Tata Pemerintahan yang Baik: Jalan Menuju Pem- bangunan dan Reformasi di Indonesia

1. Tata Pemerintahan yang Baik: Jalan Menuju Pem- bangunan dan Reformasi di Indonesia

Berbagai krisis yang dialami Indonesia sejak akhir 1997 bernuansa politik selain ekonomi, dan Indonesia dipaksa untuk menghadapinya secara bersamaan. Negara ini tengah berjuang untuk menciptakan sistem ekonomi berdasarkan peraturan ( rule-based economy) sebagai pengganti dari sistem sewenang-wenang, korup, patrimonial selama lebih dari tiga dasawarsa lalu. Negara ini juga tengah berusaha untuk membangun demokrasi pluralistik baik untuk menyokong sistem ekonominya maupun memang untuk tujuan demokrasi itu sendiri.

Ambruknya ekonomi dan finansial Indonesia membuat bangsa ini melakukan sejumlah introspeksi dan pencaritahuan sebab-sebab terjadinya krisis, juga hambatan-hambatan yang ada dan strategi-strategi penyelesaiannya. Arena-arena, sektor-sektor, lembaga-lembaga, dan praktek-praktek yang diidentifikasi untuk direformasi dan direstrukturisasi dalam dialog konsultatif untuk pembangunan sosial dan ekonomi meliputi:

Letter of Intent (LoI) yang ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan Dana Moneter Internasional (IMF). Hubungan antara pemerintahan pusat dan daerah dalam menjalankan otonomi daerah. Hubungan antara investasi asing langsung dan investasi lokal. Struktur fiskal. Reformasi birokrasi dan administrasi publik. Militer dan hubungan bisnisnya. Restrukturisasi sektor swasta dan swasta gadungan. Reformasi hubungan perburuhan. Peran korupsi dalam meruntuhkan reformasi dan pembangunan.

Pemulihan ekonomi menjadi prioritas bagi Indonesia, dan reformasi pemerintahan harus diakui sebagai suatu modal yang dengannya pemulihan ekonomi dan pembangunan sosial-ekonomi dihadapi. Fokus reformasi pemerintahan bermakna menggeser tekanan kebijakan pembangunan dari program-program lama, yang hanya memusatkan perhatian pada aspek ekonomi pemerintahan, ke bentuk yang menguji langkah-langkah ekonomi dan politik secara bersamaan.

Penilaian Demokratisasi di Indonesia

Pendekatan ini sebuah kemajuan daripada pendekatan ekonomi terpusat, tetapi tetap saja ada keterbatasan-keterbatasan yang harus dihadapi. Parameter reformasi pemerintahan tidak bisa ditentukan secara sederhana dengan mengkombinasikan daftar langkah-langkah ekonomi dan politik. Pemerintahan yang baik besar kemungkinan bisa dijamin dengan cara saling memperkuat pranata-pranata dan praktek-praktek yang mendukung pemulihan ekonomi dan pertumbuhan yang berkesinambungan, dan lembaga-lembaga dan praktek-praktek ini harus merupakan hasil akhir dari pembahasan dan partisipasi publik, dan berakhir dengan konsensus-konsensus. Lebih jauh, lembaga-lembaga pemerintah haruslah mengakar ke bawah dan dipertahankan sepanjang waktu sebelum dampaknya bisa dirasakan.

Penekanan pada pemerintahan pada gilirannya menuntut pembongkaran menyeluruh terhadap semua pendekatan perumusan kebijakan publik dan organisasi sosial serta pendekatan-pendekatan baru yang radikal terhadap kebijakan pembangunan. Namun, Indonesia tengah berusaha menghadapi persoalan-persoalan ini dalam konteks rezim politik yang lemah, mata uang yang terdepresiasi, melonjaknya kekerasan komunal dan sektarian, erosi kekuasan pusat, dan desakan kuat dari wilayah-wilayah yang menginginkan otonomi politik atau bahkan pemisahan diri.

Meski tiga tahun berlalu sejak krisis mulai meletus, kebijakan publik Indonesia tetap harus menyelesaikan konflik kunci mengenai distribusi. Yang pertama adalah dengan masyarakat investor dan dikaitkan dengan penjualan aset dan penyelesaian utang. Yang kedua adalah antara program dan proyek yang secara langsung mempengaruhi kesejahteraan masyarakat luas, terutama kaum miskin. Masyarakat investor sangat peduli terhadap isu-isu fiskal dan restrukturisasi keuangan, reformasi birokrasi dan peradilan, dan penanganan korupsi . Masyarakat yang lebih luas juga terkait dengan restrukturisasi lembaga peradilan dan birokrasi dan dengan batas-batas wilayah berdasarkan otonomi daerah. Secara khusus hal ini juga terkait dengan isu-isu pengentasan kemiskinan, manajemen lingkungan hidup dan sumber daya alam, hubungan perburuhan, reformasi sektor swasta, dan korupsi.

Dalam tahap transisional dari rekonstruksi dan reformasi ini, sangat vital mengidentifikasi kondisi-kondisi awal yang ada pada masa krisis sebagai basis, dan bahwa langkah-langkah dalam revisi kerangka kerja analitis ditelusuri sedemikian rupa sehingga penyebab bisa dihubungkan dengan akibat dan instrumen kebijakan dengan hasil-hasilnya.

Pembangunan Sosial-Ekonomi

Penting pula untuk menyoroti poin-poin bahwa mekanisme krisis ekonomi dan penularannya mungkin berbeda dengan saluran transmisi pemulihan ekonomi.

Meski “pemerintahan yang baik” saat ini adalah konsep reformasi yang populer, itu masih membingungkan. Seberapa banyak sebenarnya lembaga yang memberikan kontribusi pada kinerja ekonomi masihlah harus dipahami. Tidak sepenuhnya jelas apakah lembaga yang baik serta-merta bisa mendorong pertumbuhan, atau apakah ini tergantung sifat sebuah lembaga – negara – ataukah tergantung interaksi antara negara dan masyarakat sipil. Tanpa menentukan korelasi antara desain dan pembangunan kelembagaan dan kinerja ekonomi, banyak inisiatif politik yang sampai saat ini dijalankan mungkin tidak sepenuhnya relevan.

Tampaknya tidak ada satu pun struktur pemerintahan terbaik yang bisa diidentifikasi secara jelas yang bisa menjadi model universal bagi negara berkembang. Bahkan tidak jelas juga apakah struktur-struktur pemerintahan yang berbeda memang memadai pada tahapan-tahapan pembangunan yang berbeda atau apakah struktur-struktur ini terkait dengan apakah negara sanggup menanggungnya pada tahap tersebut.

Semua pendekatan praktis untuk memasukkan pemerintahan ke dalam agenda reformasi dimulai dengan memasukan daftar sifat-sifat yang diharapkan dalam dunia ekonomi dan politik. Namun, tanpa struktur teoritis yang kuat yang mengevaluasi kombinasi alternatif dari paket reformasi pemerintahan dan aplikasinya dalam kondisi yang ada, pendekatan daftar itu menjadi tidak lebih berarti dari sekadar daftar niat baik. Jelas, daftar niat baik ini akan muncul sehubungan dengan dialog ini dan dalam dialog konsultatif lainnya tentang reformasi pemerintahan di Indonesia. Tetapi akan ada usaha-usaha untuk mengaitkannya dengan sebuah evaluasi terhadap unsur-unsur vital dari paket reformasi.

Pemeriksaan awal juga mendorong diskusi-diskusi lainnya untuk melanjutkan analisis dan evaluasi kritis terhadap paket reformasi dalam konteks transformasi sosial, ekonomi, dan politik.

Untuk mewujudkan pembangunan pranata-pranata yang saling memperkuat dan praktek-praktek yang berkesinambungan, struktur institusional yang telah direformasi haruslah diletakkan dalam konteks politik dan ekonomi Indonesia dan harus dirancang berdasarkan faktor-faktor kritis yang telah menyebabkan krisis. Ini berarti perhatian harus lebih banyak diberikan untuk memahami situasi national Indonesia.

Penilaian Demokratisasi di Indonesia

Di luar antusiasme terhadap reformasi pemerintahan, ada beberapa isu remeh yang harus tetap diingat karena implikasinya terhadap kebijakan. Ada keterbatasan- keterbatasan baik dalam skala maupun waktu, dan tidak selalu ada hubungan analitis yang jelas antara perencanaan institusional tertentu dan kinerja ekonomi, sebab beberapa institusi sekaligus merupakan tujuan dan alat. Sangat penting juga untuk mengurutkan reformasi secara strategis dan memadai, karena ada banyak institusi dan proses yang saling tergantung dan reformasi haruslah dijalankan secara bersamaan jika memang diharapkan membuahkan hasil. Ada keharusan untuk menentukan prioritas yang bisa ditangani, untuk menghindari bahaya agenda reformasi yang terlalu berat. Strategi lain yang berguna adalah mengurangi harapan untuk meraih keuntungan-keuntungan dengan cepat yang dapat dicapai melalui reformasi pemerintahan, dan menghindari pengaitan antara reformasi dan kondisionalitas.

Peninjauan kembali kerangka kerja institusional untuk mendukung pemerintahan yang baik hanya bisa dibuat dan dipertahankan berdasarkan konsensus sosial. Untuk keluar dari krisis berkepanjangan menuju ke arah regenerasi yang terus-menerus, pertumbuhan, dan kohesi sosial, harus dibangun kerangka kerja institusional melalui pembahasan dan partisipasi komunitas ekonomi dan politik Indonesia seluas-luasnya. Ini arena tempat kerja sama dan konsultasi sektor publik dengan sektor swasta sangat diperlukan. Pembahasan semacam ini adalah buah dari sistem demokrasi yang berdasarkan aturan hukum. Ini prasyarat bagi transformasi Indonesia dan tidak dapat dipandang sebagai hasil sampingan pembangunan.

Sementara pengakuan terhadap demokrasi tidak ditentang secara luas setelah Soeharto jatuh, masih ada persaingan di antara model-model demokrasi. Ada tanda-tanda bahwa pelaku-pelaku kunci di Indonesia menginginkan demokrasi elitis dan menentang demokrasi yang lebih deliberatif dan parsipatoris. Demokrasi elitis memilih kontrol publik di atas proses politik dalam bentuk pemilihan umum dan pembahasan berbagai kepentingan melalui tawar-menawar kelompok dan mediasi kepentingan. Demokrasi deliberatif, di sisi lain, fokus pada partisipasi publik dalam menentukan kebaikan bersama dan mengembangkan keteraturan sosial dalam hubungannya dengan struktur dan proses pemerintahan. Demokrasi ini menuntut kebebasan berbicara, wacana publik, transparansi, dan akses informasi. Mengingat adanya perbedaan-perbedaan, sangatlah penting para perencana dan pembuat kebijakan memiliki gagasan yang jelas tentang tipe negara demokrasi dan model ekonomi pasar apa yang ingin diwujudkan dalam reformasi pemerintah mereka.

Meskipun ada rasa mawas diri setelah krisis finansial dan ekonomi terjadi,

Pembangunan Sosial-Ekonomi

beberapa pertanyaan tak terjawab terus mengganggu para pembuat kebijakan dan pada akhirnya mereka harus menjelaskannya panjang lebar di dalam forum konsultatif yang lainnya. Saat ini Indonesia sedang berjuang di berbagai bidang. Perjuangannya termasuk menghadapi persoalan utang swasta yang sangat besar dan menyelamatkan sektor perbankan yang terbebani oleh para kreditor yang gagal memenuhi kewajiban dan nilai tukar mata uang yang lemah. Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan-kebijakan yang kredibel untuk menjamin kepercayaan investor dan untuk menjalankan redistribusi aset dalam kerangka kerja yang transparan dan adil. Perhatian besar juga harus diberikan pada penciptaan lapangan kerja dan penyediaan jasa-jasa pokok dengan harga terjangkau, untuk menjamin kepercayaan masyarakat bahwa isu-isu ini dijadikan prioritas penanganan.

Nilai tukar rupiah tetap melemah meski seluruh agregat moneter dan ekonomi makro menunjukkan perkembangan positif. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah lemahnya mata uang disebabkan oleh ketidakpastian politik, ekonomi, dan keamanan negara, ataukah disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti kendornya kontrol moneter dan kurangnya kemampuan bank sentral dalam hal kebijakan moneter.

Pertanyaan lain yang juga tetap ada adalah apakah Indonesia terus berada dalam krisis karena kegagalan nasional untuk mengatasi problem-problemnya, atau apakah ini disebabkan juga oleh faktor-faktor yang dapat membebani efektivitas otoritas regulator yang paling kompeten sekalipun. Jelas sangat penting bagi para pembuat kebijakan nasional untuk memiliki pemahaman yang lebih baik tentang isu-isu ini, terutama bagaimana pasar uang berfungsi dan implikasi bermacam kebijakan finansial dan bentuk-bentuk intervensi dan pengetatan yang dilakukan pemerintahan. Ada keharusan untuk fokus pada rancangan maupun penerapan kebijakan finansial.