Hubungan Komponen Health Belief Model (HBM) dengan Tindakan Penggunaan Kondom pada Anak Buah Kapal (ABK) di Pelabuhan Belawan Tahun 2012

(1)

HUBUNGAN KOMPONEN HEALTH BELIEF MODEL (HBM) DENGAN TINDAKAN PENGGUNAAN KONDOM

PADA ANAK BUAH KAPAL (ABK) DI PELABUHAN BELAWAN

TAHUN 2012

TESIS

Oleh

LINDA MAYARNI SIRAIT 107032080/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

HUBUNGAN KOMPONEN HEALTH BELIEF MODEL (HBM) DENGAN TINDAKAN PENGGUNAAN KONDOM

PADA ANAK BUAH KAPAL (ABK) DI PELABUHAN BELAWAN

TAHUN 2012

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

LINDA MAYARNI SIRAIT 107032080/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN KOMPONEN HEALTH BELIEF MODEL (HBM) DENGAN TINDAKAN

PENGGUNAAN KONDOM PADA ANAK BUAH KAPAL (ABK) DI PELABUHAN

BELAWAN TAHUN 2012 Nama Mahasiswa : Linda Mayarni Sirait Nomor Induk Mahasiswa : 107032080

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H) (dr. Taufik Ashar, M.K.M)

Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 18 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H. Anggota : 1. dr. Taufik Ashar, M.K.M

2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M. 3. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN KOMPONEN HEALTH BELIEF MODEL (HBM) DENGAN TINDAKAN PENGGUNAAN KONDOM

PADA ANAK BUAH KAPAL (ABK) DI PELABUHAN BELAWAN

TAHUN 2012

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2012

(Linda Mayarni Sirait) 107032080/IKM


(6)

ABSTRAK

Laju penularan HIV cenderung meningkat. Faktor risiko penularan HIV paling tinggi adalah melalui hubungan seksual. Hal ini disebabkan masih rendahnya pemakaian kondom pada kelompok-kelompok berperilaku seksual berisiko. Salah satu kelompok yang berperilaku seksual berisiko tersebut adalah Anak Buah Kapal (ABK) yang menjadi pelanggan Pekerja Seks Komersil (PSK). Penelitian ini bertujuan untuk menguji bagaimana hubungan konsep Health Belief Model (HBM) dengan perilaku penggunaan kondom pada ABK pelanggan PSK di Pelabuhan Belawan.

Desain penelitian ini adalah cross sectional. Sampel berjumlah 95 orang dan diperoleh secara consecutive sampling. Uji statistik yang dipakai adalah chi square. Hubungan antara variabel bebas dan terikat ditentukan berdasarkan Prevalence Ratio (PR) pada Confidence Interval (CI) 95%, kemudian dianalisis dengan regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi penggunaan kondom pada ABK masih rendah (23,2%). Uji statistik chi-square menunjukkan bahwa ada 6 komponen HBM yang berhubungan signifikan dengan perilaku penggunaan kondom yaitu Dorongan PSK (p=0,004; PR=1,424), pengetahuan (p=0,033; PR=1,309), persepsi risiko tertular (p=0,032; PR=1,377), persepsi keseriusan (p=0,047; PR=1,290) , persepsi positif kondom (p=0,000; PR=1,617), dan persepsi kemampuan diri (p=0,000; PR=1,550). Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa persepsi positif kondom merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom pada ABK di Pelabuhan Belawan Tahun 2012.

Rekomendasi untuk meningkatkan perilaku penggunaan kondom di kalangan ABK adalah segera melakukan upaya perbaikan penggunaan kondom terutama di kalangan ABK yang menjadi pelanggan PSK dengan cara pemberlakuan keharusan penggunaan kondom 100% terutama di tempat lokalisasi, sosialisasi kondom, distribusi kondom, dan peningkatan kemampuan PSK dalam negosiasi penggunaan kondom, dan penyadaran penggunaan kondom bagi ABK.


(7)

ABSTRACT

The rate of HIV spread tends to be increasing. The highest risk factor of HIV spread is through sexual intercourse because many of those belong to the sexual-risk behavior group do not use condom. One of those belong to the sexual-risk behavior groups is the ship crew who become the customers of commercial sex workers (prostitutes) The purpose of this study with cross-sectional design was to examine the relationship between the concept of Health Belief Model (HBM) and condom-using behavior in the ship crew who become the customers of commercial sex workers (prostitutes) in Belawan Seaport.

The samples for this study were 95 persons selected through consecutive sampling technique. The data of this study were statistically tested by using Chi-square test. The relationship between independent and dependent variables was determined based on Prevalence Ration (PR) at Confidence Interval (CI) 95% and was analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the proportion of condom use in the ship crew was still low (23.2%). The result of Chi-square test showed that there were 6 components of HBM which were significantly related to the condom-using behavior, namely, stimulus from the commercial sex workers (p = 0.004; PR = 1.424), knowledge (p = 0.033; PR = 1.309), perceived susceptibility (p = 0.032; PR = 1.377), Perceived severity (p = 0.047; PR = 1.290), perceived benefit (p = 0.000; PR = 1.617), and perceived self efficacy (p = 0.000; PR = 1.555). The result of logistic regression analysis showed that perceived benefit was the most dominant factor relating to the condom-using behavior in the crew of ship at Belawan Seaport in 2012.

To improve the condom-using behavior in the ship crew, it is recommended to make the use of condom 100% compulsory for the ship crew who become the customers of commercial sex workers especially when they are in the localization complex, to socialize condom, to distribute condom, to improve the bargaining power of the commercial sex workers in negotiating the use of condom, and to raise the awareness of the ship crew to use condom.


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Hubungan Komponen Health Belief Model (HBM) dengan Tindakan Penggunaan Kondom pada Anak Buah Kapal (ABK) di Pelabuhan Belawan Tahun 2012”.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan baik moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H. selaku ketua komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. 6. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M. dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes

sebagai komisi penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

8. Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan, dr. H. Syahril Aritonang, M.H.A yang telah berkenan memberikan izin penulis melakukan penelitian di lingkungan kerja KKP Kelas I Medan.

9. Tim sero survey (kak Sri, kak Bembi, kak Herlianta.), Tim Quarantine KKP Kelas I Medan (bang Julfan dkk.) yang dengan penuh keikhlasan membantu penulis dalam mengumpulkan data, serta pak Syarif, pak Mansur, kak Ike, kak Sihol, Putri, Wulida, Yuni, untuk semua dukungan, doa dan bantuannya.


(10)

10. Rekan di FHI, kak Gita, yang telah membantu penulis menyediakan referensi dan rujukan buku-buku keperluan penelitian.

11. Rekan-rekan mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi tahun 2010 yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan pendidikan di Program Magister IKM FKM-USU.

Ucapan terima kasih paling istimewa penulis hadiahkan kepada orang tua tercinta, K. Abu Bakar Sirait dan Fatimah Syam Sitorus, kakanda tercinta Sri Wahyuni Sirait, S.E dan Aidah Sirait, S.Hi, adik-adik tersayang, Agus Kurniawan Sirait dan Novika Sari Sirait serta ponakan tersayang Arda Maulana Putra atas cinta, dukungan dan doa yang tidak pernah putus kepada penulis.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.

Medan, Juli 2012 Penulis

Linda Mayarni Sirait 107032080/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Linda Mayarni Sirait, lahir pada tanggal 17 April 1981 di Tinggi Raja, anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan ayahanda K. Abu Bakar Sirait dan ibunda Fatimah Syam Sitorus.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri No.010111 Tinggi Raja, selesai tahun 1993, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Kisaran, selesai tahun 1996, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Kisaran, selesai tahun 1999, D-III Farmasi Politeknik Kesehatan Depkes Medan, selesai tahun 2002, dan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, selesai tahun 2007.

Penulis bekerja di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan, Kementerian Kesehatan RI tahun 2004 sampai dengan sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2010.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Hipotesis ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 HIV/AIDS ... 7

2.1.1 Pengertian HIV dan AIDS ... 7

2.1.2 Patogenesis ... 9

2.1.3 Cara Penularan ... 9

2.1.4 Diagnosis ... 10

2.1.5 Pengobatan ... 11

2.1.6 Pencegahan HIV/AIDS ... 13

2.2 Perilaku ... 13

2.2.1 Pengertian Perilaku ... 13

2.2.2 Determinan Perilaku Kesehatan ... 15

2.2.3 Determinan Perilaku Terkait Penelitian ... 18

2.2.4 Perilaku Seksual Berisiko Tertular HIV/AIDS ... 25

2.3 Kondom ... 26

2.3.1 Sejarah Kondom ... 26

2.3.2 Jenis-jenis Kondom ... 28

2.3.3 Efektifitas Kondom ... 33

2.4 Landasan Teori ... 34

2.5 Kerangka Konsep ... 38

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 39


(13)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.3 Populasi dan Sampel ... 39

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 40

3.4.1 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 40

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 43

3.5.1 Variabel Independen ... 43

3.5.2 Variabel Dependen ... 44

3.6 Metode Pengukuran ... 44

3.6.1 Variabel Independen ... 44

3.6.2 Variabel Dependen ... 49

3.7 Metode Analisis Data ... 49

3.7.1 Analisis Univariat ... 49

3.7.2 Analisis Bivariat ... 50

3.7.3 Analisis Multivariat ... 51

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 52

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 52

4.2 Analisis Univariat ... 55

4.2.1 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Umur di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 55

4.2.2 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Pendidikan di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 56

4.2.3 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Status Pernikahan di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 56

4.2.4 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Dorongan PSK di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 57

4.2.5 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 59

4.2.6 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Berisiko Tertular HIV di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 61 4.2.7 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Keseriusan di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 62

4.2.8 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Positif Penggunaan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 . 64 4.2.9 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Negatif Penggunaan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 . 66 4.2.10 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Kemampuan Diri Menggunankan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 68

4.2.11 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Tindakan Penggunaan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 . 70 4.3 Analisis Bivariat ... 71


(14)

4.3.1 Hubungan Umur dengan Tindakan Penggunaan Kondom . 72 4.3.2 Hubungan Pendidikan dengan Tindakan Penggunaan

Kondom ... 72

4.3.3 Hubungan Status Pernikahan dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 73

4.3.4 Hubungan Dorongan PSK dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 74

4.3.5 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 74

4.3.6 Hubungan Persepsi BerisikoTertular HIV dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 75

4.3.7 Hubungan Persepsi Keseriusan AIDS dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 76

4.3.8 Hubungan Persepsi Positif Kondom dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 77

4.3.9 Hubungan Persepsi Negatif Kondom dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 78

4.3.10 Hubungan Persepsi Kemampuan Diri Menggunakan Kondom dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 79

BAB 5. PEMBAHASAN ... 83

5.1 Tindakan Penggunaan Kondom ... 83

5.2 Analisis Bivariat ... 84

5.2.1 Umur ... 84

5.2.2 Pendidikan ... 85

5.2.3 Status Pernikahan ... 87

5.2.4 Dorongan PSK ... 88

5.2.5 Pengetahuan ... 89

5.2.6 Persepsi Berisiko Tertular HIV ... 90

5.2.7 Persepsi Keseriusan ... 91

5.2.8 Persepsi Positif Penggunaan Kondom ... 92

5.2.9 Persepsi Negatif Penggunaan Kondom ... 93

5.2.10 Persepsi Kemampuan Diri Menggunakan Kondom ... 94

5.3 Analisis Multivariat ... 95

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

6.1 Kesimpulan ... 97

6.2 Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 100


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas ... 41 3.2 Hasil Uji Reliabilitas ... 42 4.1 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Umur di Pelabuhan

Belawan Tahun 2012 ... 56 4.2 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Pendidikan di

Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 56 4.3 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Status Pernikahan

di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 57 4.4 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Dorongan PSK

di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 58 4.5 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Dorongan

PSK di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 58 4.6 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Pengetahuan

di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 60 4.7 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan

di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 61 4.8 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Berisiko

Tertular HIV di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 62 4.9 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Keseriusan

di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 63 4.10 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi

Keseriusan di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 64 4.11 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Positif


(16)

4.12 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi

Positif Penggunaan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 66 4.13 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Negatif

Penggunaan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 67 4.14 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi

Negatif Penggunaan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 68 4.15 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Kemampuan

Diri Menggunakan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 69 4.16 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi

Kemampuan Diri Menggunakan Kondom di Pelabuhan

Belawan Tahun 2012 ... 70 4.17 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Penggunaan

Kondom di Pelabuhan di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 70 4.18 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Penggunaan

Kondom di Pelabuhan di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 71 4.19 Hubungan Umur dengan Tindakan Penggunaan Kondom

di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 72 4.20 Hubungan Pendidikan dengan Tindakan Penggunaan Kondom

di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 73 4.21 Hubungan Status Pernikahan dengan Tindakan Penggunaan

Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 73 4.22 Hubungan Dorongan PSK dengan Tindakan Penggunaan

Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 74 4.23 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Penggunaan

Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 74 4.24 Hubungan Persepsi Berisiko Tertular HIV dengan Tindakan

Penggunaan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 75 4.25 Hubungan Persepsi Keseriusan Dampak AIDS dengan Tindakan


(17)

4.26 Hubungan Persepsi Positif Kondom dengan Perilaku Penggunaan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 77 4.27 Hubungan Persepsi Negatif Kondom dengan Tindakan Penggunaan

Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 78 4.28 Hubungan Persepsi Kemampuan Diri Menggunakan Kondom

dengan Tindakan Penggunaan Kondom di Pelabuhan Belawan

Tahun 2012 ... 79 4.29 Seleksi Variabel yang Berhubungan dengan Tindakan Penggunaan


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Grafik Tren Kasus AIDS Januari 2000 – Juni 2011 ... 2

2.1 Virus HIV ... 8

2.2 Bagan Precede Lawrence W.Green ... 16

2.3 Kondom Latex untuk laki-laki ... 29

2.4 Kondom Polyurethane untuk Wanita ... 31

2.5 Bagan Komponen Health Belief Model ... 37


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 104

2 Master Data ... 109

3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 112

4 Tabel Frekuensi Pertanyaan ... 118

5 Tabel Frekuensi Variabel Kategorisasi ... 126

6 Hasil Uji Statistik Bivariat ... 129

7 Regresi Logistik ... 141

8 Uji Normalitas dan NPar Tes ... 144

9 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 145


(20)

ABSTRAK

Laju penularan HIV cenderung meningkat. Faktor risiko penularan HIV paling tinggi adalah melalui hubungan seksual. Hal ini disebabkan masih rendahnya pemakaian kondom pada kelompok-kelompok berperilaku seksual berisiko. Salah satu kelompok yang berperilaku seksual berisiko tersebut adalah Anak Buah Kapal (ABK) yang menjadi pelanggan Pekerja Seks Komersil (PSK). Penelitian ini bertujuan untuk menguji bagaimana hubungan konsep Health Belief Model (HBM) dengan perilaku penggunaan kondom pada ABK pelanggan PSK di Pelabuhan Belawan.

Desain penelitian ini adalah cross sectional. Sampel berjumlah 95 orang dan diperoleh secara consecutive sampling. Uji statistik yang dipakai adalah chi square. Hubungan antara variabel bebas dan terikat ditentukan berdasarkan Prevalence Ratio (PR) pada Confidence Interval (CI) 95%, kemudian dianalisis dengan regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi penggunaan kondom pada ABK masih rendah (23,2%). Uji statistik chi-square menunjukkan bahwa ada 6 komponen HBM yang berhubungan signifikan dengan perilaku penggunaan kondom yaitu Dorongan PSK (p=0,004; PR=1,424), pengetahuan (p=0,033; PR=1,309), persepsi risiko tertular (p=0,032; PR=1,377), persepsi keseriusan (p=0,047; PR=1,290) , persepsi positif kondom (p=0,000; PR=1,617), dan persepsi kemampuan diri (p=0,000; PR=1,550). Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa persepsi positif kondom merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom pada ABK di Pelabuhan Belawan Tahun 2012.

Rekomendasi untuk meningkatkan perilaku penggunaan kondom di kalangan ABK adalah segera melakukan upaya perbaikan penggunaan kondom terutama di kalangan ABK yang menjadi pelanggan PSK dengan cara pemberlakuan keharusan penggunaan kondom 100% terutama di tempat lokalisasi, sosialisasi kondom, distribusi kondom, dan peningkatan kemampuan PSK dalam negosiasi penggunaan kondom, dan penyadaran penggunaan kondom bagi ABK.


(21)

ABSTRACT

The rate of HIV spread tends to be increasing. The highest risk factor of HIV spread is through sexual intercourse because many of those belong to the sexual-risk behavior group do not use condom. One of those belong to the sexual-risk behavior groups is the ship crew who become the customers of commercial sex workers (prostitutes) The purpose of this study with cross-sectional design was to examine the relationship between the concept of Health Belief Model (HBM) and condom-using behavior in the ship crew who become the customers of commercial sex workers (prostitutes) in Belawan Seaport.

The samples for this study were 95 persons selected through consecutive sampling technique. The data of this study were statistically tested by using Chi-square test. The relationship between independent and dependent variables was determined based on Prevalence Ration (PR) at Confidence Interval (CI) 95% and was analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the proportion of condom use in the ship crew was still low (23.2%). The result of Chi-square test showed that there were 6 components of HBM which were significantly related to the condom-using behavior, namely, stimulus from the commercial sex workers (p = 0.004; PR = 1.424), knowledge (p = 0.033; PR = 1.309), perceived susceptibility (p = 0.032; PR = 1.377), Perceived severity (p = 0.047; PR = 1.290), perceived benefit (p = 0.000; PR = 1.617), and perceived self efficacy (p = 0.000; PR = 1.555). The result of logistic regression analysis showed that perceived benefit was the most dominant factor relating to the condom-using behavior in the crew of ship at Belawan Seaport in 2012.

To improve the condom-using behavior in the ship crew, it is recommended to make the use of condom 100% compulsory for the ship crew who become the customers of commercial sex workers especially when they are in the localization complex, to socialize condom, to distribute condom, to improve the bargaining power of the commercial sex workers in negotiating the use of condom, and to raise the awareness of the ship crew to use condom.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang yang terjangkit HIV di dunia sampai akhir tahun 2010 diperkirakan 34 juta orang. Dua pertiganya tinggal di Afrika kawasan selatan Sahara. Di kawasan itu kasus infeksi baru mencapai 70 persen. Di Afrika Selatan diperkirakan sekitar 5,6 juta orang terinfeksi HIV. Jumlah yang jauh lebih besar dibanding kawasan lainnya di dunia. Sementara di Eropa Tengah dan Barat, jumlah kasus infeksi baru HIV dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) sekitar 840 ribu. Di Jerman, warga yang terjangkit penyakit HIV/AIDS, secara kumulasi ada 73 ribu orang tetapi jumlah infeksi baru HIV mengalami penurunan menjadi 2.700 kasus. Untuk kawasan Asia Pasifik terdapat 5 juta penderita HIV/AIDS, jumlah terbesar kedua di dunia setelah Afrika Selatan

Menurut Laporan World Health Organization (WHO) tentang HIV/AIDS di Asia Tenggara tahun 2011, 3,5 juta orang diperkirakan hidup dengan HIV/ AIDS, termasuk 140 ribu anak-anak dan perempuan (37% dari populasi ini). Myanmar, Nepal, dan Thailand menunjukkan tren penurunan untuk infeksi baru HIV, hal ini sebagai bukti keberhasilan negara tersebut dalam program pencegahan HIV/AIDS yaitu salah satunya ‘kondom 100 persen’. Indonesia merupakan negara dengan penularan HIV/AIDS tercepat di Asia Tenggara. Data Kemenkes menunjukkan kasus


(23)

AIDS terus meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini ada sebanyak 26.483 pengidap AIDS, dan lebih dari 66.600 orang telah terinfeksi HIV positif.

Gambar 1.1 Grafik Tren Kasus AIDS Januari 2000-Juni 2011

Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi di Indonesia, sampai dengan Juni 2011 dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (49,4%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (31,5%) dan kelompok umur 40-49 tahun (9,8%). Rate kumulatif kasus AIDS Nasional adalah 11,09 per 100.000 penduduk. Kasus AIDS berdasarkan jenis kelamin yang paling tinggi adalah laki-laki yaitu 64,9% sedangkan wanita 39,1%. Berdasarkan cara penularannya, heterosex berada ditingkat tertinggi yaitu 76,3%. Adapun untuk Propinsi Sumatera Utara prevalensi kasus AIDS per 100.000 penduduk adalah sebesar 3,73, dimana jumlah kumulatif AIDS sampai Juni 2011 sebanyak 222 orang dengan jumlah kematian 94 orang (Kemenkes RI, 2011)


(24)

Pelabuhan Internasional Belawan yang merupakan pintu masuk bagi lalu lintas perdagangan baik antar pulau maupun antar negara juga rentan terhadap penularan HIV. Anak Buah Kapal (ABK) yang merupakan salah satu komponen dalam komunitas pelabuhan adalah sasaran yang berisiko cukup tinggi untuk tertular HIV/AIDS, karena sering menggunakan jasa pekerja seksual. Hal ini disebabkan tugas dan fungsinya yang mempunyai mobilitas tinggi sehingga hanya punya sedikit waktu bertemu keluarga dan sering mengalami stres berkepanjangan (Hugo, 2001).

Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Biologis dan perilaku (STBP) tahun 2011 di 5 lokasi pelabuhan termasuk Belawan, ditemukan bahwa sebanyak 58% ABK berhubungan dengan Wanita Pekerja Seks (WPS) dalam setahun terakhir, dan 16% berhubungan dengan pasangan tidak tetapnya. Dari hubungan seksual dengan WPS dan pasangan tidak tetap tersebut hanya 8% yang menggunakan kondom sedangkan 57% lagi melakukan seks tanpa pelindung.

Studi yang dilakukan oleh Dachlia (2000) terhadap pelaut/pekerja pelabuhan di Jakarta, Manado dan Surabaya juga menyimpulkan bahwa 41,6 % responden pernah berhubungan seks dengan penjaja seks komersil dengan tidak selalu menggunakan kondom pada setahun terakhir. Terdapat lima faktor yang berhubungan bermakna dengan perilaku seksual berisiko yaitu pasangan seksual pertama, tingkat pendidikan, usia dan status kawin responden.

Alasan terbanyak dilakukannya hubungan seks di luar nikah oleh para ABK adalah butuh variasi, iseng, dan diajak teman. Apabila dikaitkan dengan usia ABK


(25)

maka alasan-alasan tersebut cukup berarti. dimana pada masa-masa usia produktif itu merupakan usia yang suka mencari variasi dalam hubungan seks. Di samping itu, faktor pendidikan juga ikut mendukung perilaku seksual mereka. Hal ini terlihat dari gambaran tingginya proporsi ABK yang menjadi pelanggan PSK adalah pada pendidikan rendah (87,1%). Dengan pengetahuan yang minim, terutama tentang risiko terjadinya infeksi menular seksual, mereka cenderung melakukan perilaku seksual berisiko (Budijanto &Wijiartini, 2001).

Hasil penelitian I Gde Puja Astawa pada ABK di pelabuhan Benoa, Bali, 1995, mengungkapkan bahwa 40 % responden memiliki pengetahuan yang rendah dan sikap yang negatif terhadap AIDS. Pola perilaku seksual mereka sangat berisiko tertular penyakit karena seringnya berhubungan (50%) dengan WPS, dan berganti-ganti pasangan tanpa memakai kondom (31.2%). Alasan tidak memakai kondom adalah kurang enak, kurang praktis, dan adanya perasaan kurang terancam untuk tertular penyakit. Ditemukan bahwa sebagian (60%) ABK pernah terinfeksi penyakit seksual. Kenyataan ini sangat mengkhawatirkan sebab sebagian ABK ternyata telah menikah.

Dari latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melihat beberapa variabel yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom pada ABK dengan menggunakan pendekatan Health Belief Model (HBM). HBM ini memfokuskan kepada persepsi subjektif seseorang, antara lain : persepsi seseorang terhadap risiko tertular penyakit (perceived susceptibility), dalam hal ini HIV/AIDS; persepsi


(26)

seseorang terhadap keseriusan suatu penyakit baik medis maupun sosial, seperti kematian, dikucilkan dari teman dan keluarga (Perceived severity); persepsi positif terhadap perilaku pencegahan (perceived benefit);persepsi negatif terhadap perilaku pencegahan (perceived barriers) dan persepsi terhadap kemampuan diri sendiri untuk melakukan perilaku pencegahan (perceived self efficacy), yaitu perilaku penggunaan kondom. Dalam konsep HBM, persepsi seseorang dipengaruhi oleh faktor sosiodemografi (umur, pendidikan, status pernikahan), sosiopsikologi (dorongan PSK), struktural (pengetahuan), dengan demikian secara tidak langsung akan mempengaruhi perilaku pencegahan (Rosenstock dkk. dalam Kalichman., 1998)

1.2 Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah penggunaan kondom yang masih rendah di kalangan Anak Buah Kapal di Pelabuhan Belawan sesuai dengan data STBP 2011 yaitu dari 57% yang berhubungan dengan WPS hanya 8% yang memakai kondom, hal ini berpotensi untuk tertular dan menularkan HIV/AIDS.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komponen HBM yaitu faktor umur, pendidikan, status pernikahan, pengetahuan, dorongan PSK dan persepsi mengenai HIV/AIDS (persepsi risiko tertular HIV/AIDS, persepsi keseriusan HIV/AIDS, persepsi positif, persepsi negatif dan persepsi kemampuan diri dengan tindakan penggunaan kondom pada Anak Buah Kapal di Pelabuhan Belawan Tahun 2012.


(27)

1.5. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan komponen HBM yaitu faktor umur, pendidikan, status pernikahan, pengetahuan, dorongan PSK dan persepsi mengenai HIV/AIDS (persepsi risiko tertular HIV/AIDS, persepsi keseriusan HIV/AIDS, persepsi positif, persepsi negatif dan persepsi kemampuan diri dengan tindakan penggunaan kondom pada Anak Buah Kapal di Pelabuhan Belawan Tahun 2012.

1.6. Manfaat Penelitian

a. Bagi peneliti dapat berkesempatan untuk mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari selama masa perkuliahan.

b. Bagi instansi dan stakeholder yang terkait, bisa menjadi masukan dalam meningkatkan penyuluhan komunikasi, informasi, edukasi (KIE), terutama perilaku penggunaan kondom pada ABK dan juga sebagai bahan referensi dalam menyusun program/kebijakan pencegahan HIV/AIDS selanjutnya. c. Bagi Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, FKM USU dapat menjadi

tambahan masukan dalam upaya pengembangan dan penerapan ilmu kesehatan masyarakat khususnya mengenai perilaku penggunaan kondom pada Anak Buah Kapal.

d. Bagi Peneliti lain dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan untuk kajian dan penyusunan penelitian selanjutnya mengenai perilaku pencegahan HIV/AIDS khususnya penggunaan kondom pada Anak Buah Kapal.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV/AIDS

2.1.1. Pengertian HIV dan AIDS

Virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang termasuk kedalam famili lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa periode inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode inkubasi yang panjang (klinik-laten), dan utamanya menyebabkan muncul tanda dan gejala Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS). HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi diri.

Dalam proses itu, virus tersebut menghancurkan CD4+

Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) adalah suatu kumpulan gejala penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh. Bukan penyakit bawaan tetapi di dapat dari hasil penularan. Penyakit yang disebabkan oleh HIV ini telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu yang relatif singkat terjadi peningkatan jumlah penderita dan semakin melanda banyak negara. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin atau obat yang relatif efektif untuk AIDS sehingga menimbulkan keresahan di dunia (Widoyono, 2005).

dan limfosit (Nursalam dan Kurniawati, 2007).


(29)

Secara struktural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar melebar. Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen fungsional dan struktural. Tiga gen tersebut adalah gag, pol dan env. Gag berarti grup antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah kepanjangan dari envelope. Gen Gag mengode protein inti. Gen Pol mengode enzim reserse transcriptase, protease, dan integrase. Gen env mengode komponen struktural HIV yang dikenal dengan glikoprotein (Hoffmann, Rockstrob. dalam Nursalam dan Kurniawati, 2007).

Gambar 2.1 Virus HIV


(30)

2.1.2. Patogenesis

HIV menempel pada sel limfosit sel induk melalui gp120 sehingga akan terjadi fusi membran HIV dengan sel induk. Inti HIV kemudian masuk ke dalam sitoplasma sel induk. Di dalam sel induk, HIV akan membentuk DNA HIV dari RNA HIV melalui enzim polymerase. Enzim inetgrasi kemudian akan membantu DNA HIV untuk berintegrasi dengan DNA sel induk.

DNA virus yang dianggap oleh tubuh sebagai sel DNA induk, akan membentuk RNA dengan fasilitas sel induk, sedangkan mRNA dalam sitoplasma akan diubah oleh enzim protease menjadi partikel HIV. Partikel ini selanjutnya mengambil selubung dari bahan sel induk untuk dilepas sebagai virus HIV lainnya. Mekanisme penekanan pada sistem imun (imunosupresi) ini akan menyebabkan pengurangan dan terganggunya jumlah dan fungsi limfosit T (Widoyono, 2005). 2.1.3. Cara penularan

Penyakit ini menular melalui berbagai cara. Antara lain melalui cairan tubuh seperti darah, cairan genitalia, cairan sperma dan ASI. Virus terdapat juga pada saliva, dan urin tapi dengan konsentrasi yang sangat rendah. HIV tidak dilaporkan terdapat dalam air mata dan keringat.

Terdapat tiga cara penularan HIV yaitu :

a. Hubungan seksual; baik secara vagina, oral, maupun anal dengan seorang pengidap. Ini adalah cara yang paling umum terjadi, meliputi 70-80% dari total kasus sedunia. Penularan lebih mudah terjadi apabila terdapat lesi penyakit


(31)

kelamin dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes genitalis, sifilis, gonorea, klamidia, kankroid, dan trikomoniasis. Risiko pada seks anal lebih besar dibanding seks vagina, dan risiko lebih besar pada receptive daripada insertive.

b. Kontak langsung dengan darah atau produk darah/jarum suntik;

b.1 Tranfusi darah/produk darah yang tercemar HIV. Ditemukan sekitar 3-5% dari total kasus sedunia

b.2 Pemakaian jarum suntik tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik dan sempritnya pada para pecandu narkotika suntik. Terdapat 5-10% dari total kasus sedunia

b.3 Penularan lewat kecelakaan, tertusuk jarum pada petugas kesehatan. Terdapat 0,1% dari total kasus sedunia

c. Secara vertikal; dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya, baik selama hamil, saat melahirkan, atau setelah melahirkan. Risiko sekitar 25-40% dan angka transmisi melalui ASI dilaporkan lebih dari sepertiga.

2.1.4. Diagnosis

Metode yang umum untuk menegakkan diagnosis HIV meliputi :

a. ELISA (Enzym Linked Immuno Sorbent Assay); Sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi b. Western blot; Spesifisitasnya tinggi yaitu sebesar 99,9-100%. Pemeriksaannya


(32)

c. PCR (Polymerase Chain Reaction); Tes ini digunakan untuk :

c.1 Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada bayi yang dapat menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yang menderita HIV akan membentuk zat kekebalan untuk melawan penyakit tersebut. Zat kekebalan tubuh yang diturunkan pada bayi melalui plasenta yang akan mengaburkan hasil pemeriksan, seolah-olah sudah ada infeksi pada bayi tersebut (pemeriksan HIV sering merupakan deteksi dari zat anti HIV bukan deteksi HIV nya sendiri)

c.2 Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko tinggi

c.3 Tes pada kelompok berisiko tinggi sebelum terjadi serokonversi

c.4 Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunya sensitifitas yang rendah untuk HIV-2.

2.1.5. Pengobatan

Pengobatan pada penderita HIV/AIDS meliputi : a. Pengobatan suportif

b. Penanggulangan penyakit oportunistik c. Pemberian obat antivirus

d. Penanggulangan dampak psikososial Obat antivirus HIV/AIDS adalah :


(33)

Dosis : 2 x 100 mg, setiap 12 jam (BB <60 kg) 2 x 125 mg, setiap 12 jam (BB <60 kg) b. Zidovudin (ZDV)

Dosis 500-600 mg/hari, pemberian setiap 4 jam sebanyak 100 mg, pada saat penderita tidak tidur.

c. Lamivudin (3TC) d. Stavudin (d4T)

Obat ARV (antiretrovirus) masih merupakan terapi pilihan karena :

a. Obat ini bisa memperlambat progresivitas penyakit dan dapat memperpanjang daya tahan tubuh.

b. Obat ini aman, mudah dan tidak mahal. Angka transmisi dapat diturunkan sampai mendekati nol melalui identifikasi dini ibu hamil dengan HIV positif dan pengelolaan klinis yang agresif.

c. Hasil penelitian dalam hal upaya pencegahan dengan imunisasi belum memuaskan.

Beberapa ahli mengusulkan penelitian tentang bagaimana agar CD4 tiruan diserang oleh virus, sehingga CD4 alami tetap normal. Bagian yang diserang virus HIV adalah sel darah putih terutama sel limfosit pada bagian CD4. CD4 adalah bagian dari limfosit yang menunjukkan seberapa besar fungsi pertahanan tubuh manusia. Jumlah CD4 yang rendah menunjukkan pertahanan tubuh yang lemah dan mudah terkena infeksi virus, bakteri dan jamur.


(34)

2.1.6 Pencegahan HIV/AIDS

Pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus HIV melalui perubahan perilaku seksual yang terkenal dengan istilah “ABC” yang telah terbukti mampu menurunkan percepatan penularan HIV, terutama di Uganda dan beberapa negara Afrika lain. Prinsip ‘ABC” ini telah dipakai dan dibakukan secara intenasional, sebagai cara paling efektif mencegah HIV lewat hubungan seksual. Prinsip “ABC” itu adalah :

“A” : Anda jauhi seks sampai anda kawin atau menjalin hubungan jangka panjang dengan pasangan (Abstinensia)

“B” : Bersikap saling setia dengan pasangan dalam hubungan perkawinan atau hubungan jangka panjang tetap (Be faithful)

“C” : Cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten untuk penjaja seks atau orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B (Condom)

Untuk penularan non seksual berlaku prinsip “D” dan “E” yaitu : “D” : Drug; “say no to drug” atau katakan tidak pada napza/narkoba

“E” : Equipment; “no sharing” jangan memakai alat suntik secara bergantian

2.2 Perilaku

2.2.1 Pengertian Perilaku

Dari aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010).


(35)

Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2010) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses :

Stimulus --- Organisme--- Respon, sehingga teori Skinner ini disebut teori “SOR”. Berdasarkan Teori SOR, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni :

a. Perilaku tertutup (covert behavior); Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus.

b. Perilaku terbuka (overt behavior); Perilaku terbuka terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar

Berdasarkan pembagian domain oleh Bloom, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi tingkat ranah perilaku sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010) :

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).


(36)

b. Sikap (Attitude)

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan.

c. Tindakan atau praktik (Practice)

Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.

2.2.2 Determinan Perilaku Kesehatan

Lawrence W. Green dalam teorinya mencoba menganalisis masalah kesehatan dengan membagi menjadi dua faktor yaitu masalah yang berkaitan dengan faktor perilaku dan faktor non perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : faktor predisposisi (Predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai. Kedua, faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik seperti ketersediaan sarana/fasilitas, informasi. Ketiga, faktor pendorong (reinforcing factors), yag terwujud dalam sikap dan perilaku kelompok referens, seperti petugas kesehatan, kepala kelompok atau peer group.


(37)

Gambar 2.2 Bagan Precede Lawrence W. Green

Selain itu perilaku manusia juga merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, dan sikap. Gejala kejiwaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pengalaman, keyakinan, sarana fisik, dan sosiobudaya masyarakat (Notoatmodjo, 1989).

Kurt Lewin (1970) dalam teorinya berpendapat bahwa perilaku manusia adalah keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri

Pendidikan Kesehatan

Predisposing Factors - kebiasaan

- kepercayaan - tradisi - pengetahuan - sikap

Enabling Factors - ketersediaan fasilitas - ketercapaian fasilitas

Reinforcing Factors - sikap dan perilaku petugas

- peraturan pemerintah

Non Perilaku

Perilaku

Masalah Kesehatan


(38)

seseorang. Sehingga ada tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang itu, yakni :

a. Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi adanya-adanya stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku.

b. Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi adanya stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut.

c. Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat dan kekuatan-kekuatan penahan menurun.

Teori Health Belief Model (HBM) dari Becker & Rosenstock berpendapat bahwa perilaku juga dibentuk oleh persepsi kita terhadap sesuatu. Persepsi akan menentukan keputusan yang kita ambil dibandingkan dengan kejadian yang sebenarnya. Teori HBM oleh Rosenstock dalam Kalichman (1998) ini didasarkan pada empat elemen persepsi seseorang, yaitu:

a. Perceived susceptibility: penilaian individu mengenai kerentanan mereka terhadap suatu penyakit

b. Perceived seriousness: penilaian individu mengenai seberapa serius kondisi dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut

c. Perceived barriers: penilaian individu mengenai besar hambatan yang ditemui untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan, seperti hambatan finansial, fisik, dan psikososial


(39)

d. Perceived benefits: penilaian individu mengenai keuntungan yang didapat dengan mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan

Selanjutnya, teori ini kemudian dikembangkan dan ditambahkan dengan faktor- faktor yang dianggap berpengaruh terhadap perilaku kesehatan, yaitu:

a. Variabel sosio-demografi; seperti usia, jenis kelamin, ras, pekerjaan, dsb. b. Variabel sosio-psikologis; seperti kepribadian, sosial-ekonomi, dsb. c. Variabel struktural; seperti pengetahuan, pengalaman, dsb.

d. Cues to action; pengaruh dari luar dalam mempromosikan perilaku kesehatan yang disarankan, seperti pemberian informasi melalui media massa, artikel surat kabar dan majalah, saran dari ahli, dsb.

2.2.3 Determinan Perilaku Terkait Penelitian a. Faktor Sosio demografi

Variabel sosio demografi (umur, pendidikan dan status perkawinan) adalah berhubungan dengan perilaku kesehatan. Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian didalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur (Notoatmodjo, 2007). Pada kasus AIDS, umur berhubungan dengan perilaku yang menyebabkan penularan HIV. Chicago Multicenter AIDS Cohort Study (MACS) menemukan bahwa lelaki gay yang berusia lebih muda berisiko lebih besar untuk tertular AIDS dibanding yang lebih tua (Ostro, 1990).


(40)

Pendidikan berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk menerima dan merespon terhadap berbagai informasi. Menurut Notoatmodjo (1989), pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat dimana dia hidup. Pendidikan merupakan proses sosial dimana seseorang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol, khususnya yang datang dari sekolah sehingga mereka dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum. Studi Barliantari L. (2007) tentang perilaku penggunaan kondom pada pasangan tetap WPS di Jakarta menyimpulkan bahwa pendidikan berpengaruh signifkan terhadap perilaku penggunaan kondom.

Status pernikahan, kawin, tidak kawin, cerai dan janda/duda menurut penelitian juga menunjukkan hubungan antara angka kesakitan maupun kematian. Angka kematian karena penyakit-penyakit tertentu maupun kematian karena semua sebab makin meninggi dalam urutan tertentu. Diduga bahwa sebab-sebab angka kematian lebih tinggi pada yang tidak menikah dibandingkan yang menikah (Notoatmodjo, 2007). Dalam Survei Surveilens Perilaku (SSP) tahun 2004-2005 ditemukan bahwa status pernikahan berhubungan dengan perilaku seksual berisiko. Status pernikahan telah menikah terkadang malah menunjukkan hubungan dengan perilaku seksual berisiko seseorang. Ini dibuktikan oleh hasil survey tersebut bahwa dari 60% sopir/kernet truk dan 55% pelaut/ABK yang membeli seks dalam setahun terakhir adalah pria beristri.


(41)

b. Faktor Psikososial

Faktor psikososial dalam penelitian ini adalah faktor dorongan PSK. Dorongan PSK mempunyai pengaruh terhadap penggunaan kondom pada pelanggan. Menurut Widodo E. (2009) dalam penelitiannya tentang praktek WPS dalam pencegahan IMS dan HIV/AIDS di lokalisasi Koplak, Kabupaten Grobogan, sebanyak 93% pelanggan WPS tidak memakai kondom karena posisi tawar para WPS yang lemah sehingga tidak berhasil mempengaruhi pelanggan. Hanya 7% WPS yang tetap mempertahankan agar pelanggan memakai kondom saat berhubungan seksual walaupun mengalami kesulitan dan tantangan yang harus dihadapi, misalnya waktu yang dibutuhkan lebih lama untuk merayu pelanggan supaya tetap selalu memakai kondom, malah terkadang merelakan pelanggan untuk mencari WPS yang lain jika pelanggan tidak mau memakai kondom.

c. Faktor Struktural

Faktor struktural dalam penelitian ini adalah pengetahuan ABK. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2010), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan :


(42)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.

c.2 Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c.3 Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

c.4 Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa


(43)

pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

c.5 Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

c.6 Evaluasi

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengetahuan menjadi landasan penting untuk menentukan suatu tindakan. Pengetahuan, sikap dan perilaku akan kesehatan merupakan faktor yang menentukan dalam mengambil suatu keputusan (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan yang benar tentang HIV/AIDS dapat menjadi pedoman untuk melakukan tindakan pencegahan yang benar agar tidak tertular virus tersebut. Dalam temuan kunci STBP 2011 dilaporkan bahwa tingkat pengetahuan pelanggan


(44)

seks komersil masih sangat rendah, hal ini berbanding lurus dengan tingkat pemakaian kondom yang rendah pula.

d. Persepsi

Persepsi adalah suatu proses memperhatikan dan menyeleksi, mengorganisasikan dan menapsirkan stimulus lingkungan. Proses memperhatikan dan menyeleksi terjadi karena setiap saat panca indera kita (indera pendengar, perasa, penglihatan, penciuman dan indera peraba) dihadapkan kepada begitu banyak stimulus lingkungan. Akan tetapi tidak semua stimulus tersebut kita perhatikan, karena kalau semuanya dipersepsikan akan menyebabkan kita bingung dan kewalahan. Oleh karenanya, kemudian ada proses pemilihan (perceptual selection) untuk mencegah kebingungan tersebut menjadi lingkungan kita lebih berarti (Gitosudarmo dan Sudita, 2000)

Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2010) ada dua faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang melekat pada objeknya, sedangkan faktor internal adalah faktor yang terdapat pada orang yang mempersepsikan stimulus tersebut.

d.1.Faktor eksternal : terdiri dari : 1) kontras, yaitu cara termudah untuk menarik perhatian adalah dengan membuat kontras baik pada warna, ukuran, bentuk atau gerakan ; 2) Perubahan intensitas yaitu suara yang berubah dari pelan menjadi keras, atau cahaya yang berubah dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian seseorang ; 3) Pengulangan (repetition) misalnya iklan yang diulang-ulang akan


(45)

lebih menarik perhatian seseorang, walaupun sering kali kita merasa jengkel dibuatnya. Dengan pengulangan, walaupun pada mulanya stimulus tersebut tidak masuk dalam rentang perhatian kita, maka akhirnya akan mendapat perhatian kita; 4) Sesuatu yang baru (novelty) yaitu suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian kita daripada sesuatu yang telah kita ketahui; dan 5) Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak yaitu suatu stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan menarik perhatian kita.

d.2.Faktor internal : Faktor yang ada pada seseorang akan mempengaruhi bagaimana seseorang menginterpretasikan stimulus yang dilihatnya. Itu sebabnya stimulus yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda. Contoh faktor internal adalah 1).Pengalaman/pengetahuan; 2) Harapan atau expectation; 3)

Kebutuhan, dimana kebutuhan akan menyebabkan seseorang

menginterpretasikan stimulus secara berbeda; 4) Motivasi dimana seseorang yang termotivasi untuk menjaga kesehatannya akan selalu melakukan tindakan pencegahan penyakit; 5) Emosi; 6) Budaya, seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan mempersepsikan orang-orang didalam kelompoknya secara berbeda..

Menurut teori HBM persepsi terdiri atas persepsi kerentanan, persepsi keseriusan, persepsi terhadap perilaku pencegahan serta persepsi kemampuan diri, dimana persepsi seseorang akan mempengaruhi perilaku pencegahan terhadap penyakit. Studi Widodo (2009) terhadap WPS di kabupaten Grobogan


(46)

menyimpulkan bahwa sebagian besar responden tidak memakai kondom dalam berhubungan seksual (93%) disebabkan karena rendahnya persepsi manfaat dan persepsi kemampuan diri terhadap perilaku pencegahan. Penelitian Yusnita E. (2002) menyatakan bahwa rendahnya proporsi penggunaan kondom pada PSK Waria di wilayah Jakarta Barat (38,3%) berhubungan dengan persepsi keseriusan AIDS dimana 66% responden menganggap aspek finansial sebagai masalah yang paling serius, persepsi positif terhadap perilaku pencegahan dan persepsi kemampuan sendiri untuk menggunakan kondom (62,85%).

2.2.4 Prilaku Seksual Berisiko Tertular HIV/AIDS

Dalam kaitannya dengan penularan HIV/AIDS, dikenal adanya perilaku seksual berisiko dan perilaku seksual aman. Perilaku seksual berisiko adalah segala perilaku seksual yang menimbulkan risiko dan memungkinkan terjadinya penularan/infeksi HIV/AIDS. Seseorang dikatakan berisiko HIV jika orang tersebut berada pada suatu kesempatan untuk terkena virus karena perilaku seksualnya. Sedangkan perilaku seksual aman adalah segala perilaku seksual yang terhindar dari suatu potensi penularan risiko tertular maupun menularkan HIV/AIDS, atau perilaku seksual aman adalah segala perilaku seksual yang tidak memungkinkan terjadinya penularan/infeksi HIV/AIDS. Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam konteks penanggulangan HIV/AIDS, perubahan perilaku pada prinsipnya adalah perubahan dari perilaku yang berisiko terjadinya penularan menjadi perilaku yang aman (Depkes, 2006).


(47)

Studi Sonenstien dalam Dahlia (2000) menyebutkan bahwa perilaku penularan HIV dimasukkan menjadi beberapa kategori. Kategori ini digambarkan berjenjang dari tidak berisiko sampai berisiko untuk penularan HIV, meliputi : a). tidak pernah melakukan hubungan seks; b). mempunyai pengalaman seksual tetapi tidak melakukan hubungan seks dalam 12 bulan terakhir, c). aktif melakukan hubungan seksual tetapi dilaporkan menggunakan kondom dalam 12 bulan terakhir, d). melakukan hubungan seksual sekurang-kurangnya sekali tanpa kondom. Risiko semakin besar apabila pasangan juga punya banyak pasangan. Hal ini berarti hubungan seksual dengan WPS meningkatkan risiko seseorang terinfeksi HIV/AIDS.

2.3. Kondom

2.3.1 Sejarah Kondom

Kondom adalah salah satu jenis alat kontrasepsi tertua. Alat yang berbahan dasar olahan karet ini pertama kali diperkenalkan sekitar 1000 tahun sebelum masehi oleh orang-orang mesir. Seorang bernama Gabrielle Fallopius melakukan percobaan pembuatan kondom pada tahun 1500-an, pria berkebangsaan Itali ini mengembangkan kondom yang terbuat dari bahan kain linen untuk mencegah penularan penyakit kelamin pada laki-laki.

Menurut Charles Panati, dalam bukunya Sexy Origins and Intimate Things, sarung untuk melindungi penis telah dipakai sejak berabad silam. Sejarah menunjukkan orang-orang Roma, mungkin juga Mesir, menggunakan kulit tipis dari kandung kemih dan usus binatang sebagai "sarung". Kondom primitif itu dipakai


(48)

bukan untuk mencegah kehamilan tapi menghindari penyakit kelamin. Untuk menekan kelahiran, sejak dulu pria selalu mengandalkan kaum perempuan untuk memilih bentuk kontrasepsi, sehingga menurut persepsi kaum laki-laki pada saat itu tidak berpengaruh dalam pencegahan kehamilan.

Seiring perkembangan waktu pembuatan kondom mulai dikembangkan dan berubah bahan dari kain linen menjadi kondom yang terbuat dari usus domba. Hal ini terbukti dari penemuan sisa-sisa kondom di reruntuhan Dudle Castle, dekat Birmingham Inggris. Diperkirakan perkembangan kondom di Inggris dimulai pada tahun 1640-an, pada saat itu terjadi perang antar pengikut Oliver Cromwell dengan prajurit Raja Charles I, kerena peperangan tersebut berlangsung lama maka, melibatkan banyak PSK dan menimbulkan banyak terjadi penularan penyakit kelamin yang mengakibatkan melemahnya daya gempur pasukan. Untuk menanggulanginya tabib kerajaan membuatkan pelindung untuk melindungi alat kelamin para prajurit, yang disebut Kondom.

Nama “kondom” berasal dari bahasa latin “Condon” yang berarti wadah..Di tahun 1980-an penggunaan kondom meningkat karena persebaran virus baru HIV/AIDS. Pada saat itu kondom dirasa dapat menjadi alat yang bisa menanggulanginya.

Sampai saat ini kondom telah banyak ber-evolusi, dengan berbagai macam rasa dan bentuk agar lebih nyaman digunakan dan lebih variatif dalam memberikan sensasi berhubungan seks, bahkan di era 1990-an sampai 2000-an telah diperkenalkan


(49)

juga kondom untuk wanita atau lebih dikenal dengan Fimidom. Namun sampai detik ini masih banyak manusia yang tidak mau memakai alat pengaman yang memiliki sejarah panjang ini (Donit, 2011).

2.3.2 Jenis-Jenis Kondom (Dumasari, 2008) a. Kondom laki-laki

Kondom merupakan sarung dari latex yang tipis, digunakan pada penis ketika melakukan hubungan seksual. Kondom berguna untuk mengumpulkan semen sebelum, selama dan sesudah masa ejakulasi dan menghalangi sperma masuk ke vagina. Penggunaan kondom yang benar dapat mengurangi risiko penularan penyakit seksual dan dapat juga digunakan sebagai alat kontrasepsi.

Kondom yang terbuat dari latex, efektif memberikan perlindungan terhadap virus termasuk HIV. Kondom latex dibuat oleh pabrik mempunyai bentuk, tekstur, warna, ketebalan, lebar dan panjang yang berbeda. Beberapa kondom mempunyai permukaan yang lembut dan ada juga yang mempunyai tekstur. Kebanyakan dari kondom berwarna pudar yang buram, tetapi ada juga yang berwarna dan beberap kondom dibuat mempunyai bau wangi-wangian, rasa (strawberry, mint).

Kondom latex dirancang mempunyai permeabilitas membran yang dapat menghambat lewatnya organisme dalam berbagai ukuran seperti spermatozoa dengan diameter 0,003 mm (3000 nm) dan juga pathogen penyebab penyakit seksual seperti N.gonorrhaeae (800 nm), C.trachomatis (200 nm), HIV (125 nm) dan hepatitis B (40


(50)

nm). Menurut penelitian yag dilakukan oleh team FDA kondom dapat menurunkan risiko terpapar dengan HIV sebanyak 10.000 kali lipat.

Gambar 2.3 Kondom Latex untuk Laki-laki Sumber : http://primbondonit.blogspot.com

Cara penggunaan :

a) Selalu menggunakan kondom latex yag baru dan gunakan sebelum tanggal kadaluarsa

b) Buka kemasan kondom dengan hati-hati dan jangan menggunakan gigi c) Pasang kondom setelah penis ereksi

d) Pegang ujung kondom diantara 2 jari (menjepit ujungnya) agar ada tempat untuk mengumpulkan sperma dan hilangkan udara dari ujung kondom untuk menghindari kondom robek ketika digunakan.


(51)

e) Pasang kondom dari ujung penis,, kemudian ditarik hingga ke pangkal penis dan ujungnya tetap dijepit.

f) Setelah ejakulasi dan sebelum penis menjadi lembek, tarik keluar penis dengan hati-hati dan pegang bibir kondom agar sperma tidak tumpah.

g) Setelah pemakaian, kondom dibungkus dan tidak boleh dibuang kedalam toilet. Keuntungan pemakaian kondom latex:

a) Dapat mencegah kehamilan dan penularan penyakit seksual b) Harganya tidak mahal dan mudah didapat

c) Kemasannya ringan dan hanya untuk satu kali pemakaian d) Tidak membutuhkan resep untuk membelinya (dijual bebas) e) Dapat memperpanjang ereksi pada laki-laki

f) Dapat mengurangi ejakulasi dini

Keadaan yang kurang menguntungkan dari pemakaian kondom latex : a) Dapat timbul alergi

b) Hilangnya sensasi ketika berhubungan seksual c) Kondom dapat rusak/bocor

b. Kondom wanita

Terdiri dari bahan polyurethane berbentuk seperti sarung atau kantong dengan panjang 17 cm (6,5 inci).. Bahan ini kurang menyebabkan alergi dibandingkan dengan latex. Bahan tersebut juga kuat dan jarang robek (40% lebih kuat dari latex) tetapi tipis sehingga sensasi yang dirasakan bisa tetap dipertahankan. Kondom wanita


(52)

ini dapat mencegah kehamilan dan penularan penyakit seksual termasuk HIV apabila digunakan dengan benar.

Gambar 2.4 Kondom Polyurethane untuk Wanita Sumber : http://primbondonit.blogspot.com

Pada tiap ujung kondom terdapat cincin/lingkaran yang lentur. Ujung yang tertutup dengan cincin yang lentur, dimasukkan ke dalam vagina untuk membantu supaya kondom tersebut tetap pada tempatnya. Sedangkan pada ujung yang terbuka, cincin tetap pada `berada di sebelah luar vulva (pintu masuk kedalam vagina). Tersedianya kondom dengan bahan dasar silikon sebagai lubrikasi didalamnya, tetapi penambahan lubrikasi dapat juga dilakukan. Kondom wanita tidak mengandung spermecide. Penggunaan kondom wanita sebaiknya tidak bersamaan dengan kondom laki-laki karena pergesekan antara kedua kondom tersebut dapat menyebabkan kondom rusak.


(53)

Penggunaan kondom ini telah digunakan di Eropa sejak tahun 1992 dan pada tahun 1993 disetujui pemakaiannya oleh FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat.

Cara penggunaan :

a. Buka bungkusan kondom dengan hati-hati b. Pastikan lubrikasinya cukup

c. Cincin yang tertutup berada di sebelah bawah dan ujung yang terbuka dipegang menggantung

d. Pegang cincin bagian dalam dengan ibu jari dan jari tengah dan kemudian masukkan cincin bagian dalam beserta kantongnya ke dalam vagina

e. Letak kondom harus tetap lurus dan tidak boleh berputar didalam vagina. f. Cincin bagain luar tetap berada di luar vagina

g. Untuk mengeluarkan kondom, putar cincin bagian luar dengan hati-hati dan kemudian tarik kondom keluar dan sperma tetap berada didalam.

h. Setelah pemakaian, dianjurkan kondom tersebut jangan digunakan lagi dan tidak boleh dibuang kedalam toilet

Keadaan yang kurang menguntungkan dari pemakaian kondom latex : a. Lebih sulit memasangnya

b. Kemungkinan dapat timbul bising ketika berhubungan seksual c. Dapat menyebabkan iritasi pada vagina ataupun penis


(54)

2.3.3 Efektifitas Kondom

Hasil workshop yang dilaksanakan di Virginia pada tahun 2000 tentang efektifitas kondom laki-laki yang terbuat dari bahan latex dalam mencegah penyakit seksual melaporkan bahwa responden yang menggunakan kondom diperkirakan insiden HIV/AIDS dari 12 penelitian adalah 0,9 seroconversion/100 orang/tahun, sedangkan responden yang tidak pernah menggunakan kondom diperkirakan insiden HIV/AIDS adalah 6,7 seroconversion/100 orang / tahun. Dari workshop tersebut juga disimpulkan bahwa penggunaan kondom dapat menurunkan penularan HIV/AIDS sebanyak 85% dibanding dengan yang tidak menggunakan (Dumasari, 2008).

Efektifitas kondom juga dibuktikan di Thailand, dimana penggunaan kondom menjadi program nasional dan seiring dengan meningkatnya pemakaian kondom dari 14% pada awal 1989 menjadi lebih dari 90% pada Juni 1992, kasus IMS juga menurun menjadi kurang dari 15.000 kasus/tahun. Sejak tahun 2000 dari 400.000 kasus/tahun pada Juli 2004 di Pembukaan International AIDS Congress, Perdana Menteri Thailand bahkan mengakui bahwa program ini telah mencegah lebih dari 5 juta infeksi HIV.

Pelaksanaan program 100% penggunaan kondom di Kamboja dimulai pada Oktober 1998 di Sihanoukville, sebuah distrik yang banyak pekerja seksnya. Kemudian menjadi program nasional pada tahun 2001. Program ini berhasil menurunkan prevalensi HIV dan IMS di kalangan pekerja seks dan klien. Program


(55)

ini juga dilaksanakan di beberapa negara asia lainnya, seperti Filipina dan Vietnam. Negara Asia lain yang menjalankan program 100% penggunaan kondom adalah Myanmar pada awal tahun 2001 di kota Bago, Pyay, Kwathaung dan Tachileik, kemudian berkembang ke 152 kota lainnya pada awal 2006. Terdapat laporan penggunaan kondom pada pekerja seks meningkat dari 60,7% (2001) menjadi 91,0% (2002), terdapat penurunan prevalensi sifilis dari 6% menjadi 3% (Rojanapithayakorn, 2008).

2.4. Landasan Teori

Dalam membuat kerangka konsep, peneliti menggunakan landasan teori Health Belief Model (HBM).

HBM adalah model psikologis yang mencoba untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku kesehatan dengan berfokus pada sikap dan keyakinan individu. Model perubahan perilaku kesehatan dikembangkan oleh Irwin M. Rosenstock pada tahun 1966 untuk mempelajari dan mempromosikan serapan pelayanan kesehatan. Model ini lebih lanjut dkembangkan oleh Becker dan rekannya pada tahun 1970-an dan 1980-an. Perubahan terus dilakukan hingga akhir tahun 1988, untuk mengakomodasi bukti tentang peran pengetahuan dan persepsi. Awalnya, model ini dirancang untuk memprediksi respon perilaku untuk pengobatan yang diterima oleh pasien sakit akut atau kronis, tetapi dalam beberapa tahun, model ini telah digunakan untuk memprediksi perilaku kesehatan yang lebih umum. HBM ini menunjukkan bahwa keyakinan seseorang pada ancaman pribadi bersama dengan keyakinan


(56)

seseorang dalam berperilaku kesehatan akan memprediksi kemungkinan perilaku itu. Sejak itu, HBM telah disesuaikan dengan mengeksplorasi berbagai tindakan jangka panjang dan jangka pendek kesehatan perilaku, termasuk perilaku seksual berisiko dan penularan HIV/AIDS.

Para peneliti menunjukkan bahwa seorang individu yang dianggap memiliki kemampuan untuk berhasil melaksanakan strategi pemeliharaan kesehatan, seperti menggunakan kondom secara konsisten, sangat mempengaruhinya dalam memberikan keputusan untuk menetapkan dan mempertahankan perubahan perilaku. Komponen HBM :

1) Ancaman (Threat); persepsi terhadap ancaman suatu penyakit merupakan langkah awal dalam proses bertindak mengurangi ancaman tersebut. Persepsi terhadap ancaman merupakan gabungan 2 faktor, yaitu persepsi terhadap risiko tertular suatu penyakit (perceived susceptibility) dan persepsi terhadap keseriusan suatu penyakit baik secara medis maupun sosial (perceived severity)

2) Harapan; persepsi terhadap harapan ini dibagi atas 3 faktor yaitu Persepsi positif terhadap suatu tindakan pencegahan (perceived benefit), dalam hal ini adalah persepsi positif terhadap penggunaan kondom, persepsi negatif terhadap penggunaan kondom (perceived barriers) misalnya biaya yang mahal, efek samping, rasa sakit, ketidaknyamanan, dan lain-lain. Faktor lainnya adalah persepsi kemampuan diri dalam melakukan tindakan pencegahan tersebut dengan sukses. Keyakinan individu terhadap kemampuannya dapat menentukan


(57)

bagaimana mereka berperilaku, berpikir, dan bereaksi terhadap situasi yang tidak menyenangkan. Penilaian diri terhadap kemampuan yang dimilikinya akan menentukan rangkaian perilaku yang harus ditampilkan dan berapa lama harus menjalaninya, pola pikir dan reaksi emosional.

3) Cues to action

Cues to action adalah tanda/sinyal yang menyebabkan seseorang untuk bergerak kearah perilaku pencegahan. Tanda tersebut berasal dari luar (kampanye di media massa, nasihat dari orang lain, kejadian pada kenalan/keluarga, artikel di majalah) 4) Variebel sosiodemografi, sosiopsikologi dan struktural

Variabel sosiodemografi meliputi, status ekonomi, ras, umur, pendidikan dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Variabel sosiopsikologi meliputi dorongan dari peer group atau reference group . sedangkan variabel struktural mencakup pengetahuan dan pengalaman seseorang yang menjadikan dia berperilaku sehat. Variabel sosiodemografi, sosiopsikologi dan struktural mempengaruhi persepsi individu maka secara tidak langsung mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health-related behavior). Tingkat pendidikan diyakini mempunyai dampak tidak langsung terhadap perilaku dengan mempengaruhi perceived susceptibility, perceived severity, perceived barriers dan perceived benefit to action.


(58)

Gambar 2.5 Bagan Komponen Health Belief Model (HBM) Sumber : Rosenstock dkk. (1994) dalam Preventing AIDS

Faktor Sosiodemografi • Umur • Pendidikan • Status pernikahan Faktor Sosiopsikologi • Dorongan dari peer group atau reference group Struktural • Pengetahuan • Pengalaman Harapan

• Persepsi positif terhadap suatu tindakan

• Persepsi negatif terhadap suatu tindakan

• Persepsi terhadap kemampuan sendiri untuk bertindak

Cues to Action

• Media massa

• Informasi dari orang lain Perilaku untuk mengurangi ancaman berdasarkan harapan Ancaman

• Persepsi terhadap risiko tertular penyakit

• Persepsi terhadap keseriusan suatu penyakit


(59)

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori diatas maka dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 2.6 Bagan Kerangka Konsep Penelitian Tindakan Penggunaan

Kondom Faktor Sosiodemografi

1. Umur 2. Pendidikan 3. Status Pernikahan

Persepsi mengenai HIV/AIDS 6. Persepsi berisiko tertular 7. Persepsi keseriusan 8. Persepsi positif 9. Persepsi negatif

10.Persepsi keyakinan diri Faktor Struktural

5. Pengetahuan Faktor Sosiopsikologi 4. Dorongan PSK


(60)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan menggunakan desain cross sectional , yaitu penelusuran sesaat, artinya subjek diamati hanya sesaat atau satu kali. Untuk memperoleh informasi tentang variabel dependen dan variabel independen maka pengukuruannya dilakukan bersama-sama pada saat penelitian dengan menggunakan kuesioner secara kuantitatif (Sugiyono, 2005)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan di laksanakan di Pelabuhan Belawan, Kota Medan, dengan alasan Pelabuhan Belawan merupakan Pelabuhan Internasional yang mobilitas kapalnya cukup tinggi, sehingga mudah mendapatkan Anak Buah Kapal (ABK) sebagai subjek penelitian.

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Pebruari sampai dengan Juni 2012.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua Anak Buah Kapal (ABK) pada kapal berbendera Indonesia yang sandar di Pelabuhan Laut Belawan dan pernah melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersil (PSK).

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara Consecutive sampling, yaitu peneliti mengambil sejumlah ABK pada kapal berbendera Indonesia


(61)

yang sandar di Pelabuhan Laut Belawan dan pernah melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersil (PSK) sampai jumlah sampel minimal terpenuhi (Dahlan.S, 2010). Untuk mengetahui jumlah sampel minimal dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus sebagai berikut : (Lemeshow dkk., 1997),

�=��−∝ �� .

(� − �)

��

Dimana : � �−∝ �

: tingkat kepercayaan 95%, nilainya 1,96

P : proporsi ABK yang tidak memakai kondom didalam populasi diambil dari hasil survei STBP 2011 sebesar 0,57

d : derajat akurasi/presisi sebesar 0,1

Dengan rumus ini diperoleh sampel minimal sebesar 94,15 ≈ 95 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dengan alat bantu kuesioner. Jenis pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan tertutup. Sebelumnya kuesioner telah diuji coba terlebih dahulu oleh peneliti pada populasi yang memiliki karakteristik hampir sama di tempat yang berbeda.

3.4.1 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Kuesioner yang digunakan sebagai alat pengumpul data sebelumnya dilakukan uji coba kuesioner (instrumen) yang bertujuan untuk mengukur validitas dan reliabilitas. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada 30 orang ABK dengan karakteristik yang sama di Pelabuhan Laut Kuala Tanjung. Uji validitas memakai


(62)

korelasi Person Product Moment (r), dengan ketentuan, jika r hitung > r tabel (0,362), maka dinyatakan valid atau sebaliknya. Uji validitas ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item setiap pertanyaan(Ryanto, 2009). Hasil uji validitas adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas

Variabel Nomor Soal r Keterangan

Dorongan PSK 1 0,749 Valid

2 0,836 Valid

3 0,900 Valid

4 0,764 Valid

Pengetahuan 1 0,457 Valid

2 0,783 Valid

3 0,857 Valid

4 0,805 Valid

5 0,288 Tidak Valid

6 0,532 Valid

7 0,099 Tidak Valid

Persepsi Keseriusan 1 0,888 Valid

2 0,890 Valid

3 0,877 Valid

4 0,881 Valid

5 0,886 Valid

Persepsi Positif 1 0,807 Valid

2 0,881 Valid

3 0,815 Valid

4 0,820 Valid

5 0,758 Valid

Persepsi Negatif 1 0,694 Valid

2 0,818 Valid

3 0,731 Valid

4 0,738 Valid


(63)

Tabel 3.1 (Lanjutan)

Persepsi Kemampuan Diri 1 0,765 Valid

2 0,884 Valid

3 0,811 Valid

4 0,859 Valid

5 0,772 Valid

Berdasarkan Tabel 3.1 diatas dapat diketahui bahwa seluruh pertanyaan pada variabel dorongan PSK, persepsi keseriusan, persepsi positif, persepsi negatif dan persepsi kemampuan diri dinyatakan valid, sedangkan pertanyaan pada variabel pengetahuan terdapat dua pertanyaan yang tidak valid yaitu pertanyaan No.5 dan No.7, sehingga harus dikeluarkan dari kuesioner penelitian.

Sedangkan uji reliabilitas, bertujuan untuk menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya, dengan menggunakan metode Cronbach`s alpha yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran dengan ketentuan, jika nilai r alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel (Ryanto, 2009).

Adapun hasil uji reliabilitas variabel independen adalah sebagai berikut : Tabel 3.2 Hasil Uji Reliabilitas

Variabel r-alpha Keterangan

Dorongan PSK 0,817 Reliabel

Pengetahuan 0,778 Reliabel

Persepsi Keseriusan 0,823 Reliabel

Persepsi Positif 0,808 Reliabel

Persepsi Negatif 0,791 Reliabel


(64)

Berdasarkan tabel 3.2 diatas dapat diketahui bahwa seluruh variabel independen yang diuji reliabilitasnya mempunyai nilai r-alpha cronbach > 0,6 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan adalah reliabel.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1.Variabel Independen

a. Umur adalah lama hidup ABK sejak lahir sampai ulang tahun terakhir saat diwawancara

b. Pendidikan adalah Jenjang pendidikan formal terakhir yang berhasil ditamatkan c. Status pernikahan adalah Status pernikahan saat dilakukan wawancara

d. Dorongan PSK yaitu upaya PSK untuk mendorong ABK dalam menggunakan kondom saat melakukan hubungan Seksual

e. Pengetahuan yaitu pengetahuan ABK tentang HIV/AIDS, cara penularan dan pencegahannya

f. Persepsi berisiko tertular adalah Persepsi subjektif ABK terhadap risiko tertular HIV/AIDS

g. Persepsi keseriusan adalah Persepsi ABK terhadap keseriusan dampak HIV/AIDS, baik secara medis maupun sosial

h. Persepsi positif adalah Persepsi ABK terhadap keuntungan yang diperoleh dari penggunaan kondom

i. Persepsi negatif adalah Persepsi ABK terhadap hal-hal negatif atau kerugian dari penggunaan kondom


(65)

j. Persepsi kemampuan diri adalah Persepsi ABK terhadap kemampuan dirinya sendiri bahwa ia dapat menggunakan kondom dengan sukses

3.5.2 Variabel Dependen

Tindakan penggunaan kondom : Tindakan penggunaan kondom pada ABK ketika berhubungan seksual dengan PSK

3.6. Metode Pengukuran 3.6.1 Variabel Independen

Penelitian ini terdiri dari 10 variabel independen, yaitu umur, pendidikan, status perkawinan, dorongan PSK, pengetahuan, persepsi kerentanan, persepsi keseriusan, persepsi positif, persepsi negatif, persepsi kemampuan diri. Berikut akan dijelaskan satu persatu pengukuran variabel independen pada penelitian ini:

a. Umur

Variabel umur diperoleh melalui kuesioner A.01. Untuk mengukur umur digunakan skala ordinal. Pada kuesioner umur responden dibagi berdasarkan perkembangan psikososialnya dimana dikelompokkan menjadi 3 kategori (Dacey dan Travers dalam Mutia, 2008), yaitu :

1. Remaja (≤ 18 tahun)

2. Dewasa muda (19-34 tahun) 3. Dewasa pertengahan (35-64 tahun)

Tetapi dari data responden yang telah dikumpulkan ternyata tidak ada ABK yang berumur ≤ 18 tahun, sehingga umur responden dikategorikan menjadi 2 kategori saja:


(1)

Persepsinegatif * Pemakaiankondom

Crosstab

35 12 47

74.5% 25.5% 100.0%

38 10 48

79.2% 20.8% 100.0%

73 22 95

76.8% 23.2% 100.0% Count

% within Persepsinegatif Count

% within Persepsinegatif Count

% within Persepsinegatif Rendah

Tinggi Persepsinegatif

Total

Tidak Baik Baik Pemakaiankondom

Total

Chi-Square Tests

.295b 1 .587

.090 1 .765

.295 1 .587

.633 .382

.292 1 .589

95 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10. 88.

b.

Risk Estimate

.768 .295 1.998

.941 .754 1.174

1.226 .587 2.560

95 Odds Ratio for

Persepsinegatif (Rendah / Tinggi) For cohort

Pemakaiankondom = Tidak Baik

For cohort

Pemakaiankondom = Baik

N of Valid Cases

Value Lower Upper 95% Confidence


(2)

Keyakinandiri * Pemakaiankondom

Crosstab

44 3 47

93.6% 6.4% 100.0%

29 19 48

60.4% 39.6% 100.0%

73 22 95

76.8% 23.2% 100.0% Count

% within Keyakinandiri Count

% within Keyakinandiri Count

% within Keyakinandiri Rendah

Tinggi Keyakinandiri

Total

Tidak Baik Baik Pemakaiankondom

Total

Chi-Square Tests

14.710b 1 .000

12.903 1 .000

16.067 1 .000

.000 .000

14.555 1 .000

95 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10. 88.

b.

Risk Estimate

9.609 2.606 35.428

1.550 1.218 1.971

.161 .051 .509

95 Odds Ratio for

Keyakinandiri (Rendah / Tinggi) For cohort

Pemakaiankondom = Tidak Baik

For cohort

Pemakaiankondom = Baik

N of Valid Cases

Value Lower Upper 95% Confidence


(3)

Lampiran 7

REGRESI LOGISTIK

Block 1: Method = Enter

Case Processing Summary

95 100.0

0 .0

95 100.0

0 .0

95 100.0 Unweighted Casesa

Included in Analysis Mis sing Cases Total

Selected Cases

Unselected Cas es Total

N Percent

If weight is in effect, s ee class ification table for the total number of cases.

a.

De pendent V aria ble Encodi ng

0 1 Original Value

tidak baik baik

Int ernal Value

Ca tegorical V aria bles Codings

47 .000

48 1.000

47 .000

48 1.000

67 .000

28 1.000

50 .000

45 1.000

42 .000

53 1.000

49 .000

46 1.000

Rendah Tinggi Keyak inandiri

Rendah Tinggi Pengetahuan

Tidak Merasa B eris iko Meras a Berisik o Persepsiberisik o

Rendah Tinggi Persepsikeseriusan

Rendah Tinggi Persepsipositif

Rendah Tinggi DoronganP SK

Frequency (1) Parameter


(4)

Seleksi 1

Seleksi 2

Seleksi 3

Variables in the Equation

1.930 .702 7.563 1 .006 6.890 1.741 27.264

.730 .722 1.021 1 .312 2.075 .504 8.544

1.532 .739 4.302 1 .038 4.627 1.088 19.679

-.084 .722 .014 1 .907 .919 .223 3.785

2.784 1.135 6.019 1 .014 16.189 1.750 149.719

1.528 .834 3.355 1 .067 4.611 .899 23.656

-6.360 1.351 22.159 1 .000 .002

DorPSK(1) Tahu(1) Berisiko(1) Serius(1) Positif(1) Yakin(1) Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

95.0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: DorPSK, Tahu, Berisiko, Serius, Positif, Yakin. a.

Variables in the Equation

1.918 .693 7.663 1 .006 6.806 1.751 26.461

.711 .703 1.023 1 .312 2.035 .514 8.065

1.512 .718 4.433 1 .035 4.536 1.110 18.536 2.775 1.129 6.035 1 .014 16.032 1.752 146.665

1.529 .833 3.369 1 .066 4.614 .902 23.618

-6.376 1.347 22.390 1 .000 .002 DorPSK(1)

Tahu(1) Berisiko(1) Positif(1) Yakin(1) Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

95.0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: DorPSK, Tahu, Berisiko, Positif, Yakin. a.

Variables in the Equation

2.033 .684 8.847 1 .003 7.637 2.000 29.155 1.526 .724 4.451 1 .035 4.602 1.114 19.001 2.898 1.128 6.603 1 .010 18.134 1.989 165.351

1.591 .842 3.564 1 .059 4.906 .941 25.580

-6.157 1.312 22.038 1 .000 .002 DorPSK(1)

Berisiko(1) Positif(1) Yakin(1) Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

95.0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: DorPSK, Berisiko, Positif, Yakin. a.


(5)

Seleksi 4

Seleksi 5

Va riables in the Equa tion

2.175 .664 10.719 1 .001 8.802 2.394 32.364

1.242 .661 3.525 1 .060 3.462 .947 12.659

3.658 1.098 11.094 1 .001 38.793 4.507 333.913 -5.674 1.235 21.105 1 .000 .003

DorPSK(1) Berisiko(1) Positif(1) Constant Step

1a

B S.E. W ald df Sig. Exp(B) Lower Upper

95.0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: DorPSK, Berisiko, Positif. a.

Variables in the Equation

2.147 .637 11.356 1 .001 8.558 2.455 29.829 3.710 1.086 11.672 1 .001 40.851 4.863 343.188 -5.263 1.166 20.364 1 .000 .005

DorPSK(1) Positif(1) Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

95.0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: DorPSK, Positif. a.


(6)

Lampiran 8

Uji Normalitas dan NPar Test

Uji Normalitas data

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

95 95 95 95 95 95

2.64 8.45 15.61 18.47 15.14 16.63 1.989 2.938 5.553 3.578 3.120 3.617 .142 .091 .072 .121 .114 .116 .142 .082 .072 .082 .096 .116 -.092 -.091 -.070 -.121 -.114 -.094 1.388 .891 .702 1.180 1.113 1.132 .042 .405 .708 .124 .168 .154 N

Mean Std. Deviation Normal Parametersa,b

Absolute Positive Negative Most Extreme

Differences

Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

DorPSK Tahu Serius Positif Negatif Yakin

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.

Statistics

95 95 95 95 95 95

0 0 0 0 0 0

2.64 8.45 15.61 18.47 15.14 16.63

2.00 9.00 15.00 19.00 16.00 17.00

2 8 15a 19 16 15

0 3 5 10 5 10

8 13 25 25 22 25

Valid Missing N

Mean Median Mode Minimum Maximum

DorPSK Tahu Serius Positif Negatif Yakin

Multiple modes exis t. The smallest value is shown a.