alkaloida, fenol, flavonoida, glikosida, fitoaleksin, dan sebagainya. Senyawa metabolit sekunder tersebut bersifat toksin dan menghambat pertumbuhan patogen yang dapat
merusak ketahanan tanaman. Mekanisme ini tidak menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan dapat meningkatkan produksi dan ketahanan terhadap stres
lingkungan pada beberapa tanaman Vallad Goodman 2004. Sebagai contoh Pseudomonas fluorescens P60 mempunyai tiga mekanisme dalam mengendalikan
penyakit layu Fusarium yaitu menyerang daya tahan, antibiosis, dan plant growth promoting rhizobacteria PGPR Soesanto et al. 2010.
Ada empat mekanisme dalam menghambat perkembangan penyakit tanaman di lapangan. Satu jenis agen antagonisme kemungkinan mempunyai satu atau lebih
mekanisme. Mekanisme tersebut adalah lisis, miselium agen antagonisme mampu menghancurkan miselia dari penyakit sehingga mengakibatkan kematian penyakit
tersebut. Antibiosis, penyakit tidak mampu menembus daerah di sekitar agen antagonis akibatnya terdapat daerah kosong antara agen antagonis dan penyakit.
Parasitisme, miselia dari agen antagonis mampu melilit miselia dari penyakit yang berperan memparasiti miselia patogen mengakibatkan miselia penyakit menjadi
kosong dan patogen tersebut mati. Penghambatan di zona tumbuh, pertumbuhan agen antagonisme lebih dominan dibandingkan dengan patogen sehingga ruang lingkupnya
hampir dipenuhi oleh perkembangan agen antagonis dan terdapat seperti pembatas antara agen antagonis dengan patogen Retnowati et al. 2002.
2.3 Pengujian Aktivitas Bahan Antijamur
Pengujian aktivitas bahan antimikroba secara in vitro dapat dilakukan melalui dua cara. Cara pertama yaitu metode dilusi, cara ini digunakan untuk menentukan kadar
hambat minimum dan kadar bunuh minimum dari bahan antimikroba. Prinsip dari metode dilusi menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi medium cair dan
sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji. Selanjutnya masing-masing tabung diisi dengan bahan antimikroba yang telah diencerkan secara serial, kemudian seri tabung
diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan konsentrasi terendah bahan antimikroba pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil
Universitas Sumatera Utara
biakan yang mulai tampak jernih tidak ada pertumbuhan jamur merupakan konsentrasi hambat minimum. Biakan dari semua tabung yang jernih ditumbuhkan
pada medium agar padat, diinkubasi selama 24 jam, dan diamati ada tidaknya koloni jamur yang tumbuh. Konsentrasi terendah obat pada biakan pada medium padat yang
ditunjukan dengan tidak adanya pertumbuhan jamur adalah merupakan konsentrasi bunuh minimum bahan antimikroba terhadap jamur uji Tortora et al. 2001.
Cara kedua yaitu metode difusi cakram Uji Kirby-Bauer. Prinsip dari metode difusi cakram adalah menempatkan kertas cakram yang sudah mengandung bahan
antimikoba tertentu pada medium lempeng padat yang telah dicampur dengan jamur yang akan diuji. Medium ini kemudian diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 18-24 jam, selanjutnya diamati adanya zona jernih di sekitar kertas cakram. Daerah jernih yang
tampak di sekeliling kertas cakram menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroba. Jamur yang sensitif terhadap bahan antimikroba akan ditandai dengan adanya daerah
hambatan disekitar cakram, sedangkan jamur yang resisten terlihat tetap tumbuh pada tepi kertas cakram Tortora et al. 2001.
2.4 Fusarium oxysporum Pada Tanaman Tomat
Di Indonesia penyakit layu sudah lama dikenal, tetapi pada umumnya orang menduga bahwa penyakit ini disebabkan oleh bakteri. Di negara-negara lain sudah lama dikenal
bahwa sebagian dari penyakit layu pada tanaman Solanaceae disebabkan oleh
Fusarium Semangun 1996.
Fusarium oxysporum merupakan jamur patogen yang dapat menginfeksi tanaman dengan kisaran inang sangat luas Mess et al. 1999. Jamur ini menyerang
jaringan bagian vaskuler dan mengakibatkan kelayuan pada tanaman inangnya dengan cara menghambat aliran air pada jaringan xylem De Cal et al. 2000.
Spora Fusarium yang berupa konidia dihasilkan dalam bentuk yang sederhana atau sebagai spora enteroblastik, atau klamidospora merupakan kondisi spesies dalam
fase istirahat Booth 1971. Koloni Fusarium biasanya berwarna merah muda sampai
Universitas Sumatera Utara
biru violet dengan bagian tengah koloni berwarna lebih gelap dibandingkan dengan bagian pinggir. Saat konidium terbentuk, tekstur koloni menjadi seperti wol atau
kapas Fran Cook 1998. Di alam, jamur ini membentuk konidium. Konidiofor bercabang-cabang dan makro konidium berbentuk sabit, bertangkai kecil, sering kali
berpasangan Semangun 2004. Suhu optimum untuk pertumbuhan F. oxysporum berkisar antara 24
o
C sampai 27
o
C Abawi Lorbeer 1972.
Fusarium sangat merugikan pertanian. Layu Fusarium dapat menyerang cabai merah, tomat, kacang panjang, kentang, kubis dan mentimun Deptan 2007. Famili
Solanaceae tomat, kentang, terong, cabai dan tanaman lainnya diinfeksi oleh jamur yang dapat menyebabkan layu Fusarium dan layu Verticillium. Organisme penyebab
penyakit biasanya masuk melalui akar muda dan kemudian tumbuh dan berkembang sehingga akan mengkonduksi bagian pembuluh dari akar dan batang. Di bagian
pembuluh batang tersumbat dan gagal menyalurkan air ke daun Miller et al. 2004.
Pengendalian penyakit layu Fusarium cukup sulit karena patogen Fusarium dapat bertahan lama dalam tanah. Tanah yang sudah terinfestasi sukar dibebaskan
kembali dari jamur ini. Jamur juga menginfeksi tanaman pada bagian akar. Kelembapan tanah yang membantu tanaman berkembang, ternyata juga membantu
perkembangan patogen ini. Pengendalian menggunakan fungisida tidak memberikan hasil yang memuaskan Semangun 2000, selain itu penggunaan fungisida sintetik
secara terus-menerus juga dapat menyebabkan munculnya populasi patogen yang lebih tahan dan akan mencemari lingkungan Freeman et al. 2002.
2.5 Agen Pengendali Hayati