1. al-khasyyah dan al-khauf.
B.1. al-khasyyah dan al-khauf.
Pada sub bab ini, penulis akan mengkaji terlebih dahulu dua kata yang seringkali dianggap sama, yaitu al-khasyyah dan al-khauf. Penulis merasa perlu membahas dua kata ini terlebih dahulu sebelum kata-kata yang sepadan lainnya, dikarenakan dua alasan. Pertama, dari semua kata yang mengandung makna takut kepada Allah dalam ayat-ayat al-Qur`an, dua kata inilah yang paling sering dijumpai. Kata khasyyah, dalam berbagai shîghatnya, terulang sebanyak 48 kali, dan kata khauf, dalam berbagai shîghatnya, terulang sebanyak 134 kali. Sementara kata-kata lainnya, yaitu : isyfâq, dalam berbagai shîghatnya ada 11 kali; wajal, dalam berbagai shîghat nya ada 5 kali, dan rahbah, dalam berbagai shîghatnya ada 12 kali.
Kedua, dan ini yang utama, dua kata ini sering dianggap mutarâdif (sinonim), padahal bukan. Hal ini sebagaimana yang terdapat pada kaidah penafsiran "mâ yuzhannu annahu mutarâdif wa laisa min al-mutarâdif (kata yang dianggap sinonim padahal bukan). Mannâ’ Khalîl Qaththân, ketika membahas kaidah ini dalam bukunya, Mabâhits fi ‘Ulûm al-Qur’ân, memberikan beberapa contoh, di antaranya adalah kata khasyyah dan khauf ini. Selanjutnya Qaththân mengatakan bahwa khasyyah lebih tinggi daripada khauf, karena khasyyah adalah khauf yang disertai ta ’zhîm (pengagungan). Khasyyah timbul didasarkan pada keagungan obyek khasyyah (makhsyâ)nya, meski orang yang merasakan khasyyah (khâsyî) adalah orang yang punya kekuatan. Sementara khauf disebabkan faktor kelemahan orang yang punya rasa khauf (khâ ’if), meski obyek yang ditakutinya adalah hal yang ringan.
maka kata-kata yang dihasilkan dari tashrîf huruf-huruf tersebut mengandung makna sesuatu yang besar. Kata ﺦﯿﺷ , misalnya, berarti seorang guru atau orang yang sudah tua; dan kata ﺶﯿﺧ berarti pakaian yang sangat tebal. Oleh karenanya, mayoritas kata khasyyah
digunakan sebagai ungkapan atas hak yang dimiliki Allah. 25 Untuk membandingkan dua kata (khasyyah dan khauf) ini, Qaththân
memberikan contoh pemakaian kata khasyyah pada Q.S. Fathir : 28 dan Q.S.al-Ahzab : 38, dan untuk kata khauf, Qaththân memberikan contoh ayat ke-50 dari surat al-Nahl yang berbunyi :
Mereka takut kepada tuhan mereka yang (berkuasa) atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka.
Qaththân mengatakan bahwa ayat ini bermaksud memberikan deskripsi tentang malaikat yang mempunyai rasa khauf, setelah pada ayat-ayat sebelumnya disebutkan bahwa malaikat mempunyai kekuatan. Ungkapan tersebut menggunakan kata khauf dimaksudkan sebagai penjelasan bahwa meskipun para malaikat itu makhluk yang kasar dan keras (ghilâzh syidâd), namun di sisi Allah, mereka tetaplah
lemah. 26 Beberapa literatur tasawuf seperti Ihyâ Ulûm al-Dîn karangan al-Ghazâlî, 27 Minhâj al-Qâshidîn 28 karangan Ibn Qudâmah al-Maqdisî, al-Luma ’ karangan Abu Nashr al-Sarrâj al-Thûsî 29 dan al-Risâlah al-Qusyairiyah karangan Abu al-Qâsim al-
25 Mannâ’ Khalîl Qaththân, Mabâhits fi ‘ Ulûm al-Qur ’ ân, (Riyadh : Mansyûrat al-'Ashr al- Hadîts, 1973), h. 204.
26 Al-Qaththân, Mabâhits, h. 204.
27 Muhammad bin Muhammad Abu Hâmid Al-Ghazâlî, Mukhtashar Ihyâ 'Ulûm al-Dîn, (Beirut : Dâr al-Fikr, 1993), cet. I, h. 22-24 28 Ibn Qudâmah al-Maqdisî, Minhâj al-Qashidîn, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1988), cet. 1, h. 287-300 29 Abu Nashr al-Sarrâj Al-Thûsî, al-Luma ’ , (Kairo : Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyah, tth.),
Qusyairî 30 tidak secara jelas membedakan arti dari masing-masing kosakata-kosakata tersebut. Dalam literatur tersebut, pembahasan tentang tema “takut” (yang
diredaksikan dengan al-khauf), banyak didasarkan pada dalil ayat-ayat al-Qur`an dan hadits-hadits Nabi yang tidak hanya menggunakan redaksi al-khauf, melainkan juga al-khasyyah , al-Rahbah, al-wajal, al-haibah dan al-Isyfâq. Al-Ghazâlî misalnya, ketika menjelaskan tentang Khauf yang akan makin sempurna bila didasarkan pada ma’rifat, mengutip dalil ayat al-Qur`an Q.S. Fathir ayat: 28:
Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang- binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah
ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun.
Selain dalil Q.S. Fathir: 28 yang menggunakan redaksi Yakhsyâ ( ﻰﺸﺨﻳ bentuk
fi ’il mudhâri dari Khasyyah), al-Ghazâli juga menyertakan hadits Nabi: ﷲ ﻢﹸﻜﹸﻓﻮﺧﹶﺃ ﺎﻧﹶﺃ
(Sayalah orang yang paling takut di antaramu kepada Allah). Hadits ini menggunakan
redaksi Akhwafu ( 31 ﻑﻮﺧﹶﺃ
bentuk isim tafdhîl dari Khauf). Hal yang sama terdapat dalam Minhâj al-Qâshidîn karya Ibn Qudâmah al-Maqdisî. Ketika menjelaskan tentang rasa takut (Khauf) yang sempurna adalah milik ‘ulama (hamba-hamba-Nya yang berilmu), al-Maqdisî mengutip dalil Q.S. Fathir: 28 dan hadits Nabi yang senada dengan hadits yang dikutip al-Ghazâlî, namun dengan redaksi berbeda, yaitu :
Aku adalah orang yang paling tahu diantara kalian tentang Allah, dan aku adalah orang yang paling takut diantara kalian kepada-Nya 32
30 Abu al-Qâsim Abd al-Karîm bin Hawâzin Al-Qusyairî, al-Risâlah al-Qusyairiyah, (t.tmp : Dâr al-Khair, tth.), h. 130-134.
31 Al-Ghazâlî, Mukhtashar, hal. 22.
Penulis menemukan beberapa hadits yang terdapat dalam kitab-kitab tersebut yang mengandung makna yang tidak jauh berbeda dengan dua hadits di atas, namun diungkapkan dalam redaksi yang berbeda.
Penulis mendapati bahwa selain hadits ﷲ ﻢﻜﻓﻮﺧأ ﺎﻧأ yang terdapat dalam tulisan al-Ghazâlî 33 , dan redaksi hadits ﺔﯿﺸﺧ ﻪﻟ ﻢﻛﺪﺷأو ﷲﺎﺑ ﻢﻜﻓﺮﻋأ ﺎﻧأ yang terdapat dalam tulisan
al-Maqdisî 34 , ada juga hadis yang bermaksud senada dengan itu namun dengan redaksi hadits ﺔﯿﺸﺧ ﻪﻟ ﻢﻛﺪﺷأو ﷲﺎﺑ ﻢﻜﻤﻠﻋﻷ ﻲﻧإ yang terdapat dalam tulisan al-Syirbâshî 35 ,
dan redaksi hadits ﺔﯿﺸﺧ ﻪﻟ ﻢﻛﺪﺷأو ﷲ ﻢﻛﺎﻘﺗأ ﻲﻧإ yang terdapat dalam tulisan Ibn Qayyim
al-Jauziyyah 37 serta Majduddin al-Fairûz Âbâdî dalam Bashâir Dzawi al-Tamyîz.
Hadits-hadits yang disebutkan pada kitab-kitab tersebut di atas tidak ada yang ditulis lengkap sanad dengan matannya, namun hanya ditulis matan saja. Dan setelah penulis berusaha mentakhrijnya, penulis mendapati enam hadits senada yang lengkap sanad dan matannya, yaitu :
1. HR. Bukhârî nomor 6757 Kitâb al-I ’tishâm bi al-Kitâb wa al-Sunnah, Bâb Mâ Yukrah min al-Ta’ammuq wa al-Tanâzu ’ fi al-‘Ilm wa al-Ghuluw.
33 Al-Ghazâli, Mukhtashar, hal. 22.
34 Ibn Qudamah al-Maqdisî, Minhâj al-Qâshidîn, hal. 288.
35 Al-Syirbâshî, Mausû ’ ah , hal. 41.
36 Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Madârij al-Sâlikîn, hal. 512.
2. HR. Bukhari nomor 5636 Kitâb al-Adab Bâb Man Lam Yuwâjih al-Nâs bi al-'Itâb
3. HR. Muslim nomor 4345 Kitâb al-Fadhâ'il Bâb 'Ilmuhu billâh ta'âla wa syiddatu khasyyatihi
4. HR. Muslim nomor 4346 Kitâb al-Fadhâ'il Bâb 'Ilmuhu billâh ta'âla wa syiddatu khasyyatihi
38 Mausû'ah al-Hadîts al-Syarîf, CD Room.
39 Mawsû'ah al-Hadîts al-Syarîf, CD Room.
5. HR. Ahmad nomor 23050 Kitâb Bâqî Musnad al-Anshâr Bâb Hadîts al-Sayyidah 'Aisyah
6. HR. Ahmad nomor 24307 Kitâb Bâqî Musnad al-Anshâr Bab Bâqî al-Musnad al-Sâbiq
Pada hadits-hadits tersebut di atas, meski dengan jalur sanad dan muatan matan yang berbeda, namun ditemukan satu titik persamaan, bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang paling takut (khasyyah) kepada Allah SWT, karena beliaulah
orang yang paling mengenal-Nya (banyak pengetahuan tentang-Nya). Di antara 'ulama yang membahas tentang hubungan kata al-khauf dan al- khasyyah , hanya beberapa ‘ulama yang membuat pembahasan dalam pandangan yang sedikit membedakan di antara keduanya. Ibn Qayyim al-Jauziyyah, misalnya, meski ia mengatakan bahwa masing-masing kosakata tersebut artinya tidak jauh, namun ia
41 Mawsû'ah al-Hadîts al-Syarîf, CD Room
42 Mawsû'ah al-Hadîts al-Syarîf, CD Room
juga mengatakan adanya perbedaan pada masing-masing perinciannya. 44 Ibn Qayyim al-Jauziyyah selanjutnya mengatakan bahwa al-Khasyyah lebih khusus daripada
Khauf , karena ia adalah Khauf yang disertai ma’rifat (pengetahuan). Oleh karenanya, Khasyyah ini hanya dimiliki oleh orang-orang yang memiliki ma’rifat (pengetahuan) tentang Allah. Orang yang memiliki sifat Khasyyah lebih suka memposisikan dirinya untuk berlindung pada ilmu. Hal ini berbeda dengan orang yang punya sifat Khauf yang lebih suka melarikan diri atau menahan diri. Ibn Qayyim al-Jauziyyah membuat perumpamaan untuk membedakan keduanya dengan contoh orang yang sama sekali
tidak mengerti ilmu kedokteran dan seorang dokter yang andal. Orang yang pertama mengandalkan pertahanan (menahan sakit) dan upaya melarikan diri (memilih untuk tidak berobat), sedangkan orang yang kedua mengandalkan ilmu dan pengetahuannya
tentang penyakit dan obat. 45 Selanjutnya Ibn Qayyim al-Jauziyyah juga mengatakan bahwa Al-khauf
merupakan kegundahan hati dan gerakan hati karena ingat sesuatu yang ditakuti, atau merupakan upaya hati untuk menghindar dari datangnya sesuatu yang tidak disukainya saat ia merasakannya. Orang yang memiliki al-khauf akan mengambil tindakan untuk menghindar dari sesuatu yang ditakuti, kecuali objek rasa takutnya adalah Allah. Karena orang yang punya rasa takut kepada Allah, ia tidak akan berlari
menghindar dari-Nya, tapi justru akan berlari menuju ke arah-Nya. 46 Sementara Al-Râghib al-Ashfahânî dalam bukunya, al-Mufradât fi Gharîb al-
Qur ’ân, mengatakan bahwa khauf berarti rasa takut akan datangnya sesuatu yang tidak disukai, baik hal yang terduga atau bencana. Hal ini sebanding dengan rajâ ’ yang berarti rasa pengharapan akan datangnya sesuatu hal yang disukai, baik yang terduga atau karunia. Kata khauf mempunyai antonim amn yang berarti rasa aman,
44 Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Madârij al-Sâlikîn, hal. 512.
45 Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Madârij al-Sâlikîn, h. 513.
dan khauf ini bisa digunakan sebagai ungkapan rasa takut pada hal-hal duniawi dan ukhrawi. 47
Al-Ashfahânî selanjutnya memberi keterangan bahwa khauf yang ditujukan pada Allah bukan berarti rasa takut yang sama sebagaimana yang dirasakan oleh orang yang takut pada binatang buas, namun berarti penjagaan diri dari perbuatan maksiat dan berusaha untuk taat. Dari sini bisa difahami bahwa orang yang tidak meninggalkan perbuatan dosa tidak dianggap sebagai seorang khâ ’if (orang yang
mempunyai rasa khauf). 48 Secara bahasa, khauf berarti faza', 49 yang dalam bahasa Indonesia diartikan
dengan "takut". 50 Sementara dalam al-Qur`an, kata al-khauf menurut al-Faqîh al- Dâmighânî dalam Qâmûs al-Qur 51 ’ân, memiliki 5 macam arti, yaitu :
a). Mengandung arti pembunuhan Allah berfirman dalam Q.S. an-Nisa ayat 83 :
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).
47 Al-Râghib al-Ashfahânî, al-Mufradât fî Gharîb al-Qur ’ ân , h.161.
48 Al-Râghib al-Ashfahânî, al-Mufradât fî Gharîb al-Qur ’ ân. , h.162.
49 Ibn Manzhûr al-Mishrî, Lisân al- ‘ Arab , j. 9, h. 99.
50 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia al- ‘ Ashri , h.865.
51 Al-Faqîh al-Husain bin Muhammad al-Dâmighânî, Qâmûs al-Qur ’ ân , (Beirut: Dâr al-‘Ilm li al-Malâyîn, 1977), cet. Ke-2, h. 165. Bandingkan dengan keterangan yang sama dalam Bashâir
Kata al-khauf pada ayat di atas dimaksudkan sebagai antonim dari kata al- amn . Di mana al-khauf tersebut dimaksudkan dengan pembunuhan, karena berita yang sering diumumkan pada saat itu (adzâ'û bih) adalah berita bahwa negerinya sedang aman atau telah terjadi pembunuhan. Dalam Tafsir al-Jalalain disebutkan bahwa al-amn dalam ayat di atas berarti al-nasr (pertolongan / kemenangan) dan al- khauf berarti al-hazîmah (serangan / pembunuhan). Kata "hum" (mereka) pada ayat tersebut ditujukan pada orang-orang munafik atau orang Islam yang lemah imannya yang suka menafsirkan dan mengumumkan suatu berita yang mereka dengar tanpa
mengkonfirmasikannya terlebih dahulu kepada Rasulullah SAW. 52
b). Mengandung arti peperangan dan pertempuran Kata al-khauf dapat juga berarti peperangan atau pertempuran, sebagaimana terdapat dalam firman Allah SWT dalam Q.S. al-Ahzab ayat 19 :
Mereka bakhil terhadapmu apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan (pahala) amalnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Pada ayat tersebut di atas didapati dua kata al-khauf. Kata al-khauf yang pertama bermakna peperangan karena berkaitan dengan ayat sebelumnya yang menerangkan tentang peperangan. Sementara al-khauf yang kedua bermakna takut akan perang itu sendiri. Al-Suyuthi dalam al-Durr al-Mantsûr meriwayatkan dari
52 Jalal al-din al-Suyuthi dan Jalal al-din al-Mahalli, Tafsir al-Jalalain, (Gujarat : Markaz
Qatadah tentang arti kata al-khauf yang pertama (fa idzâ jâ`a al-khauf) dengan "idzâ hadharû al-qitâl wa al-'aduww" (tatkala menghadapi pertempuran atau permusuhan). 53 Sedangkan kata al-khauf yang kedua (fa idzâ dzahaba al-khauf)
dalam Tafsîr al-Jalâlain diartikan "wa hîzat al-ghanâ`im" (dan harta rampasan perang telah dibagi). 54