Analisis Pemanfaatan Lahan pada Daerah Rawan Bencana Tanah

113 Berdasarkan Tabel IV.3 tentang kajian kesesuaian tersebut, terdapat penyimpangan antara arahan dan rencana pemanfaatan ruang yang ditetapkan dengan kondisi pemanfaatan lahan yang ada di daerah penelitian pada saat ini. Penyimpangan tersebut merupakan alasan dasar dari evaluasi RTRW Kabupaten Banyumas disamping diundangkannya Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Hasil analisis tersebut diatas sesuai dengan teori dari Jayadinata 1992 dan Tarigan 2004.

4.5 Analisis Pemanfaatan Lahan pada Daerah Rawan Bencana Tanah

Longsor di Gununglurah Kajian pemanfaatan lahan pada daerah rawan bencana tanah longsor di Gununglurah ini didasarkan pada identifikasi dan hasil dari keempat analisis yang sudah dilakukan. Berdasarkan kondisi fisik yang ada, daerah penelitian terbagi menjadi 3 tiga daerah yang mempunyai tingkat potensi terhadap gerakan tanah dan terbagi menjadi 3 tiga kawasan yaitu kawasan fungsi lindung, penyangga dan kawasan budidaya. Pemanfaatan lahan di Gununglurah sebagian besar berupa hutan rakyat yang dikekola oleh masyarakat dan hutan negara, sebagian lagi berupa kebuntegalan, semak belukar, sawah dan permukiman. Pemahaman masyarakat setempat terhadap kondisi lingkungan akan dapat mengurangi tingkat kerentanan masyarakat dalam menghadapi bencana. Dari tingkat pemahaman yang cukup tinggi, sebagian besar masyarakat mempunyai tingkat kesadaran yang cukup tinggi dan masyarakat merasa ikut bertanggungjawab untuk menjaga kelestarian. Kegiatan yang dilakukan oleh 114 masyarakat dalam ikut menjaga lingkungan adalah dengan menanam tanaman keras pada daerah yang kritis khususnya pada lahan yang mereka miliki. Namun, tidak sedikit pula masyarakat yang mempunyai kapasitas rendah masih melakukan aktivitas yang akan dapat mengganggu keseimbangan alam. ”Sebagian besar masyarakat sudah sadar akan lingkungan sehingga ikut menjaga kelestarian alam dengan menanam tanaman keras, sedangkan sebagian lagi masih memperlakukan lingkungan dengan tidak semestinya seperti memotong lereng untuk kegiatan permukiman bahkan masih ada sebagian masyarakat yang mengolah sawah dan beternak ikan di daerah atas. Sedangkan di luar Gununglurah banyak industri pengolahan kayu, hal ini akan sangat mempengaruhi masyarakat sekitar karena sebagian masyarakat tersebut akan ikut mensuplay bahan baku kayu kepada industri tersebut”, PKL.W.04.08. Adapun pemanfaatan lahan tersebut diatas sebagian besar disebabkan karena adanya faktor kekerabatan masyarakat dalam bentuk turun temurun, keterbatasan kepemilikan lahan dari masing-masing masyarakat karena rendahnya kapasitas yang dimiliki oleh masyarakat dibanding dengan nilai lahan layak huni yang ada. Sebagian lagi pemanfaatan lahan oleh masyarakat setempat disebabkan karena lingkungan yang alami yaitu ketersediaan air baku dan udara yang bersih. ”Pemanfaatan lahan sebagian besar di daerah ini berupa permukiman, sawah dan kebuntegalan sedangkan dibagian atas merupakan hutan milik perhutani. Sebagian besar masyarakat bermukim disini karena lahan yang dibudidayakan merupakan lahan yang hanya dimiliki dan karena faktor turun temurun serta kekerabatan”, TSE.W.08.04. ”Harga lahan yang ada di Gununglurah tergolong rendah sampai sedang dibanding dengan harga lahan yang ada di kota kecamatan. Harga lahan rendah terdapat pada daerah atas, sedangkan di daerah bawah harganya jauh lebih tinggi dari daerah atas”, TSE.W.12.03. Pemanfaatan lahan pada daerah yang mempunyai potensi gerakan tanah akan menimbulkan suatu resiko gerakan tanah. Resiko gerakan tanah didasarkan pada tingkat potensi gerakan tanah terhadap ancaman kehidupan masyarakat, hasil budidaya manusia dan aktivitas masyarakat. Aktivitas dan budidaya masyarakat dalam bentuk permukiman pada daerah yang mempunyai potensi gerakan tanah 115 akan menjadikan resiko terhadap gerakan tanah menjadi tinggi sehingga bahaya bencana tanah longsor akan menjadi tinggi. Tingkat bahaya yang tinggi jika bertemu dengan tingkat kerentanan masyarakat yang tinggi akan terjadi bencana alam seperti terlihat pada Gambar 4.15. Sumber: Sadisun 2008 GAMBAR 4.15 PENGARUH KERENTANAN DAN BAHAYA TERHADAP BENCANA Rencana tata ruang di Kabupaten Banyumas secara umum terdiri dari 2 dua kawasan, yaitu kawasan fungsi lindung dan kawasan budidaya. Berdasarkan rencana tata ruang yang telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 18 Tahun 2005, pemanfaatan lahan yang ada di daerah penelitian terjadi suatu penyimpangan pemanfaatan lahan pada kawasan fungsi lindung dan kawasan penyangga. Penyimpangan pemanfaatan lahan pada daerah penelitian terdiri dari pemanfaatan lahan untuk permukiman pada kawasan penyangga dan kawasan fungsi lindung, budidaya pertanian lahan basah dan budidaya kolam ikan juga terjadi pada kawasan penyangga dan kawasan fungsi lindung seperti terlihat pada Gambar 4.16 dibawah ini. Bencana Kerentanan Bahaya 116 294000 294000 296000 296000 298000 298000 91 84 00 91 84 00 91 86 00 91 86 00 91 88 00 91 88 00 91 90 00 91 90 00 91 92 00 91 92 00 91 94 00 91 94 00 91 960 00 91 960 00 LEGENDA : PETA PENYIMPANGAN PEMANFAATAN LAHAN GUNUNGLURAH, CILONGOK, BANYUMAS N E W S SKALA SUMBER NOMOR GAMBAR UTARA Kawasan Lindung Kawasan Penyangga Kawasan Budidaya Penyimpangan pada Kawasan Penyangga Penyimpangan pada Kawasan Lindung Jalan Desa Jalan Setapak Jalan Kabupaten Batas Kabupaten Batas Desa Sungai Permanen Sungai Musiman INZET PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNIK PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA UNIVERSITAS DIPONEGORO 2008 - Dinas Lingkungan Hidup Banyumas 2007 - Hasil Analisis 2008 TESIS 4.16 800 800 Meters 800 800 Meters 117

4.6 Hubungan antar Analisis