Khasyyatullâh dan Alam
D. Khasyyatullâh dan Alam
Dari uraian di atas dapat ditemukan kejelasan tentang makna khasyyatullâh, yaitu takut kepada Allah SWT yang disertai pengagungan dan dilandasi pengetahuan. Lalu bagaimana dengan ayat-ayat al-Qur`an yang diredaksikan dengan khasyyah dan shîghat nya yang dikaitkan dengan benda-benda selain manusia, yang nota bene tak bernyawa, yaitu gunung dan batu?
Ayat al-Qur`an yang menerangkan bahwa batu mempunyai rasa takut kepada Allah SWT (khasyyatullâh) adalah Q.S. al-Baqarah : 74:
93 Al-Ramlî, al-Khauf min Allah, h. 162.
94 Al-Ramlî, al-Khauf min Allah, h. 165.
95 Al-Ramlî, al-Khauf min Allah, h. 170.
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, Karena takut kepada Allah. dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.
Ayat tersebut di atas berada dalam rangkaian ayat yang berkenaan dengan kaum Yahudi yang mengingkari nabi Musa AS dan ajarannya. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa dalam ayat tersebut Allah SWT bermaksud memberikan celaan dan kecaman terhadap Bani Israel yang tidak menghiraukan sama sekali nasihat dan teguran Nabi Musa. Hati mereka sudah bebal dan mengeras sehingga peringatan apapun tidak mampu menembusnya. Kerasnya hati mereka inilah yang dikatakan
Allah SWT serupa dengan kerasnya batu atau bahkan lebih keras lagi. 97 Al-Baghawi menjelaskan bahwa celaan ini bermakna : "Jika batu saja takut pada Allah SWT,
mengapa kalian sama sekali tidak mau tunduk kepada Allah SWT, wahai kaum Yahudi?" 98
Jika kemudian timbul pertanyaan : batu adalah benda mati, bagaimana ia takut kepada Allah SWT? Al-Baghawi menuliskan bahwa Allah SWT memberikan pemahaman kepada batu tersebut lalu memberikan ilham, dan dengan ilham itulah
batu bisa merasa takut kepada Allah SWT. 99 Selanjutnya al-Baghawi menerangkan pendapat madzhab ahl al-sunnah wa al-jamâah tentang hal ini, bahwa Allah SWT
menciptakan ilmu dalam benda mati dan seluruh hewan, hanya saja mereka tidak
97 Ibn Katsîr, Tafsîr, jilid 1, h. 114. Kekerasan hati ini dapat melebihi kerasnya batu karena Ibn Abbas mengatakan bahwa sebagian batu ada yang lebih lunak dibandingkan hati-hati manusia
tatkala mendengar suatu kebenaran. Lihat Al-Suyuthi, al-Durr al-Mantsûr, j.1, h.156.
98 Muhyi al-Sunnah Abi Muhammad al-Husain bin Mas'ud al-Baghawi, Ma'âlim al-tanzîl, (Riyadh : Dar Thaibah, 1993), cet. II, j.1, h.95. Al-Qurthubi menulis riwayat dari Ibn Abbas, bahwa
yang dimaksud dalam ayat ini adalah hati para ahli waris dari orang yang terbunuh pada kisah Bani Israel; dan riwayat dari abi al-'Aliyah dan Qatadah bahwa hati yang keras yang dimaksud dalam ini adalah hati Bani Israel. Lihat Al-Qurthubi, al-Jâm'i li ahkâm al-Qur'ân.
dikaruniai akal. 100 Oleh karenanya, mereka juga bisa takut dan bertasbih (mensucikan) Allah SWT, seperti yang Allah SWT isyaratkan dalam Q.S. al-Isra :
44 101 yang berbunyi:
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah.
dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.
Al-Baghawi juga menuliskan bahwa karena telah ada dalil secara jelas dalam al-Qur`an tentang hal ini, maka menurut madzhab ahl al-sunnah wa al-jamâah, menjadi kewajiban setiap mukminlah untuk mengimaninya dengan seluruh ilmu yang
dikaruniakan Allah SWT. 102 Karena jika Allah SWT telah berkehendak, maka tak ada hal yang mustahil bagi-Nya, termasuk menjadikan benda mati mempunyai sifat
seperti manusia. Hal ini terkait dengan keyakinan dalam paham madzhab ahl al- sunnah wa al-jamâah yang memberikan kuasa penuh pada Tuhan, dan manusia harus menerimanya tanpa ada ta`wil atas ayat yang bersangkutan. 103
Terkait dengan batu yang bisa berperilaku layaknya manusia (seolah-olah batu itu hidup sehingga dapat bertasbih karena merasa takut pada Allah SWT), maka dalam hadits nabi bisa didapati beberapa isyarat tentang hal itu. Nabi Muhammad
Mujahid bahkan mengatakan bahwa tiap ada batu yang memancarkan air, terbelah atau jatuh meluncur dari gunung, maka itu sebagai pertanda bahwa batu itu sedang bertasbih pada Allah SWT karena al-Qur`an mengisyaratkan akan hal itu. Lihat Al-Suyuthi, al-Durr al-Mantsûr, j.1, h.156.
101 QS. Maryam : 90 dan QS. Shad : 17 dapat juga dijadikan contoh tentang hal ini.
102 al-Baghawi, Ma'âlim al-tanzîl, h. 105.
103 Keyakinan ini adalah menurut madzhab ahl al-sunnah wa al-jamâah. Hal ini tentu berbeda dengan pemahaman yang ada dalam madzhab lain seperti Mu'tazilah yang mempunyai ushul al-
khamsah . Dan menurut penulis, adanya perbedaan pemahaman itu dan implikasinya dalam memahami ayat al-Qur`an yang berkaitan dengannya, bukanlah termasuk kapasitasnya tulisan ini untuk membahas
SAW pernah bercerita, misalnya, bahwa sebelum diangkat menjadi nabi, beliau pernah diberi salam oleh sebuah batu di Mekkah. Kejadian yang terlihat ganjil di mata orang awam itu baru beliau ketahui (sadari) setelah beliau diangkat menjadi nabi. Hal ini sebagaimana terdapat dalam shahih Muslim nomor 4222 kitâb al-fadhâil bâb fadhl nasab al-nabi wa taslîm al-hajar 'alaih qabl al-nubuwah sebagai berikut :
Dalam memahami ayat ke-74 surat al-Baqarah yang menerangkan tentang takutnya batu ini, al-Alûsi dalam Rûh al-Ma'ânî mencantumkan beberapa pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa redaksi ayat tersebut bermakna haqîqî bukan majâz (metafora), dengan menyandarkan mashdar (khasyyah) pada objek (maf'ûl)nya (Allah), sehingga dipahami bahwa batu takut kepada Allah SWT. Allah SWT mempunyai wewenang untuk menciptakan kehidupan dalam batu. Pendapat ini serupa dengan madzhab ahl sunnah wa al- jamâ'ah yang dijelaskan oleh al-Baghawi di atas. Pendapat kedua mengatakan bahwa redaksi ayat tersebut bermakna hakiki dengan membuang subjek (fâ'il)nya, yaitu lafadz "al-'ibâd", sehingga dipahami
104 Mausû'ah al-Hadîts al-Syarîf, CD Room . Contoh lain tentang batu yang mampu berbicara ini juga terdapat dalam beberapa hadits nabi yang berisikan bahwa salah satu tanda datangnya hari
kiamat adalah jika kaum muslim dapat membunuh orang-orang Yahudi, hingga orang-orang Yahudi tersebut bersembunyi di balik batu dan pepohonan. Batu dan pepohonan tersebut memberitahu kaum muslim bahwa di belakang mereka ada orang Yahudi yang sedang bersembunyi, kecuali pohon Gharqad karena ia termasuk pohon Yahudi. Imam Muslim mencantumkannya dalam shahihnya nomor 5203 kitâb al-fitan wa asyrâth al-sâ'ah bâb lâ taqûm al-sâ'ah hattâ yamurr al-rajul bi qabr al-rajul fayatamanna sebagai berikut :
bahwa di antara bebatuan, ada yang jatuh tatkala bergetar dikarenakan rasa takutnya hamba-hamba Allah SWT kepadaNya. Pendapat ketiga mengatakan bahwa al- khasyyah dalam ayat tersebut bermakna hakiki, dengan mengembalikan dhomir "hâ" pada lafadz "wa inna minhâ" kepada "al-qulûb", sehingga dipahami bahwa di antara hati-hati manusia ada yang merasakan ketenangan dan kembali mengingat Allah SWT, dan ini adalah hati orang-orang yang ikhlas. Ketenangan ini diibaratkan dengan al-hubûth (jatuh). Pendapat keempat mengatakan bahwa al-khasyyah pada ayat
tersebut di atas bermakna majâz dari makna kepatuhan pada perintah Allah SWT. 105 Sementara ayat yang menerangkan tentang gunung yang memiliki
khasyyatullâh adalah Q.S. al-Hasyr : 21 yang berbunyi :
Kalau sekiranya kami turunkan Al-Quran Ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.
Ayat tersebut mengandung perumpamaan atas keluhuran dan ketinggian derajat al-Qur`an serta kekuatan pengaruhnya dikarenakan kandungannya berupa nasihat, peringatan, larangan, dan kewajiban. Selain itu, ayat tersebut sekaligus juga mengandung celaan pada manusia karena kekerasan hatinya dan minimnya kekhusyu'annya tatkala membaca al-Qur`an dan mentadabburinya. Oleh karenanya, Allah SWT mengumpamakan bahwa jika al-Qur`an yang sangat agung itu diturunkan kepada sebuah gunung, niscaya ia akan tunduk dan terpecah belah karena takutnya
pada Allah SWT. 106 Inilah yang kemudian dikatakan oleh Ibn Katsir sebagai celaan
105 al-Alûsî, Rûh al-Ma'ânî, jilid 1, h. 296. Dalam Tafsir Abi al-Sa'ud ditemui keterangan yang sama dengan pendapat keempat ini.
106 al-Alûsî, Rûh al-Ma'ânî, jilid 9, h. 255. Bandingkan dengan keterangan yang disampaikan oleh al-Qurthubi yang menuliskan riwayat dari Malik bin Dinar yang berkata :"Aku bersumpah,
pada manusia, "Jika gunung saja, andai diturunkan al-Qur`an kepadanya, ia bisa tunduk hingga terpecah belah karena takut pada Allah SWT, lalu bagaimana dengan
manusia yang berakal? Sudahkah mau memahami dan mentadabburi al-Qur`an?" 107 Dua ayat tentang takutnya gunung dan batu kepada Allah SWT sepatutnya
menjadi renungan bagi manusia. Ia mengandung peringatan supaya manusia bisa lebih mengoptimalkan kemampuan akalnya, yang justru tidak dimiliki batu dan gunung, untuk dapat memahami dan mentadabburi al-Qur`an. Karena dengan seringnya interaksi manusia dengan al-Qur`an, maka akan bertambahlah pemahaman
dan pengetahuannya terhadap al-Qur`an, dan itulah yang diharapkan dapat menambah rasa takutnya pada Allah SWT serta mengagungkanNya. Hal ini karena dalam al- Qur`an banyak didapati tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
Berkaitan dengan batu dan gunung yang dapat merasa takut pada Allah SWT, maka menurut penulis, Allah SWT Maha Kuasa atas segala hal, termasuk menjadikan benda mati yang tak bernyawa dapat berperilaku seperti manusia. Hal ini karena Rasulullah SAW pun telah mengisyaratkan dalam haditsnya sebagai penjelasan atas ayat-ayat yang menerangkan tentang hal itu.
107 Ibn Katsîr, Tafsîr, jilid 4, h. 343. Terkait dengan gunung yang berperilaku seperti manusia (seolah mempunyai perasaan), bisa didapati juga dalam beberapa hadits Nabi yang menceritakan
bahwa Nabi SAW pernah mengatakan bahwa beliau mencintai gunung Uhud dan Uhudpun mencintai kita. Dalam Shahih Bukhari hadits nomor 3775 kitâb al-maghâzî bâb uhud yuhibbunâ wa nuhibbuh tercantum :
Selain diriwayatkan oleh Bukhari, hadits dengan maksud tersebut juga diriwayatkan oleh Muslim, Tirmidzi dan Ahmad dengan sanad dan redaksi matan yang berbeda. Lihat Mawsû'ah al-Hadîts al- Syarîf , CD Room