Keputusan Mahkamah MK Konstitusi Batalkan 30 Kuota Perempuan

dibangun kedepan di Indonesia. Partai sebagai salah satu pilar demokrasi saat ini menghadapi krisis kepercayaan dari masyarakat. Adopsi sistem zipper lewat Undang-undang pemilu adalah pilihan strategis dibandingka adopsi melalui internal partai politik . Desakan lewat undang-undang pemilu akan menjadi dorongan positif bagi perubahan internal di partai politik dalam waktu yang tidak terlalu lama. Model ini adalah fast track menuju pencapaian critical number dalam waktu yang singkat.

C. Keputusan Mahkamah MK Konstitusi Batalkan 30 Kuota Perempuan

Wanita dalam kancah politik sering kali dipandang sebelah mata. Pada masa sebelum reformai sangatlah sulit bagi seorang wanita untuk menjadi seorang anggota legislatif. Diskriminasi terhadap kaum wanita ini memang sering terjadi. Di negara patriarkhi ini peran wanita dalam kancah politik memang terbilang kurang. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh budaya politik Indonesia. Pasca reformasi angin segar berhembus mendorong pada pembaharuan positif. Amandemen yang dilakukan sampai empat kali membawa perubahan signifikan pada sistim politik dan ketatanegaraan di negeri ini. Pengaruh paling besar adalah dengan diaturnya hak-hak dasar warga negara untuk berpolitik pada pasal 28 H 2 UUD 1945 yang telah di amandemen. Selanjutnya perubahan mendasar mulai semakin kuat ketika Undang- Undang Partai Politik No.2 Tahun 2008 dan Undang-Undang Pemilu tentang pemilihan anggota DPR, DPRD, dan DPD. Melalui kedua undang-undang tersebut eksistensi peranan kaum wanita mulai diangkat. Dalam pasal 213 Universitas Sumatera Utara Undang-undang No. 10 tahun 2008 memungkinkan wanita untuk memperoleh posisi perwakilan. Dalam UU tersebut diatur kuota keterwakilan perempuan adalah 30 persen. Angin segar yang sudah ditetapkan oleh UU No.10 Tahun 2008 mengenai peluang perempuan dengan sistem zig-zag, kemudian MK telah memutuskan harapan kaum perempuan dengan menetapkan bahwa kemenangan caleg dalam Pemilu 2009 ditetapkan berdasarkan perolehan suara terbanyak Putusan No.22PUU-IV2008. Dengan adanya keputusan tersebut, maka sejumlah pasal dalam UU Pemilu No.102008 yang mengatur tentang keterwakilan perempuan menjadi tidak bermanfaat. Diantaranya, pasal 8 ayat d mensyaratkan partai untuk mencantumkan 30 persen keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai tingkat pusat. Pasal 52 menyebutkan, jumlah repersentasi kuota 30 persen keterwakilan perempuan di legislative. Dan pasal 55 ayat 2 mengatakan bahwa setiap tiga daftar caleg harus terdapat di dalamnya satu perempuan. Hal ini berarti menghapuskan sistem nomor urut sistem terbuka sangat terbatas dalam penentuan anggota legislatif. Sistem nomor urut digantikan dengan sistem suara terbanyak. Sebelum keluarnya MK yang mementahkan sistem nomor urut dalam penentuan anggota legislatif penerapan sistem zipper sangatlah mudah. Dalam implementasinya partai dapat menentukan nomor urut satu dan dua diisi oleh caleg pria. Kemudian urutan tiga diisi oleh caleg wanita. Penempatan tersebut dilakukan sampai nomor urut seterusnya. Namun masalah muncul ketika putusan MK NO.22PUU-IV2008 tentang suara terbanyak lahir. Sistem ini tidak dapat diberlakukan seperti pada awalnya. Hal ini menjadi kontroversi ketika sebuah partai mendapat banyak suara, namun Universitas Sumatera Utara suara tersebut diperoleh dari suara kaum pria. Banyak caleg pria yang menolak untuk memberikan posisinya setelah mendapatkan suara dan digantikan oleh caleg wanita. Dampak dari keputusan MK pada tanggal 23 Desember 2008 pada keterwakilan perempuan yaitu: pasal 214 UU No.10 Tahun 2008 merupakan landasan yang dapat dijadikan untuk menyusun penempatan caleg sebagaimana yang telah disepakati oleh setiap partai politik peserta pemilu. Dalam daftar itu, penempatan caleg perempuan tentunya diberlakukan dengan sistem zipper atau zig-zag method. Kemudian berdasarkan keputusan MK maka sistem zipper atau zig-zag sebagai upaya yang ditempuh untuk pemberdayaan politik perempuan melalui tindakan affirmasi menjadi tidak efektif. Namun dengan sistem proporsional murni setelah keputusan MK, para caleg perempuan harus berjuang lebih ekstra sama dengan para caleg lainnya. Karena yang dibutuhkan pada sistem pemilu ini adalah setiap caleg berusaha untuk sebanyak-banyak memproleh suara dari konstituennya rakyat pemilih. Karena dengan batalnya pasal 214 UU No.10 Tahun 2008, calon legislatif terpilih tidak lagi berdasarkan suara 30 bilangan pembagi pemilih BPP, melainkan berdasarkan suara terbanyak. Putusan Mahkamah Konstitusi MK yang menbatalkan salah satu pasal UU No.10 Tahun 2008 dengan menggugurkan prioritas nomor urut dan memutuskan penentuan calon anggota legeslatif berdasarkan suara terbanyak menimbulkan pro dan kontra ditengah masyarakat. Sebagian aktivis perempuan tidak dapat menerima suara terbanyak karena bisa merugikan caleg perempuan. Realitas sekarang ini belum memungkinkan Universitas Sumatera Utara perempuan berkompetisi secara terbuka, termasuk dengan pria. Sekat-sekat kultural dan politik masih menghadang. Budaya patiarki masih sangat kental mewarnai kehidupan masyarakat dan kondisi perempuan masih termarginalkan, serta berbagai keterbatasan lainnya. Asas persaingan bebas tentu tidak adil bagi perempuan karena ruang pertarungan dan kompetisi yang tidak seimbang. Ibarat bertanding tinju dengan kaki terikat, Tampaknya, lebih bijaksana sekiranya mengedepankan asas keterwakilan, proporsioanalitas, dan perlindungan terhadap perempuan. Dampak suara terbanyak secara tidak langsung telah memandulkan tindakan affirmasi peningkatan keterwakilan 30 perempuan di parlemen, sebagaimana diamanahkan pasal 53 dan pasal 55 UU pemilu. Padahal sebelumnya yang telah mendapatkan apresiasi yang baik dari setiap partai politik menempatkan caleg berdasarkan zipper method atau metode zig-zag dimana setiap tidak caleg terdapat satu perempuan. Sangat beralasan jika kekhawatiran mendalam bahwa putusan tersebut memangkas jumlah perempuan di parlemen. Padahal peran penting perempuan di legislatif masih sangat dibutuhkan. Kehadiran perempuan di DPR sekarang ini sangat minimal mampu mengangkat aspirasi perempuan. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut ini: Tabel 2 Jumlah Perempuan di DPR 1982 – 2009 Masa Kerja DPR Jumlah Kursi Anggota Perempuan Persentase Universitas Sumatera Utara 1982 – 1987 460 39 8,5 1987 – 1992 500 65 13 1992 – 1997 500 62 12,5 1997 – 1999 500 54 10,8 1997 – 1999 500 45 9 2004 – 2009 550 61 11,09 2009-2014 560 101 18,04 Sumber: CENTRO, berdasarkan data KPU 2004 dan 2009 Data nasional memang mencerahkan. Caleg perempuan tercatat 3.894 dari 11.225 34,70 persen. Sekilas jumlah ini memenuhi amanat Pasal 52 yang menyatakan memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan, apalagi terlihat dari data KPU bahwa ada enam partai politik yang tidak memenuhi bakal caleg sekurang-kurangnya 30. Dari hasil diberlakukanya keputusan Mahkamah Konstitusi pada pemilu legislatif 2009 yang lalu, harapan akan tercapainya kuota 30 perempuan di parlemen tidaka tercapai meskipun ada kenaikan jumlah perempuan sebanyak 7,96 dari pemilu 2004. Sementara itu dapat juga kita lihat peningkatan keterwakilan perempuan di DPRD tingkat I Sumatera Utara tidak tercapai sebanyak 30 kuota perempuan yang diharapkan, meskipun adanya peningkatan keterwakilan perempuan di DPRD tingkat I Sumatera Utara sebanyak 4,6 dari pemilu 2004. Tabel 3 Daftar Caleg Terpilih DPRD Provinsi Sumatera Utara 1999-2009 Masa Kerja DPR Jumlah Kursi Anggota Persentase Universitas Sumatera Utara Perempuan 1997-2004 80 5 6,25 2004-2009 85 8 9,4 2009-20014 100 14 14 Sumber: http:www.kpusumut.com Tidak tercapainya harapan kuota 30 keterwakilan perempuan di DPR-RI dan DPRD tingkat I Sumatera Utara juga terjadi untuk DPRD tingkat II Kota Medan bahkan peningkatan yang terjadi sangat sedikit. DPRD tingkat II Kota medan hanya mengalami kenaikan 2 dari hasil pemilu 2004 yang lalu. Tabel 4 Daftar Caleg Terpilih DPRD Kota Medan Periode 1999-2009 Masa Kerja DPR Jumlah Kursi Anggota Perempuan Persentase 1997-1999 50 4 8 2004-2009 50 5 10 2009-2014 50 6 12 Sumber: http:www.kpumedan.com Enam partai politik dalam skala nasional yang tidak memenuhi, yaitu Partai Peduli Rakyat Nasional PPRN, Partai Gerakan Indonesia Raya Partai Universitas Sumatera Utara Gerindra, Partai Amanat Nasional PAN, Partai Republika Nusantara PRN, Partai Persatuan Pembangunan PPP, dan Partai Patriot PP. Dan untuk Kota Medan sendiri terdapat enam partai politik juga yang tidak memenuhi diantaranya yaitu: Partai Penegak Demokrasi Indonesia, Partai Sarikat Indonesia, Partai Persatuan Daerah, Partai Nasional Indonesia Marhaenisme, dan Partai Kedaulatan Tabel 5 Daftar Nama Calon Anggota Legislatif Oleh Partai Politik di Kota Medan NO. Nama Partai Jumlah Caleg Laki-Laki Jumlah Caleg Perempuan Total 1. Partai Hati Nurani Rakyat 35 20 55 2. Partai Karya Peduli Bangsa 15 15 30 3. Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia 11 12 23 4. Partai Peduli Rakyat Nasional 42 12 54 5. Partai Gerakan Indonesia Raya 28 10 38 6. Partai Barisan Nasional 25 10 35 7. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 15 9 24 8. Partai Keadilan Sejahtera 37 22 59 9. Partai Amanat Nasional 30 18 48 10. Partai Indonesia Baru 32 21 53 Universitas Sumatera Utara 11. Partai Kedaulatan 9 4 13 12. Partai Persatuan Daerah 21 8 29 13. Partai Kebangkitan Bangsa 18 11 29 14. Partai Pemuda Indonesia 18 13 31 15. PNI Marhaenisme 19 9 28 16. Partai Demokrasi Pembaruan 17 13 30 17. Partai Karya Perjuangan 20 10 30 18. Partai Matahari Bangsa 19 7 26 19. Partai Penegak Demokrasi Indonesia 6 8 14 20. Partai Demokrasi Kebangsaan 28 11 39 21. Partai Republikan 23 10 33 22. Partai Pelopor 19 17 36 23. Partai Golongan Karya 38 19 57 24. Partai Persatuan Pembangunan 36 17 43 25. Partai Damai Sejahtera 40 17 57 26. Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia 20 11 31 27. Partai Bulan Bintang 34 15 49 28 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 33 14 47 29. Partai Bintang Reformasi 33 19 52 30. Partai Patriot 18 10 28 31. Partai Demokrat 41 17 58 32. Partai Kasih Demokrasi 27 14 41 Universitas Sumatera Utara Indonesia 33. Partai Indonesia Sejahtera 24 12 36 34. Partai Kebangkitan Nasional Ulama 19 8 27 41 Partai Merdeka 15 4 19 42. Partai Persatuan Nahdatul Ummah Indonesia 15 9 24 43. Partai Sarikat Indonesia 4 3 7 44. Partai Buruh 25 12 37 TOTAL 915 463 1378 Sumber: KPU Kota Medan Tentu sangat disayangkan jika pemilu 2009 ini tidak mampu melahirkan jumlah anggota legislatif perempuan sebagaimana yang ditargetkan, apalagi turun drastis. Memang tidak mengurangi kwalitas pelaksanaan pemilu, tetapi bisa mempengaruhi kesempurnaan suatu bangunan demokrasi sebagaimana urgensi keterwakilan unsur-unsur terpenting masyarakat termasuk perempuan dalam ranah politik. Pembangunan demokrasi yang menjadi harapan rakyat menghendaki hal tersebut . Apalagi keterlibatan perempuan dalam ruang wilayah politik dengan output kebijakanya, tentu sangat strategi bagi perubahan mendasar gerakan perempuan dan demokrasi masa depan. Tetapi tidak sedikit aktivis perempuan yang mendukung dari keputusan MK tersebut dengan argumentasi pada penguatan demokrasi sejati yang selama ini dicita-citakan selama ini. Perempuan janganlah seperti kucing dalam karung yang selama ini disajikan oleh partai politik. Semangat berikhtiar, berkompetisi, dimiliki semua caleg secara terbuka, Universitas Sumatera Utara bukan hanya antar partai, melainkan antara caleg dalam satu partai. Terlepas dari pro dan kotra, sistem suara terbanyak hendaknya tidak menutup peluang bagi caleg perempuan bisa lebih survival. Tetap diberikan keistimewaan dan kemudahan sebagaimana komitmen awal. Keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi MK tentang sura terbanyak dalam menentukan caleg terpilih tidak serta merta menghiraukan semangat affirmasi yang selama ini diperjuangkan oleh aktivis perempuan dan gender. Semangat tersebut harus tetap menjadi bagian penting kebijakan politik dan hukum yang mendorong perempuan terlibat dan berperan penting. Disisi lain putusan suara terbanyak juga tidak boleh dihadang, harus tetap terlaksana sebagai bagian dari penguatan agenda substansial demokrasi. Universitas Sumatera Utara BAB 3 Pemahaman Tentang Kesetaraan dan Keadilan dari Penerapan Kuota 30 Perempuan

A. Persepsi Keterwakilan Perempuan