keterampilan, alat, dan strategi untuk berperilaku yang didasarkan pada keyakinannya self efficacy dan perasaan bahwa ia dapat mempengaruhi
keadaansituasi perceived behavioural control untuk melakukan perilaku tersebut. Keterampilan berperilaku merupakan prasyarat yang menentukan apakah informasi
dan motivasi yang bagus mampu mendorong tindakan pencegahan atau perubahan perilaku yang efektif.
Model ini beranggapan bahwa informasi dan motivasi masing-masing dapat memiliki pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku
seseorang. Pengaruh tidak langsung yaitu melalui kerja sama antara informasi dan motivasi dengan keterampilan berperilaku. Model ini juga berpendapat bahwa
informasi dapat mempengaruhi motivasi seseorang, begitu juga sebaliknya.
2.2.3 Determinan Perilaku Terkait Penelitian
a. Informasi Informasi, dalam hal ini adalah informasi tentang LSL yang berhubungan
dengan informasi pengetahuan dasarnya tentang HIVAIDS, kondisi kesehatan maupun informasi yang diketahuinya tentang pencegahan yang dianjurkan , dapat
mempengaruhi perilaku seksual seseorang. Hasil penelitian Herman Abdullah 2002 terhadap 150 orang Gay di Denpasar dan Ujung Pandang tentang faktor-faktor yang
berhungan dengan penggunaan kondom pada sex anal menunjukkan hasil bahwa ada hubungan pengetahuan dengan penggunaan kondom.
Menurut penelitian Nurcholis Arif Budiman 2008 terhadap Wanita Pekerja
Seks jalanan dalam upaya pencegahan IMS dan HIVAIDS di sekitar alun-alun candi
Universitas Sumatera Utara
Prambanan Kabupaten Klaten terdapat faktor pengetahuan berhubungan dengan upaya pencegahan IMS dan HIVAIDS.
Menurut Bloom, 1968 dalam Notoatmodjo, 2005 pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif ini mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
a.1 Tahu know Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali recall sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
a.2 Memahami comprehension
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari. a.3
Aplikasi application Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
Universitas Sumatera Utara
a.4 Analisis analysis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya dengan satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan membuat bagan,
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. a.5
Sintesis synthesis Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun fomulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu
teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. a.6
Evaluasi evaluation Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada norma yang berlaku di masyarakat. Pengetahuan yang benar tentang HIVAIDS dapat menjadi pedoman untuk
melakukan tindakan pencegahan yang benar agar tidak tertular oleh HIVIDS. Dalam temuan kunci STBP 2011 dilaporkan bahwa pada LSL yang tahu bahwa kondom
dapat mencegah Infeksi cenderung menggunakan kondom secara konsisten.
Universitas Sumatera Utara
Pengukuran informasi tentang pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subjek penelitian atau responden. Pengetahuan menjadi landasan penting untuk menentukan suatu tindakan. Pengetahuan, sikap dan perilaku akan kesehatan
merupakan faktor yang menentukan dalam mengambil suatu keputusan Notoatmodjo, 2010.
b. Motivasi Motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to Move, Secara umum
mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakkan kita untuk berperilaku tertentu Quinn,1995 dalam Notoadmodjo 2005.
Motivasi dalam hal ini adalah yang berkaitan dengan persepsi dan norma sosial yang berkaitan dengan temen kelompoknya.
Dalam temuan kunci Survey Terpadu Biologis Perilaku STBP 2011 dilaporkan bahwa pada LSL yang merasa berisiko tertular HIV cenderung untuk
menggunakan kondom secara konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh Mariyah 1992 terhadap perilaku seksual buruh bangunan migran di Denpasar menyatakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi responden untuk mencari pekerja seks diantaranya yaitu karena pengaruh teman dan mengendornya norma-norma yang
diyakini. Selain itu penelitian ini juga menyatakan bahwa agama dan keyakinan yang kuat dapat mencegah terjadinya perilaku seksual berisiko menggunakan jasa pekerja
seks dan berganti-ganti pasangan.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan oleh Godin dkk. 2005 dan Stulhofer dkk. 2007 dalam Yusi, M.A. 2008 juga menyatakan bahwa sikap dan norma sosial dapat
mempengaruhi perilaku pencegahan seseorang terhadap penggunaan kondom. Menurut penelitian
Nurcholis Arif Budiman 2008 terhadap Wanita Pekerja Seks jalanan dalam upaya pencegahan IMS dan HIVAIDS di sekitar alun-alun candi
Prambanan Kabupaten Klaten terdapat faktor persepsi kerentanan berhubungan dengan upaya pencegahan.
Salah satu cara untuk mengukur motivasi melalui kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Motivasi
dapat menjadi kekuatan untuk mendorong kita untuk berperilaku tertentu Damayanti R., dalamNotoatmodjo, 2005.
c. Keterampilan berperilaku Keterampilan berperilaku dalam penelitian ini merupakan kemampuan
indvidu untuk melakukan tindakan pencegahan, seperti kemampuan merundingkan untuk tidak melakukan hubungan seksual, mendesak untuk
menggunakan kondom, dsb. Keterampilan berperilaku ini memastikan bahwa seseorang mempunyai keterampilan, alat, dan strategi untuk berperilaku yang
didasarkan pada keyakinannya self efficacy dan perasaan bahwa ia dapat mempengaruhi keadaansituasi perceived behavioural control untuk melakukan
perilaku tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Godin dkk. 2005 dalam Yusi, M.A. 2008
yang diambil secara acak pada orang dewasa heteroseksual menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
keyakinan seseorang untuk dapat berhasil dalam melakukan sesuatu yang diinginkan self efficacy dan perasaan seseorang bahwa ia dapat mempengaruhi keadaansituasi
perceived behavioural control merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang untuk menggunakan kondom. Sejalan dengan Godin, penelitian
yang dilakukan oleh Widodo Edy 2009 juga menyatakan bahwa semakin tinggi persepsi kemampuan diri dalam berperilaku pencegahan semakin baik pula praktek
dalam pencegahan IMS dan HIV AIDS. Semakin yakin seseorang atas kemampuannya untuk dapat melakukan tindakan pencegahan dan mencapai tujuan,
maka akan semakin besar kemungkinan untuk melakukan tindakan tersebut. Hasil penelitian Ford dkk di Bali 1992 terhadap 80 PSK laki-laki, 100
orang turis pelanggan PSK laki-laki dan 407 PSK wanita di lokalisasi menunjukkan ada hubungan persepsi kemampuan diri untuk berperilaku self efficacy dengan
perilaku penggunan kondom. 2.3. Kondom
2.3.1. Pengertian dan Sejarah Kondom