Nilai Tukar Atau Kurs

D. Nilai Tukar Atau Kurs

1. Pengertian Nilai Tukar Atau Kurs

Nilai tukar di definisikan sebagai nilai suatu mata uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan satu unit mata uang lainnya (Lipsey, et al., 1997). Sedangkan menurut Mishkin (2001), nilai tukar mata uang suatu negara adalah harga mata uang suatu negara tersebut yang dihitung dalam mata uang negara lain. Menurut Hossain dan Chowdhury (1998), kurs nominal adalah harga dari mata uang asing dalam bentuk mata uang domestik, kurs nominal dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

e = Pd / Pf

Dimana:

e = kurs nominal, Pd = harga domestik, Pf = harga luar negeri

Menurut Mankiw (2000), nilai tukar dibagi menjadi dua yaitu nilai tukar nominal (nominal exchange rate) dan nilai tukar riil (real exchange rate). Nilai tukar nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan nilai

commit to user

nilai tukar riil dan nilai tukar nominal adalah sebagai berikut:

E = e • P /P*

dimana :

E = nilai tukar riil,

e = nilai tukar nominal, P* = harga luar negeri, P = harga dalam negeri.

2. Sistem Nilai Tukar

Setiap negara memiliki sistem nilai tukar yang berbeda sesuai dengan keinginan pemerintah negara untuk menstabilkan nilai tukar tersebut. Kestabilan nilai tukar itu dapat melalui intervensi bank sentral atau melalui mekanisme pasar. Secara umum sistem nilai tukar yang diterapkan saat ini dapat dibagi atas tiga sistem, yaitu sistem nilai tukar tetap, sistem nilai tukar mengambang terkendali dan mengambang bebas.

a. Sistem Nilai Tukar Tetap Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) merupakan sistem mata uang yang konvertibel di dalam suatu negara. Dalam sistem ini setiap individu bebas melakukan jual beli valuta asing yang dinginkan dan untuk mempertahankan nilai tukarnya, pemerintah melalui bank sentral melakukan jual beli valuta asing.

Pada sistem ini nilai tukar ditetapkan pada nilai tertentu, bank sentral akan selalu siap untuk menjual atau membeli kebutuhan devisa untuk mempertahankan nilai tukar yang telah ditetapkan. Apabila nilai tukar tersebut

commit to user

ataupun revaluasi atas nilai tukar yang ditetapkan (Warjiyo, 2004).

b. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas Menurut Warjiyo (2004), Pada sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate) , nilai tukar dibiarkan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Dengan demikian, nilai tukar akan menguat apabila terjadi kelebihan penawaran, dan sebaliknya nilai tukar akan melemah apabila terjadi kelebihan permintaan di pasar valuta asing. Kelebihan sistem ini yaitu sebuah negara tidak harus mempunyai cadangan devisa yang besar sebab bank sentral tidak harus mempertahankan nilai tukar pada level tertentu.

c. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali Otoritas moneter dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali (free floating exchange rate) memiliki wewenang untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing. Hal ini dilakukan untuk melunakkan fluktuasi jangka pendek tanpa bermaksud mempengaruhi trend kurs jangka panjang. Otoritas moneter ini menggunakan cadangan devisa untuk mengatasi kelebihan valuta asing jangka pendek, sehingga mengurangi tekanan depresiasi yang berlebihan.

Bank Sentral menetapkan batasan suatu kisaran tertentu dari pergerakan nilai tukar yang disebut ’intervention band’ atau batas pita intervensi. Nilai tukar akan ditentukan sesuai mekanisme pasar sepanjang berada di dalam batas atas atau batas bawah dari kisaran tersebut, jika nilai tukar melewati batas tersebut maka bank sentral akan secara otomatis

commit to user

kembali ke dalam pita intervensi (Warjiyo, 2004).

3. Teori Nilai Tukar atau Kurs

a. Pendekatan Perdagangan atau Pendekatan Elastisitas Terhadap Pembentukan kurs.

Teori kurs ini merupakan teori kurs tradisional yang berdasarkan pada kajian terhadap arus pertukaran barang dan jasa antar negara. Teori ini melihat bahwa nilai tukar atau kurs antara dua mata uang dari dua negara ditentukan oleh besar kecilnya perdagangan barang dan jasa yang berlangsung di antara kedua negara tersebut.

Menurut pendekatan moneter, kurs ekuilibrium adalah kurs yang menyeimbangkan nilai impor dan nilai ekspor dari suatu negara. Jika nilai impor negara tersebut lebih besar dibandingkan dengan nilai ekspornya, maka kurs mata uangnya akan mengalami peningkatan, dan hal ini akan berlangsung secara cepat dalam sistem kurs mangambang yang berlaku. Peningkatan kurs tersebut akan membuat harga dari berbagai komoditi ekspornya menjadi lebih murah bagi para importir sedangkan berbagai produk barang dan jasa impor menjadi lebih mahal bagi penduduk domestik. Akibatnya, ekspor dari negara tersebut akan mengalami kenaikan sedangkan impornya akan terus menurun sampai pada akhirnya nilai perdagangan internasionalnya benar – benar seimbang (Salvatore, 1997).

Karena kecepatan proses penyesuaian tersebut ditentukan oleh seberapa responsive atau elastis impor dan ekspor terhadap perubahan – perubahan harga, maka pendekatan ini disebut juga pendekatan elastis.

commit to user

pertukaran barang dan jasa dalam pembentukan kurs.

b. Teori Persamaan Daya Beli terhadap Pembentukan Kurs Teori persamaan daya beli atau The Theory of Purchasing Power Parity pertama kali ditemukan oleh David Ricardo pada tahun 1817 dan belakangan dikembangkan oleh Gustav Cassel sekitar tahun 1916.

Teori ini berdasarkan logika bahwa mata uang dalam standar kertas tidak mempunyai nilai intrinsik atau tidak didukung dan dikaitkan nilianya dengan suatu komoditi tertentu yang dijadikan standar sehingga nilai uang tersebut di dalam negeri ditentukna oleh kemampuan daya belinya. Secara internasional kurs valuta mata uang antar negara ditentukan oleh perbandingan tenaga belinya masing-masing atau oleh tenaga beli relatifnya. Karena itu kurs valuta harus mencerminkan perbedaan tingkat harga di masing – masing negara (Wijaya, 1990).

Apabila jumlah uang di negara mengalami perubahan naik atau berkurang akan mempengaruhi pula terhadap perbandingan harga uang dari dua jenis mata uang yang bersangkutan. Kurs tersebut adalah stabil selama permintaan dan penawaran kedua jenis uang tersebut tetap seimbang. Jika permintaan uang suatu negara lebih kuat dari negara lain maka akan menguatkan nilai uang negara tersebut dan nilai uang negara lain akan menjadi lemah.

c. Pendekatan Moneter terhadap Pembentukan Kurs Pendekatan ini menyatakan bahwa kurs tercipta dalam proses penyamaan atau penyeimbangan stok atau total permintaan dan penawaran mata uang nasional di masing – masing negara. Penawaran uang diasumsikan

commit to user

negara yang bersangkutan. Namun sebaliknya, permintaan uang sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan riiil oleh negara tersebut, atau tingkat harga-harga umum yang berlaku serta suku bunga (Salvatore, 1997).

Peningkatan penawaran uang yang kemudian mengakibatkan penurunan suku bunga riil dapat mempengaruhi situasi di pasar – pasar finansial dan besaran kurs secara seketika. Bila tingkat penawaran naik, maka akan menyebabkan arus modal keluar bertambah karena adanya selisih bunga di negara itu dan negara lainnya. Dan pada akhirnya hal ini akan mengakibatkan depresi mata uang negara tersebut.

d. Pendekatan Keseimbangan Portofolio terhadap Pembentukan Kurs

Pendekatan ini merupakan salah satu jenis pendekatan moneter yang lebih realistis dan memuaskan. Hal ini dikarenakan asumsinya yang menyatakan bahwa uang hanyalah salah satu dari sekian banyak jenis aset finansial. Dalam pendekatan ini ditekankan bahwa kurs sesungguhnya terbentuk dalam proses penyamaan dan penyeimbangan stok atau total permintaan atau penawaran aset – aset finansial.

Kemudian dirumuskan bahwa kenaikan penawaran uang di negara tersebut akan mendorong terjadinya kemerosotan suku bunga di negara tersebut, sehingga membuat investor menukarkan obligasi domestiknya menjadi mata uang domestik dan obligasi luar negeri. Pembelian besar – besaran atas obligasi luar negeri akan menimbulkan depresiasi mata uang domestik. Depresiasi selanjutnya akan daapt merangsang ekspor negara domestik dan menurunkan impornya, sehingga akan membuat surplus

commit to user

uangnya.