Prinsip-prinsip Pedoman untuk Restrukturisasi Sosial-Ekonomi
3. Prinsip-prinsip Pedoman untuk Restrukturisasi Sosial-Ekonomi
3.1 Sebuah Cetak-Biru untuk Reformasi
Tidak seperti negara-negara Asia lainnya yang terperangkap dalam krisis ekonomi Asia yang berawal pada bulan Juli 1997, Indonesia hanya menunjukkan sedikit tanda-tanda pemulihan ekonomi. Akar persoalannya adalah paradigma pembangunan yang telah berakar selama masa Orde Baru yang menekankan pertumbuhan, “stabilitas”, dan struktur “komando dan kontrol” yang didominasi oleh pemerintah pada semua kebijakan-kebijakan pembangunan ekonomi. Hanya ada ruang kecil bagi publik untuk memberikan masukan pada proses pengambilan keputusan atau untuk mengkritiknya. Yang dihasilkan adalah konsentrasi kekuasaan dalam pengambilan keputusan ekonomi tanpa mekanisme apa pun untuk menentang kebijakan-kebijakan buruk atau untuk memberantas korupsi yang merajalela yang dapat menghancurkan kebijakan-kebijakan yang terbaik sekalipun.
Krisis moneter membuka selubung masalah-masalah kompleks yang ditimbulkan oleh Orde Baru, yang menonjol di antaranya adalah sifat negara yang tersentralisasi dan patrimonial. Semua pertalian ekonomi, sosial, dan budaya di antara lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi saat ini harus dibangun kembali untuk menjamin pemerataan distribusi kemakmuran dan perbaikan kualitas hidup rakyat.
Restrukturisasi ini mensyaratkan sebuah cetak biru pembangunan ekonomi Indonesia yang memprioritaskan kebutuhan sosial rakyat maupun kebutuhan ekonomi mereka. Cetak biru ini, seraya secara fundamental mereformasi struktur ekonomi Indonesia, harus juga disesuaikan dengan tuntutan reformasi sosial dan politik. Proses dan substansi reformasi ekonomi haruslah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Pengelolaan ekonomi di Indonesia haruslah berdasarkan prinsip-prinsip berikut.
Rekomendasi:
Membangun basis ekonomi yang luas untuk menjamin kesejahteraan sosial. Memprioritaskan perbaikan kondisi hidup dan kesejahteraan kelompok- kelompok rentan dalam masyarakat, termasuk perempuan dan kelompok sosial yang tidak memiliki hak-hak istimewa, untuk menghilangkan kemiskinan struktural.
Pembangunan Sosial-Ekonomi
sambungan Memberikan kesempatan dan akses yang sama terhadap kemajuan untuk seluruh rakyat Indonesia. Membangun paradigma ekonomi yang tidak hanya fokus pada industri dan perdagangan skala besar tetapi juga membantu usaha kecil dan menengah dan fokus pada pembangunan pertanian dan sektor kelautan, mengakui bahwa yang disebut terakhir menjadi sumber mata pencaharian bagi mayoritas rakyat Indonesia.
Menghapuskan kemiskinan di daerah pedesaan dan perkotaan. Membangun sebuah sistem ekonomi yang seimbang yang terbuka dan
transparan dan menghapuskan korupsi, kolusi, dan nepotisme, juga sistem monopoli dan oligopoli yang memberikan perlindungan dan hak-hak istimewa hanya kepada sedikit elite politik dan ekonomi.
Membangun sebuah sistem ekonomi yang tidak terlalu tergantung pinjaman luar negeri. Indonesia memang tak harus diisolasi secara ekonomi, tapi Indonesia harus menegakkan integritas ekonomi nasional.
Menciptakan paradigma pembangunan ekonomi Indonesia yang menempatkan aktivitas ekonomi sebagai media untuk memajukan kesejahteraan nasional dan bukan sebagai tujuan bagi aktivitas ekonomi itu sendiri.
Membangun sebuah sistem ekonomi yang mengatasi jurang perbedaan regional.
Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, struktur dan sistem ekonomi yang dibangun dalam jangka panjang haruslah berdasarkan komitmen yang lebih tinggi untuk:
Mengaitkan pembangunan ekonomi dengan agenda pembangunan nasional yang lebih luas. Pembangunan ekonomi harus selaras dengan kehidupan politik, sosial, dan budaya dan berusaha menghilangkan kemiskinan struktural sekaligus dampak budaya kemiskinan yang mempengaruhi bagian terbesar masyarakat.
Mendasarkan pembangunan ekonomi di atas prinsip-prinsip pembangunan yang berkesinambungan dengan tekanan pada pemanfaatan sumber daya alam yang efisien dan berkesinambungan.
Memperhitungkan posisi strategis Indonesia sebagai negara kepulauan. Ada beberapa kekuatan dan kelemahan yang berasal dari posisi strategis ini. Perlu dipastikan bahwa perairan Indonesia dimanfaatkan untuk memberikan keuntungan kepada seluruh bangsa Indonesia.
Penilaian Demokratisasi di Indonesia
Memperhitungkan keanekaragaman etnis dan agama dan kondisi demografi, termasuk perpecahan vertikal dan horisontal yang membelah masyarakat, dan meminimalkan jurang perbedaan sosial dan ekonomi di dalam dan di antara semua kelompok di masyarakat.
Mengawasi dampak proses pembangunan ekonomi untuk mencegah terjadinya marjinalisasi kelompok mana pun, memberikan perhatian khusus pada masalah-masalah ketimpangan dan persamaan untuk perempuan dan kelompok-kelompok yang rentan dalam masyarakat.
Mendukung sektor pertanian dan industri skala kecil dan menengah untuk menjamin kesinambungannya. Penekannya haruslah pada usaha membantu mengembangkan kemandirian dan bukannya menciptakan ketergantungan pada pemerintah.
Fokus pada usaha merangsang hubungan sosial ekonomi pribumi untuk membangkitkan kemandirian yang lebih besar di dalam masyarakat.
3.2 Pembangunan Melalui Aturan Hukum
Untuk menjamin pembangunan ekonomi bekelanjutan dalam jangka panjang, cetak biru ekonomi haruslah diimplementasikan secara konsisten dan menyeluruh, berdasarkan aturan yang jelas yang menentukan peran negara dalam kehidupan sosial-ekonomi bangsa. Yang sangat penting dalam usaha ini adalah ketaatan pada prinsip supremasi hukum.
Masih ada kecendurangan, yang merajalela selama era Orde Baru, untuk memanfaatkan secara sewenang-wenang perusahaan milik negara dan dana di luar anggaran resmi lembaga pemerintah, seperti Badan Urusan Logistik (Bulog) dan dana reboisasi hutan. Penyelewengan ini dan praktek-praktek penyelewengan yang lain harus diperiksa.
Rekomendasi :
Menghilangkan campur tangan negara yang berlebihan terhadap mekanisme pasar untuk mencegah distorsi pasar. Menerapkan aturan hukum, tanpa diskriminasi, untuk mencegah eksploitasi dan perlakuan tidak adil terhadap pekerja Indonesia. Perlakuan yang sama dan adil terhadap semua subyek ekonomi untuk memberikan kesempatan sukses yang sama untuk semua orang. Penciptaan proses yang transparan dalam pemberian hak-hak ekonomi melalui lisensi. Lepas dari rekomendasi bahwa negara tidak boleh campur tangan untuk menciptakan distorsi pasar, mengakui bahwa negara memiliki peran
Pembangunan Sosial-Ekonomi
sambungan dalam penyediaan jaring pengaman dan dukungan kepada kelompok- kelompok rentan. Memberikan perhatian khusus pada kelompok- kelompok rentan, seperti sektor informal, melalui program-program aksi yang positif yang pada akhirnya akan “menyamakan posisi di lapangan permainan”.
3.3 Letter of Intent
Usaha-usaha Indonesia untuk keluar dari krisis menghasilkan penandatanganan perjanjian Letter of Intent (LoI) antara pemerintah dan Dana Moneter Internasional (IMF). Hingga kini, LoI, sebuah rencana mengikat untuk merestrukturisasi lembaga dan finansial yang dirancang oleh pemerintah dengan IMF, adalah satu-satunya cetak biru bagi pemulihan ekonomi Indonesia.
Betapa pentingnya LoI tidak bisa dipandang remeh. Bukan saja penerapan LoI telah mendatangkan IMF ke Indonesia, tetapi LoI juga mempengaruhi syarat-syarat seluruh kesepakatan finansial internasional lainnya dengan Indonesia. Sebagai contoh, kesepakatan dengan Consultative Group for Indonesia dan Paris Club juga tergantung keberhasilan implementasi LoI. Mengingat kelemahan- kelemahan pembuatan keputusan kebijakan di Indonesia, LoI mempunyai makna besar karena mengatur agenda reformasi, baik di bidang ekonomi maupun pemerintahan, dan mengikat kabinet.
Namun, LoI tidak cukup komprehensif untuk mengatasi berbagai macam masalah sosial dan politik yang menimpa Indonesia. LoI memprioritaskan pemulihan ekonomi tetapi tidak fokus pada ekonomi yang lebih luas. Kabinet dan pemerintah menandatangani LoI lainnya pada bulan September 2000 dan secara politis menjalankan reformasi IMF hingga paling tidak tahun 2002. Namun, yang dibutuhkan adalah strategi jangka panjang untuk membangun ekonomi Indonesia yang kuat. Sangatlah esensial bahwa ekonomi Indonesia harus tidak terjebak budaya ketergantungan dan penggunaan pinjaman luar negeri sebagai basis seluruh pembangunan ekonomi.
Perjanjian LoI yang didukung IMF melahirkan beberapa ketergantungan. Ini dilihat sebagai produk kelompok birokrat dan teknokrat yang eksklusif dan terisolasi, dan bukan hasil sebuah proses negosiasi yang demokratis dan inklusif. Agar berhasil, cetak biru reformasi jangka panjang haruslah dihasilkan oleh partisipasi seluruh komponen masyarakat dan diterima sebagai agenda nasional yang berdasarkan konsensus nasional.
Penilaian Demokratisasi di Indonesia
Langkah-langkah yang harus diambil:
Rekomendasi :
Mengembangkan proses dari bawah ke atas ( bottom-up) untuk mendapatkan masukan bagi cetak biru pembangunan ekonomi agar relevan bagi semua wilayah di Indonesia.
Mengembangkan pendekatan yang inklusif dalam perencanaan ekonomi untuk mencegah terjadinya marjinalisasi kelompok mana pun, terutama perempuan dan kelompok-kelompok rentan yang lain. Mengadakan konsultasi-konsultasi mengenai dampak dari kebijakan potensial dan menyelenggarakan dengar pendapat umum sebelum keputusan final diambil, terutama pada aspek-aspek yang berhubungan dengan kehidupan dan budaya seluruh masyarakat.
Berinvestasi dalam pembangunan proses sosialisasi yang transparan, untuk menjamin bahwa cetak biru jangka panjang untuk pembangunan adalah produk konsensus nasional dan berhubungan dengan keteraturan sosial.