petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah sebesar 60,09 persen dari nilai return yang diperoleh petani dengan standar deviasi rata-rata sebesar Rp.
11.768.995 per hektar. Dari nilai tersebut, maka jika dibandingkan dengan penghitungan risiko dari sisi produktivitas, nilai risiko yang dihitung dari sisi
penerimaan atau return ternyata jauh lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa besarnya risiko yang dihadapi oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes
bukan hanya dipengaruhi oleh aspek teknis semata.
Tabel 22. Nilai Expected Value, Standard Deviation, dan Coefficient Variation
dari Pendapatan Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Uraian
Nilai Expected value
25.949.621,9 Standard deviation
11.768.995 Coefficient variation
0,6009
6.2. Sumber-sumber Risiko pada Kegiatan Produksi
Pada dasarnya risiko pada kegiatan agribisnis disebabkan oleh berbagai macam kondisi ketidakpastian yang dihadapi. Dalam kegiatan produksi pertanian
atau usahatani, ketidakpastian tersebut berasal dari faktor alam dan lingkungan. Selain itu, risiko dalam kegiatan produksi pertanian juga dipengaruhi oleh
ketidakpastian pada harga output dan input produksi. Terlebih sebagian besar komoditas pertanian mempunyai karakteristik perishable, voluminious, dan bulky.
6.2.1 Faktor iklim dan cuaca
Faktor iklim dan cuaca merupakan salah satu faktor yang mendorong adanya risiko pada kegiatan usahatani bawang merah. Hal ini disebabkan karena
perubahan cuaca sulit diprediksi secara pasti. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, saat ini kondisi cuaca sering berubah-ubah dan tidak sesuai lagi dengan
siklus normalnya. Padahal kondisi cuaca sangat mempengaruhi pertumbuhan bawang merah. Selain itu, cuaca juga sangat terkait dengan munculnya hama dan
penyakit tanaman. Secara teknis, bawang merah merupakan tanaman yang cukup rentan
terhadap kekeringan karena sistem perakarannya yang pendek. Sementara itu, kebutuhan air terutama pada masa pertumbuhan dan pembentukan umbi cukup
banyak. Di sisi lain, tanaman bawang merah tidak tahan terhadap air hujan maupun tempat-tempat yang selalu basah. Pada dasarnya tanaman bawang merah
cocok ditanam pada daerah beiklim kering dengan suhu yang agak panas dan cuaca cerah.
Dilihat dari perkembangan produktivitas selama satu tahun, secara umum produktivitas usahatani bawang merah di kabupaten Brebes sangat bervariasi
setiap musimnya. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi cuaca mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes. Adapun
informasi mengenai tingkat produksi bawang merah setiap musim tanam dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Rata-rata Produktivitas Bawang Merah per Musim Tanam pada
Tahun 20082009 Produktivitas tertinggi terjadi pada rentang waktu antara bulan Juli hingga
agustus. Pada rentang waktu tersebut, kondisi cuaca relatif mendukung pertumbuhan bawang merah. Salah satu penyebabnya adalah adanya jenis angin
kumbang yang berhembus setiap bulan juli hingga agustus yang dapat menerbangkan beberapa macam hama. Selain itu, pada rentang waktu bulan juli-
agustus teresbut cuaca relatif cerah dengan suhu yang agak panas. Sementara itu, seperti yang terlihat pada Gambar 16, tingkat produktivitas bawang merah pada
musim April-Mei dan Oktober-Desember lebih rendah dengan perbedaan yang cukup signifikan.
20 40
60 80
100 120
140 160
180 200
Produk vi tas bawa ng m e r ah
Kwintalhektar
6.2.2 Faktor Hama dan Penyakit Tanaman
Hama dan penyakit tanaman merupakan masalah terpenting yang dihadapi dalam kegiatan budidaya bawang merah. Hama dan penyakit dapat menyerang
mulai dari akar, umbi, batang, daun, dan bahkan ujung daun. Bukan hanya menyerang pada saat tanaman berada di lahan, tetapi hama maupun penyakit juga
dapat menyerang hingga di tempat penyimpanan. Kemunculan hama dan penyakit ini sering kali tidak dapat diprediksi sebelumnya. Hal ini dikarenakan munculnya
hama dan penyakit tersebut dipengaruhi oleh faktor cuaca dan iklim yang juga tidak dapat diprediksi secara tepat. Oleh karena itu, hama dan penyakit tanaman
dapat menjadi faktor risiko usahatani bawang merah. Terdapat berbagai macam jenis hama yang dapat menyebabkan gagalnya
panen bawang merah, mulai dari jenis gurem, kutu, ulat, tungau, dan sebagainya. Bagian tanaman bawang merah yang diserang pun bervariasi. Hama menyukai
daun yang masih muda, pucuk daun, pangkal batang, sampai ke umbi bawang merah dan akarnya. Semua bagian tanaman dapat menjadi sasaran serangan
hama. Gambaran mengenai jenis-jenis hama dijelaskan pada Tabel 23.
Tabel 23. Jenis-jenis Hama yang Menyerang Tanaman Bawang Merah
Jenis hama Ciri-ciri
Bentuk serangan Hama
bodas Thrips tobaci
§ Dapat berkembang biak dan menyebar secara cepat
§ Berwarna cokelat kelabu dengan panjang kurang lebih 1 mm,
sedang larvanya
berawarna kuning muda
Terdapat bercak-bercak
yang mengkilau dan bintik-bintik putih
yang merupakan bekas gigitan pada daun dewasa
Ulat daun
Laphygma exigua
§ Saat masih muda berwarna hijau daun dengan panjang sekitar 2,5
cm § berkembang biak secara cepat
Daun yang
diserang terlihat menerawang
tembus cahaya
atau bercak-bercak putih Ulat
tanah Agrotis
interjectionist dan Agrotis ipsilon
§ Menyerang pada saat malam hari § Menyerang tanaman yang masih
muda § Dapat menular
Menyerang pada bagian leher umbi
sehingga menyebabkan
batang jatuh ke tanah Hama
sieur Acarina sp
§ Menyerang pada
musim kemarau terutama saat matahari
terik § Berwarna kuning, pu h, d an
merah Daun yang diserang berwarna
keabu-abuan jika dilihat dari jauh
Nematoda akar § Bentuknya seper c aci ng y ang
sangat kecil Tanaman yang terserang pangkal
k t u m bu hnya be ngkak da n
ujung akrnya kering dan busuk sehingga menjadi kerdil
Sumber : Widodo 2001
Selain hama, juga terdapat banyak penyakit yang menyerang tanaman bawang merah mulai dari cendawan, bakteri hingga virus. Diantara ketiga
kelompok tersebut, yang paling sering menyerang tanaman bawang adalah bakteri dan cendawan. Penyakit yang disebabkan oleh cendawan umumnya menampilkan
warna-warna sesuai dengan warna sporanya pada bagian tanaman yang diserang. Sementara penyakit yang disebabkan oleh bakteri biasanya menyebabkan busuk,
basah, dan bau tidak sedap. Berbeda dengan bakteri, pembusukan akibat serangan cendawan biasanya kering. Gambaran mengenai jenis-jenis penyakit pada
tanaman bawang merah dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Jenis-jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Bawang Merah
Jenis penyakit Sifat dan penyebaran
Bercak ungu
§ Dapat terjadi pada ap ngkat um ur tanaman
§ Biasanya terjadi pada malam hari atau pada saat cuaca mendung
Tepung embun
§ Berwarna biru keabu-abuan § Dipicu oleh adanya embun yang menempel pada daun,
lembapnya lahan, dan buruknya drainase § Serangan menghebat pada saat kelembaban udara nggi dan
berkurang apabila cuaca cerah dengan penyinaran matahari yang banyak
§ Dapat diturunkan jika menjadi bibit
Mati pucuk
§ Ditularkan melalui kompos atau pupuk kandang yang belum matang
§ Menyerang daun § Ditandai dengan bin k- bi n k kuni ng kemud i an daun men ger i ng
dan melilit seper di pi lin
Busuk umbi
§ Dapat menyerang baik di lahan maupun gudang penyimpanan § Infeksi dimulai pada bagian batang leher umbi berwarna abu-
abu, kemudian umbi menjadi busuk dan lunak seper di rebus , dan pada akhirnya mengeriput kering
Busuk hitam
§ Menyerang umbi pada saat di gudang penyimpanan § Terdapat bin k- bi n k hi t am y ang men yebar pada per muk aan
umbi § Serangan dipicu karena pengeringan yang kurang atau ruang
penyimpanan yang tertalu lembap
Layu fusarium
§ Menyebabkan daun bawang menjadi layu § Sulit diberantas
Sumber : Widodo 2001
Baik hama maupun penyakit, kedua-duanya dapat menimbulkan kerugian pada kegiatan usahatani bawang merah. Setiap hama maupun penyakit
memberikan dampak kerugian yang berbeda-beda satu sama lain. Apabila tidak ditangani dengan tepat, serangan hama dan penyakit dapat menyebabkan gagal
panen hingga seratus persen. Meskipun beberapa jenis hama ataupun penyakit pada tanaman bawang merah muncul secara musiman, namun ada kalanya
kemunculan hama dan penyakit tertentu tidak dapat diprediksi sebelumnya. Adapun jenis hama dan penyakit yang sering dialami oleh petani bawang merah di
Kabupaten Brebes berikut kerugian yang ditimbulkannya dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Jenis Serangan Hama dan Penyakit dan Dampak Kerugiannya
Jenis hama dan penyakit Waktu serangan
Kerugian yang ditimbulkan Hama ulat daun
Musim kemarau 10-15 persen
Penyakit busuk akar Musim hujan
30-60 persen Penyakit busuk daun
Musim hujan Serangan
cendawan jamur otomatis
Tidak dapat
diprediksi 25-30 persen
Layu fusarium Bulan 4-6
40 persen Tepung embun trotol
Bulan 3-6 dan bulan 9-12
40-60 persen Krapak
Bulan 4-5 dan 10-12
50-70 persen Hama grandong
Sepanjang musim
6.2.3 Tingkat Kesuburan Lahan
Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang cukup penting. Saat ini, lahan merupakan faktor produksi yang langka sehingga pemanfaatannya harus
seefisien mungkin. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam usahatani berkaitan dengan lahan yang digunakan adalah kesesuian dan daya dukung lahan
terhadap aktivitas usahatani yang dilakukan. Salah satu bagian dari daya dukung lahan tersebut adalah tingkat kesuburan lahan.
Kesuburan lahan merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas tanaman. Lahan yang subur akan menghasilkan produktivitas yang
lebih tinggi dibandingkan lahan yang kurang subur. Kesuburan lahan biasanya berkaitan dengan struktur dan tekstur tanah. Perbedaan struktur maupun tekstur
tanah ini biasanya sesuai dengan jenis tanahnya. Selain itu, kesuburan tanah juga terkait dengan penggunaan pupuk dan obat-obatan. Hal ini berhubungan dengan
unsur hara yang terkandung di dalam tanah. Penggunaan bahan-bahan kimia yang di luar batas dapat mengurangi bahkan merusak unsur organik di dalam tanah.
6.2.4 Efektivitas Penggunaan Input
Dalam usahatani bawang merah, komponen terpenting dari variabel input ini adalah bibit, pupuk dan obat-obatan, serta tenaga kerja. Efektivitas
penggunaan input tersebut dapat menjadi sumber risiko produksi pada kegiatan usahatani bawang merah. Hal ini dikarenakan penggunaan setiap input akan
mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani bawang merah. Semakin efektif dan efisien penggunaan input, maka semakin kecil risiko produksi yang dihadapi.
Masing-masing variabel input memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap tingkat produktivitas usahatani bawang merah.
Kualitas bibit sangat menentukan tingkat produktivitas usahatani. Beberapa varietas misalnya, hanya diperlukan jumlah yang lebih sedikit bibit
untuk hasil produksi yang lebih besar. Kualitas bibit juga ditunjukkan dari ketahanan bibit bawang merah terhadap hama dan penyakit.
Bawang merah merupakan tanaman yang sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman. Bahkan jika dibandingkan dengan tanaman lain,
alokasi pupuk maupun obat-obatan untuk tanaman bawang merah ini relatif lebih banyak. Akan tetapi, meskipun demikian terkadang tidak dapat dipastikan
penggunaan obat-obatan tertentu dapat menanggulangi hama dan penyakit yang menyerang. Bahkan pada beberapa kasus justru menimbulkan kekebalan pada
hama dan penyakit tertentu. Begitu pula dengan pupuk yang digunakan. Belum tentu alokasi pupuk yang lebih banyak dapat menghasilkan produksi yang lebih
banyak pula. Terlebih, adanya dugaan bahwa kondisi tanah di sebagian besar
wilayah Kabupaten Brebes yang hampir jenuh terhadap bahan-bahan kimia. 6.3 Manajemen Risiko yang Dilakukan Petani
Petani sebagai pelaku utama dalam kegiatan usahatani pada dasarnya telah melakukan beberapa tindakan dalam menghadapi adanya risiko usaha. Terlebih,
berdasarkan observasi di lapangan, rata-rata petani telah memiliki pengalaman berusahatani bawang merah selama bertahun-tahun. Hal tersebut menunjukkan
bahwa meskipun tingkat risiko usahatani bawang merah yang relatif tinggi, tetapi usahatani tersebut masih dianggap menguntungkan.
Berdasarkan informasi di lapangan, beberapa hal yang dilakukan petani dalam menghadapi risiko pada kegiatan usahatani bawang merah adalah sebagai
berikut :
1. Pengaturan pola tanam
Pada dasarnya setiap tanaman memiliki kriteria ekologis masing-masing. Begitu pula dengan tanaman bawang merah. Kesesuaian kondisi lingkungan
dengan kriteria ekologis yang dibutuhkan sangat dipengaruhi oleh penentuan waktu dan pola penanaman. Selain aspek teknis, pengaturan pola tanam juga
berhubungan dengan aspek ekonomis, seperti faktor harga dan efisiensi usahatani. Oleh karena itu, pengaturan pola tanam ini dapat digunakan sebagai upaya dalam
menghadapi risiko usahatani. Pada petani bawang merah di Kabupaten Brebes, pola tanam bawang
merah yang dilakukan cenderung dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Dalam melakukan pengaturan pola tanam ini, petani di Kabupeten Brebes tidak hanya
menanam satu jenis tanaman dalam satu tahun diversifikasi tanaman. Pada musim pertama yaitu pada bulan April-Mei sebagian besar petani responden
menanam bawang merah dengan tumpangsari. Tanaman tumpangsari yang digunakan seperti cabe merah, cabe rawit, kedelai, kacang tanah, dan beberapa
jenis sayuran lainnya. Oleh karena itu, pada musim pertama ini petani bawang merah tidak menanam dalam skala yang besar. Sebagian besar petani menanam
bawang merah pada musim ini hanya bertujuan untuk mendapatkan persediaan bibit untuk musim berikutnya. Hal ini dikarenakan harga bibit bawang merah
menjelang musim kedua relatif tinggi. Sementara untuk musim tanam kedua dan ketiga pola tanam yang diterapkan cenderung monokultur.
Pola tanam yang dijelaskan seperti pada Gambar 12 merupakan pola tanam petani responden secara umum. Pada praktiknya, tidak seluruh petani
menanam bawang merah secara serentak dalam satu waktu. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada responden, keputusan petani dalam menaman
sangat dipengaruhi oleh ketersediaan modal, khususnya untuk komoditas bawang merah. Hal ini terutama dialami oleh petani kecil. Dibandingkan dengan
komoditas yang lain, modal yang dibutuhkan untuk menanam bawang merah relatif lebih tinggi.
Pola tanam yang dilakukan oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes cenderung belum teratur dan belum mengikuti pola tanam yang ditentukan
oleh Dinas Pertanian Kabupaten Brebes. Ketidakteraturan dalam waktu menanam ini dapat menyebabkan pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan menjadi
tidak efektif. Hal ini karena penanaman bawang merah yang tidak serempak akan menyebabkan siklus hama menjadi tidak terputus. Regenerasi hama maupun
penyakit tanaman akan tetap terjadi karena masih adanya media yang dapat digunakan untuk beregenerasi yaitu tanaman bawang merah. Oleh karena itu,
diperlukan adanya pengaturan pola tanam untuk seluruh petani bawang merah secara serempak. Akan tetapi untuk mengantisipasi terjadinya over supply maka
pengaturan pola tanam secara serempak tersebut dilakukan di tiap wilayah kecamatan sentra.
2. Pengendalian hama dan penyakit tanaman
Bawang merah merupakan tanaman yang cukup rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit tersebut dapat menyerang mulai dari akar,
umbi, batang, daun, dan bahkan ujung daun. Bukan hanya menyerang pada saat tanaman berada di lahan, tetapi hama maupun penyakit juga dapat menyerang
hingga di tempat penyimpanan. Oleh karena itu, hama dan penyakit tanaman merupakan faktor risiko pada kegiatan usahatani. Untuk menghadapi
permasalahan hama dan penyakit tanaman tersebut, maka petani melakukan beberapa hal seperti penyemprotan secara rutin, penggunaan obat-obatan tertentu,
penyiangan, dan sebagainya. Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, rata-rata frekuensi
penyemprotan tanaman berkisar dua hingga tiga hari sekali. Perlakuan penyemprotan ini disesuaikan dengan jenis hama atau penyakit yang dihadapi.
Selain itu, perlakuan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman bawang merah tersebut juga disesuaikan dengan waktu dan tingkat kerusakan yang
ditimbulkan. Penjelasan mengenai pengendalian hama dan penyakit tanaman bawang merah ini dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Cara pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Bawang Merah yang
Dilakukan oleh Petani di Kabupaten Brebes
Jenis hama dan penyakit Perlakuan
Hama ulat daun § Penyemprotan secara ru n dengan pes sida
Penyakit busuk akar § Memilih bibit yang baik sortasi biit secara teli
sebelum menanam § Membuang yang sudah terkena
Penyakit busuk daun § Menggunakan pupuk kompos yang sudah betul-
betul matang § Membuang yang sudah terinfeksi
Serangan cendawan
jamur otomatis § Membuang yang sudah terinfeksi
Layu fusarium § Penyemprotan secara ru n
§ Membuang yang sudah terinfeksi Tepung embun trotol
§ Penyemprotan secara ru n t er ut ama s et el ah terjadi hujan
§ Menyiram dengan air § Memperha kan w a kt u p enyer angan umu r
tanaman Krapak
§ Penyemprotan secara ru n § Memperha kan w a kt u p enyer angan umu r
tanaman Hama grandong
§ Penyemprotan secara ru n
Meskipun petani bawang merah sudah melakukan beberapa cara untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman, tetapi upaya-upaya tersebut belum
bersifat terpadu. Petani bawang merah di Brebes cenderung menggunakan obat- obatan melebihi dosis yang ditentukan. Dalam menggunakan obat-obatan tersebut,
petani bawang merah di Kabupaten Brebes belum memperhatikan aspek lingkungan dan kesehatan. Akibatnya, beberapa jenis hama maupun penyakit
justru menjadi resisten terhadap obat-obatan tersebut. Belum dilakukannya pengendalian hama dan penyakit secara terpadu ini dikarenakan masih terbatasnya
pengetahuan petani bawang merah dalam melakukan hal tersebut. Terlebih serangan hama dan penyakit tanaman bawang merah tersebut sering kali berubah
dari waktu ke waktu. Untuk itulah diperlukan adanya program penyuluhan mengenai pengendalian hama dan penyakit tanaman bawang merah. Saat ini
program penyuluhan mengenai budidaya bawang merah belum berjalan efektif.
3. Pengelolaan pasca panen
Pengelolaan pasca panen pada kegiatan produksi bawang merah merupakan hal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan sifat komoditas bawang
merah yang tidak tahan lama. Pengelolaan pasca panen yang dilakukan oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah dengan mengeringkan hasil
panen dalam jangka waktu tertentu. Pengeringan tersebut dilakukan dengan cara menyimpan bawang merah di atas para dapur. Hampir seluruh petani bawang
merah menyimpan bawang merah dengan cara tersebut. Rata-rata para dapur yang digunakan dapat memuat hingga dua ton bawang merah. Sementara pada petani
bawang merah dengan skala usahatani lebih dari satu hektar biasanya telah memiliki gudang penyimpanan bawang merah secara khusus.
Selain dengan pengeringan, pengelolaan pasca penen juga dilakukan pada saat mengemas hasil panen bawang merah. Untuk menjaga kualitas bawang
merah maka petani mengemas bawang merah dengan mengikat satu “brondol” dalam satu ikatan. Dengan cara ini, daya simpan bawang merah dapat diperlama.
Cara pengemasan seperti ini juga dapat meningkatkan harga bawang merah. Bawang merah yang berbentuk “rogolan” dijual dengan harga yang lebih murah.
Pengelolaan pasca panen yang dilakukan oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes tersebut relatif sederhana. Sampai saat ini belum terdapat
teknologi yang dapat digunakan oleh petani bawang merah dalam pengeringan maupun penyimpanan bawang merah. Padahal di satu sisi, petani bawang merah
masih menghadapi risiko produksi yang bersumber dari serangan hama dan penyakit pasca panen. Teknologi penyimpanan bawang merah yang masih
sederhana memungkinkan terjadinya penurunan kualitas maupun kuantitas bawang merah yang akan ditawarkan. Selain itu, belum adanya gudang
penyimpanan bawang merah yang baik menyebabkan petani cenderung kurang fleksibel dalam menghadapi fluktuasi harga maupun harga bibit yang terjadi.
4. Menyimpan dan atau Menjual Hasil Panen
Salah satu faktor risiko yang cukup penting yang dihadapi dalam usahatani bawang merah adalah adanya ketidakpastian harga. Untuk mengatasi hal tersebut,
maka yang dilakukan oleh petani bawang merah adalah dengan menentukan seberapa hasil panennya akan langsung dijual atau disimpan. Berkaitan dengan
hal itu, terdapat tiga hal yang dilakukan oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes.
Pertama, menjual semua hasil panen yang diperoleh. Hal Ini dilakukan apabila harga yang diperoleh petani cukup tinggi dan kebutuhan terhadap modal
cukup besar. Selain itu, petani biasanya menjual seluruh hasil panennya pada musim Oktober-Desember. Hal ini dikarenakan pada bulan berikutnya petani
biasanya akan menanam padi. Kedua, menyimpan seluruh hasil panen yang diperoleh. Cara ini dilakukan apabila petani menghadapi harga yang tidak begitu
bagus atau rendah. Biasanya petani menyimpan hasil panennya untuk beberapa saat sampai harga bawang merah kembali meningkat atau sesuai dengan yang
diharapkan. Cara ini dilakukan oleh petani dengan skala usahatani atau modal yang cukup besar. Ketiga, menjual sebagian dan menyimpan sebagian. Selain
mempertimbangkan harga pada saat panen, cara ini dilakukan apabila petani berencana untuk menanam kembali bawang merah pada musim mendatang
dengan jangka waktu yang tidak lebih dari tiga bulan. Hal ini dikarenakan adanya kecenderungan meningkatnya harga bibit mendekati musim tanam bawang merah.
Adapun besarnya hasil panen yang disimpan bergantung kebutuhan petani. Dari ketiga cara tersebut, rata-rata yang dilakukan oleh petani adalah
dengan menyimpan sebagian hasil panen untuk persediaan bibit pada musim tanam selanjutnya dan menjual selebihnya secara langsung. Hal ini dikarenakan
besarnya modal yang diperlukan petani apabila harus membeli bibit bawang merah. Sementara itu, petani membutuhkan modal untuk menjalankan usahatani
selanjutnya. Akan tetapi, terdapat beberapa petani kecil yang selalu menjual hasil panennya secara keseluruhan setiap musimnya tanpa memperhatikan harga yang
diperoleh sebagai modal untuk menjalankan usahatani selanjutnya.
VII ANALISIS PERILAKU PENAWARAN BAWANG MERAH 7.1. Analisis Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes
Perilaku penawaran bawang merah dalam penelitian ini dijelaskan dengan melihat perilaku produksi bawang merah di tingkat petani. Hal ini didasarkan
pada asumsi bahwa bawang merah yang diproduksi adalah bawang merah yang akan dipasok ke pasaran. Asumsi ini digunakan untuk memudahkan peneliti
dalam menganalisis perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes, mengingat tidak terdapat data yang valid mengenai jumlah penawaran bawang
merah di Kabupaten Brebes. Selain itu, asumsi ini juga didasari oleh teori penawaran produksi pertanian.
Perilaku penawaran bawang merah ini dirumuskan dalam sebuah model regresi linier berganda. Selain didasarkan pada teori penawaran, penggunaan
model regresi linier berganda ini dikarenakan model tersebut merupakan model yang cukup sederhana untuk menggambarkan suatu keadaan. Adapun variabel
yang digunakan meliputi variabel harga X
1
, variabel variasi harga X
2
, variabel harga bibit X
3
, variabel variasi harga bibit X
4
, variabel harga pupuk yang terdiri dari Urea X
5
, TSP X
6
, NPK X
7
, dan KCl X
8
, variabel biaya obat- obatan X
9
, dan variabel nilai expected return X
10
serta variabel variasi produksi X
11
. Adapun gambaran deskriptif secara statistik dari seluruh variabel seperti terlihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Deskripsi Statistik dari Setiap Variabel
Variabel Mean
Std. Deviation N
Y 54,28219
79,33762 45
X1 Harga output 5390,741
837,833 45
X2 Variasi harga output 9303241
7152191 45
X3 Harga bibit 1045926
192378,6 45
X4 Variasi harga bibit 2,14E+11
1,62E+11 45
X5 Harga Urea 1493,333
433,4848 45
X6 Harga NPK 3762,222
3080,495 45
X7 Harga TSP 1661,111
962,5303 45
X8 Harga KCl 5211,111
4476,566 45
X9 Biaya obat-obatan 2209699
3898630 45
X10 Nilai ekspektasi produksi 100,4406
34,28949 45
X11 Variasi produksi 817,5996
1208,214 45
7.2. Analisis Model Perilaku Penawaran Bawang Merah 7.2.1. Pengujian terhadap Model Penduga