Dasar Hukum terkait Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Perangkat Desa Melalui Pengangkatan Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

a. Dasar Hukum terkait Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Perangkat Desa Melalui Pengangkatan Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Indonesia adalah negara hukum, dimana segala arah kebijakan pemerintah harus dilakukan berdasarkan hukum. Di dalam sebuah negara hukum setidaknya ada tiga prinsip yang harus dipenuhi, yaitu antara lain (Hartono Mardjono, 2001: 15):

1) Supremasi hukum (supremacy of law) yang berarti bahwa semua pihak dalam masyarakat atau negara, baik warga atau pemegang kekuasaan wajib tunduk pada hukum.

2) Persamaan kedudukan semua pihak terhadap hukum (equality before the law ) yang berarti bahwa tiap komponen dalam masyarakat atau negara, baik individu, kelompok, maupun pemegang kekuasaan sama kedudukannya dalam atau terhadap hukum.

3) Benar tepatnya proses pembentukan dan pelaksanaan hukum (due process of law ) yang berarti bahwa cara dan mekanisme yang ditempuh dalam membentuk hukum serta menjalankannya harus benar dan tepat sebagaimana yang telah ditetapkan oleh aturan yang ditetapkan dan disepakati bersama.

Dalam setiap negara hukum, dipersyaratkan berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya (due process of law), yaitu bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang- undangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-undangan tertulis tersebut harus ada dan berlaku lebih dulu atau mendahului tindakan atau perbuatan administrasi yang dilakukan. Dengan demikian, setiap perbuatan

48

commit to user

lxv

atau tindakan administrasi harus didasarkan atas aturan atau rules and procedures (regels) . Untuk itu maka diperlukan pemerintahan yang dikembangkan atas dasar prinsip efisiensi dan efektifitas, partisipasi, responsifitas, kesamaan dimuka hukum keadilan dan orientasi pada konsensus dari tingkat pusat sampai dengan pemerintah desa.

Pasang surut perundang-undangan yang mengatur mengenai desa berjalan terus secara dinamis dan setiap Undang-Undang yang berlaku substansi muatan politisnya berbeda-beda. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa meneguhkan sentralisasi, otoritarianisme, regimentasi (penyeragaman), birokratisasi, depolitisasi dan korporatisasi. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, memberi kontribusi yang luar biasa dan pengalaman berharga bagi pengembangan desentralisasi, demokratisasi, keragaman, partisipasi dan pemberdayaan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ternyata tidak melakukan revisi atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang lain sebelumnya dalam rangka memperkuat demokratisasi dan desentralisasi, justru mengganti secara total Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Warno, Siklus Undang-Undang Mengenai Desa. http://forumdesa.org).

Peraturan perundang-undangan terkait upaya pengangkatan Perangkat Desa menjadi PNS guna meningkatkan kesejahteraannya, antara lain sebagai berikut :

1) Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sejak awal kemerdekaan Pemerintah Indonesia telah memberikan pengakuan terhadap kedudukan dan keberadaan Desa. Dalam penjelasan Pasal 18 UUD 1945 Nomor Romawi II disebutkan bahwa :

Dalam Teritoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbestuurundelandschappen dan Volksgemeenschappen seperti Desa di Jawa dan Bali. Daerah-daerah itu mempunyai

49

commit to user

lxvi

susunan asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Kesatuan Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan Negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak asal-usul daerah tersebut.

Pengakuan UUD 1945 tersebut kemudian dipertegas lagi melalui Amandemen II Pasal 18B yang berbunyi :

menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Berdasarkan Pasal tersebut di atas Negara Indonesia adalah

negara yang terdiri dari pembagian daerah Indonesia menjadi daerah besar dan daerah kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Jadi di bawah kekuasaan pemerintah pusat terdapat kekuasaan yang lebih rendah yaitu pemerintah daerah. Kedudukan pemerintah daerah dijelaskan oleh D.O Adeyemo dalam Journal Social and Sciene yaitu “Local governments are not sovereign unlike independent nation-states. It is

a subordinate government, which derives its existence and power from law enacted by a superior government .” Pemerintah daerah adalah pemerintah yang tidak berdaulat dan tidak independen seperti pemerintah pusat, tetapi pemerintah daerah adalah pemerintah bawahan yang keberadaannya berada di bawah pemerintah pusat.

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 juncto Undang-Undang Nomor

43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

50

commit to user

lxvii

Pengaturan Mengenai PNS diatur dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yang berbunyi : Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 :

Pegawai negeri adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 :

Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan

tugas

negara,

pemerintahan, dan

pembangunan.

3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juncto Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, Desa diberi pengertian sebagai berikut :

Desa adalah suatu masyarakat hukum yang memiliki batas- batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Semangat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memperlihatkan kuatnya kontrol dan mereduksi demokratisasi pemerintah desa. Semangat sentralistik-korporatis ini mengingatkan kita pada situasi desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Para penyusun

commit to user

lxviii

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tampaknya tidak begitu serius memperhatikan desa atau memandang desa dengan sebelah mata. Pola pengaturan yang diskriminatif seperti ini membawa konskuensi keberadaan desa yang kurang terhormat dan desa sekedar menjadi bagian (subsistem) dari pemerintahan daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan "cek kosong" kepada kabupaten/kota untuk melakukan pengaturan terhadap desa.

Eksistensi desa tidak ditempatkan sebagai entitas yang otonom dan harus dihormati melainkan berada di wilayah yurisdiksi atau merupakan substansi pemerintah kabupaten. Pada hal secara historis desa adalah komunitas lokal yang mempunyai pemerintahan sendiri (self-governing community), berwenang mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam kontek demikian seharusnya desa diatur dalam ketentuan undang-undang tersendiri sebagai satuan pemerintah otonom yang hidup dan berkembang berdasarkan asal- usulnya jauh sebelum republik ini lahir. Namun untuk mencegah sejarah buruk pengaturan desa melalui undang-undang tersendiri yang akhirnya menimbulkan penyeragaman desa sebagaimana Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa maka materi muatan undang-undang desa harus bersifat umum yang menyerahkan pengaturan lebih lanjut kepada daerah melalui Perda.

Agenda ke depan yang harus dilakukan untuk memperkuat posisi, eksistensi dan kemandirian desa meliputi, pertama; merevitalisasi kewenangan asal-usul untuk desa adat dan kedua; distribusi kewenangan kepada desa. Revitalisasi kewenangan asal-usul selalu diperjuangkan oleh pemimpin lokal, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara maupun NGOs. Revitalisasi ini mau tidak mau harus menengok kembali sejarah masa lalu. Nostalgia masa lalu memang selalu menimbulkan pertantangan, tetapi jika pertentangan ini tidak diputus maka selalu saja akan menanam konflik berkelanjutan di masa depan. Salah satu yang krusial untuk direvitalisasi adalah peneguhan

52

commit to user

lxix

entitas lokal sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai hak-hak kepemilikan terutama tanah yang selama ini paling krusial. Penyatuan antara desa negara dengan desa adat menjadi sangat penting yang kemudian ditetapkan batas-batas wilayah dan kewenangan lokal. Jika problem ini sudah clear dengan format "desa baru" maka langkah berikutnya adalah membuat perencanaan skenario masa depan yang berorientasi pada pembaharuan desa. Sedangkan kontribusi kewenangan pada desa tentu mengikuti skema desentralisasi.

4) Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa Pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa diatur mengenai Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa, yaitu :

Pasal 2 (1) Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul Desa dan persyaratan yang ditentukan sesuai dengan

kondisi sosial budaya masyarakat setempat. (2) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terjadi karena pembentukan Desa baru di luar Desa yang telah ada atau

sebagai akibat pemekaran Desa dan atau penataan Desa. (3) Desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan dapat dihapus atau digabung. Semua kewenangan yang sudah diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa merupakan penyerahan atau pembagian kewenangan dari pemerintah supradesa kepada desa (desentralisasi). Jika mengikuti prinsip desentralisasi maka kewenangan dalam bidang tugas pemerintahan tersebut bisa dibagi secara proporsional antara pusat, propinsi, kabupaten/kota dan desa.

53

commit to user

lxx

5) Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa

Pengaturan mengenai pendapatan tetap dan pemberian tunjangan bagi Perangkat Desa diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa yang menegaskan :

Pasal 27 :

(1) Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan keuangan desa.

(2) Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya yang diterima kepala desa dan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun dalam APBDesa.

(3) Penghasilan tetap sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sama dengan Upah Minimum Regional Kabupaten/Kota.

6) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil

Penyelenggaraan pemerintah desa akan lebih baik dan maju apabila dalam pelaksanaannya tidak hanya didasarkan pada peraturan- peraturan saja, akan tetapi sangat perlu juga ditunjang dengan prinsip- prinsip pemerintahan yang benar, hal ini diperlukan agar dapat memenuhi tuntutan masyarakat, dimana dalam era reformasi dalam pemerintahan sangat diperlukan guna membawa pemerintahan kearah kemajuan yang lebih baik. Dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, peran perangkat desa sangatlah vital, perangkat desa sebagai ujung tombak dalam pelayanan bagi warga pada pemerintahan di tingkat paling bawah. Dalam Pasal 202 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan :

(1) Pemerintah desa terdiri dari Kepala Desa dan perangkat

desa. (2) Perangkat desa terdiri dari Sekretaris Desa dan perangkat

desa lainya.

54

commit to user

lxxi

(3) Sekretaris desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diisi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.

Berdasarkan amanat dari Pasal 202 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil. Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil disebutkan bahwa Sekretaris Desa yang diangkat dengan sah sampai dengan 15 Oktober 2004 dan masih melaksanakan tugas sampai dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini diangkat langsung menjadi PNS, apabila memenuhi persyaratan. Selanjutnya dalam Pasal 3 disebutkan:

(1) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi:

a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah;

c. tidak sedang menjalani hukuman karena melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

d. sehat jasmani dan rohani;

e. memiliki ijazah paling rendah Sekolah Dasar atau yang

sederajat; dan

f. berusia paling tinggi 51 (lima puluh satu) tahun

terhitung pada 15 Oktober 2006. (2) Sekretaris Desa yang memenuhi persyaratan diangkat sebagai PNS dalam pangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a.

(3) Sekretaris Desa yang memiliki ijazah lebih tinggi dari Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

PNS dalam pangkat/golongan ruang sesuai dengan ijasah SLTA. (4) Sekretaris Desa yang memiliki ijazah lebih rendah dari

PNS dalam pangkat/golongan ruang sesuai dengan ijasah yang dimiliki.

55

commit to user

lxxii

Sekretaris Desa yang tidak diangkat menjadi PNS diatur dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil menyebutkan:

(1) Sekretaris Desa yang tidak diangkat menjadi PNS diberhentikan dari jabatan Sekretaris Desa oleh Bupati/Walikota.

(2) Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan tunjangan kompensasi yang dihitung berdasarkan masa kerja selama yang bersangkutan menjadi Sekretaris Desa.

(3) Besaran tunjangan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung dengan cara sebagai berikut:

a. masa kerja 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun ditetapkan sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);

b. masa kerja lebih dari 5 (lima) tahun dihitung sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) pertahun, dengan ketentuan

secara

kumulatif

paling tinggi Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). (4) Penetapan besaran tunjangan kompensasi bagi setiap Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.

Tujuan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil agar permasalahan mengenai tertib administrasi pemerintahan dan pembangunan serta pelayanan dan pemberdayaan masyarakat akan dapat berjalan secara efektif (Penjelasan Umum atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007). Namun, tujuan tersebut itu sangat bisa diduga akan menimbulkan kesenjangan dalam pemerintah desa sendiri khususnya antara Kades dan Sekdes, serta Sekdes yang diangkat sebagai PNS dengan Sekdes yang tidak diangkat menjadi PNS, dapat dicontohkan misalkan apakah Sekdes akan lebih taat pada Kades atau kepada yang mengangkat, c.q. Bupati karena selama ini pengangkatan Sekretaris Desa dilakukan dengan Surat Keputusan Bupati/Walikota.

commit to user

lxxiii

Munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil menimbulkan problematik tersendiri. Problematik yang muncul yaitu adanya potensi kecemburuan bagi Perangkat Desa lain seperti Kepala Urusan (Kaur) yang tidak diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), padahal Sekdes dan Kaur adalah aparat pemerintahan desa yang sama-sama bertugas melayani masyarakat desa. Hal ini tentunya menjadi problematik yuridis yang harus diperhatikan oleh pemerintah, dan tentu saja menimbulkan pertanyaan bagi Perangkat Desa lain yang tidak diangkat menjadi PNS, mengapa hanya Sekdes saja yang diangkat menjadi PNS.