3. al-Haibah

B.3. al-Haibah

Secara bahasa, Ibn Manzhur mencatat arti haibah adalah al-ijlâl wa al- makhâfah , yaitu pengagungan dan takut. Kata hâbahu sama dengan khâfahu idzâ waqqarahu wa idzâ 'azhzhamahu. 65 Haibah selanjutnya berarti takut yang disertai pengagungan dan penghormatan, yang biasanya disertai pula dengan rasa cinta. 66

Kosakata ini banyak didapati dalam literatur tasawuf, namun tidak terdapat dalam ayat-ayat al-Qur`an. Rasa takut yang disertai cinta ini dapat dipahami semisal dari hadits-hadits yang menceritakan tentang orang-orang yang ketika bertemu dengan

Rasulullah, maka akan timbul rasa hormat, cinta dan segan. Sebagaimana hadits riwayat Muslim kitab aymân bab shuhbah al- mamâlik wa kafârah man lathoma 'abdah nomor 3135, yang berbunyi : ﻦﻋ ﻲِﻤﻴﺘﻟﺍ ﻢﻴِﻫﺍﺮﺑِﺇ ﻦﻋ ﺶﻤﻋﹶﺄﹾﻟﺍ ﺎﻨﹶﺛﺪﺣ ٍﺩﺎﻳِﺯ ﻦﺑﺍ ﻲِﻨﻌﻳ ِﺪِﺣﺍﻮﹾﻟﺍ ﺪﺒﻋ ﺎﻨﹶﺛﺪﺣ ﻱِﺭﺪﺤﺠﹾﻟﺍ ٍﻞِﻣﺎﹶﻛ ﻮﺑﹶﺃ ﺎﻨﹶﺛﺪﺣ

Dalam hadits di atas tergambar jelas bahwa orang yang sedang marah masih merasa takut dan segan pada Rasulullah SAW sehingga cemeti yang dipegang di

65 Lihat Ibn Manzhûr al-Mishrî, Lisân al- ‘ Arab , j. 1, h. 789.

66 Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Madârij al-Sâlikîn, hal. 514.

tangannya terlepas. Hal ini menunjukkan bahwa Abu Mas'ud al-Badri (orang yang sedang marah yang tersebut dalam hadits itu) sangat menghormati dan takut pada Rasulullah SAW yang menegurnya tatkala ia memarahi budaknya. Andaikan tidak ada rasa takut dan hormatnya pada Rasulullah SAW, niscaya ia tak akan menghiraukan teguran itu dan masih melanjutkan pelampiasan kemarahannya pada sang budak. Contoh lain akan adanya rasa haibah pada Rasulullah SAW sebagaimana juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad tentang seorang dokter dan anaknya yang meski baru pertama kali bertemu dengan Rasulullah SAW, namun mereka merasa hormat

dan segan pada beliau. 68

B.4. Wajal dan isyfâq

Ibn Manzhur menulis arti al-wajal adalah al-faza' wa al-khauf, 69 dan al-isyfâq adalah al-khauf. 70 Sementara Ibn Qayyim menulis bahwa wajal artinya hati yang

menggigil dan bergetar karena mengingat orang yang ditakuti kekuasaan dan hukumannya saat melihatnya. Sementara al-isyfâq adalah rasa takut yang membuat seseorang menjadi waspada secara terus-menerus, yang disertai rasa kasih sayang

terhadap sesuatu yang ditakuti. 71

68 Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad kitâb musnad al-muktsirîn min al-shahâbah bâb

hadîts abî Rimtsah an al-nabî nomor 6821, yang berbunyi :

69 Ibn Manzhûr al-Mishrî, Lisân al- ‘ Arab , j. 11, h. 722.

70 Ibn Manzhûr al-Mishrî, Lisân al- ‘ Arab , j. 10, h. 179.

Jika diperhatikan dua kosakata ini (al-wajal dan al-isyfâq), maka akan didapati bahwa jika dikaitkan dengan Allah SWT sebagai objek rasa takutnya, maka keduanya merupakan dampak lanjutan dari al-khasyyah. Hal ini dikarenakan al- khasyyah adalah rasa takut yang disertai pengagungan dan pengetahuan. Dampak dari rasa takut yang seperti ini akan terlihat pada keadaan hati yang bergetar/menggigil ketika ingat pada kekuasaan dan takut pada hukuman-Nya (al-wajal), dan membuat seseorang menjadi waspada secara terus menerus, namun tetap disertai rasa kasih sayang (al-isyfâq). Uraian ini akan menjadi semakin jelas jika melihat kedua kosakata

ini berada dalam ayat Al-Qur`an dalam konteks menerangkan rasa takut kepada Allah. Seperti dalam QS. al-Anfal ayat 2 yang mencantumkan kata wajal mempunyai makna dampak lanjutan dari rasa khasyyah:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.

Pada ayat di atas kata wajal bermakna "gemetar hatinya". Al-Syaukani mengatakan bahwa rasa gemetar tatkala mengingat Allah SWT ini hanya timbul pada diri orang yang di hatinya ada rasa khasyyah (takut dengan mengagungkan), memiliki keimanan yang sempurna dan ikhlas pada-Nya. Diriwayatkan dari Umm al-Darda` tentang gambaran al-wajal (gemetarnya hati) diibaratkan seperti pelepah daun kurma

yang terbakar. 72 Dan ayat 28 pada surat al-Anbiya' yang mencantumkan kata isyfâq, juga

mengandung arti dampak lanjutan dari khasyyah.

Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada mamberi syafa'at melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-

Nya.

Pada ayat di atas, jelas terlihat bahwa kata isyfâq berada setelah kata khasyyah , dan mempunyai makna "selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya". Ketika menafsirkan ayat ini, Al-Syaukani memberikan penekanan makna pada khasyyah sebagai "al-khauf ma'a al-ta'zhîm" (takut pada Allah SWT yang disertai pengagungan) dan isyfâq sebagai "al-khauf ma'a al-hadzr wa lâ ya`man makrallâh" (takut pada Allah SWT yang disertai kehati-hatian sehingga tidak merasa aman dari

makar 73 Allah SWT). Demikianlah beberapa kata yang dalam al-Qur'an mengandung arti takut

kepada Allah SWT. Penulis melihat bahwa dari beberapa kata tersebut, kata al- khasyyah dan al-khauflah yang paling sering muncul dalam ayat-ayat al-Qur`an dalam arti takut kepada Allah SWT. Jika rahbah lebih dekat artinya dengan al-khauf, maka al-wajal dan al-isyfâq artinya lebih dekat dengan al-khasyyah. Meskipun

demikian, penulis memandang adanya kesamaan kandungan makna dari kelima kosakata tersebut jika obyek rasa takutnya adalah Allah SWT, sehingga pada pembahasan selanjutnya, penulis juga mengutip ayat-ayat yang mencantumkan salah satu dari kelima kosakata tersebut untuk memperkuat pembahasan dalam konteks khasyyatullâh .