meneliti dan ingin mengetahui keputusan yang diambil oleh partai politik dalam menerapkan ketentuan 30 kuota perempuan yang ditetapkan dalam UU No.10
Tahun 2008, khususnya untuk calon anggota legislatif perempuan dalam pemilu. Adapun yang menjadi rumusan pertanyaan penelitian yaitu :
1. Mengapa Partai Nasional Indonesia Marhaenisme dan Partai Sarikat
Indonesia Kota Medan tidak memenuhi 30 kuota perempuan calon
legislatif pada pemilu 2009? 2.
Bagaimana pandangan pimpinan Partai Nasional Indonesia Marhaenisme dan Partai Sarikat Indonesia tentang kesetaraan dan keadilan perempuan
dalam politik? C.
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui cara dan peran partai politik dalam menerapkan ketentuan 30 calon anggota legislatif perempuan dalam Pemilu 2009
untuk DPRD Kota Medan. 2.
Untuk mengetahui tingkat komitmen partai politik dalam meningkatkan peran perempuan di partai politik.
D. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah 1.
Secara akademisi, dapat menjelaskan fenomena tentang rekrutmen caleg perempuan yang dilakukan partai politik atas basis gender.
Universitas Sumatera Utara
2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang persoalan-persoalan yang muncul untuk meningkatkan peran
perempuan dalam partai politik.
3. Secara umum penelitian ini berguna sebagai pengetahuan, wawasan, dan
pengalaman dalam melihat sejauhmana sebenarnya fungsi dan peran
perempuan dalam bidang politik.
E. Kerangka Teori
Salah satu unsur yang paling penting peranannya dalam penelitian adalah menyusun kerangka teori, karena teori berfungsi sebagai landasan berfikir untuk
menggambarkan dari segi mana peneliti menerangkan dan menganalisa masalah yang dipilih.
Teori adalah rangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan
hubungan antar konsep.
7
E.1. Gender
Secara etimologis, gender berasal dari bahasa Latin Italia yaitu Genus yang berarti tipe atau jenis. Perbedaan seks antara laki-laki dan perempuan yang
berproses pada budaya dan menciptakan perbedaan gender. Gender dapat diarikan sebagai perbedaan-perbedaan sifat, peranan, dan status antara laki-laki dan
Dalam hal ini, kerangka teori yang menjadi landasan befikir yang digunakan penulis dalam penelitian adalah :
7
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES, 1989, hal.37
Universitas Sumatera Utara
perempuan yang tidak berdasarkan biologis tetapi berdasarkan pada relasi sosial- budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang lebih luas.
8
Sebagai contoh, pembagian kerja seksual dirumah tangga yang berlaku umum paling tidak ditingkat ideologi tugas perempuan adalah mengurus rumah
tangga, tugas laki-laki adalah mencari nafkah, berada dalam konteks gender. Dengan kata lain pembagian kerja seksual yang menempatkan perempuan hanya
disektor domestik, sedangkan laki-laki disektor publik yang berada dalam lingkup Perbedaan krusial antara seks dan gender adalah kalau gender secara
umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya dan psikologis, maka seks secara umum
digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi fisik dan anatomi biologis. Istilah seks dalam kamus bahasa Indonesia berarti
“Jenis Kelamin” lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologis seseorang, meliputi komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan
karakteristik biologis lainya. Sesuai dengan defenisi diatas, konsep gender tampak berlaku fleksibel,
berbeda-beda dalam ruang dan waktu dan bisa diubah. Identitas gender diproleh melalui proses belajar, proses sosialisasi, dan melalui kebudayaan masyarakat
yang bersangkutan. Karena itu tidak heran apabila identitas gender telah memberi label tentang jenis pekerjaan yang boleh atau layak dan tidak boleh atau tidak
layak dilakukan oleh jenis kelamin tertentu.
8
Leo Agistino, Perihal Ilmu Politik; Sebuah Bahasan Memahami Ilmu Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007, hal.229
Universitas Sumatera Utara
pemahaman gender. Peran gender yang seperti ini menimbulkan ketidakadilan terutama bagi perempuan.
Oakley 1972 menyatakan dalam Sex, Gender and Society memberi makna gender sebagai perbedaan jenis kelamin yang bukan biologis jenis kelamin
sex merupakan kodrat tuhan dan oleh karenanya secara permanen dan universal berbeda. Sementara Gender adalah behavioral differences antara laki-laki dan
perempuan yang socially constructed yakni perbedan yang bukan kodrat atau bahkan ciptaan Tuhan, melainkan diciptakan oleh kaum lelaki dan perempuan
melalui proses sosial dan budaya yang panjang. Hilary M. Lips, mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya
terhadap laki-laki dan perempuan. Misalnya : Perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional, dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat,
rasional, dan perkasa. Perubahan ciri dan sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain.
Hilary M. Lips dan S.A. Shield membedakan teori strukturalis dan teori fungsionalis. Teori strukturalis condong ke sosiologi, sedangkan teori fungsionalis
lebih condong ke psikologis namun keduanya mempunyai fungsi yang sama. Dalam teori itu, hubungan antara laki-laki dan perempuan lebih merupakan
kelestarian, keharmonisan daripada persaingan. Sistem nilai senantiasa bekerja dan berfungsi untuk menciptakan keseimbangan dalam masyarakat, misalnya laki-
laki sebagi pemburu dan perempuan sebagai peramu.
The Oxford Encyclopedia Of The Modern World Esposito, 1995 menyatakan, gender adalah pengelompokan individu dalam tata bahasa yang
digunakn untuk menunjukan ada tidaknya kepemilikan terhadap satu ciri jenis
Universitas Sumatera Utara
kelamin tertentu.
E.2. Feminisme
Feminisme lahir akibat dari ketidakadilan dalam struktur sosial antara laki dan perempuan yang kemudian termanifestasikan melalui kehidupan ekonomi,
sosial, politik dan budaya. Aliran ini mempersoalkan ketidakadilan gender melalui analisis di berbagai bidang kehidupan secara kritis.
9
Kesadaran akan adanya ketidakadilan terhadap kaum perempuan sebenarnya telah lama terjadi. Kaum perempuan sudah lama melakukan
perjuangan membebaskan diri dari ketidakadilan. Tetapi pada waktu itu belum ada istilah feminism femenisme. Istilah itu mulai disosialisasikan oleh majalah
Century pada musim semi pada tahun 1914.
10
Kata feminisme yang berasal dari bahasa Perancis pertama kali digunakan pada tahun 1880-an, untuk menyatakan perjuangan perempuan menuntut hak
politiknya. Hubertine Auclort adalah pendiri perjuangan politik perempuan yang pertama di Perancis, dalam salah satu publikasinya menggunakan kata femenisme
dan femeniste. Sejak itulah feminisme tersebar diseluruh Eropa dan sampai AS, melalui New York pada tahun 1906. Gerakan femenisme di New York diwarnai
oleh perjuangan menuntut hak-hak perempuan sebagai warga negara, hak perempuan di bidang sosial, politik, dan ekonomi.
11
9
A. Nunuk Prasetyo Muniarti,Emansipasi: Tinjauan dari Teologi Perempuan, Magelang: Indonesiatera, 1995, hal.24
10
A. Nunuk Prasetyo Muniarti, Getar Gender, Magelang : Indonesiatera, 2004, hal.XXVIII
11
Ibid.
Perempuan dan laki-laki telah dijajah oleh struktur yang tidak adil melalui
Universitas Sumatera Utara
kehidupan ekonomi, sosial, politik, budaya dan juga praktik keagamaan. Kemunculan gerakan emasipatoris yang menanggapi masalah ini, yakni gerakan
feminisme itu merupakan upaya untuk mendudukkan relasi yang setara antara perempuan dan laki-laki. Aliran ini mempersoalkan ketidakadilan gender melalui
analisis berbagai bidang kehidupan. Gerakan ini bertujuan untuk mencapai keadilan dan perdamaian dalam kehidupan masyarakat secara luas.
Sejarah dunia menunjukkan bahwa secara umum kaum perempuan dirugikan dalam semua bidang dan di nomor duakan oleh kaum laki-laki
khususnya dalam masyarakat yang patriarki sifatnya. Dalam bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan lebih-lebih politik hak-hak kaum perempuan lebih
inferior ketimbang apa yang dapat dinikmati oleh laki-laki, apalagi masyarakat trdisional yang berorientasi agraris cenderung menempatkan kaum laki-laki di
depan dan diluar rumah, sedangkan kaum perempuan domestik. Inti pandangan femenisme adalah bahwa setiap perempuan juga perlu mempunyai hak untuk
dapat memilih apa yang menurutnya baik bukan yang ditentukan kaum laki-laki atau orang lain baginya sebagai perempuan.
12
Teori feminisme tidak hanya satu melainkan banyak. Namun, hampir dari semua teori tersebut menjelaskan tentang penindasan terhadap perempuan,
menerangkan sebab dan akibat serta strategi pembebasannya. Ada 2 teori yang membahas tentang feminisme yaitu feminisme liberal dan feminisme radikal yang
akan diuraikan sebagai berikut :
12
Saparinah Sadli, Pengantar Tentang Kajian Wanita, dalam buku Kajian Wanita dalam Pembangunan, oleh T.O. Ihromi penyuting,hal.15-16.
Universitas Sumatera Utara
E.2.1. Feminisme Liberal
Feminisme Liberal secara sederhana adalah episteme dan gerakkan politik yang berupaya untuk menempatkan perempuan guna memiliki kebebasan secara
dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia
baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kapasitas untuk berfikir dan bertindak secara rasional yang sama. Akar ketertindasan dan keterbelakangan
perempuan menurut logika mereka adalah karena disebabkan kesalahan perempuan itu sendiri.
13
Aliran ini muncul akibat kritik terhadap teori politik liberal yang pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan dan nilai moral serta
kebebasan individu, namun pada saat yang sama dianggap mendeskrisikan kaum perempuan. Oleh karena itu jalan keluar yang ditawarkan oleh aliran ini adalah
perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa atau mampu bersaing diberbagai aspek kehidupan dalam persaingan bebas, sehingga mempunyai
kedudukan yang setara dengan laki-laki.
14
13
Leo Agistino, Op.Cit., hal 237-238
14
Dr. Mansour Fakih, Analisis Gender Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hal.81
Teori feminisme liberal pertama kali dirumuskan oleh Mary Woolstonecraft 1759-1799 dalam tulisan “The Vindication of The Right Of
Woman” dan Jhon Stuart Mill dalam tulisannya “ The Subjection of Women “, kemudian Betty Frei dan dalam tulisannya “The Feminim Mystique” dan “The
Second State”. Mereka menekankan bahwa subordinasi perempuan berakar dalam keterbatasan hukum adat sehingga menghalangi perempuan untuk masuk ke
Universitas Sumatera Utara
lingkungan publik.
15
Oleh karena itu ketika menyoalkan mengapa kaum perempuan dalam keadaan terbelakang atau tertinggal, feminisme liberal beranggapan bahwa hal itu
disebabkan oleh kesalahan “mereka sendiri”. Dengan kata lain jika sistem sudah memberikan kesempatan yang sama kepada laki-laki dan perempuan maka jika
kaum perempuan tidak mampu bersaing dan kalah yang perlu disalahkan adalah kaum perempuan itu sendiri.
Pada intinya kaum feminisme liberal menganggap bahwa perempuan dan Akar pemikiran ini muncul dari pengalaman perempuan yang secara
pribadi tidak bebas menentukan hidupnya. Sejak lahir dalam keluarga, pribadi perempuan telah diatur tergantung kepada bapak, abang, suami atau laki-laki yang
lain. Bahkan negara juga mengatur dan memgontrol setiap pribadi perempuan. Dalih melindungi kaum perempuan yang terjadi justru perempuan tidak bebas
secara individu. Asumsi dasar pemikiran liberal berakar pada pandangan bahwa kebebasan
freedom dan kesamaan equality berakar pada rasionalitas dan pemisahan
antara dunia privat dan publik. Kerangka kerja feminis liberal dalam memperjuangkan persoalan masyarakat tertuju pada “kesempatan yang sama dan
hak yang sama” bagi setiap individu, termasuk didalamnya kesempatan dan hak kaum perempuan. Kesempatan dan hak yang sama antara laki-laki dan perempuan
ini penting bagi mereka dan karenanya tidak perlu pembedaan kesempataan antara laki-laki dan perempuan.
15
Siti Hidayati Amal, Beberapa Perspektif Feminisme Dalam Menganalisa Permasalahan Perempuan, Yayasan Obor Indonesia: Jakarta, 1995, hal 86.
Universitas Sumatera Utara
laki-laki memang diciptakan sama dan mempunyai hak yang sama pula untuk memajukan dirinya dalam berbagai hal oleh sebab itu aliran ini berupaya
mempercepat tercapainya kesetaraan dan keadilan dalam bebagai bidang. Melalui suatu perdebatan terbentuklah teorisasi feminisme secara jelas dan meyakinkan
perdebatan “ persamaan dan perbedaan”. Persamaan dan perbedaan, keduanya adalah istilah yang kaya, kompleks dan diperjuangkan dalam hak-hak mereka
sendiri. Orang-orang yang berkepentingan dalam menggambarkan posisi idiologi telah memetakan pencarian persamaan kedalam bentuk-bentuk feminisme radikal
atau sosialis dan mencari perbedaan ke dalam bentuk feminisme radikal atau kultural.
16
Salah satu tokoh feminisme liberal adalah Naomi Wolf, menurutnya feminisme liberal adalah pandangan untuk menempatkan perempuan yang
memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Bahwa kebebasan freedom Kritik paling utama bagi feminisme liberal adalah bahwa feminisme
liberal tidak pernah mempertanyakan ideologi patriarki dan sama sekali tidak bisa menjelaskan akar ketertindasan perempuan. Feminisme liberal dianggap hanya
mengatakan permasalahan pada perempuan selama ini adalah pada perempuan sendiri dan jalan keluarnya ialah perempuan harus membekali diri sendiri dengan
pendidikan dan pendapatan. Teori ini tidak bisa melihat bahwa justru kaum perempuanlah yang merupakan golongan yang paling minim untuk mendapatkan
akses pendidikan, baik karena biaya pendidikan yang mahal ataupun bentuk diskriminasi yang kerap terjadi.
16
Terjemahan dari buku: Judith Squires, Gender in Political Theory, Polity Press; USA, 1999, hal.115.
Universitas Sumatera Utara
dan kesamaan equaliy berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Menurut Wolf setiap manusia memiliki kapasitas untuk berfikir
dan bertindak secara rasional. Untuk itu, perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing
di dunia dalam kerangka “persaingan bebas” dan punya kedudukan setara dengan laki-laki. Perempuanlah yang harus membekali dirinya dengan bekal pendidikan
dan pendapatan ekonomi. Setelah perempuan mempunyai kekuatan dari segi pendidikan, pendapatan, perempuan harus terus menuntut persamaan equality
haknya serta saatnya perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada laki- laki.
Femenisme liberal ini muncul pada abad 18, gerakannya menuntut persamaan pendidikan bagi kaum perempuan dan laki-laki. Dasar pemikirannya,
perempuan tidak mengetahui hak-haknya dibidang hukum karena rendahnya pendidikan. Oleh sebab itu asumsinya, apabila pendidikan perempuan meningkat
maka mereka akan mudah diajak untuk menyadari hak-haknya. Gerakan ini berkembang pada abad 19 dan mulai memperjuangkan hak-
hak sebagai warga negara dan hak dibidang ekonomi. Mereka menuntut kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki. Pada abad 20, tuntutan
mereka berkembang menjadi tuntutan perlakuan yang sama terhadap perempuan dan laki-laki, yakni dihapuskannya diskriminasi terhadap perempuan. Dalam
tradisi feminisme liberal penyebab penindasan perempuan dikenal sebagai kurangnya kesempatan dan pendidikan mereka secara individual atau kelompok.
Cara pemecahan untuk mengubahnya yaitu menambah kesempatan bagi
Universitas Sumatera Utara
perempuan terutama melalui institusi-intitusi pendidikan dan partisipasi perempuan.
E.2.2. Feminisme Radikal
Feminisme radikal ini muncul pertama kali sejak pertengahan tahun 1970an dimana aliran ini menawarkan ideologi perjuangan “separatisme
perempuan” pada sejarahnya aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasarkan jenis kelamin di barat pada tahun 1960an,
kegiatan utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah datu fakta dalam
sistem masyarakat yang ada sekarang. Gerakan ini sesuai dengan namanya yang “radikal” aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap
perempuan terjadi akibat sistem patriaki. Beberapa tokoh aliran ini seperti Allison Jaggar dan Paula Rothenberg
mengatakan bahwa perempuan berada di tempat penindasan yang paling bawah. Situasi ini digambarkan pada perempuan dalam sejarah digambarkan sebagai
kelompok yang tertindas, penindasan terhadap perempuan tersebar luas ke berbagai kehidupan sosial, penindasan terhadap perempuan adalah paling dalam,
dan tidak dapat digeser oleh perubahan sosial antar kelas, penindasan perempuan menyebabkan penderitaan secara kantitatif dan kualitatif walaupun penderitaan ini
tidak selalu diakui dan diasadari baik oleh pelaku maupun korban, dan penindasan terhadap perempuan dapat memberikan konseptual model untuk mengetahui
Universitas Sumatera Utara
bentuk penindasan lainnya.
17
Para penganut feminisme radikal tidak melihat adanya perbedaan antara tujuan personal dan politik, unsur-unsur seksual dan biologis. Sehingga dalam
melakukan analisis tentang penyebab penindasan terhadap kaum perempuan oleh laki-laki, mereka menganggapnya berakar pada jenis kelamin laki-laki itu sendiri
beserta ideologi patriarki. Dengan demikian kaum laki-laki secara biologis maupun politisi adalah bagian dari permasalahan. Dengan demikian aliran
feminisme ini menganggap bahwa penguasaan fisik perempuan oleh laki-laki seperti hubungan seksual adalah bentuk penindasan kaum laki-laki tehadap kaum
perempuan. Kelompok pertama penganut teori konflik adalah Feminisme Radikal yang
sejarahnya justru muncul sebagai reaksi atas kultur sexism atau deskriminasi sosial atas jenis kelamin. Teori Feminisme radikal mempersoalkan fungsi
reproduksi dan melahirkan mothering, serta perbedaan seks dan gender yang merampas kekuasaan perempuan. Teori ini didasari pada pandangan bahwa
perhatian analisis langsung pada cara laki-laki menguasai tubuh perempuan dan secara eksplisit teori ini mengkonstruksikan seksualitas sehingga perempuan
melayani laki-laki sesuai dengan kebutuhan dan keinginan melalui lembaga keluarga.
18
17
A. Nunuk Prasetyo Muniarti, Op. Cit.,hal.127-128
18
Dr. Mansour Fakih, Op.Cit.,hal 85
Feminisme radikal bertujuan menghancurkan sistem klas jenis kelamin dan yang membuat aliran ini radikal adalah fokus utamanya pada akar dominasi
dan klaim yang menyatakan bahwa segala bentuk penindasan adalah perpanjangan
Universitas Sumatera Utara
dari supermasi laki-laki. Dalam kaitan dengan kekuasaan teori ini mempermasalahkan perbedaan seks atas dasar biologis, kemudian di
konstruksikan menjadi perbedaan gender oleh budaya patriarkhi. Akibat dari konstruksi ini perempuan teralieansi dari berbagai bidang kehidupan khususnya
bidang politik yang mengatur masyarakat. Analisis perempuan dari sudut pandang politik menjadi pusat perhatian teori ini. Bagi perempuan politik tidak hanya
mengatur kehidupan publik saja, melainkan juga kehiduipan domestik dan pribadi perempuan.
19
Aliran ini menolak setiap jenis kerja sama dimana feminisme radikal ingin mengembangkan analisis feminis yang lebih nyata dan lebih merdeka. Dalam hal
ini analisis sosialis Marx tersebut bermanfaat untuk melihat problem-problem ketidakadilan, ketidaksetaraan dan penindasan yang menjadi beban kaum
perempuan. Dalam membahas teori tentang kesetaraan equality, banyak orang yang mempelajari teory gender dan politik dari perspektif kesetaraan equality
sangat menyakini bahwa gender akan menjadi tidak relevan jika dilihat secara politik atau dengan kata lain tidak berhubungan satu sama lain. Pada
kenyataannya bahwa pria dan wanita pada umumnya dipahami bebeda dalam lingkungan politik.
20
19
Leo Agistino, Op.Cit.,hal 239
20
Terjemahan dari buku: Judith Squires, Op.Cit., hal 116.
Selain kesetaraan equality, keadilan justice pada dasarnya juga menyangkut akan masalah gender dan kaum perempuan. Adapun literatur
mengenai gender dalam teori politik biasanya disamakan dengan yang namanya etika keadilan. Etika keadilan ini dikecam secara luas dalam teori politik feminis.
Apa yang telah muncul dalam teori feminis yang dilambangkan sebagai
Universitas Sumatera Utara
perspektif, etika keadilan adalah sebuah artikulasi tertentu tentang objektivisme moral. Adapun ide dasar dari feminisme adalah kesetaraan equality, kedudukan
laki-laki dan perempuan yang dibangun atas dasar kesetaraan equality dan keadilan justice hak-hak antara kaum laki-laki dan kaum perempuan.
21
21
Ibid,hal. 142.
Bagi gerakan feminisme radikal revolusi terjadi pada setiap perempuan yang telah mengambil reaksi untuk merubah gaya hidup, pengalaman dan
hubungan mereka sendiri terhadap kaum laki-laki. Lain halnya dengan feminisme liberal yang lebih menekankan akan kesamaan hak antara laki-laki dan
perempuan, aliran feminisme radikal menekankan pada perbedaan antara kaum wanita dan kaum laki-laki.. Seperti halnya wanita dan laki-laki dalam
mengkonseptualisasikan kekuasaan secara berbeda, dimana bila laki-laki berusaha mendominasi dan mengontrol orang lain, maka maka wanita lebih tertarik untuk
berbagi dan merawat kekuasaan. Pada dasarnya ajaran feminisme radikal menyatakan “the personal is
political” yang merupakan slogan yang kerap digunakan oleh kaum feminisme radikal. Yang artinya bahwa pengalaman-pengalaman individual wanita mengenai
ketidakadilan dan kesengsaraan oleh para wanita dianggap sebagai masalah- masalah personal. Pada hakikatnya feminisme radikal menganggap bahwa isu-isu
politik yang membuat ketidakseimbangan kekuasaan antara wanita dan laki-laki. Aliran feminisme radikal juga menolak sistem hirarki yang berstrata berdasarkan
garis gender dan klas, yang sebagaimana hal tersebut diterima oleh aliran feminisme liberal.
Universitas Sumatera Utara
E.2.3. Affirmative Action
Affirmative action adalah hukum dan kebijakan yang dikenakan kepada kelompok tertentu pemberian kompensasi dan keistimewaan dalam kasus-kasus
tertentu guna mencapai representasi yang lebih proporsional dalam beragam institusi dan okupasi. Affirmative action merupakan diskriminasi positif positive
discrimination atau langkah-langkah khusus yang dilakukan untuk mempercepat tercapainya keadilan dan kesetaraan. Salah satu sarana terpenting untuk
menerapkannya adalah hukum. Karena jaminan pelaksanaannya harus ada dalam Konstitusi dan UU.
22
Tindakan affirmatif adalah langkah khusus sementara yang dilakukan untuk mencapai persamaan dan kesempatan serta perlakuan antara laki-laki dan
perempuan. Salah satu tindakan affirmatif adalah dengan penetapan sistem kuota 30 dalam institusi-intitusi pembuat kebijakan negara. Meskipun belum
berkorerasi positif namun tindakan affirmatifi ini patut dicoba dalam menjalankan sistem demokrasi yang sesungguhnya.
Kebijakkan affirmatif agar perempuan terlibat aktif dalam arena politik formal adalah upaya merebut inti demokrasi yang terus direduksi menjadi angka
dan politik massa. Kebijakkan affirmatif melalui mekanisme kuota sekurang- kurangnya 30 perempuan bukan hanya diatur dalam pencalegkan dalam pemilu,
tetapi juga intervensi di hulu, sejak pembentukkan partai dan pengaturan dalam kepengurusan partai di semua tingkatan.
23
22
Dapat dilihat pada : http:www.nurularifin.com.
23
Harian Kompas, Merebut Esensi Demokrasi : 1 April 2009.,hal.6
Universitas Sumatera Utara
F. Defenisi Konsep