Kerangka Konsepsi Kerangka Teori dan Konsepsi

a. Tunaikontan, artinya bahwa anak itu dilepaskan dari lingkungannya semula dan dimasukkan kedalam kerabat yang mengadopsinya dengan suatu pembayaran benda-benda magis, uang, pakaian. b. Terang, artinya bahwa adopsi dilaksanakan dengan upacara-upacara dengan bantuan para Kepala Persekutuan; ia harus terang diangkat kedalam tata hukum masyarakat. Oleh karena beragamnya tata cara pelaksanaan adopsi yang dikenal di Indonesia, sehingga akibat hukum yang ditimbulkan juga beranekaragam antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Akibat hukum yang terpenting dari adopsi adalah : 1. masalah yang termasuk kekuasaan orang tua 2. hak waris 3. hak alimentasi pemeliharaan 4. soal nama. 16

2. Kerangka Konsepsi

Dalam bahasa Latin, kata conceptio didalam bahasa Belanda : begrip atau pengertian merupakan hal yang dimengerti. Pengertian bukanlah merupakan ”definisi” yang didalam bahasa Latin adalah definitio. Defenisi tersebut berarti perumusan didalam bahasa Belanda : “omschrijving” yang pada hakikatnya 16 Prof. Mr. Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku Ketujuh Jilid Ketiga, PT Kinta, Jakarta, 1969, hlm. 114. Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 merupakan suatu bentuk ungkapan pengertian disamping aneka bentuk lain yang dikenal didalam epistemologi atau teori ilmu pengetahuan. 17 Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskrimnasi serta hak sipil dan kebebasan. 18 Menurut Pasal 1 huruf i Undang-Undang Perlindungan Anak, anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orangtua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, selanjutnya disebut dengan Peraturan Pemerintah Pengangkatan Anak, memberikan defenisi anak angkat adalah anak yang haknya 17 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 6. 18 Penjelasan Umum atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan. Menurut B. Bastian Tafal, anak angkat adalah anak yang diambil dan dijadikan anak oleh orang lain sebagai anaknya. Anak angkat itu mungkin seorang laki-laki, mungkin pula seorang anak perempuan. 19 Hilman Hadi Kusuma, mengemukakan anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga. 20 Mahmud Syaltut membedakan dua macam arti anak angkat, yaitu : pertama, penyatuan seseorang terhadap anak yang diketahuinya bahwa ia sebagai anak orang lain kedalam keluarganya. Ia diperlakukan sebagai anak dalam segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan dan pelayanan dalam segala kebutuhannya, bukan diperlakukan sebagai anak nasabnya sendiri; kedua yakni yang dipahamkan dari perkataan ‘tabanni’ mengangkat anak secara mutlak. Menurut syariat adat dan kebiasaan yang berlaku pada manusia. Tabanni ialah memasukkan anak yang diketahuinya sebagai orang lain kedalam keluarganya, yang tidak ada pertalian nasab 19 B.Bastian Tafal, loc.cit. hlm. 45. 20 Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Adat dengan Adat Istiadat dan Upacara Adatnya, Alumni, Bandung, 1977, hlm. 54. Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 kepada dirinya, sebagai anak yang sah, tetapi mempunyai hak dan ketentuan hukum sebagai anak. 21 Dalam masyarakat Batak Toba, anak angkat disebut juga dengan “Anak na niain”. Anak na niain berasal dari kata ”ain” yang artinya “angkat”, yang menurut kamus Batak Toba-Indonesia karangan J. Warneck, anak na niain berarti anak angkat, sedangkan mangain artinya mengangkat seseorang menjadi anak sendiri. 22 Menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Pelaksanaan Pengangkatan Anak, orang tua angkat adalah orang yang diberikan kekuasaan untuk merawat, mendidik, dan membesarkan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan dan adat kebiasaan. Pengangkatan anak merupakan istilah yang digunakan di dalam hukum adat, sedangkan di dalam hukum barat disebut Adopsi. Adopsi berasal dari kata adoptie Belanda atau adoption Inggris. Menurut Kamus Inggris-Indonesia karangan John M Echols dan Hassan Shadily, Adoption artinya pengangkatan, pemungutan, adopsi, dan untuk sebutan pengangkatan anak disebut dengan adoption of a child. 23 Dalam Ensiklopedia Umum disebutkan Adopsi adalah suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orang tua dan anak yang diatur dalam pengaturan 21 Dikutip dalam bukunya Muderis Zaini, ibid, hlm.5. 22 J.Warneck, Kamus Batak Toba-Indonesia, judul aslinya Toba Batak Nederlands Woordenbook, diterjemahkan oleh P. Leo Joosten, OFM Cap, Bina Media, hlm. 5. 23 Jhon M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris – Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1981, hlm. 13. Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 perundang-undangan. Biasanya adopsi dilaksanakan untuk mendapatkan pewaris atau untuk mendapatkan anak bagi orang tua yang tidak beranak. 24 Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak menyebutkan Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua angkat. R. Soepomo memberi rumusan terhadap adopsi, bahwa adopsi adalah mengangkat anak orang lain sebagai anak sendiri. 25 J.A. Nota, seorang sarjana hukum Belanda memberi rumusan pengertian adopsi adalah suatu lembaga hukum een rechtsinstelling, melalui mana seseorang berpindah kedalam ikatan keluarga yang lain baru dan sedemikian rupa, sehingga menimbulkan secara keseluruhan atau sebahagian hubungan-hubungan hukum yang sama seperti antara seorang anak yang dilahirkan sah dengan orang tuanya. 26 B. Ter Haar Bzn berpendapat bahwa adopsi adalah perbuatan memasukkan dalam keluarganya seorang anak yang tidak menjadi anggota keluarganya begitu rupa 24 WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1976, hlm. 8. 25 R. Soepomo, Hukum Perdata Adat Jawa Barat, terjemahan Ny. Nani Soewondo, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1967, hlm. 27. 26 Dikutip dalam bukunya Djaja S. Meliala, Pengangkatan Anak Adopsi di Indonesia, Penerbit Tarsito, Bandung, 1982, hlm. 3. Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 sehingga menimbulkan hubungan kekeluargaan yang sama seperti hubungan kemasyarakatan yang tertentu biologis, hal mana biasa terjadi di Indonesia. 27 Surojo Wignjodipuro, memberikan pengertian adopsi mengangkat anak adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain kedalam keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga antara orang yang memungut anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama, seperti yang ada antara orang tua dengan anak kandungnya sendiri. 28 H.M. Hasballah Thaib, mengatakan adopsi adalah suatu usaha atau perbuatan pengambilan anak dari orang yang mempunyai hubungan biologis langsung untuk diangkat dan diakui menjadi anak orang lain. Dalam hal mana anak adopsi itu diberikan fasilitas tertentu, seperti anak kandung sendiri, disamping anak yang diadopsi dapat menimbulkan persaudaraan dan kekerabatan kepada lainnya. 29 Nani Soewondo berpendapat adopsi itu dilakukan bila orang tidak mempunyai anak sendiri, seringkali diangkat seorang anak dengan maksud melanjutkan keturunan keluarga. Dengan berbagai upacara dan pemberian, seringkali dengan diketahui oleh kepala-kepala adat, anak yang bersangkutan dilepaskan dari keluarganya sendiri dan dimasukkan dalam keluarga orang tua yang mengangkatnya. 30 27 Dikutip dalam bukunya B. Bastian Tafal, SH, ibid, hlm. 47. 28 Dikutip dalam bukunya Muderis Zaini, SH, ibid, hlm. 5. 29 Hasballah Thaib, 21 Masalah Aktual Dalam Pandangan Fiqih Islam, Penerbit Fakultas Tarbiyah Universitas Dharmawangsa, Medan, 1995, hlm. 106. 30 Mr. Nani Soewondo Sorasno, Kedudukan Wanita Indonesia Dalam Hukum dan Masyarakat, Penerbit Timun Mas NV, Jakarta, 1955, hlm. 44. Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008 Menurut Iman Jauhari, adopsi adalah suatu perbuatan mengambil anak orang lain kedalam keluarganya sendiri, sehingga dengan demikian antara orang yang mengambil anak yang diangkat timbul suatu hubungan hukum. 31 Dalam masyarakat Batak Toba, adopsi itu ada dua jenis, yaitu pertama, adopsi secara umum, yaitu adopsi yang sifatnya formal dan bukan merupakan peristiwa hukum, oleh karena itu perbuatan tersebut tidak mempunyai akibat hukum; kedua, adopsi secara khusus, yaitu adopsi yang merupakan peristiwa hukum serta mempunyai akibat hukum, misalnya anak na niain. 32 Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas dapat ditarik unsur-unsur pengangkatan anak adalah sebagai berikut : 1. Adanya perbuatan mengambilmengangkat anak orang lain yang berasal dari luar kerabat atau dari dalam kerabat orang yang mengangkat menjadi anaknya sendiri. 2. Perbuatan mengangkat anak tersebut menimbulkan suatu hubungan hukum antara anak yang diangkat dengan orang tua yang mengangkat anak tersebut. 3. Anak yang diangkat itu biasanya adalah anak laki-laki, tapi tidak tertutup kemungkinan anak yang diangkat itu adalah anak perempuan. 4. Pengangkatan anak itu dilangsungkan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku atau berdasarkan adat-kebiasaan masing-masing daerah. 31 Iman Jauhari, Hak-Hak Anak Dalam Hukum Islam, Penerbit Pustaka Bangsa, Jakarta, 2003, hlm. 7. 32 T.M. Sihombing, Filsafat Batak, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hlm. 71. Pita Christin Suzanne Aritonang : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya..., 2008 USU e-Repository © 2008

G. Metodologi Penelitian