Tabel 4.10. Hubungan Motivasi dengan Tindakan Penggunaan Kondom di Wilayah Kerja Klinik Veteran Medan Tahun 2012
No Motivasi
Penggunaan Kondom Total
P PR
95 CI
Tidak Baik
Baik
n n
n
1. Rendah 43
79,6 11
20,4 54
100 0,011
2,571 1,247-5,303
2. Tinggi 20
47,6 22
52,4 42
100
4.3.3 Hubungan Keterampilan Berperilaku dengan Tindakan Penggunaan Kondom
Berdasarkan hasil tabulasi silang antara Keterampilan Berperilaku dengan tindakan penggunaan kondom diperoleh data bahwa dari 55 responden yang memiliki
Keterampilan Berperilaku rendah hanya ada 13 23,6 responden yang menggunakan kondom dengan baik. Sedangkan dari 41 responden yang memiliki
Keterampilan Berperilaku tinggi ada 20 48,8 responden yang menggunakan kondom dengan baik. Hasil uji statistik chi-square didapat nilai p = 0,042, artinya
ada hubungan yang signifikan antara Keterampilan Berperilaku dengan tindakan penggunaan kondom. Prevalence Ratio perilaku penggunaan kondom tidak baik
pada responden yeng memiliki Keterampilan Berperilaku rendah dan tinggi adalah 2,064 dengan 95CI = 1,027-4,149. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang
memiliki keterampilan berperilaku rendah kemungkinan berpeluang 2,064 kali lebih besar untuk menggunakan kondom secara tidak baik dibandingkan dengan responden
yang memiliki keterampilan berperilaku tinggi. Seperti terlihat pada tabel 4.11
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.11. Hubungan Keterampilan Berperilaku dengan Tindakan Penggunaan Kondom di Wilayah Kerja Klinik Veteran Medan Tahun 2012
No Ketrampilan
Berperilaku Penggunaan Kondom
Total P
PR 95 CI
Tidak Baik Baik
n n
n
1. Rendah
42 76,4
13 23,6
55 100
0,042 2,064
1,027-4,149 2.
Tinggi 21
51,2 20
48,8 41
100 4.4 Analisis Multivariat
Pada penelitian ini, variabel bebas yang memenuhi kriteria kemaknaan statistik P 0,25 dimasukkan ke dalam analisis multivariat dengan menggunakan
uji regresi logistik berganda, yaitu variabel Informasi, Motivasi dan Keterampilan Berperilaku. Untuk mendapatkan faktor yang paling dominan dengan tindakan
pemakaian kondom pada LSL di Wilayah kerja klinik Veteran tahun 2012, maka semua kandidat diuji secara bersama-sama dengan menggunakan metode enter.
Faktor yang akan dipertimbangkan untuk masuk dalam tiap seleksi dilihat dengan nilai p. Pada setiap tahapan seleksi variabel yang tidak signifikan dikeluarkan satu
persatu mulai dari p yang terbesar. Dari hasil seleksi pertama terlihat satu variabel yang tidak berhubungan bermakna dengan perilaku penggunaan kondom p 0,05,
yaitu keterampilan berperilaku. Pada hasil seleksi terakhir hanya diperoleh dua variabel dengan nilai p 0,05 yaitu variabel Informasi dan motivasi. Seperti terlihat
pada tabel seleksi berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.12. Seleksi Variabel yang Berhubungan dengan Tindakan Penggunaan Kondom pada LSL di Wilayah Kerja Klinik Veteran Medan
Tahun 2012
Variabel Coeficient
P Rasio
Prevalen 95 CI
Lower Upper
Seleksi 1
Informasi 2,936
0,000 5,557
2,144 14,402
Motivasi 1,583
0,123 2,042
0,824 5,061
Ket. Berperilaku 0,564
0,602 1,262
0,526 3,029
Constant -3,434
- -
- -
Seleksi 2
Informasi 2,903
0,000 5,547
2,140 14,379
Motivasi 1,919
0,020 2,361
1,144 4,872
Constant -3,312
- -
- -
Variabel yang akan dikeluarkan pada tahapan seleksi Dari hasil seleksi terakhir diperoleh dua variabel yang berhubungan yaitu
informasi dan motivasi. Untuk melihat variabel yang paling dominan adalah variabel yang mempunyai nilai koefisien paling besar, dalam hal ini variabel Informasi
mempunyai nilai koefisien yang paling besar yaitu 2,903. Maka dapat disimpulkan bahwa Informasi adalah variabel yang paling dominan berhubungan dengan tindakan
penggunaan kondom pada LSL di wilayah kerja klinik Veteran Medan tahun 2012. Dari hasil analisis regresi logistik ini, diperoleh model persamaan sebagai berikut :
dimana, y = -3,312 + 2,903Informasi + 1,919Motivasi
Contoh interpretasi pada salah seorang responden no. 4, dimana dari hasil penelitian diperoleh bahwa informasi yang dimilikinya tinggi dan motivasi yang dimilikinya
Universitas Sumatera Utara
juga tinggi, maka peluang LSL tersebut untuk menggunakan kondom dengan baik adalah :
y = -3,312 + 2,903Informasi + 1,919Motivasi y = -3,312 + 2,9031 + 1,919 1
y = 1,510, maka :
P = 0,82 Ini berarti probabilitas LSL dengan karakteristik yang sama seperti di atas untuk
menggunakan kondom dengan baik adalah 82.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Tindakan Penggunaan Kondom
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 96 LSL yang menjadi responden, hanya sebanyak 33 orang 34,4 yang telah memakai kondom dengan
baik, sedangkan sisanya 63 orang 65,6 masih belum menggunakan kondom dengan baik, dengan alasan terbesar 58,7 karena dapat mengurangi kenikmatan
dalam berhubungan, kemudian dengan alasan pasangan seks tidak mau 14,3, selebihnya menjawab dengan alasan lupa, kondom habis, yakin dengan pasangannya
dan tidak berkomentar. Rendahnya pemakaian kondom pada LSL ini juga ditunjukkan oleh beberapa penelitian diantaranya, hasil temuan BSS Behavioral
Sentinel Survei yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kesehatan UI di Bali, Kupang dan Makassar pada tahun 2000 menunjukkan bahwa penggunaan kondom pada
kelompok berisiko waria dan gay hanya sebanyak 31,1 adapun alasan tidak menggunakan kondom 60 menyatakan karena pasangan tidak menginginkan dan
mengurangi kenikmatan Depkes RI, 2005. Hal yang sama juga diperoleh dari hasil Surveilans Terpadu Biologis dan
Perilaku STBP tahun 2011 pada LSL, hanya 22 menggunakan kondom secara konsisten pada seks anal 1 bulan terakhir. Kurang dari satupertiga LSL menggunakan
kondom secara konsisten pada setiap tipe pasangan seksualnya.
Universitas Sumatera Utara
Bila ditinjau dari proporsi penggunaan kondom, penggunaan kondom pada LSL yang menjadi responden pada penelitian ini, lebih baik dari penelitian
sebelumnya, hal ini kemungkinan dikarenakan sebagian LSL yang diambil sebagai responden adalah LSL yang mengikuti konseling di klinik VCT Veteran Medan, dan
sering bekerjasama sebagai kelompok peduli HIVAIDS sehingga lebih teredukasi, terutama dalam tindakan pencegahan HIVAIDS.
Rendahnya pemakaian kondom pada LSL ini sudah selayaknya mendapat perhatian dari berbagai kalangan, karena bila dilihat alasan LSL tidak konsisten
memakai kondom lebih dominan mengarah kepada pertimbangan mendapat kepuasan seks, tidak memperdulikan efek tidak baik bagi dirinya dan pasangan seksnya,
ditambah lagi dalam penelitian ini terdapat 10 responden 1,4 LSL memiliki istri dan anak. Dari 96 responden, yang berusia 25-45 tahun ada 63 responden 65,6
dan yang berusia 15-24 tahun sebanyak 33 responden 34,4, sementara kita ketahui bahwa semakin usia dewasa daya tahan seserang semakin berkurang.
Berdasarkan laporan KPAN tahun 2010-2011, penularan melalui seks anal dilaporkan memiliki risiko 10 kali lebih tinggi dari seks vaginal. Anal sfingter pada
umumnya memiliki jaringan halus yang bisa robek, dan selaput lendir anus menyediakan lubrikasi alami tidak cukup untuk penetrasi seksual. sehingga mudah
terjadi luka sehingga virus HIV dapat masuk melalui pembuluh darah yang terbuka, Kemudian komunitas ini Gay termasuk tertutup. dengan profesi beraneka ragam.
Banyak juga yang memiliki keluarga anak-istri, namun memiliki pasangan gay juga. Jika ada LSL yang tertular HIVAIDS, maka LSL itu pun menyebarkan HIV di
Universitas Sumatera Utara
komunitasnya, yang beristri menularkan ke istrinya, perempuan lain atau PSK. Jika istrinya tertular HIVAIDS maka ada pula risiko 25-40 penularan HIVAIDS
kepada bayi yang dikandungnya kelak ketika di kandungan, saat persalinan atau menyusui dengan air susu ibu ASI resiko lebih dari sepertiga. Karena itu LSL
dikhawatirkan akan menjadi salah satu mata rantai penyebaran HIV yang potensial. 5.2. Analisis Bivariat
5.2.1. Informasi
Dari hasil gambaran distribusi frekuensi untuk variabel Informasi dapat dilihat bahwa secara keseluruhan responden telah mempunyai Informasi yang berkaitan
dengan HIVAIDS yang cukup, tetapi masih ada responden yang percaya pada mitos-mitos bahwa HIV dapat menular melalui berciuman, gigitan nyamuk dan
menggunakan toilet bersama. Dari hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara
Informasi yang dimiliki responden dengan tindakan penggunaan kondom mereka P=0,000. Hasil ini sesuai dengan beberapa penelitian yaitu penelitian Kalsum
2000, Herlina 2001 dan Iskandar 2001 dalam Tawi M. 2008 yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Informasi yang berkaitan dengan
HIVAIDS yang dimiliki responden dengan perilaku responden dalam penggunaan kondom.
Dalam Teori IMB juga dijelaskan bahwa salah satu faktor utama yang dapat mempengaruhi perilaku pencegahan seseorang terhadap penyakit adalah faktor
Universitas Sumatera Utara
adanya informasi. Dengan adanya informasi yang berkaitan dengan HIVAIDS yang dimiliki oleh seseorang dapat mengurangi risiko penularan HIVAIDS
selanjutnya perilaku pencegahan terhadap penyakit juga lebih mudah terwujud. Demikian pentingnya informasi untuk menentukan tindakan yang dilakukan
dalam hal pencegahan HIVAIDS sehingga informasi merupakan salah satu program yang disusun oleh KPAN dalam SRAN penanggulangan HIVAIDS 2010-2014.
5.2.2. Motivasi