Militer dan Peranannya di Bisnis

8. Militer dan Peranannya di Bisnis

Keterlibatan militer dalam dunia bisnis memiliki akar yang panjang di Indonesia, bahkan sebelum deklarasi kemerdekaan. Pejabat-pejabat militer PETA, sebuah unit militer Indonesia yang dibentuk oleh pendudukan Jepang pada masa Perang Dunia kedua, menikmati tingkat kesejahteraan yang tidak terlalu berbeda dengan pejabat-pejabat militer semas pemerintahan kolonial Belanda yang digantikan oleh Jepang. Ini bukan hanya karena upah mereka, tetapi juga karena penguasa Jepang membangun program ekonomi mandiri, menyediakan modal dan aset bagi korps PETA untuk keuntungan mereka sendiri.

Pembangunan Sosial-Ekonomi

Badan Keamanan Rakyat atau BKR yang dibentuk setelah kemerdekaan juga memperoleh fasilitas dan dana dari kaum etnis Cina yang kaya dan para pengusaha. Menyusul pembentukan angkatan bersenjata setelah era revolusi, ada sedikit perlakuan istimewa. Tetapi sejumlah pemberontakan dan menyusutnya anggaran pemerintah pada 1952 memaksa para komandan militer regional mencari dana mereka sendiri untuk menutup biaya personel dan operasional. Keterlibatan langsung angkatan bersenjata dalam bisnis terbuka ketika pemerintah menasionalisasikan perusahaan Belanda beberapa dasawarsa kemudian.

Yang mendorong militer untuk terlibat dalam bisnis selama masa Orde Baru adalah rendahnya anggaran yang dialokasikan oleh negara untuk senjata, pengeluaran- pengeluaran, dan kesejahteraan tentara. Konsep dwifungsi yang membenarkan peran sosial politik sekaligus peran pertahan keamanan, memberi militer legitimasi untuk terlibat di berbagai aspek kehidupan, termasuk bisnis.

Tetapi sebagai dampak kegiatan-kegiatan ini, militer bertanggung jawab atas akibat-akibat yang tak terkontrol, di mana korupsi menjadi akibat sampingan yang nyata. Lagipula, uang yang dihasilkan tidak digunakan sepenuhnya untuk keperluan militer tetapi untuk mendukung gaya hidup mewah pejabat militer dan untuk memperkuat klik politik di dalam militer. Pemanfaatan Pertamina (perusahaan minyak milik negara) adalah salah satu contoh negatif bisnis non-anggaran yang dilakukan oleh militer.

Kini bisnis militer bisa dikategorikan ke dalam empat kelompok: koperasi yang memprioritaskan kesejahteraan tentara; unit bisnis; bisnis yang dijalankan oleh lembaga nirlaba; dan “mempengaruhi dan meredakan”, yang dipraktekkan di luar struktur formal bisnis militer. Mencari rente menjadi penyakit akut dalam ekonomi Indonesia selama masa Orde Baru, dan empat kategori bisnis militer ini memberikan kontribusi pada bencana ekonomi ini. Salah satu contoh adalah bisnis listrik, di mana proyek yang didukung oleh militer memungut harga 50 persen lebih besar per KWh dibanding proyek-proyek yang dikelola oleh PLN, perusahaan listrik negara yang disetujui pada waktu yang sama.

Sebagai sebuah lembaga, angkatan bersenjata adalah elemen sangat kuat dari rezim birokrasi otoriter, tapi mungkin saja strategi besar tidak berada di tangan angkatan bersenjata sendiri. Ini bisa dilihat dari bisnis-bisnis militer tertentu yang dibangun melalui kerja sama dengan pelaku-pelaku sektor swasta yang kuat, termasuk mereka yang berasal dari keluarga Presiden Soeharto. Ini meliputi perkayuan, penerbangan sipil, perangkat pesawat terbang di Batam, resor berlibur di Bintan, pengolahan ikan, dan banyak lagi yang lain.

Penilaian Demokratisasi di Indonesia

Pengaruh militer terhadap bisnis besar mengalami kelesuan pada akhir 1970-an karena pemain-pemain sipil yang kuat menjadi lebih berpengaruh. Keterlibatan militer dan pejabat-pejabat seniornya, termasuk purnawirawannya, masihlah sangat kuat, tetapi motifnya adalah untuk mempertahankan loyalitas mereka kepada Soeharto. Beberapa kelompok berpikir militer dimanfaatkan oleh kepentingan- kepentingan lain, seperti pada kasus-kasus penggusuran tanah, pemogokan buruh, dan pemanfaatan aset yang dikontrol oleh militer, atau secara mudah digunakan sebagai penjaga bisnis besar dalam waktu yang tak pasti.

Tugas besar adalah untuk “memurnikan” peran militer dan pada saat yang sama memberikan posisi yang tepat menurut fungsinya. Dalam konteks globalisasi, keahlian yang makin khusus dibutuhkan untuk menjalankan bisnis secara efisien dan militer memiliki tugas sendiri yakni untuk menjaga pertahanan keamanan nasional.

Rekomendasi dibawah ini disarankan :

Rekomendasi:

฀฀฀฀฀฀฀ Mencabut militer dari bisnis adalah sama pentingnya dengan reformasi

birokrasi untuk mengoptimalkan reformasi sosial-ekonomi di Indonesia.

฀฀฀฀฀฀฀ Membongkar posisi-posisi monopoli yang dipertahankan oleh militer

melalui peraturan pemerintah. ฀฀฀฀฀฀฀ Privatisasi perusahaan-perusahaan milik militer, atau memastikan

bahwa kepentingan publik terwakili dalam investasi dan dana yang dikontrol oleh militer.

฀฀฀฀฀฀฀ Membangun mekanisme untuk memastikan transisi militer keluar

dari bisnis.

Pembangunan Sosial-Ekonomi