Adanya Anggapan yang Mengatakan bahwa Perempuan sebagai

bahwa perempuan juga memilki hak yang sama dengan laki-laki untuk berpolitik. Hal ini yang sebagaimana telah disampaikan oleh Ibu Ennika Diana. “Ibu Ennika menyatakan , penempatan perempuan selalu pada urutan yang kedua atau yang ketiga itu dikarenakan klaim bahwa perempuan sebagai kaum nomor dua masih sangat melekat dalam masyarakat tidak terkecuali pada partai politik. Keberadaan perempuan sebagai calon legislatif dalam partai politik juga tidak jarang hanya sebagai hiasan partai politik serta sebagai pemenuhan syarat partai untuk mengikuti pemilu 2009 tanpa melihat atau sadar bahwa perempuan juga memilki hak yang sama dengan laki-laki untuk berpolitik.” 35

2. Adanya Anggapan yang Mengatakan bahwa Perempuan sebagai

Kaum yang Irrasional Kaum perempuan sudah sangat terkenal akan sifatnya yang irrasional atau cenderung pada pemikiran yang tidak rasional. Hal ini bisa dikarenakan sifat perempuan dan tindakan perempuan yang pada umumnya didasarkan pada perasaan saja. Dengan kata lain dalam pengambilan keputusan perempuan cenderung berdasarkan pada perasaan dibandingkan dengan logika sehingga keputusan kaum perempuan sering dianggap tidak rasional. Tidak selamanya perempuan bersifat irrasional sehingga ini dijadikan alasan perempuan dianggap tidak tepat menjadi pemimpin sehingga menyudutkan kaum perempuan pada posisi yang tidak penting. Dan tidak selamnya kaum laki- laki bersifat rasional untuk dapat memimpin dan membuat serta memberikan keputusan. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya pemimpin wanita yang sukses memimpin serta memberikan keputusan yang rasional bagi banyak orang. Sudah mulainya meningkatnya pendidikan kaum perempuan merupakan faktor yang 35 Wawancara dengan Ibu Ennika Diana,SE, Bendahara Partai Serikat Indonesia Medan, di kantor Sekretariat PSI Medan, pada tanggal : 24 Agustus 2009 Universitas Sumatera Utara mendukung bahwa kaum perempuan itu tidak selamanya bersifat rasional. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Ibu Ennika Diana,SE. “Ibu Ennika menyatakan bahwa, perempuan memang selalu dikatakan iirasional dalam menanggapi suatu hal karena sering sekali perempuan menggunakan perasaan dalam menilai suatui hal. Namuntidak selamanya perempuan bersifat irrasional sehingga ini dijadikan alasan perempuan dianggap tidak tepat menjadi pemimpin sehingga menyudutkan kaum perempuan pada posisi yang tidak penting. Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman disertai perkembangan teknologi sudah banyak melahirkan atau menciptakan pola pemikiran yang rasional pada diri perempuan untuk menanggapi suatu hal. Jadi sekarang pendapat perempuan sebagai kaum yang iirasional tidak benar karena sudah banyak perempuan yang mampu memimpin dan membuat keputusan secara rasional dibandingkan laki-laki.” 36 “Ibu Susy Damanik menyatakan bahwa, pada masa sekarang ini dasar apa yang bisa menguatkan kalau perempuan itu bersifat iirasional dari pada laki-laki.. Tingkat pendidikan pengetahuan perempuan sekarang ini sudah seimbang dengan laki-laki, selama ini yang menyebabkan perempuan bersifat irrasional karena masih rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan perempuan akibat tidak adanya kesetaraan dan keadilan yang diterima oleh kaum perempuan dalam mengembang kemampuannya di bidang pendidikan, ekonomi,budaya dan politik.” Sementara itu Ibu Susy Damanik,MM sangat tidak setuju kaum perempuan dianggap irrasional dibandingkan dengan laki-laki. Jika hal demikian terbangun maka pasti tercipta ketidaksetaraan dan ketidakadilan bagi kaum perempuan. Benar perempuan lebih dominan menggunakan perasaan dalam memikirkan sesuatu tapi bukan berarti kaum perempuan tidak bisa bertindak dan berfikir serta membuat keputusan secara rasional. Sekarang ini justru lebih banyaknya laki-laki yang bersifat iirasional dibandingkan dengan kaum perempuan dalam membuat keputusan. 37 36 Wawancara dengan Ibu Ennika Diana,SE, Bendahara Partai Serikat Indonesia Medan, di kantor Sekretariat PSI Medan, pada tanggal : 24 Agustus 2009 37 Wawancara dengan Ibu Dra.Susy Damanik,MM, Aktivis perempuan Partai Nasional Indonesia Marhaenisme, di kantor Sekretariat PNI Marhaenisme Medan, pada tanggal : 20 Agustus 2009 Universitas Sumatera Utara Pada dasarnya perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk meraih posisi strategis di parlemen maupun sebagai eksekutif, namun iklim yang ada kurang kondusif untuk saat ini. Masih terdapat waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri bagi perempuan agar “lebih matang” memasuki dunia politik. Biasanya para aktivis perempuan segera mundur dari kancah politi, ketika hati nurani mereka tidak bisa memahami intrik internal partai politik yang cenderung tajam, sehingga pada dasarnya menyadari bahwa berpolitik itu bukan habitat mereka, dan cenderung menjauh dari kegiatan politik praktis. Perempuan bukan berarti tidak memahami kegiatan politik, namun kematangan yang dimaksud disini adalah baru dalam kapasitas keterwakilan formal saja, belum merupakan representasi wajah perempuan sesunguhnya. Dengan demikian dimulai dari isu- isu strategis sampai dengan program-program yang mengikat dalam sebuah sinergi memperjuangkan masalah-masalah yang dihadapi perempuan dan akses mereka pada pengambilan keputusan di semua tingkat. Dan hal ini juga berarti karena sifat perempuan yang irrasional maka perempuan dianggap tidak tepat untuk memimpin dan perempuan disudutkan dalam posisi tidak penting dalam politik. Hal ini sebagaimana disampaikan Bapak Hitler Siahaan. “ Bapak Hitler Siahaan menyatakan pada dasarnya perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk meraih posisi strategis di parlemen maupun sebagai eksekutif, namun iklim yang ada kurang kondusif untuk saat ini. Masih terdapat waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri bagi perempuan agar “lebih matang” memasuki dunia politik. Biasanya para aktivis perempuan segera mundur dari kancah politik, ketika hati nurani mereka tidak bisa memahami intrik internal partai politik yang cenderung tajam, sehingga pada dasarnya menyadari bahwa berpolitik itu bukan habitat mereka, dan cenderung menjauh dari kegiatan politik praktis. Perempuan bukan berarti tidak memahami kegiatan politik, namun kematangan yang dimaksud disini adalah baru dalam kapasitas keterwakilan formal saja, belum merupakan representasi wajah perempuan sesunguhnya..” 38 38 Wawancara dengan Bapak Hittler Siahaan, di Sekretariat Partai Nasional Indonesia Marhaenisme Medan, pada tanggal: 31 Agustus 2009 Universitas Sumatera Utara Laki-laki tidak selamanya bersifat rasional, dan perempuan tidak selamanya juga bersifat irrasional. Perempuan lebih cenderung menggunakan perasaan akan tetapi bukan berarti itu menjadi anggapan perempuan tidak mampu untuk memimpin atau bahkan masuk kedalam dunia politik. Justru sekarang perempuan dapat kita katakan lebih rasional dibandingakan laki-laki, dimana banyaknya perempuan yang sudah mampu jadi pemimpin di beberapa negara besar dan maju tidak terkecuali di Indonesia pada pemerintahan Megawati. Dari nilai-nilai agama perempuan tidak boleh jadi pemimpin hal-hal tertentu bukan karena sifatnya yang irrasional. Akan tetapi kodrat wanita yang telah ditetapkan oleh Tuhan sebagai penolong dan pendamping bagi kaum laki-laki. Hal ini sebagaimana yang telah disampaikan oleh Bapa Abdul Azis Nasution. “Bapak Abdul menyatakan bahwa, laki-laki tidak selamanya bersifat rasional, dan perempuan tidak selamanya juga bersifat irrasional. Perempuan lebih cenderung menggunakan perasaan akan tetapi bukan berarti itu menjadi anggapan perempuan tidak mampu untuk memimpin atau bahkan masuk kedalam dunia politik. Dari nilai-nilai agama perempuan tidak boleh jadi pemimpin hal-hal tertentu bukan karena sifatnya yang irrasional. Akan tetapi kodrat wanita yang telah ditetapkan oleh Tuhan sebagai penolong dan pendamping bagi kaum laki- laki.” 39

3. Adanya Streotip bahwa Dunia Politik Milik Kaum Laki-Laki