Adanya Klaim atau Pendapat Yang Mengatakan bahwa Perempuan

1. Adanya Klaim atau Pendapat Yang Mengatakan bahwa Perempuan

sebagai Kaum Nomor Dua dan Laki-Laki Sebagai Kaum Nomor Satu Klaim bahwa perempuan sebagai kaum nomor dua adalah hal yang tidak asing untuk didengar oleh semua kalangan, hal ini terjadi karna masih kuatnya budaya patriarki dan nilai-nilai agama yang cenderung terlihat menyatakan bahwa perempuan adalah kaum nomor dua dan laki-laki adalah kaum nomor satu sehingga segala kebijakan yang ada merupakan keputusan dari kaum laki-laki. Klaim atau anggapan bahwa perempuan sebagai kaum nomor dua dan laki-laki sebagai kaum nomor satu bukanlah hambatan bagi Partai Nasional Indonesia Marhaenisme dalam pemenuhan kuota 30 perempuan pada pemilu legislatif 2009 yang lalu. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme tidak setuju adanya klaim bahwa perempuan adalah kaum nomor dua. Pada hakikatnya manusia itu memiliki hak yang sama serta tidak ada pengkategorisasian nomor antara kaum laki-laki dan perempuan. Dasar klaim yang mengatakan bahwa perempuan adalah kaum nomor dua merupakan hal yang sangat tidak masuk diakal karena dasar untuk menomor duakan kaum perempuan tidak ada. Dan Partai Nasional Indonesia Marhaenisme tidak pernah setuju dengan adanya klaim tersebut. Hal ini sebagai mana yang telah disampaikan oleh Bapak Hitller Siahaan. “Bapak Hitler menyatakan bahwa, kedudukan antara laki-laki dan perempuan didalam Undang-Undang yang memberi perlindungan secara yuridis di Indonesia adalah sama. Klaim atau anggapan bahwa perempuan adalah kaum nomor dua dan laki-laki sebagai kaum nomor satu adalah budaya yang tertanam dalam kehidupan masyarakat berdasarkan pemahaman yang salah nilai-nilai ajaran agama dan adapt istiadat yang berlaku dalam masyarakat. Akan tetapi, di mata Negara keberdaan laki-laki dan perempuan adalah sama serta tidak ada Universitas Sumatera Utara penggolongan seperti laki-laki sebagai golongan nomer satu sementara perempuan berada pada golongan dua dibawah laki-laki.” 32 “Bapak Abdul Aziz menyatakan; anggapan tersebut dalam dunia publik sangat salah, karena dalam ruang lingkup publik tidak ada penomorisasian antara kaum perempuan dan laki-laki. Demikian juganya dalam agama dan keluarga perempuan bukan dikatakan sebagai kaum nomor dua namun perempuan adalah pendamping, pelengkap serta penolong bagi laki-laki.” Selain itu klaim yang mengatakan perempuan adalah kaum nomor dua dan laki-laki adalah kaum nomor satu juga ditentang oleh Ketua Partai Sarikat Indonesia, anggapan ini juga bukan hambatan bagi Partai untuk memenuhi kuota 30 perempuan dalam pemilu Legislatif 2009 yang lalu. Anggapan tersebut dalam dunia publik sangat salah, karena dalam ruang lingkup publik tidak ada penomorisasian antara kaum perempuan dan laki-laki. Demikian juganya dalam agama dan keluarga perempuan bukan dikatakan sebagai kaum nomor dua namun perempuan adalah pendamping, pelengkap serta penolong bagi laki-laki. Anggapan perempuan sebagai kaum nomor dua itu merupakan kultur yang terbangun dalam masyarakat akibat pandangan masyarakat tentang perempuan sebagai makhluk yang lemah yang harus di lindungi oleh laki-laki. Hal ini sebagaimana yang telah disampaikan oleh Bapak Abdul Azis Nasution. 33 Begitu juga dalam tanggapan klaim perempuan sebagai kaum nomor dua di dunia politik adalah salah karena hak politik merupakan salah satu hak asasi manusia jadi tidak ada penomoran akan hak-hak politik antara laki-laki dan perempuan. Dengan adanya klaim bahwa perempuan merupakan kaum nomor dua 32 Wawancara dengan Bapak Hittler Siahaan, di Sekretariat Partai Nasional Indonesia Marhaenisme Medan, pada tanggal: 31 Agustus 2009 33 Wawancara dengan Bapak Abdul Azis Nasution, di Sekretariat Partai Sarikat Indonesia, pada tanggal: 27 Agustus 2009 Universitas Sumatera Utara dan laki-laki adalah kaum nomor satu maka itu sudah melanggar hak asasi yang dimiliki kaum perempuan. Namun hal itulah yang terjadi pada perempuan selama ini dalam segala aspek kehidupan apalagi dibidang politik. Keberadaan perempuan selalu di nomor duakan dalam pembuatan keputusan dan sering kali perempuan ditempatkan pada posisi yang tidak penting sehingga harapan akan adanya perempuan dalam suatu tempat dalam pembuatan keputusan akan membawa perubahan dan kemajuan bagi perempuan tetap tidak tercapai karena posisi perempuan yang kurang strategis. Hal ini merupakan hambatan bagi partai politik untuk memenuhi kuota 30 perempuan pada pemilu legislatif 2009 yang lalu. Hal ini yang sebagaimana telah disampaikan oleh Ibu Ennika Diana. “Ibu Ennika Diana menyatakan secara prinsip klaim perempuan sebagai kaum nomor dua adalah salah karena hak politik merupakan salah satu hak asasi manusia jadi tidak ada penomoran akan hak-hak politik antara laki-laki dan perempuan. Dengan adanya klaim bahwa perempuan merupakan kaum nomor dua dan laki-laki adalah kaum nomor satu maka itu sudah melanggar hak asasi manusia yang dimiliki kaum perempuan. Namun hal itulah yang terjadi pada perempuan selama ini dalam segala aspek kehidupan apalagi dibidang politik.” 34 Perempuan sering sekali dijadikan hiasan partai politik dalam mencari dukungan masyarakat, demikian juga dalam kuota 30 perempuan oleh partai politik pemilu legislatif 2009 yang lalu. Penempatan perempuan selalu pada urutan yang kedua atau yang ketiga itu dikarenakan klaim bahwa perempuan sebagai kaum nomor dua masih sangat melekat dalam masyarakat tidak terkecuali pada partai politik. Keberadaan perempuan sebagai calon legislatif dalam partai politik juga tidak jarang hanya sebagai hiasan partai politik serta sebagai pemenuhan syarat partai untuk mengikuti pemilu 2009 tanpa melihat atau sadar 34 Wawancara dengan Ibu Ennika Diana,SE, Bendahara Partai Serikat Indonesia Medan, di kantor Sekretariat PSI Medan, pada tanggal : 24 Agustus 2009 Universitas Sumatera Utara bahwa perempuan juga memilki hak yang sama dengan laki-laki untuk berpolitik. Hal ini yang sebagaimana telah disampaikan oleh Ibu Ennika Diana. “Ibu Ennika menyatakan , penempatan perempuan selalu pada urutan yang kedua atau yang ketiga itu dikarenakan klaim bahwa perempuan sebagai kaum nomor dua masih sangat melekat dalam masyarakat tidak terkecuali pada partai politik. Keberadaan perempuan sebagai calon legislatif dalam partai politik juga tidak jarang hanya sebagai hiasan partai politik serta sebagai pemenuhan syarat partai untuk mengikuti pemilu 2009 tanpa melihat atau sadar bahwa perempuan juga memilki hak yang sama dengan laki-laki untuk berpolitik.” 35

2. Adanya Anggapan yang Mengatakan bahwa Perempuan sebagai