selalu sehat dan panjang usia. Tujuan hidup masyarakat Batak Toba adalah tercapainya hamoraon kekayaan, hagabeon keturunan yang banyak dan hasangapon kemuliaan. Para orang tua dalam kehidupannya menginginkan agar mempunyai keturunan yang banyak, yaitu maranak sampulu pitu, marboru sampulu onom mempunyai anak laki- laki sebanyak 17 orang dan anak perempuan sebanyak 16 orang. Dari ungkapan di atas kelihatan bahwa anak laki-laki mempunyai keistimewaan dalam pandangan orang tua, karena dalam perbandingan jumlah anak kelihatan bahwa jumlah anak laki-laki lebih banyak dari jumlah anak perempuan. Bagi seorang ayah, anak laki-laki adalah penerus garis keturunannya, sehingga anak laki-laki sering disebut ayahnya sebagai sinuan tunas tunas yang baru. Apabila seorang ayah tidak memiliki anak laki-laki, maka si ayah disebut punu, kelak bila ia meninggal disebut mate punu, suatu bentuk kematian yang amat tercela karena Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 silsilahnya akan terputus dan seluruh harta bendanya akan diambil alih oleh saudara- saudaranya ditean. 41 Oleh sebab itu orang Batak sangat mendambakan agar anaknya yang pertama adalah laki-laki. Dalam keadaan demikian sang isteri tidak merasa khawatir lagi akan diceraikan karena telah ada ihot pengikat dirinya dengan marga suaminya. Seorang ayah dalam kenyataannya lebih kasih kepada anak laki-lakinya. Dalam ungkapan sering disebut dompak marmeme anak, unduk marmeme boru, maksudnya adalah wajah si ayah berhadapan dengan anak laki-lakinya bila marmeme yaitu suatu cara yang khas dalam memberi makan seorang bayi, dimana orang tua mengunyah nasi dalam mulutnya sehingga lumat dan kemudian dimasukkan ke mulut si bayi, hal mana sekarang telah jarang dilakukan, sedangkan terhadap boru anak perempuan bersikap menunduk. Ungkapan ini menggambarkan perlakuan yang lebih istimewa terhadap anak laki-laki. 42 Seorang Pemuka Adat di Kecamatan Tarutung menuturkan apabila dalam suatu keluarga tidak memiliki anak laki-laki, dahulu akan mengalami hal-hal berikut ini : 43 a. Putus marga. b. Apabila dia meninggal, dia tidak sarimatua, yaitu suatu tingkatan kesejahteraan menurut adat Batak Toba yang berpengaruh pada upacara kematian seseorang. 41 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Tata Kelakuan Di Lingkungan Pergaulan Keluarga Dan Masyarakat Setempat Daerah Sumatera Utara, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 19841985, hlm. 32. 42 Ibid. 43 Wawancara dengan H. Siregar, Pemuka Adat di Tarutung, pada tanggal 19 Juli 2008. Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 c. Dang boi pajongjong adat di harajaon, yang artinya bahwa dia tidak boleh mengadakan pesta besar seperti pesta tambak ulaon turun. d. Songon tandiang na hapuloan merasa terasing. e. Mengkel di sihapataran, tangis di sihabunian tertawa di tempat ramai, tetapi menangis di tempat yang tersembunyi. Bagi masyarakat Batak Toba, anak adalah kebanggaan yang tiada taranya, sehingga sering disebut anakkonhi do hamoraon di au, yang artinya anakku adalah kekayaan bagiku. Dalam kehidupan masyarakat Batak Toba, orang tua rela untuk melakukan apa saja asalkan anaknya dapat hidup lebih baik dari kehidupan orang tuanya yang sekarang. Seorang anak harus lebih berhasil atau lebih tinggi kedudukannya dari orang tuanya. Oleh karena itu si anak tersebut disekolahkan setinggi mungkin ingkon do singkola satimbo-timbona agar kelak anak tersebut mendapat penghidupan yang lebih baik yang dapat menaikkan derajat orang tuanya. Oleh karena demikian pentingnya arti seorang anak bagi kehidupan masyarakat Batak Toba, sehingga apabila dalam suatu keluarga tidak mempunyai anak setelah menikah sekian tahun akan melakukan pengangkatan anak. Para responden yang di wawancarai adalah pasangan suami-isteri yang pernah melakukan pengangkatan anak, bahkan juga ada single parent yang melakukan pengangkatan anak. Para responden tersebut memiliki syarat-syarat kriteria yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan untuk melakukan pengangkatan anak. Para responden tersebut tidak bersedia untuk memberikan identitas maupun alamat mereka yang sebenarnya. Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data-data dari hasil wawancara dengan para responden yaitu 15 orang pasangan suami-isteri yang melakukan pengangkatan anak, para informan yaitu 1 orang notaris, 3 orang pemuka adat dan ketua pengadilan negeri Tarutung, ditambah 2 Penetapan Pengadilan tentang permohonan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Tarutung, maka dibawah ini akan diuraikan Motivasi dilakukannya pengangkatan anak oleh masyarakat batak toba di Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara sebagai berikut : Tabel 2.a. Motivasi Pengangkatan Anak Oleh Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung n = 15 Jenis Kelamin Anak Angkat No Motivasi Pengangkatan Anak Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Untuk melanjutkan keturunan 6 - 6 40 2 Rasa belas kasihan, mengurus hari tua dan untuk melanjutkan keturunan 3 2 5 33,3 3 Rasa belas kasihan dan ikatan kekeluargaan 1 2 3 20 4 Untuk kepentingan adat - 1 1 6,7 Jumlah 10 5 15 100 Sumber : Data primer yang diolah, tahun 2008. Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 Dari Tabel 2.a di atas dapat kita lihat latar belakang pengangkatan anak oleh masyarakat Batak Toba di Tarutung dari 15 responden adalah untuk melanjutkan keturunan 40, rasa belas kasihan, mengurus hari tua dan melanjutkan keturunan 33,3, rasa belas kasihan dan ikatan kekeluargaan 20, untuk kepentingan adat 6,7. Dari tabel tersebut dapat dilihat kecenderungan latar belakang pengangkatan anak oleh masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung adalah untuk melanjutkan keturunan. Kecenderungan ini dapat dikatakan timbul karena pentingnya arti seorang anak laki-laki bagi masyarakat Batak Toba di Tarutung untuk meneruskan garis keturunan. Apabila dalam suatu keluarga tidak ada mempunyai seorang anak laki- laki, maka garis keturunan atau penerus nama keluarga tersebut tidak akan ada lagi atau akan berhenti sampai disitu. Oleh karena itu sangatlah penting arti seorang anak laki-laki bagi masyarakat batak toba. Selain itu masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal, dimana yang melanjutkan garis keturunan adalah anak laki-laki, sehingga apabila dalam suatu keluarga tidak ada anak laki-laki, maka akan mengangkat seorang anak laki-laki sebagai penerus keturunan. 44 Latar belakang pengangkatan anak dilakukan karena terdorong rasa belas kasihan dan ingin meningkatkan kesejahteraan anak tersebut, biasanya latar belakang anak yang diangkat berasal dari luar kerabat yang orang tuanya tidak mampu karena 44 J.C. Vergouwen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, LKis, Yogyakarta, 1986, hlm. 302. Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 banyak anaknya atau karena anak tersebut lahir dari orang tua yang tidak terikat perkawinan sah, sehingga ibu kandungnya tidak mau merawat anak tersebut dan ingin menutupi aibnya dengan memberikan anaknya tersebut kepada orang lain. Ada juga latar belakang pengangkatan anak karena rasa belas kasihan dan ikatan kekeluargaan. Hal ini biasanya karena rasa kasihan melihat anak tersebut tidak terurus oleh orang tua kandungnya, oleh karena anaknya banyak dan kesulitan ekonomi. Untuk dapat memberikan penghidupan yang lebih baik bagi si anak dan untuk mempererat ikatan kekeluargaan, maka anak tersebut diangkat sebagai anak. Perincian latar belakang pengangkatan anak dari para responden akan diuraikan sebagai berikut : 1 Ada 6 orang responden yang melakukan pengangkatan anak dengan latar belakang, yaitu : untuk melanjutkan keturunan. 2 Ada 5 orang responden yang melakukan pengangkatan anak dengan latar belakang, yaitu : rasa belas kasihan, mengurus hari tua dan untuk melanjutkan keturunan. 3 Ada 3 orang responden yang melakukan pengangkatan anak dengan latar belakang, yaitu : rasa belas kasihan dan ikatan kekeluargaan. 4 Ada 1 orang responden yang melakukan pengangkatan anak dengan latar belakang, yaitu : untuk kepentingan adat. Untuk kepentingan adat maksudnya adalah bahwa apabila anak yang diangkat tersebut hendak menikah, maka dalam perkawinan adatnya nanti jelas identitas dirinya, bahwa dia merupakan Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 anak dari orang tua angkatnya. Sehingga demi kepentingan adat tersebut, anak tersebut diangkat sebagai anak. Selanjutnya berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Tarutung dapat dilihat motivasi pengangkatan anak oleh masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung melalui tabel di bawah ini : Tabel 2.b. Motivasi Pengangkatan Anak Oleh Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Tarutung Tahun 2004–2007 Jenis Kelamin Anak Angkat No Motivasi Pengangkatan Anak Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Untuk melanjutkan keturunan 1 - 1 50 2 Rasa belas kasihan, mengurus hari tua dan untuk melanjutkan keturunan 1 - 1 50 Jumlah 2 - 2 100 Sumber : Dokumentasi Pengadilan Negeri Tarutung tahun 2004 – 2007 yang diolah. Dari Tabel 2.b, motivasi pengangkatan anak oleh masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung berdasarkan penetapan pengadilan adalah untuk melanjutkan keturunan 50 dan karena rasa belas kasihan, mengurus hari tua dan untuk melanjutkan keturunan 50. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, bahwa masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung dalam melakukan pengangkatan anak cenderung untuk Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 melakukannya berdasarkan adat kebiasaan yang berlaku, dan sangat sedikit yang pergi ke pengadilan untuk melakukan pengangkatan anak. Hal ini disebabkan oleh karena kurangnya pengetahuan masyarakat Batak Toba di Tarutung akan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dimana dalam melakukan pengangkatan anak dapat juga dilakukan melalui penetapan pengadilan ataupun melalui notaris. Menurut masyarakat Batak Toba yang ada di Kecamatan Tarutung, bahwa dalam melakukan pengangkatan anak cukup dilakukan melalui adat Batak Toba yang berlaku dan tidak perlu di minta penetapannya ke pengadilan. 45 Dari 2 penetapan pengadilan mengenai pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Tarutung, ditemui motivasi pengangkatan anak adalah : 1 Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Tarutung Nomor : 09Pdt.P2004PN-Trt, dimana sepasang suami-isteri, yaitu J.M. Nainggolan dan Ny. N.J. br. Marbun mengangkat seorang anak laki-laki yang berasal dari luar kerabat yaitu anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah dengan latar belakang tidak mempunyai keturunan setelah 10 tahun menikah. 2 Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Tarutung Nomor : 11Pdt.P2005PN-Trt., dimana sepasang suami-isteri, yaitu S.P. Hutagalung dan Ny. T. br. Tobing mengangkat seorang anak laki-laki yang berasal dari luar kerabat yaitu anak yang tidak diketahui asal usulnya dengan latar belakang : 45 Wawancara dengan Poltak Hutagalung, Pemuka Adat Batak Toba di Tarutung, pada tanggal 8 Mei 2008. Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 rasa belas kasihan terhadap si anak, agar ada yang mengurus mereka kelak bila sudah tua dan juga karena mereka tidak mempunyai keturunan. Dari kedua penetapan pengadilan di atas nampak bahwa anak yang diangkat adalah anak yang berasal dari luar kerabat ada yang berasal dari luar perkawinan yang sah dan yang satu lagi tidak diketahui asal usulnya. Hal ini pada prinsipnya bertentangan dengan adat masyarakat Batak Toba, dimana menurut adat masyarakat Batak Toba anak yang diangkat haruslah berasal dari keluargakerabat sendiri. Oleh karena adanya hal inilah makanya pasangan tersebut datang ke pengadilan untuk meminta perlindungan dan kepastian hukum. 46 1 Kriteria Objek Pengangkatan Anak Kriteria objek pengangkatan anak yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 3.a. Kriteria Objek Pengangkatan Anak Oleh Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung n=15 No Kriteria Objek Pengangkatan Anak Jumlah 1 Anak Laki-laki 10 66,67 2 Anak Perempuan 5 33,33 Jumlah 15 100 Sumber : Data primer yang diolah tahun 2008. 46 Wawancara dengan Saur Sitindaon, Ketua Pengadilan Negeri Tarutung, pada tanggal 7 Mei 2008. Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 Dari Tabel 3.a. di atas dapat dilihat bahwa objek pengangkatan anak pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung, dari 15 orang responden yang mengangkat anak laki-laki sebanyak 10 orang 66,67 dan yang mengangkat anak perempuan sebanyak 5 orang 33,33. Selanjutnya berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Tarutung dapat dilihat motivasi pengangkatan anak oleh masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung melalui tabel di bawah ini : Tabel 3.b. Kriteria Objek Pengangkatan Anak Oleh Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung Berdasarkan Penetapan Pengadilan Tarutung Tahun 2004-2007 No Kriteria Objek Pengangkatan Anak Jumlah 1 Anak Laki-laki 2 100 2 Anak Perempuan - Jumlah 2 100 Sumber : Dokumentasi Pengadilan Negeri Tarutung tahun 2004-2007 yang diolah. Dari Tabel 3.b. di atas dapat dilihat bahwa objek pengangkatan anak pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Tarutung tahun 2004 – 2007, dari 2 penetapan yang mengangkat anak laki- laki sebanyak 2 orang 100 dan tidak ada yang mengangkat anak perempuan 0. Dari kedua tabel di atas, jelas nampak perbedaan yang jelas antara kedua objek pengangkatan anak tersebut, dimana ada kecenderungan untuk mengangkat anak laki-laki lebih besar dari pada mengangkat anak perempuan. Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 Hal ini dikaitkan dengan latar belakang terjadinya pengangkatan anak oleh masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung yaitu untuk meneruskan keturunan. Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung menganut sistem kekeluargaan patrilineal, dimana anak laki-laki sebagai penerus keturunan. Apabila dalam keluarga tersebut tidak ada keturunan atau anak laki-laki, maka keluarga tersebut akan memilih untuk mengangkat anak laki-laki dari pada anak perempuan, karena anak laki-laki lah yang dapat menyandang nama keluarga dan melanjutkan keturunan. Selain itu juga dalam masyarakat Batak Toba, seorang ayah selalu sayang kepada anak-anaknya, teristimewa kepada anak laki-laki. Hal ini disebabkan anak laki-laki adalah tampuk ni pusu-pusu, ihot ni ate-ate anak laki-laki merupakan jantungnya dan pengikat hatinya. Makna yang lebih dalam dari ungkapan ini adalah anak laki-laki merupakan sandaran hidup orang tuanya, terutama kelak bila mereka tua. Menurut kebiasaan masyarakat Batak Toba, antara ayah dengan anak perempuan dibatasi oleh hubungan segan na marsubang, yang dalam istilah antropologi sering disebut avoidance relationship. 47 Oleh sebab itu antara ayah dengan anak perempuan tidak boleh bermain-main atau berseloroh yang berlebih- lebihan sebagaimana layaknya antara ayah terhadap anak laki-lakinya; tetapi antara mereka harus menjaga sopan santun baik dalam berbicara maupun bertingkah laku. 47 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit. hlm. 37. Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 Akan tetapi walaupun begitu, dalam kehidupan masyarakat Batak Toba terdapat ungkapan anak hamatean, boru hangoluan, yang artinya anak laki-laki sering menyebabkan kematian orang tuanya karena selalu menghabisi harta kekayaan orang tuanya. Sebaliknya anak perempuan adalah kehidupan bagi orang tuanya karena anak perempuan lebih bertanggung jawab dan perhatian kepada orang tuanya. 48 Sesuai dengan perkembangan jaman yang sekarang ini, sudah seharusnya perbedaan antara anak laki-laki dengan anak perempuan tidak lagi menjadi masalah. Akan tetapi oleh karena masyarakat Batak Toba yang berada di Kecamatan Tarutung masih menjunjung adat dan kebiasaan setempat, oleh karena itu terdapat kecendrungan apabila dalam suatu keluarga tidak mempunyai keturunan, terutama anak laki-laki maka lebih banyak para orang tua angkat mengangkat anak angkat laki- laki dari pada mengangkat anak angkat perempuan. 2 Kriteria Subjek Pengangkatan Anak Kriteria subjek pengangkatan anak pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung dapat dilihat dari tabel berikut ini : 48 S. Aritonang, Catatan Adat Istiadat Batak , Balian Guru, Medan, 1990, hlm. 39. Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 Tabel 4.a. Kriteria Subjek Pengangkatan Anak Pada Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Tarutung n=15 No Kriteria Subjek Pengangkatan Anak Jumlah 1 Pasangan suami-isteri tidak punya anak 11 73,33 2 Pasangan suami-isteri punya anak 3 20 3 Single parent Janda tidak punya anak 1 6,67 Jumlah 15 100 Sumber : Data primer yang diolah tahun 2008. Dari Tabel 4.a di atas dapat dilihat subjek pengangkatan anak oleh masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung dari 15 orang responden adalah pasangan suami-isteri yang tidak mempunyai anak sebanyak 11 orang 73,33, pasangan suami-isteri yang mempunyai anak sebanyak 3 orang 20 dan single parent janda tidak punya anak sebanyak 1 orang 6,67. Dari tabel 4.a diatas dapat dilihat bahwa pengangkatan anak itu sebagian besar dilakukan oleh pasangan suami isteri yang tidak mempunyai anak. Selanjutnya berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Tarutung dapat dilihat motivasi pengangkatan anak oleh masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung melalui tabel di bawah ini : Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 Tabel 4.b. Kriteria Subjek Pengangkatan Anak Pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Tarutung Tahun 2004 – 2007 No Kriteria Subjek Pengangkatan Anak Jumlah 1 Pasangan suami-isteri tidak punya anak 2 100 2 Pasangan suami-isteri punya anak - 3 Single parent - Jumlah 2 100 Sumber : Dokumentasi Pengadilan Negeri Tarutung tahun 2004-2007 yang diolah. Dari Tabel 4.b di atas dapat dilihat subjek pengangkatan anak oleh masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung berdasarkan 2 Penetapan Pengadilan Negeri Tarutung adalah hanya pasangan suami isteri yang tidak mempunyai anak. Bagi pasangan suami-isteri yang telah mempunyai anak atau bagi yang single parent tidak ada yang mengangkat anak melalui penetapan pengadilan. Dari Tabel 4.a dan 4.b dapat dilihat bahwa yang cenderung lebih banyak melakukan pengangkatan anak adalah pasangan suami-isteri yang tidak mempunyai anak. Bagi pasangan suami-isteri punya anak yang melakukan pengangkatan anak adalah karena rasa kasihan terhadap anak tersebut dan untuk mempererat ikatan kekeluargaan. Single parent janda tidak punya anak yang melakukan pengangkatan anak adalah karena kepentingan adat, yaitu merupakan suatu pengakuan dan Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 pengesahan sebagai warga adat persekutuan sehingga si anak tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai warga adat persekutuan lainnya. 49 Dalam hal pengangkatan anak oleh single parent yaitu janda tidak punya anak tidak ada dikenal dalam masyarakat batak, 50 akan tetapi dalam SEMA Nomor 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan SEMA Nomor 2 Tahun 1979, pengangkatan anak oleh seorang yang tidak terikat dalam perkawinan sahbelum menikah single parent adoption diperbolehkan. 51 3 Kriteria Asal Anak Angkat Kriteria asal anak angkat pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 5.a. Kriteria Asal Anak Angkat Pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung n=15 No Kriteria Asal Anak Angkat Jumlah 1 Mengangkat anak laki-laki dari kerabat 4 26,67 2 Mengangkat anak laki-laki dari luar kerabat 6 40 3 Mengangkat anak perempuan dari kerabat 3 20 4 Mengangkat anak perempuan dari luar kerabat 2 13,33 Jumlah 15 100 Sumber : Data primer yang diolah, tahun 2008. 49 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat dengan Adat Istiadat dan Upacara Adatnya, Op. Cit. hlm.150. 50 B. Bastian Tafal, Op. Cit. hlm. 106. 51 Soedharyo Soimin, Himpunan Dasar Hukum Pengangkatan Anak, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 35. Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 Selanjutnya berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Tarutung dapat dilihat motivasi pengangkatan anak oleh masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung melalui tabel di bawah ini : Tabel 5.b. Kriteria Asal Anak Angkat Pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Tarutung Tahun 2004-2007 No Kriteria Asal Anak Angkat Jumlah 1 Mengangkat anak laki-laki dari kerabat - 2 Mengangkat anak laki-laki dari luar kerabat 2 100 3 Mengangkat anak perempuan dari kerabat - 4 Mengangkat anak perempuan dari luar kerabat - Jumlah 2 100 Sumber : Dokumentasi Pengadilan Negeri Tarutung tahun 2004-2007 yang diolah. Dari Tabel 5.a di atas dapat dilihat bahwa kriteria asal anak angkat pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung dari 15 orang responden adalah : mengangkat anak laki-laki dari kerabat sebanyak 4 orang 26,67, mengangkat anak laki-laki dari luar kerabat sebanyak 6 orang 40, mengangkat anak perempuan dari kerabat sebanyak 3 orang 20 dan mengangkat anak perempuan dari luar kerabat sebanyak 2 orang 13,33. Dari Tabel 5.b. di atas dapat dilihat bahwa kriteria asal anak angkat pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung berdasarkan 2 Penetapan Pengadilan Negeri Tarutung Tahun 2004-2007 adalah mengangkat anak laki-laki dari luar Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 kerabat 100. Sedangkan yang mengangkat anak laki-laki dari kerabat, anak perempuan dari kerabat dan anak perempuan dari luar kerabat tidak ada sama sekali. Berdasarkan dari data di atas nampak kecenderungan masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung untuk mengadopsi anak laki-laki yang berasal dari luar kerabat. Pengangkatan anak yang berasal dari luar kerabat tidak ada dikenal dalam adat Batak Toba di Kecamatan Tarutung, akan tetapi pada prakteknya hal ini sudah banyak terjadi. Dari hasil wawancara dengan para responden yang mengangkat anak dari luar kerabat, alasan mengapa mereka tidak mengangkat anak dari kerabat sendiri adalah karena kenyataannya dalam masyarakat sudah jarang ada kerabat yang mempunyai banyak anak. Kebanyakan dari kerabatnya memiliki tiga atau empat orang anak. Pada kenyataannya di masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung sudah jarang yang memiliki anak lebih dari empat orang anak. Alasan lainnya adalah apabila mengangkat anak dari kerabat maka hubungan antara si anak dengan orangtua kandungnya tidak terputus dan pada suatu saat nanti si anak tersebut akan diambil kembali oleh orang tua kandungnya bila ia telah dewasa. Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008

BAB III SYARAT DAN PROSES PENGANGKATAN ANAK