Tingkat Inflasi

B. Tingkat Inflasi

1. Pengertian Inflasi

Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dijumpai di semua negara di dunia adalah inflasi. Definisi singkat mengenai inflasi adalah kecenderungan dari harga – harga untuk menaik secara umum dan terus – menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang - barang lain. Syarat adanya kecenderungan menaik yang terus – menerus juga perlu diingat. Kenaikan harga – harga karena misalnya musiman, menjelang hari – hari besar atau yang terjadi sekali saja (tidak mempunyai pengaruh lanjutan) tidak disebut inflasi. Kenaikan harga ini diukur dengan menggunakan indeks harga. Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi adalah :

a) Indeks biaya hidup

b) Indeks harga perdagangan besar

c) GNP deflator Nopirin mengemukakan bahwa inflasi merupakan proses kenaikan harga barang – barang secara umum yang berlaku terus – menerus. Ini tidak berarti bahwa harga berbagai macam barang itu naik dengan persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan harga umum barang secara terus – menerus

commit to user

persentase yang cukup besar) bukan merupakan inflasi. Sedangkan yang dimaksud dengan tingkat inflasi adalah persentase kecepatan kenaikan harga – harga dalam suatu tahun tertentu, biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menunjukkan sampai dimana buruknya masalah ekonomi yang dihadapi. Dalam perekonomian negara yang berkembang pesat, inflasi dikatakan rendah apabila tingkat inflasi negara tersebut antara 2 sampai 4 persen dimana kondisi ini sangatlah sulit untuk dipenuhi. Sering sekali inflasi yang serius, yaitu tingkatannya mencapai 5 sampai 10 persen atau sedikit lebih tinggi, terjadi pada waktu peperangan atau ketidakstabilan politik, inflasi bisa mencapai tingkat yang sangat tinggi, yaitu inflasi yang mencapai beberapa ratus atau beberapa ribu persen. Kenaikan harga – harga seperti ini dinamakan hiperinflasi (Sadono Sukirno, 2006).

2. Jenis – Jenis Inflasi

Laju inflasi dapat berbeda antara satu negara dengan negara lain atau dalam satu negara untuk waktu yang berbeda. Atas besarnya laju inflasi, inflasi

dapat di bedakan dalam tiga kategori (Nopirin, 2000) :

a. Creeping Inflation : Kondisi inflasi ini ditandai dengan laju inflasi yang rendah kurang dari 10 % pertahun. Kenaikan harga berjalan secara lambat, dengan persentase kecil serta dalam jangka yang relatif lama. Creeping inflation umumnya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, karena terjadinya berhubungan dengan pembangunan itu sendiri dan dinilai dapat mendorong pembangunan.

b. Galloping Inflation : Jenis ini adalah jenis inflasi menengah ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar (biasanya doble digit bahkan

commit to user

pendek serta mempunyai sifat akselerasi. Artinya harga – harga minggu atau bulan ini lebih dari harga minggu atau bulan yang lalu. Efeknya terhadap perekonomian lebih besar dari pada creeping inflation.

3. Macam Inflasi

Ada berbagai cara untuk menggolongkan macam inflasi dan penggolongan mana yang kita pilih tergantung pada tujuan kita. Menurut Boediono (1985), ada berbagai cara untuk menggolongkan macam inflasi. Penggolongan pertama didasarkan atas parah tidaknya inflasi tersebut. Perbedaan macam inflasi yaitu:

a. Inflasi ringan (dibawah 10% setahun)

b. Inflasi sedang (antara 10% - 30% setahun)

c. Inflasi berat (antara 30% - 100% setahun)

d. Hiperinflasi (diatas 100% setahun) Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara mutlak dapat mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatu wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada berapa bagian dan golongan masyarakat manakah yang terkena imbas ( yang menderita ) dari inflasi yang sedang terjadi (Adwin S. Atmadja, 1999)

commit to user

Atas dasar ini dibedakan duamacam inflasi, (Boediono, 1985) :

a. Demand inflation adalah Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat.

Gambar 2.1 Kurva Demand Inflation

(Sumber : Boediono, 1985)

Gambar 2.1 Kurva Demand Inflation. karena permintaan masyarakat akan barang-barang (aggregate demand) bertambah (misalnya, karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan pemerintah luar negeri akan barang- barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah), maka kurva aggregate demand bergeser dari D1 ke D2. Akibatnya tingkat harga umum naik dari H1 ke H2.

commit to user

b. Cost inflation merupakan inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi. Harga

Gambar 2.2 Kurva Cost Inflation

(Sumber : Boediono, 1985)

Pada gambar 2.2 kita lihat bahwa biaya produksi naik (misalnya, karena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau kenaikan harga bahan bakar minyak) maka kurva penawaran masyarakat (agregat supplay) bergeser dari S1 ke S2. Akibat dari kedua macam inflasi tersebut, dari segi kenaikan harga output,

tidak berbeda, tetapi dari segi volume output (GDP riil) meningkat bersama dengan kenaikan harga umum. Besar kecilnya kenaikan output ini tergantung kepada elastisitas kurva aggregate supply, semakin mendekati output maksimum semakin tidak elastic kurva ini. Sebaliknya, dalam kasus cost-inflation kita melihat kenaikan harga-harga diikuti dengan penurunan omzet penjualan barang (kelesuan usaha).

Perbedaan yang lain dari kedua proses inflasi ini terletak pada urutan dari kenaikan harga. Dalam demand-inflation kenaikan harga barang akhir (output) mendahului kenaikan harga barang – barang input dan harga – harga faktor

commit to user

kenaikan harga barang – barang input dan harga – harga faktor produksi mendahului kenaikan harga barang – barang akhir (output).

Kedua macam inflasi ini jarang sekali dijumpai dalam praktek yang bentuknya murni. Pada umumnya, inflasi yang terjadi adalah kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut, dan seringkali keduanya saling memperkuat satu sama lain.

Penggolongan yang ketiga adalah berdasarkan asal dari inflasi, yaitu adalah :

a) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul misalnya karena deficit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panen yang gagal, dan sebagainya.

b) Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation) Inflasi yang berasal dari luar negeri adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga – harga (inflasi) di luar negeri atau negara – negara yang berdagang dengan negara kita.

4. Tinjaun Teori Tentang Inflasi

a Teori Kuantitas

Teori ini adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi, tetapi dalam perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli ekonomi Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum moneteris (monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut :

commit to user

baik uang kartal maupun giral.

b) Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang.

b Keynesian Model

Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang – barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Oleh karenanya sama seperti pandangan kaum monetarist , Keynesian models ini lebih banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek.

Dengan keadaan daya beli antara golongan yang ada di masyarakat tidak sama (heretogen), maka selanjutnya akan terjadi realokasi barang – barang yang tersedia dari golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang relatif rendah kepada golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang lebih besar. Kejadian ini akan terus terjadi di masyarakat. Sehingga, laju inflasi akan berhenti hanya apabila salah satu golongan masyarakat tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak lagi memiliki daya beli) untuk membiayai pembelian barang pada tingkat harga yang berlaku, sehingga permintaan efektif

commit to user

gap menghilang).

c Mark-Up Model

Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen, yaitu cost of production dan profit margin. Relasi antara perubahan kedua komponen ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai berikut :

Price = Cost + Profit Margin

Karena besarnya profit margin ini biasanya telah ditentukan sebagai suatu prosentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut dapat dijabarkan menjadi :

Price = Cost + ( a% x Cost )

Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen- komponen yang menyusun cost of production dan atau penaikan pada profit margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar.

d Teori Struktural : Model Inflasi di Negara Berkembang

Banyak studi mengenai inflasi di negara-negara berkembang, menunjukan bahwa inflasi bukan semata-mata merupakan fenomena moneter, tetapi juga merupakan fenomena struktural atau cost push inflation. Hal ini disebabkan karena struktur ekonomi negara – negara berkembang pada umumnya yang masih bercorak agraris. Sehingga, goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya gagal panen (akibat faktor eksternal pergantian musim yang terlalu cepat, bencana alam, dan sebagainya), atau hal – hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar negeri, misalnya

commit to user

menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik. Fenomena struktural yang disebabkan oleh kesenjangan atau kendala struktural dalam perekonomian di negara berkembang, sering disebut dengan structural bottlenecks. Strucktural bottleneck terutama terjadi dalam tiga hal, yaitu :

a) Supply dari sektor pertanian (pangan) tidak elastis. Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pengerjaan sektor pertanian yang masih menggunakan metode dan teknologi yang sederhana, sehingga seringkali terjadi supply dari sektor pertanian domestik tidak mampu mengimbangi pertumbuhan permintaannya.

b) Cadangan valuta asing yang terbatas (kecil) akibat dari pendapatan ekspor yang lebih kecil daripada pembiayaan impor. Keterbatasan cadangan valuta asing ini menyebabkan kemampuan untuk mengimpor barang – barang baik bahan baku; input antara; maupun barang modal yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan sektor industri menjadi terbatas pula. Belum lagi ditambah dengan adanya demonstration effect yang dapat menyebabkan perubahan pola konsumsi masyarakat. Akibat dari lambatnya laju pembangunan sektor industri, seringkali menyebabkan laju pertumbuhan supply barang tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan permintaan.

c) Pengeluaran pemerintah terbatas. Hal ini disebabkan oleh sektor penerimaan rutin yang terbatas, yang tidak cukup untuk membiayai pembangunan, akibatnya timbul defisit anggaran belanja, sehingga seringkali menyebabkan dibutuhkannya pinjaman dari luar negeri

commit to user

(printing of money). Dengan adanya structural bottlenecks ini, dapat memperparah inflasi

di negara berkembang dalam jangka panjang, oleh karenanya fenomena inflasi di negaranegara yang sedang berkembang kadangkala menjadi suatu fenomena jangka panjang, yang tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang pendek. Berbeda dengan kaum monetaris yang memandang inflasi sebagai fenomena moneter, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam sektor moneter akibat dari ekspansi jumlah uang beredar, kaum neo-structuralist menekankan pada struktur sektor keuangan. Dasar pemikiran kaum neo- structuralist ini adalah pengaruh uang terhadap perekonomian terutama ditransmisikan dari supply side atau produksi.

Menurut pemikiran kaum neo-structuralist, uang merupakan salah satu faktor penentu investasi dan produksi. Bila jumlah uang yang tersedia untuk investasi melimpah, menyebabkan harga uang (suku bunga) akan murah, maka volume investasi akan meningkat. Dengan meningkatnya volume investasi, volume produksi juga akan meningkat. Sehingga, penawaran barang meningkat, yang pada gilirannya akan menekan tingkat inflasi. Dengan dasar pemikiran yang seperti ini, timbul pendapat bahwa deregulasi di sektor finansial dan peningkatan jumlah uang beredar akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi seraya menekan inflasi.

Kaum strukturalis berpendapat, bahwa selain harga komoditi pangan, penyebab utama terjadinya inflasi di negara-negara berkembang adalah akibat inflasi dari luar negeri (imported inflation). Hal ini disebabkan antara lain oleh harga barangbarang impor yang meningkat di daerah asalnya, atau terjadinya

commit to user

kesimpulan dari penelitian M.N. Dalal dan G. Schachter (1988), bila kontribusi impor terhadap pembentukan output domestik sangat besar, yang artinya sifat barang impor tersebut sangat penting terhadap price behaviour di negara importir, maka kenaikan harga barang impor akan menyebabkan tekanan inflasi di dalam negeri yang cukup besar. Selain itu, semakin rendah derajat kompetisi yang dimiliki oleh barang impor (price inelastic) terhadap produk dalam negeri, akan semakin besar pula dampak perubahan harga barang impor tersebut terhadap inflasi domestik.

5. Akibat-akibat Buruk Inflasi

Akibat buruk inflasi dapat dibedakan kepada dua aspek, yaitu :

a Akibat buruk kepada perekonomian.

a) Sebagian ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi yang lambat berlakunya dipandang sebagai stimulator bagi pertumbuhan ekonomi. Kenaikan harga tersebut tidak secepatnya diikuti oleh kenaikan upah pekerja, maka keuntungan akan bertambah. Pertambahan keuntungan akan menggalakkan investasi di masa datang dan ini akan mewujudkan percepatan dalam pertumbuhan ekonomi. Tetapi apabila inflasi lebih serius keadaanya, perekonomian tidak akan berkembang seperti yang diinginkan. Pengalaman beberapa negara yang telah pernah mengalami inflasi hiper menunjukkan bahwa inflasi yang buruk akan menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik, dan tidak mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Terlebih dahulu ekonomi harus distabilkan, dan ini termasuk usaha menstabilkan harga-harga, sebelum pertumbuhan ekonomi yang teguh dapat diwujudkan.

commit to user

terdapat kecenderungan di antara pemilik modal untuk menggunakan uangnya dalam investasi yang bersifat spekulatif. Membeli rumah dan tanah dan menyimpan barang yang berharga akan lebih menguntungkan daripada melakukan investasi yang produktif.

c) Tingkat bunga meningkat dan akan mengurangi investasi. Untuk menghindari kemerosotan nilai modal yang mereka pinjamkan, institusi keuangan akan menaikkan tingkat bunga keatas pinjamanpinjaman mereka. Makin tinggi tingkat inflasi, makin tinggi pula tingkat bunga yang akan mereka tentukan. Tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi kegairahan penanam modal untuk mengembangkan sektor – sektor yang produktif.

d) Inflasi menimbulkan ketidakpastian mengenai keadaan ekonomi di masa depan. Inflasi akan bertambah cepat jalannya apabila tidak dikendalikan. Pada akhirnya inflasi akan menimbulkan ketidakpastian dan arah perkembangan ekonomi tidak lagi dapat diramalkan dengan baik. Keadaan ini akan mengurangi kegairahan pengusaha untuk mengembangkan kegiatan ekonomi.

e) Menimbulkan masalah neraca pembayaran. Inflasi menyebabkan harga barang impor lebih murah daripada barang yang dihasilkan di dalam negeri. Maka pada umumnya inflasi akan menyebabkan impor berkembang lebih cepat tetapi sebaliknya perkembangan ekspor akan bertambah lambat. Disamping itu aliran modal keluar akan lebih banyak daripada yang masuk ke dalam negeri. Berbagai kecenderungan ini akan memperburuk keadaan neraca pembayaran, defisit neraca pembayaran

commit to user

kemerosotan nilai mata uang.

b Akibat buruk ke atas individu dan masyarakat Akibat buruk keatas individu dan masyarakat dapat dibedakan kepada tiga aspek seperti yang diterangkan dibawah ini :

a) Memperburuk distribusi pendapatan. Dalam masa inflasi nilai harta – harta tetap seperti tanah, rumah, bangunan, pabrik dan pertokoan akan mengalami kenaikan harga yang adakalanya lebih cepat dari kenaikan inflasi itu sendiri. Sebaliknya, penduduk yang tidak mempunyai harta yang meliputi sebagian besar dari golongan masyarakat yang berpendapatan rendah pendapatan riilnya merosot sebagai akibat inflasi. Dengan demikian inflasi melebarkan ketidaksamaan distribusi pendapatan.

b) Pendapatan riil merosot. Sebagian tenaga kerja di setiap negara terdiri dari pekerja – pekerja bergaji tetap. Dalam masa inflasi biasanya kenaikan harga – harga selalu mendahului kenaikan pendapatan. Dengan demikian inflasi cenderung menimbulkan kemerosotan pendapatan riil sebagian besar tenaga kerja. Ini berarti kemakmuran masyarakat merosot.

c) Nilai riil tabungan merosot. Dalam perekonomian biasanya masyarakat menyimpan sebagian kekayaannya dalam bentuk deposito dan tabungan di institusi keuangan. Nilai riil tabungan tersebut akan merosot sebagai akibat inflasi. Juga pemegangpemegang uang tunai akan dirugikan karena kemerosotan nilai riilnya.

commit to user

a. Kebijakan Moneter Pencegahan inflasi dengan kebijakan moneter dilakukan melalui upaya pengaturan jumlah uang beredar (JUB), uang beredar yang dimaksud adalah uang giral (demand deposit). Pengaturan jumlah uang beredar ini dapat melalui penetapan cadangan minimum yakni dengan meningkatkan cadangan minimum sehingga jumlah uang menjadi lebih kecil. Disamping cara ini bank sentral bisa juga dapat menggunakan kebijakan diskonto, apabila tingkat diskonto dinaikkan (oleh bank sentral) maka gairah bank umum untuk meminjam makin kecil sehingga cadangan yang ada pada bank sentral juga mengecil, akibatnya kemampuan bank umum memberikan pinjaman pada masyarakat makin kecil sehingga jumlah uang beredar turun dan inflasi dapat dicegah. Kebijakan lain yang dapat digunakan adalah kebijakan politik pasar terbuka, yakni dengan menjual surat berharga guna menekan laju inflasi.

b. Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total dengan demikian akan mempengaruhi harga kebijakan fiskal yang berupa pengurangan pengeluran pemerintah serta kenaikan pajak akan dapat mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.

c. Kebijakan yang berkaitan dengan Output Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi, kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat, bertambahnya jumlah uang didalam negeri cenderung menurunkan harga.

commit to user

Kebijakan ini dilakukan dengan penentuan ceiling harga serta mendasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji ataupun upah kalau indeks harga naik maka upah atau gaji juga akan naik.