Diagnosis Pencegahan Epidemi HIVAIDS di Indonesia

2.1.6. Diagnosis

Diagnosis dini untuk menemukan infeksi HIV dewasa ini diperlukan mengingat kemajuan-kemajuan yang diperoleh dalam hal pathogenesis dan perjalanan penyakit dan juga perkembangan pengobatan. Keuntungan menemukan diagnosis dini ialah: a. Intervensi pengobatan fase infeksi asimtomatik dapat diperpanjang b. Menghambat perjalanan penyakit ke arah AIDS c. Pencegahan infeksi oportunistik, Konseling dan pendidikan untuk kesehatan umum d. Penyembuhan bila mungkin hanya dapat terjadi bila pengobatan pada fase dini. Pada orang yang akan melakukan tes HIV atas kemauan sendiri atau karena saran dokter, terlebih dahulu perlu dilakukan konseling sebelum dilakukan tes. Bila semua berjalan baik, maka tes HIV dapat dilaksanakan pada individu tersebut dengan persetujuan yang bersangkutan. Diagnosis dini ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium dengan petunjuk dari gejala-gejala klinis atau dari adanya perilaku risiko tinggi individu tertentu. Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan 2 metode: a. Langsung: yaitu isolasi virus dari sampel, umumnya dilakukan dengan menggunakan mikroskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara deteksi antigen virus yang makin populer belakangan ini ialah polymerase chain reaction PCR. Universitas Sumatera Utara b. Tidak langsung: dengan melihat respon zat anti spesifik, misalnya dengan ELISA, Western Blot immunofluorescent assay IFA, atau radioimmunoprecipitation assay RIPA. AIDS merupakan stadium akhir infeksi HIV, penderita dinyatakan sebagai AIDS bila dalam perkembangan infeksi HIV selanjutnya menunjukkan infeksi-infeksi dan kanker oportunistik yang mengancam jiwa penderita, selain infeksi dan kanker dalam penetapan CDC 1993, juga termasuk ensefalopati, sindrom kelelahan yang berkaitan dengan AIDS dan hitungan CD4 200ml. CDC menetapkan kondisi dimana infeksi HIV sudah dinyatakan sebagai AIDS.

2.1.7. Pencegahan

Pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus HIV melalui perubahan perilaku seksual yang terkenal dengan istilah “ABC” yang telah terbukti mampu menurunkan percepatan penularan HIV, terutama di Uganda dan beberapa negara Afrika lain. Prisnip „ABC” ini telah dipakai dan dibakukan secara internasional, sebagai cara paling efektif mencegah HIV lewat hubungan seksual. Prinsip “ABC” itu adalah : “A” : Anda jauhi seks sampai anda kawin atau menjalin hubungan jangka panjang dengan pasangan Abstinesia “B” : Bersikap saling setia dengan pasangan dalam hubungan perkawinan atau hubungan jangka panjang tetap Be faithful “C” : Cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten untuk penjaja seks atau orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B Condom Universitas Sumatera Utara Untuk penularan non seksual berlaku prinsip “D” dan “E” yaitu : “D” : Drug; “say no to drug” atau katakan tidak pada napzanarkoba “E” : Equipment; “no sharing” jangan memakai alat suntik secara bergantian Belum ada pengobatan untuk infeksi ini. Obat-obat anti retroviral digunakan untuk memperpanjang hidup dan kesehatan orang yang terinfeksi. Obat-obat lain digunakan untuk melawan infeksi oportunistik yang juga diderita. Konsekuensi yang mungkin terjadi pada orang yang terinfeksi yaitu hampir semua orang yang terinfeksi HIV akhirnya akan menjadi AIDS dan meninggal karena komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan AIDS Konsekuensi yang mungkin terjadi pada janin dan bayi yaitu 20-30 dari bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV akan terinfeksi HIV juga dan gejala-gejala dari AIDS akan muncul dalam satu tahun pertama kelahiran. Dua puluh persen dari bayi-bayi yang terinfeksi tersebut akan meninggal pada saat berusia 18 bulan. Obat antiretroviral yang diberikan pada saat hamil dapat menurunkan risiko janin untuk terinfeksi HIV dalam proporsi yang cukup besar. Kehamilan pada ibu-ibu dengan HIV positif akan berpengaruh buruk bagi bayinya, karena itu Ibu penderita AIDS atau HIV positif, dianjurkan untuk tidak hamil atau bila hamil perlu dipertimbangkan secara hukum peraturan yang memperbolehkan dilakukannya pengguguran kandungan indikasi medis, hal ini dengan sendirinya akan menurunkan morbiditas pada anak Nasution,R., 1990 Berdasarkan situasi epidemic yang dijelaskan sebelumnya, kita ketahui bahwasannya Indonesia telah memasuki epidemik terkonsentrasi maka dalam Universitas Sumatera Utara rangka meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan AIDS yang lebih intensif, menyeluruh, terpadu, dan terkoordinasi, dibentuklah Komisi Penanggulangan AIDS Nasional KPAN Peraturan PresidenPerpres RI no.75 tahun 2006. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional bertugas : a. Menetapkan kebijakan dan rencana strategis nasional serta pedoman umum pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan AIDS. b. Menetapkan langkah-langkah strategis yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan. c. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penyuluhan, pencegahan, pelayanan, pemantauan, pengendalian, dan penanggulangan AIDS. d. Melakukan penyebarluasan informasi mengenai AIDS kepada berbagai media massa, dalam kaitan dengan pemberitaan yang tepat dan tidak menimbulkan keresahan masyarakat. e. Melakukan kerjasama regional dan internasional dalam rangka pencegahan dan penanggulangan AIDS. f. Mengkoordinasikan pengelolaan data dan informasi yang terkait dengan masalah AIDS. g. mengendalikan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan AIDS. Universitas Sumatera Utara h. memberikan arahan kepada Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi dan KabupatenKota dalam rangka pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan AIDS. Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional melakukan koordinasi danatau kerjasama dengan instansi Pemerintah Pusat maupun instansi Pemerintah Daerah, dunia usaha, organisasi non pemerintah, organisasi profesi, perguruan tinggi, badan Internasional, danatau pihak-pihak lain yang dipandang perlu, serta melibatkan partisipasi masyarakat. Kecenderungan epidemic HIV ke depan menggambarkan perubahan penularan HIV, dimana selain populasi kunci WPS, Pelanggan, LSL dan Penasun yang ditangani selama ini, penting pula memperhatikan peningkatan HIV pada LSL, dengan adanya Perpres no.75 tahun 2006 tersebut menandai terjadinya intensifikasi penanggulangan AIDS. Keanggotaan KPA Nasional diperluas dengan mengikutsertakan masyarakat sipil. Perkembangan kebijakan-kebijakan yang terjadi mendorong berkembangnya layanan pencegahan serta perawatan, dukungan serta pengobatan. Cakupan program meningkat , namun ternyata masih ada kesenjangan yang besar untuk mencapai target universal acces. Dengan adanya dukungan dana tambahan baik di tingkat pusat maupun daerah dan bantuan internasional seperti Global Fund, tampaknya universal acces diharapkan akan dapat dicapai sekalipun setelah tahun 2010. Dalam rangka menghadapi tantangan dimana cakupan dan efektifitas program untuk mencapai universal access belum memadai, keberlangsungan program belum Universitas Sumatera Utara dapat dipastikan, sistem layanan kesehatan dan komunitas masih lemah, masih perlu peningkatan tata kelola kepemerintahan yang baik, masih perlu peningkatan lingkungan kondusif. Maka KPAN menyusun suatu Strategi dan Rencana Aksi Nasional SRAN penanggulangan HIVAIDS 2010-2014, Strategi ditujukan untuk mencegah dan mengurangi resiko penularan HIV, meningkatkan kualitas hidup, serta mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat HIV dan AIDS pada individu, keluarga dan masyarakat, agar individu dan masyarakat menjadi produktif dan bermanfaat untuk pembangunan. Skenario SRAN ini pada 2014 adalah bahwa 80 populasi kunci terjangkau oleh program yang efektif dan 60 populasi kunci berperilaku aman. Kerangka program SRAN penanggulangan HIV dan AIDS tahun 2010-2014 terdiri atas empat area yaitu : a. Pencegahan. Kegiatan pokok : Pencegahan penularan HIV melalui transmisi seksual, melalui alat suntik, pencegahan penularan di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi, pencegahan penularan dikalangan pelanggan pekerja seks melalui tempat kerja, pencegahan penularan HIV pada pelanggan di kalangan pekerja imigran dan orang muda beresiko usia 15-24 tahun. b. Perawatan, dukungan dan Pengobatan. Kegiatan pokok : Penguatan dan pengembangan layanan kesehatan serta koordinasi antar layanan, pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik, pengobatan antiretroviral ARV, dukungan psikologis dan sosial, serta pendidikan dan pelatihan ODHA. Universitas Sumatera Utara c. Program mitigasi dampak. Kegiatan pokok : Mitigasi dampak. d. Program peningkatan lingkungan yang kondusif. Kegiatan pokok : Penguatan kelembagaan dan manajemen, manajemen program meliputi kegiatan perencanaan, implementasi dan evaluasi program dengan memegang prinsip keterbukaan informasi, peran serta dan partisipasi, sinkronisasi kebijakan, pengembangan kebijakan baru dan mitigasi kebijakan. Dalam SRAN juga telah diperhitungkan jumlah kebutuhan prasarana pencegahan, perawatan dan pengobatan yang meliputi outlet kondom, layanan VCT, layanan IMS, layanan KTS Konselling Test Sukarela, layanan KTPK Konselling Test yang diprakarsai oleh Petugas Kesehatan, LJJS Layanan Jarum Suntik Steril dan layanan PTRM Program Terapi Rumatan Metadon. Sampai dengan bulan Desember 2011, sudah tersedia layanan HIVAIDS di Indonesia sebanyak 500 layanan KTS termasuk layanan KTPK,. 74 layanan PTRM, 194 LJJS, 643 layanan IMS dan VCT, 90 layanan Pencegahan penularan dari ibu ke anak dan layanan 223 layanan kolaborasi TB-HIV. Layanan konselling dan tes HIV di Sumatera Utara ada 43 layanan, diantaranya ada 11 layanan di kota Medan, salah satunya adalah Klinik Veteran Medan. Penanganam masalah HIVAIDS juga harus berdasarkan pendekatan kesehatan masyarakat melalui upaya pencegahan primer, sekunder dan tertier. Pemerintah sendiri dalam hal ini sudah melakukan banyak program dalam penanggulangan HIVAIDS baik untuk kabupatenkota yang bekerjasama dengan WHO dan sejumlah LSM Lembaga Sosial Masyarakat. Universitas Sumatera Utara Ada 6 enam program yang dilaksanakan untuk menanggulangi permasalahan HIVAIDS yaitu Program KIE Knowledge, Information dan Education = BCC Behaviour Change Communication = KPP Komunikasi Perubahan Perilaku, Program Kondom 100, Program Klinik IMS Infeksi Menular Seksual, Program Harm Reduction, Program VCT Voluntary Counselling Testing, dan Program CST Care, Support Treatment Nasional, 2006. Salah satu program tersebut yang juga merupakan kerjasama antara pemerintah dan LSM yang sangat populer di seluruh Indonesia dan sampai saat ini terus dikembangkan adalah program pengadaan Klinik IMS dan VCT. Salah satunya adalah Klinik Veteran Medan. Layanan kesehatan IMS merupakan kegiatan pemeriksaan dan pengobatan rutin masalah IMS bagi pekerja seks perempuan, pria dan waria. Program ini dilaksanakan di Puskesmas atau klinik yang sudah ada di wilayah terdekat dengan konsentrasi sebaran populasi beresiko. Layanan kesehatan IMS memiliki fungsi kontrol terhadap penularan IMS agar penularan IMS dapat dipersempit dan untuk mengendalikan laju penularan IMS-HIVAIDS Depkes RI, 2004. Layanan VCT mencakup pre-test konselling, testing HIV, dan post-test konselling. Kegiatan tes dan hasil tes pasien harus dijalankan atas dasar prinsip kerahasiaan KPA Nasional, 2006. Klinik Veteran sebagai klinik IMS dan VCT dibawah naungan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, dalam kegiatannya selain memberi pelayanan di Klinik juga secara rutin melakukan kegiatan mobile ke lokasi lokasi prostitusi di wilayah kerjanya, rata-rata 2 kali dalam sebulan, dan bila ada suatu program yang Universitas Sumatera Utara mengharuskan datang ke lokasi prostitusi misalnya program pemberian ARV pada orang-orang yang berisiko. Klinik Veteran juga memberikan kondom gratis kepada orang-orang yang berisiko. Layanan klinik IMS pada klinik Veteran mencakup pencegahan seperti promosi kondom dan seks aman, konselling, pemeriksaan dan pengobatan, kegiatan penapisan untuk IMS asymptomatic, menjalankan sistem monitoring dan surveilans serta memberikan layanan KIE tentang mitos penggunaan obat-obat bebas untuk mencegah atau mengobati IMS. Tujuan konselling IMS yang dilakukan Agar penderita patuh minum obatmengobati sesuai ketentuan, agar kembali untuk follow up secara teratur sesuai jadwal yang ditentukan, untuk menyakinkan pentingnya pemeriksaan mitra seksual, serta turut berusaha agar mitra tersebut bersedia diperiksa dan diobati bila perlu, untuk mengurangi resiko penularan dengan cara abstinensia selama pemeriksaan terakhir selesai serta tanggap dan memberikan respon cepat terhadap infeksi atau hal lain yang mencurigakan setelah berhubungan seks. Layanan VCT yang dilaksanakan oleh klinik Veteran mencakup pre-test konselling, testing HIV dan post-test konselling, dengan maksud dan tujuan program VCT untuk membantu masyarakat terutama populasi berisiko dan anggota keluarganya untuk mengetahui status kesehatan yang berkaitan dengan HIV dimana hasilnya dapat digunakan sebagai bahan motivasi upaya pencegahan penularan dan mempercepat mendatangkan pertolongan kesehatan sesuai kebutuhan. Universitas Sumatera Utara 2.2. Perilaku Kesehatan 2.2.1. Pengertian Perilaku Kesehatan