Pertimbangan Potensi Bencana dalam Pengembangan Wilayah

50

2.6. Pertimbangan Potensi Bencana dalam Pengembangan Wilayah

Potensi bencana alam tanah longsor merupakan salah satu pertimbangan yang penting dalam pengembangan wilayah, terutama diperlukan dalam proses penyusunan tata ruang baik pada tingkat nasional, propinsi dan kabupatenkota. Berdasarkan Pedoman Penataan Ruang dan Pengembangan Kawasan, untuk keperluan perencanaan wilayah dan kota pada tingkat nasional perlu disusun suatu “kriteria nasional” untuk kawasan rawan bencana, khususnya yang berkaitan dengan kawasan rawan bencana: a. yang mutlak “harus” dihindari untuk pemanfataan apapun b. yang masih dapat dikembangkan yang bergradasi dengan memanfaatkan konsep mitigasi. Berdasar Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, bahwa kawasan rawan bencana merupakan kawasan lindung yang perlu dijaga untuk melindungi manusia dan berbagai kegiatannya dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh perbuatan manusia. Kriteria kawasan rawan bencana alam adalah merupakan kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung api, gempa bumi, dan tanah longsor. Sebagai salah satu upaya pengendalian kawasan lindung, maka pada kawasan rawan bencana dilarang melakukan budidaya kecuali yang tidak mengganggu fungsi lindung. Dengan tetap memperhatikan fungsi lindung kawasan yang bersangkutan di dalam kawasan lindung dapat dilakukan penelitian eksplorasi mineral dan air tanah, serta kegiatan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana alam. 51 Hal tersebut menjadi sangat penting, sehingga seluruh proses dan prosedur penataan ruang wilayah dan kota di Indonesia harus mempertimbangkan aspek kebencanaan dan konsep mitigasi bencana. Pada saat ini upaya manajemen bencana longsor di Indonesia masih menitikberatkan pada tahap “saat terjadi bencana” dan “pasca bencana” saja, sehingga untuk ke depan peran dan fungsi penataan ruang sebagai aspek mitigasi bencana sebenarnya menjadi sangat strategis berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pertimbangan tersebut sebagai upaya untuk mencegah atau paling tidak dapat meminimalkan korban yang diakibatkan oleh adanya bencana Karnawati, 2003. Selanjutnya Karnawati 2003, berpendapat bahwa dalam manajemen bencana alam tanah longsor perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut : a. Memahami fenomena gerakan tanah, yang menyangkut jenis dan mekanisme, penyebabnya, dan pemicu terjadinya; b. Identifikasi permasalahan yang terjadi dalam manajemen; c. Identifikasi akar permasalahan yang mendorong terjadinya penyebab bencana; d. Penetapan strategi, sistem dan unsur pelaksana manajemen; e. Penetapan program manajemen, prioritas dan jangka waktu pencapaiannya. Sedangkan sistem manajemen bencana dikelompokan ke dalam beberapa tahap, yaitu : a. Tahap preferensi pencegahan Tahap ini dilakukan sebelum bencana terjadi dengan tujuan meminimalisir potensi bencana alam tanah longsor, serta meminimalkan atau mencegah 52 resiko yang terjadi akibat bencana alam tersebut. Sebagai contoh bahwa bencana alam tanah longsor dapat dicegah atau paling tidak diminimalkan kemungkinan terjadinya korban apabila faktor-faktor penyebab dan pemicunya dapat dikontrol dan dikendalikan, seperti tata guna lahan dan vegetasi penutup. b. Tahap kesiapsiagaan Tahap ini merupakan tahap menjelang terjadinya bencana seperti bencana tanah longsor maka tahapan ini dilakukan pada akhir musim kemarau sampai awal musim penghujan, karena bencana longsor biasanya terjadi pada saat tanah mulai jenuh air, yaitu pada pertengahan sampai akhir musim penghujan. c. Tahan penanggulangan pasca bencana Tahap penanggulanan ini merupakan tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi dari kejadian bencana alam tanah longsor. Tahap ini perlu dilakukan up- dating pemetaan dan inventarisasi bencana tanah longsor serta mengkaji penyebab dan mekanisme terjadinya bencana tersebut, sehingga dapat diketahui zona-zona baru yang rawan bencana tanah longsor yang sangat diperlukan dalam menyusun rencana tata ruang pasca bencana. Tahap manajemen bencana alam tanah longsor ini tidak berhenti pada tahap penanggulangan saja, tetapi merupakan siklus balik yang terus berkelanjutan. Hal ini dilakukan karena kejadian bencana alam geologi merupakan suatu siklus yang sangat memungkinkan mengalami pengulangan secara periodik. Bencana gempa bumi, letusan gunung api dan tsunami memerlukan kajian yanag lebih sulit, karena kejadiannya tidak dapat dideteksi 53 dari pergantian musim, namun bencana alam banjir dan tanah longsor siklus pengulangan relatif lebih mudah untuk diidentifikasi, yaitu pada umumnya terjadi saat musim penghujan. Pertimbangan adanya potensi bencana alam tanah longsor pada suatu daerah diperlukan dalam penyusunan RTRW dan pengambilan keputusan pemberian perijinan terhadap pengajuan rencana suatu pembangunan. Tujuan pertimbangan potensi rawan bencana alam tanah longsor selama tahap perencanaan pembangunan berdasarkan Pedoman Penataan Ruang dan Pengembangan Kawasan adalah: a. Meminimalisir resiko dan pengaruh potensi rawan tanah longsor pada kawasan permukiman, sarana dan prasarana umum; b. Memastikan berbagai jenis kegiatan pembangunan tidak harus dilakukan di daerah rawan bencana tanah longsor tanpa tindakan pengamanan yang memadai; c. Mengembalikan fungsi lahan rawan tanah longsor, bila memungkinkan, menjadi tanah yang produktif; dan d. Membantu pengamanan masyarakat dan investasi swasta melalui kompensasi yang sesuai atas kondisi lokasi dan tindakan pencegahan dari kejadian bencana yang diperlukan.

2.7. Pemanfaatan SIG untuk menunjang pengembangan wilayah