Analisis Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

(1)

12

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dukungan pemerintah terhadap pengembangan sektor pertanian sangat besar. Pemerintah terus melakukan upaya agar produksi dan kualitas pertanian serta Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian mengalami peningkatan. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap total PDB nasional. Data BPS tahun 2007-2011, menunjukkan bahwa rata-rata laju pertumbuhan sektor pertanian adalah sebesar 5 persen. Namun demikian, sektor pertanian memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Data laju pertumbuhan sembilan sektor perekonomian nasional dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Laju Pertumbuhan Sektor Perekonomian di Indonesia (%) Tahun 2007-2011

Lapangan Usaha Laju Pertumbuhan (%)

2007 2008 2009 2010 2011 Pertanian 3,5 4,8 4 3 3 Pertambangan 1,9 0,7 4,5 3,6 1,4 Industri 4,7 3,7 2,2 4,7 6,2 Listrik, Gas, dan Air 10,3 10,9 14,3 5,3 4,8 Konstruksi 8,5 7,6 7,1 7 6,7 Perdagangan 8,9 6,9 1,3 8,7 9,2 Pengangkutan 14 16,6 15,8 13,4 10,7 Keuangan 8 8,2 5,2 5,7 6,8

Jasa 6,4 6,2 6,4 6 6,7

Sumber: BPS 2011

Salah satu subsektor pertanian yang telah memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto adalah subsektor hortikultura. Saat ini, di dalam sektor pertanian, PDB hortikultura menempati urutan ke dua setelah subsektor tanamana pangan. Data Ditjen Hortikultura 2010, kontribusi hortikultura adalah sebesar 21,17 persen terhadap total PDB pertanian diatas peternakan dan perkebunan. Sementara, subsektor tanaman pangan memberikan kontribusi sebesar 40,75 persen. Subsektor hortikultura di Indonesia sangat beragam, yang terdiri atas berbagai jenis kelompok komoditas, yaitu buah-buahan, sayuran, biofarmaka, dan tanaman hias. Secara umum jika dilihat dari sisi kontribusi terhadap total PDB hortikultura, maka buah-buahan merupakan kelompok komoditas yang memiliki


(2)

13 kontribusi terbesar diikuti dengan kelompok sayuran, biofarmaka, dan tanaman hias. Kontribusi PDB kelompok komoditas hortikultura dari tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel 2.

Selain sebagai kontributor PDB pertanian yang penting, hortikultura juga merupakan salah satu produk pertanian yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Hal ini terkait dengan fungsinya sebagai sumber gizi berupa vitamin dan mineral. Aneka ragam vitamin dan mineral tersebut diperoleh dari berbagai macam produk hortikultura yang terdiri dari buah-buahan dan sayur-sayuran.

Table 2. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun 2005-2009

Komoditas Nilai PDB (Milyar Rp)

2005 2006 2007 2008 2009

Buah-buahan 31.694 35.448 42.362 47.06 50.595

Sayuran 22.63 24.694 25.587 28.205 29.005

Tanaman Hias 4.662 4.734 4.741 4.96 5.348

Biofarmaka 2.806 3.762 4.105 3.853 4.109

Hortikultura 61.792 68.639 76.795 84.078 89.057 Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura 2010

Cabai merah merupakan kelompok komoditas sayuran buah yang banyak dibudidayakan oleh petani baik secara tradisional maupun intensif di lahan sawah dataran rendah. Komoditi cabai merah termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubtitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan yang kaya akan vitamin dan mineral serta sebagai bahan obat tradisional. Komoditi cabai merah dalam bentuk segar antara lain mengandung kalori 31 kal, protein 1 gram, lemak 0,3 gram, karbohidrat 7,3 gram, kalsium 29 mg, fosfor 24 mg, besi 0,5 mg, vitamin A 470 SI, vitamin B1 0,05 mg, vitamin C 18 mg, Niacin, Capsaicin, Pektin, Pentosan, dan air (Setiadi 2008).

Kebutuhan cabai merah di Indonesia sangat berfluktuatif dari tahun ke tahun. Jumlah konsumsi cabai tersebut akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya, serta sebagian besar penduduk Indonesia merupakan penggemar masakan pedas.


(3)

Jika kebutuhan perkapita cabai merah Indonesia adalah 1,38 kg dengan jumlah penduduk tahun 2008 sekitar 220 juta orang, maka kebutuhan cabai merah Indonesia adalah 303.600.000 kg per tahun. Kebutuhan cabai yang sangat besar ini juga harus diimbangi dengan produksi cabai yang tinggi agar tidak terdapat

lag, sehingga kebutuhan cabai lokal juga dapat dipenuhi oleh petani lokal tidak oleh impor, seperti pada akhir tahun 2010, dimana impor cabai dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan cabai dalam negeri. Pada Tabel 3 dapat dilihat kebutuhan masyarakat dalam mengkonsumsi cabai terutama sebagai bumbu masakan atau dalam bentuk segar untuk memberikan rasa pedas, aroma, warna maupun untuk memenuhi kebutuhan gizi.

Tabel 3. Konsumsi Cabai Merah di Indonesia (Kg/Kapita/Tahun) Tahun 2003-2008 Tahun Konsumsi Per Kapita Pertumbuhan

(Kg/Tahun) (%)

2007 1,35

2008 1,43 5,32

2009 1,40 -1,68

Sumber : Dirjen Hortikultura 2008

Sebagai bumbu masakan, konsumsi cabai merah mengalami perubahan yang cenderung meningkat. Konsumsi tertinggi per kapita tercapai pada tahun 2008 yaitu sebesar 1,43 kg per kapita per tahun, sedangkan terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar 1,35 kg per kapita per tahun sehingga mengakibatkan penurunan dari tahun 2008-2009, yaitu sebesar 1,68 persen. Konsumsi yang tinggi ini mengindikasikan permintaan akan cabai merah juga cukup tinggi.

Tanaman cabai merah dijumpai di seluruh Indonesia, dengan daerah produksi utama adalah di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Bila pada tahun 1997 produksi cabai merah di Indonesia sebanyak 801.545 ton, maka pada tahun 2003 produksi tersebut meningkat 75 persen. Produksi cabai merah ini terus meningkat seperti terlihat pada Tabel 4 dimana untuk tahun 2010 produksi telah mencapai 1.328.864 ton. Akan tetapi angka tertinggi yang pernah dicapai adalah pada tahun 2009


(4)

sebesar 1.378.727 ton. Meskipun demikian belum merupakan produksi maksimal yang bisa dicapai.

Tabel 4. Perkembangan Produksi Cabai Merah di Indonesia Tahun 1997 – 2010

Tahun Cabai Tahun Cabai

(Ton) (Ton)

1997 801.545 2004 1.100.514

1998 848.388 2005 1.058.023

1999 1.007.726 2006 1.185.057

2000 727.747 2007 1.128.792

2001 580.464 2008 1.153.060

2002 635.089 2009 1.378.727

2003 1.066.722 2010 1.328.864

Sumber : BPS 2011

Dari bebapa provinsi di Indonesia, provinsi Jawa Barat merupakan daerah yang menghasilkan cabai merah terbesar disusul Jawa Timur dan Jawa Tengah. Berikut ini Tabel 4 data luas panen, produksi, dan produktivitas cabai merah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kelangkaan cabai yang menyebabkan harga cabai tinggi di dalam negeri pada akhir tahun 2010 disebabkan oleh produksi cabai yang berkurang. Produksi cabai yang terpusat di Jawa, banyak mengalami kegagalan sehingga produksi dan pasokan cabai berkurang, baik di pasar lokal maupun pasar nasional. Terjadinya variasi atau fluktuasi produksi ini mengindikasikan bahwa usahatani cabai merha di Indonesia menghadapi risiko produksi.

Tabel 5. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai Merah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur Tahun 2009 – 2010

Provinsi

Tahun 2009 Tahun 2010

Luas

panen Produksi Produktivitas

Luas

panen Produksi Produktivitas (Ha) (Ton) (Ton/Ha) (Ha) (Ton) (Ton/Ha) Jawa

Barat 23212 315569 13,6 26087 245597 9,41 Jawa

Tengah 40729 220929 5,42 36917 194971 5,28 Jawa

Timur 59308 243562 4,11 57706 213674 3,7 Sumber: BPS 2009


(5)

Data Tabel 5 menunjukkan bahwa, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi cabai merah di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan nilai perduktivitas tertinggi baik pada tahun 2009 ataupun 2010. Cabai merah merupakan komoditas sayuran yang menarik untuk diteliti, karena saat ini menjadi kebutuhan utama setelah beras. Hal ini terlihat dari nilai konsumsi cabai merah yang dari tahun ke tahun semakin meningkat, namun tidak diimbangi dengan tingginya nilai produksi cabai merah. Pada saat ini banyak wilayah di Provinsi Jawa Barat yang telah melakukan budidaya cabai merah, diantaranya adalah di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bogor.

1.2. Perumusan Masalah

Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra sayuran di Provinsi Jawa Barat, salah satunya adalah cabai merah. Secara umum iklim di wilayah Kabupaten Sukabumi dapat dikategorikan sebagai daerah beriklim basah (humid tropical climate), sehingga cocok untuk pembudidayaan cabai merah. Dari data produksi pada Tabel 6 menunjukkan bahwa, Kabupaten Sukabumi memiliki urutan keempat setelah Kabupaten Cianjur. Hal ini mengindikasikan bahwa cabai merah merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Sukabumi. Selain itu, walaupun Kabupaten Sukabumi memiliki urutan keempat, namun pada Tabel 6 menunjukkan bahwa Kabupaten Sukabumi memiliki perubahan produksi per tahun yang positif. Perubahan terbesar yang bernilai positif ini mengindikasikan bahwa produksi cabai merah di Kabupaten Sukabumi terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan serta penurunan yang relatif kecil. Berikut Tabel 6 yang menunjukkan produksi cabai merah di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Garut.

Tabel 6. Produksi Cabai Merah di Empat Kabupaten di Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 – 2010

Kabupaten Produksi (Tahun/Ton)

2009 2010

Bogor 3571 2950

Sukabumi 7084 8816

Cianjur 23581 17988

Bandung 24174 20495

Garut 76803 56540


(6)

Salah satu daerah sentra sayuran di Kabupaten Sukabumi adalah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi. Desa Perbawati merupakan salah satu Desa di Kecamatan Sukabumi yang memiliki luas lahan tanaman cabai terluas dan memiliki komoditas unggulan berupa cabai merah. Data Produksi cabai merah di Kecamatan Sukabumi Tahun 2008-2010 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Produksi Cabai Merah di Kecamatan Sukabumi Tahun 2008-2010

Tahun Produksi

(Kwintal)

2008 4660

2009 3950

2010 4720

Sumber: BPS Kabupaten Sukabumi 2011

Pada Tabel 7 menunjukkan produksi cabai merah di Kecamatan Sukabumi yang mengalami fluktuasi. Pada tahun 2010 terjadi musim hujan yang berkepanjangan serta adanya bencana alam, sehingga terjadi gagal panen cabai merah di seluruh wilayah Indonesia. Data produksi cabai merah di Desa Perbawati dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Produktivitas Cabai Merah di Desa Perbawati (Kwintal/Tahun) Tahun 2009-2012

Tahun Produktivitas (Kwintal/Tahun)

2009 20,90

2010 116,12

2011 185,80

2012 46,45

Sumber: Rata-rata Data Primer Olahan 2009-2012

Tabel 8 menunjukkan produktivitas cabai merah di Desa Perbawati tahun 2009-2012 yang mengalami fluktuasi. Data tersebut diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani responden selama empat musim terakhir. Dari empat musim tersebut, menunjukkan bahwa produktivitas terendah terjadi pada tahun 2009 dan tertinggi pada tahun 2011. Fluktuasi produksi ini mengindikasikan adanya risiko produksi yang dihadapi petani di Desa Perbawati. Risiko ini disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal dari petani. Berikut ini pada


(7)

Tabel 9 dan Tabel 10 data mengenai luas lahan sayuran dan komoditas unggulan di enam desa di Kecamatan Sukabumi.

Tabel 9. Luas Potensi Usahatani di Kecamatan Sukabumi Tahun 2012

Komoditi Luas Potensi Komoditi (Ha) Jumlah

Karawang Parungseah Perbawati Sudajayagirang Sukajaya Warnasari Lahan

Kering:

Sayuran 25 3 100 45 5 5 183

Palawija 52 6 10 20 30 5 123

Buah-buahan - 1 10 15 - - 26

Bunga 1 - 1 15 2 - 19

Teh

(rakyat) - - 5 35 - - 40

Kopi - - - 10 - - 10

Bambu 213.12 4.25 10 30.84 3.3 11.3 272.81

Jumlah 291.12 14.25 136 170.84 40.3 21.3 673.81

Sumber: BP3K Kecamatan Sukabumi 2012

Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa Desa Perbawati merupakan Desa yang memiliki komoditas unggulan sayuran di Kecamatan Sukabumi. Hal ini terlihat dari luas lahan kering untuk komoditas sayuran terbesar yaitu 100 hektar. Salah satu sayuran unggulan di Desa Perbawati adalah cabai merah. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 8. Oleh karena itu, Desa Perbaawati merupakan salah satu sentra pemasok cabai merah terbesar di Kabupaten Sukabumi dan nasional. Tabel 8. Potensi Usahatani Berdasarkan Komodias Unggulan di enam Desa Kecamatan

Sukabumi Tahun 2012

Desa Komoditas Unggulan

Sayuran Tanaman Hias Buah-buahan

Karawang - Sedap Malam -

Parungseah - - -

Perbawati Tomat,Cabai Suji & Sedap Malam Pisang Ambon

Sudajayagirang - Garbera, Krisan Pisang Ambon

Sukaaya - Krisan & sedap

malam -

Warnasari - - -

Sumber: BP3K Kecamatan Sukabumi 2012

Dalam menjalankan usahataninya, petani cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi menghadapi masalah-masalah yang komplek, baik masalah yang sifatnya internal maupun eksternal. Pada umumnya masalah internal yang dihadapi para petani cabai merah di Desa Perbawati,


(8)

Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi adalah masalah yang dapat dikontrol oleh petani, seperti masalah sempitnya penguasaan lahan, rendahnya penguasaan teknologi, serta lemahnya permodalan. Sedangkan masalah eksternal adalah masalah masalah yang berada di luar kontrol petani yang mencakup masalah perubahan iklim atau cuaca, serangan hama penyakit, dan harga input. Dari kondisi tersebut, pengembangan bisnis komoditi cabai merah memiliki potensi risiko yang dapat menimbulkan kerugian.

Sebagaimana teori penawaran, besarnya penawaran suatu komoditi ditentukan oleh jumlah yang diproduksi. Selain aspek produksi, tingkat penawaran suatu komoditi juga dipengaruhi oleh tingkat harga (Nicholson 1991). Seperti terlihat pada Gambar 1, harga cabai merah menunjukkan peningkatan terus menerus sejak minggu ketiga Oktober 2010 dan mencapai puncaknya pada bulan juli 2010. Pada Januari 2010 harga cabai merah sebesar Rp 25.000,00 per kilogram dan harga terendah terjadi pada bulan Maret 2010 yaitu sebesar Rp 20.000,00 per kilogram. Sementara harga cabai merah tertinggi mencapai Rp 45.000,00 per kilogram, yaitu pada Juli 2010. Namun, mulai awal tahun 2011 harga cabai merah mulai berangsur naik, yaitu sebesar Rp 40.000,00 per kilogram. Peningkatan harga mulai Januari 2010 hingga Januari 2011 mencapai 95 persen. Kenaikan harga cabai merah ini disebabkan kurangnya pasokan akibat cuaca buruk, dimana sepanjang tahun 2010 terjadi musim hujan yang berkepanjangan, sehingga cabai merah rentan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman. Beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi penawaran suatu komoditi adalah seperti harga dan ketersediaan faktor produksi yang meliputi benih, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja, ketersediaan infrastruktur pertanian seperti pengairan, pengaruh hama dan penyakit tanaman, serta faktor iklim dan cuaca.


(9)

Sumber: Kementerian Bidang Perekonomian 2011

Gambar 1. Harga Eceran Cabai Merah Januari 2010 - Januari 2011

Berbagai permasalahan pada aspek produksi dapat memberikan gambaran terhadap kemungkinan adanya faktor risiko produksi cabai merah. Sebagaimana teori penawaran, tingkat penawaran suatu komoditas akan dipengaruhi oleh jumlah komoditas yang diproduksi (Nicholson 1991). Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi.

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Berapa tingkat risiko produksi dan sumber risiko cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi ?

2. Bagaimana perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi ?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan pokok di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis tingkat risiko produksi dan sumber risiko cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi.


(10)

2. Menganalisis perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi.

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah:

1. Bagi petani cabai merah di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam manajemen risiko yang terjadi dalam pengembangan usaha cabai merah. 2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi, hasil penelitian ini dapat

dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan agribisnis cabai merah.

3. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan daya analisis mengenai risiko agribisnis.


(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Risiko Produksi

Usaha pertanian adalah usaha yang rawan akan risiko dan ketidakpastian baik itu risiko harga, risiko pasar dan risiko produksi. Produsen dibidang pertanian perlu mempelajari sumber-sumber yang menyebabkan risiko terjadi pada usahanya, kemudian melakukan pengukuran risiko untuk mengetahui dampak dan akibat dan terakhir menentukan strategi atau solusi yang sesuai untuk mengatasi risiko. Risiko produksi adalah risiko yang terkait dengan fluktuasi produksi yang mempengaruhi penerimaan produsen pertanian, disebabkan faktor-faktor seperti perubahan suhu, hama dan penyakit, penggunaan input serta kesalahan teknis (human error) dari tenaga kerja. Pada umumnya risiko tersebut dapat dihindari maupun dikurangi dengan melakukan berbagai cara seperti penggunaan teknologi terbaru, penanganan yang intensif, dan pengadaan input yang berkualitas seperti benih, pupuk dan obat-obatan.

Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis risiko produksi pada komoditi hortikultura seperti Fariyanti (2009), Safitri (2009), Wisdya (2009), Tarigan (2009), Utami (2009), Sembiring (2010), dan Situmpang (2011). Dimana masing-masing penelitian menemukan bahwa sumber risiko pada perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung, usaha daun potong, anggrek Phalaeonopsis, sayuran organik, cabai merah keriting, dan bawang merah adalah risiko produksi. Risiko produksi tersebut umumnya meliputi teknik budidaya, human error, penyakit, serangan hama dan cuaca atau iklim yang tidak pasti.

Dari penelitian terdahulu diperoleh variabel yang menjadi sumber risiko pada produk-produk hortikultura meliputi faktor cuaca, hama dan penyakit, harga input, harga jual dan human error. Selain itu, strategi pengalolaan biasanya yang banyak dilakukan adalah spesialisasi, diversifikasi, dan portofolio. Dari ketiga strategi tersebut, portofolio merupakan strategi yang paling tepat dalam strategi penanganan risiko produksi. Dari variabel sumber risiko tersebut diduga menjadi sumber risiko pada usahatani cabai merah dalam penelitian ini.


(12)

Pengukuran risiko dilakukan untuk mengukur pengaruh sumber-sumber risiko terhadap suatu kegiatan bisnis melalui penggunaan suatu alat analisis tertentu. Salah satu alat analisis yang digunakan dalam pengukuran risiko adalah koefisien variasi (coefficient variation), ragam (variance) dan simpangan baku (standard deviation). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain, jika nilai ketiga indikator tersebut semakin kecil maka risiko yang dihadapi kecil.

Ketiga alat analisis ini digunakan oleh Safitri (2009), Wisdya (2009) dan Ginting (2009), Tarigan (2009), Situmpang (2011) dalam penelitiannya masing-masing yang berjudul Analisis Risiko Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas Asri Bogor, Analisis Risiko Anggrek Phalaenopsis pada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat, Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor, Risiko Produksi Sayuran Organik pada Permata Hati Organic Farm di Bogor, dan Risiko Produksi Cabai Merah Keriting pada Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Bogor. Pada penelitian Utami (2009) juga menggunakan alat analisis koefisien variasi, ragam dan simpangan baku yang ditambah dengan analisis regresi berganda. Berbeda dengan Fariyanti (2009) yang menggunakan alat analisis GARCH.

2.2. Kajian Perilaku Penawaran dan Faktor yang Mempengaruhi

Penawaran adalah jumlah barang yang produsen ingin tawarkan (jual) pada berbagai tingkat harga selama satu periode tertentu.. Sebagaimana teori penawaran, besarnya penawaran suatu komoditi ditentukan oleh jumlah yang diproduksi. Selain aspek produksi, tingkat penawaran suatu komoditi juga dipengaruhi oleh tingkat harga (Nicholson 1991). Selain faktor harga, faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran lainnya adalah harga harga barang lain yang terkait, harga faktor produksi, biaya produksi, teknologi produksi, jumlah produsen/penjual, dan harapan produsen di masa yang akan datang (Rahardja 2006).

Terdapat beberapa penelitian yang meneliti mengenai perilaku penawaran dan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran atau produksi, seperti Rifqi (2008), Utami (2009), Fauzia (2006), dan (2009). Dimana dari beberapa penelitian tersebut, perilaku penawaran atau produksi usaha bawang merah, usaha kubis, dan


(13)

kacang tanah berbeda-beda. Perilaku penawaran usaha bawang merah pada penelitian Utami (2009) dipengaruhi oleh faktor seperti harga output, harga input, biaya obat, ekapektasi produksi, dan variasi produksi. Sementara, pada penelitian Rifqi (2008) perilaku produksi dipengaruhi oleh faktor pupuk kandang, benih, pupuk kimia, tenaga kerja, dan pestisida padat. Sementara Fauzia (2006) faktor yang mempengaruhi produksi kacang tanah adalah harga output, harga benih, harga pupuk, dan tenaga kerja. Alat analisis yang digunakan dari penelitian tersebut adalah regrasi linier dan Cobb-Douglas.

Dari beberapa penelitian terdahulu mengenai risiko dan perilaku penawaran, terdapat persamaan dan perbedaan antara peneliti dengan studi terdahulu. Berikut ini disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 11. Persamaan dan Perbedaan Penelitian dengan Studi Terdahulu

Nama Penulis Persamaan Perbedaan

Fariyanti

(2008) Menganalisis risiko produksi.

Perbedaannya terdapat pada alat analisis (peneliti dengan analisis risiko dan regresi, Fariyanti dengan Model GARCH) dan komoditi yang diteliti.

Situmpang

(2011) Alat analisis risiko produksi Komoditi yang diteliti Tarigan (2009) Alat analisis risiko produksi

yang digunakan. Komoditi yang diteliti. Wisdya (2009) Menganalisis risiko produksi.

Alat analisis risiko yang digunakan dan komoditi yang diteliti.

Utami (2009)

Menganalisis risiko produksi dengan alat analisis yang sama, yaitu analisis risiko dan regesi.

Komoditi yang diteliti.

Fauzia (2006) Menganalisis penawaran. Alat analisis dan komoditi yang diteliti.

Safitri (2009) Menganalisis risiko produksi Komoditi yang diteliti Sembiring

(2010) Menganalisis risiko produksi Komoditi yang diteliti Rifqi (2009) Menganalisis faktor yang


(14)

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep Risiko

Risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diukur oleh pembuat keputusan. Pada umumnya peluang terhadap suatu kejadian dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman mengelola kegiatan usaha. Ketidakpastian adalah suatu kejadian dimana seseorang tidak mengetahui secara pasti keajdian yang akan terjadi (Harwood et al 1999).

Risiko adalah kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian (Harwood et al 1999). Setiap bisnis yang dijalankan pasti memiliki risiko dan ketidakpastian. Hal ini bertentangan dengan perilaku individu yang menginginkan kepastian dalam berusaha. Indikasi adanya risiko dalam kegiatan bisnis dapat dilihat dengan adanya variasi atau fluktuasi, seperti fluktuasi produksi, harga atau pendapatan. Untuk meminimalkan risiko yang mungkin dihadapi, dibutuhkan penilaian atau analisis risiko yang akan mempengaruhi pengambilan keputusan.

Beberapa konsep lainnya yang penting untuk mengukur risiko yaitu

variance, standar deviation dan coeffition variation (Elton dan Gruber 1995). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain. Kebanyakan ukuran acak yang digunakan adalah ukuran simpangan baku (standar deviation) yang menggambarkan rata-rata perbedaan penyimpangan atau kecenderungan. Semakin bervariasi hasil atau return semakin besar risiko. Coeffition variation merupakan ukuran yang sangat tepat bagi pengambil keputusan khususnya dalam memilih salah satu alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan usaha untuk setiap return yang diperoleh. Hubungan antara risiko dan return dapat dilihat pada Gambar 2.

Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin besar risiko maka semakin besar pendapatan (return) yang diterima. Begitu pula sebaliknya semakin kecil risiko maka semakin kecil return yang diterima.


(15)

Return

Ekspected Return

Risiko

Gambar 2. Hubungan Risiko dan Return Sumber : Barrons 1993

3.1.2. Sumber-Sumber Risiko

Beberapa jenis-jenis risiko yang dapat dihadapi petani diantaranya adalah: (1) Risiko produksi, (2) Risiko pasar atau harga, (3) Risiko Kelembagaan, (4) Risiko Kebijakan, (5) Risiko Finansial (Harwood et al 1999).

(1) Jenis risiko yang berasal dari risiko produksi diantaranya adalah gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang (mutu tidak sesuai) yang ditimbulkan oleh serangan hama penyakit, perbedaan iklim, kesalahan sumberdaya manusia, dan lain-lain.

(2) Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya adalah barang yang tidak dapat dijual yang diakibatkan ketidakpastian mutu, permintaan rendah, ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan dan lainlain. Sedangkan risiko yang ditimbulkan oleh harga antara lain, harga yang naik karena inflasi.

(3) Risiko yang ditimbulkan dari kelembagaan antara lain adanya aturan tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksinya.

(4) Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan antara lain adanya suatu kebijakan tertentu yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha, misalnya kebijakan tarif ekspor.

(5) Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain, adanya piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha terhmbat, putaran barang rendah, laba yang menurun karena krisis ekonomi dan lain-lain.


(16)

3.1.3. Teori Penawaran

Penawaran adalah jumlah barang yang produsen ingin tawarkan (jual) pada berbagai tingkat harga selama satu periode tertentu. Penawaran menurut Firdaus (2008) berarti keseluruhan dari kurva penawaran. Kurva penawaran adalah kurva yang menggambarkan kurva antara jumlah barang yang ditawarkan oleh produsen dengan harga barang yang ditawarkan. Besar kecilnya barang yang ditawarkan erat hubungannya dengan besaran variabel harga. Untuk jenis barang normal, semakin tinggi barang yang ditawarkan (Q) akan menyebabkna harga barang (P) yang semakin menurun. Jadi rumus penawaran ini dapat dirumuskan dalam sebuah fungsi yaitu (Nicholson 1991):

P = f (Q)

Dengan adanya perubahan Q yang menyebabkan perubahan P, hal ini akan menyebabkan pergesaran kurva penawaran ke sebelah kanan atau kiri. Apabila perubahan Q menyebabkan P penurunan, maka kurva penawaran akan bergeser ke sebelah kanan. Sebaliknya, perubahan Q yang menyebabkan P semakin tinggi, maka kurva penawaran akan bergeser ke sebalah kiri. Hal ini dapat dilihat seperti pada Gambar 3.

P

S S1

D

Q

Gambar 3. Kurva Penawaran (Nicholson 1991)

Hukum penawaran menyatakan bahwa dengan menganggap hal lainnya sama, kuantitas suatu barang yang ditawarkan akan meningkat ketika harga barang tersebut juga meningkat. Jadi, berdasarkan hukum penawaran tersebut, kuantitas barang yang ditawarkan juga merupakan fungsi dari harga barang tersebut. Hal ini dapat dirumuskan kedalam persamaan berikut :


(17)

S = f (P)

Pengaruh perubahana harga terhadap kuantitas barang yang ditawarkan ini menggambarkan pergerakan di sepanjang kurva penawaran (Mankiw 2002). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.

P

S

P2

P1

Q1 Q2 q(Q)

Gambar 4. Pergerakan Kurva Penawaran (Mankiw 2002)

Selain faktor harga, faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran lainnya adalah harga barang itu sendiri, harga barang lain yang terkait, harga faktor produksi, biaya produksi, teknologi produksi, jumlah produsen/penjual, dan harapan produsen di masa yang akan datang (Rahardja 2006).

a. Harga barang itu sendiri

Jika harga suatu barang naik, maka produsen cenderung akan menambah jumlah barang yang dihasilkan. Hal ini dijelaskan pada hukum penawaran yang menjelaskan sifat hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah barang tersebut yang ditawarkan penjual. Hukum penawaran menyatakan

“Semakin tinggi harga suatu barang, cateris paribus, semakin banyak jumlah

barang tersebut yang ingin ditawarkan oleh produsen, dan sebaliknya”.

b. Harga barang lain yang terkait

Yang dimaksud sebagai “harga produk yang lain” ini adalah adanya harga

produksi alternatif. Pengaruh perubahan harga produk alternatif ini, akan menyebabkan terjadinya produksi yang semakin meningkat atau sebaliknya semakin menurun.

c. Harga faktor produksi

Besar kecilnya harga input akan mempengaruhi besar kecilnya input yang akan digunakan. Bila harga faktor produksi (input) turun, maka petani akan


(18)

cenderung membelinya pada jumlah yang relatif lebih besar. Dengan adanya tambahan input, maka produksi akan meningkat.

d. Biaya produksi

Kenaikan harga input sebenarnya juga menyebabkan kenaikan biaya produksi. Dengan demikian, bila biaya produksi meningkat (apakah dikarenakan kenaikan harga faktor produksi atau penyebab lainnya), maka produsen akan mengurangi hasil produksinya, berarti penawaran barang itu berkurang.

e. Teknologi

Adanya perbaikan teknologi akan menyebabkan produksinya semakin meningkat. Akan tetapi penggunaan teknologi yang baru memungkinkan adanya tambahan biaya produksi, beban risiko, dan ketidakpastian, keterampilan khusus, dan lainnya. Apabila permasalahan-permasalahan ini dapat diatasi, maka produksi akan semakin besar.

f. Jumlah produsen

Sering kali dengan adanya rangsangan harga komoditi pertanian tertentu, petani cenderung untuk mengusahakan tanaman tersebut. Akibatnya, produksi atau barang yang ditawarkan menjadi bertambah.

g. Harapan produsen di masa yang akan datang

Pengaruh keempat faktor diatas terhadap kuantitas barang yang ditawarkan digambarkan dalam pergeseran kurva penawaran. Setiap perubahan yang menaikkan kuantitas yang bersedia diproduksi oleh penjual pada tingkat harga tertentu akan menggeser kurva penawaran ke kanan. Sementara, setiap perubahan yang menurunkan kuantitas yang beredia ditawarkan oleh penjual pada tingkat harga tertentu akan menggeser kurva penawaran ke kiri. Hal ini seperti dijelaskan pada Gambar 5.


(19)

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra komoditi cabai merah di Jawa Barat. Pada penelitian ini akan diambil komoditas cabai merah karena komoditas ini merupakan komoditas unggulan. Dalam menjalankan usahatani, para petani cabai merah di Kecamatan Sukabumi menghadapi risiko produksi. Risiko produksi terjadi karena fakrot iklim dan cuaca, pengaruh hama dan penyakit, tingkat kesuburan tanah, efektivitas penggunaan input, keterampilan sumberdaya manusia yang kurang. Faktor-faktor risiko pada kegiatan produksi cabai merah tersebut berpotensi menimbulkan kerugian.

Sebagaimana teori penawaran, perilaku penawaran suatu komoditas dipengaruhi oleh tingkat produksinya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas, yaitu harga output, harga input produksi, teknologi, harga produk lain, jumlah produsen, dan harapan produsen dimasa yang akan datang. Sebagai salah satu daerah sentra cabai di Sukabumi, Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi menjadi salah satu pemasok di Kabupaten Sukabumi dan nasional. Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana tingkat risiko produksi di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan analisis mengenai tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran cabai merah di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. Dengan mengetahui besarnya tingkat risiko produksi, maka petani dapat mengetahui seberapa besar potensi keuntungan dan kerugian yang mungkin diperoleh dari usahatani cabai merah. Dalam penelitian ini, faktor –faktor yang mempengaruhi penawaran cabai merah yang akan dianalisis meliputi variabel harga, biaya input produksi, dan harapan produsen di masa yang akan datang, serta aspek risiko produksi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan risiko produksi seperti harga faktor produksi, pengaruh hama dan penyakit tanaman, serta faktor iklim dan cuaca. Kemudian melihat bagaimana perilaku penawaran cabai merah dengan mengkaitkan faktor-faktor yang mempengaruhinya termasuk aspek risiko, yaitu nilai variasi harga dan produksi cabai merah. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 6.


(20)

Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional

Fluktuasi Produksi, harga faktor produksi dan pengaruh hama dan penyakit tanaman cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi

Analisis Risiko Produksi Cabai Merah

Perilaku penawaran cabai merah di pasar

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran:

 Biaya Ponska

 Biaya Kompos

 Biaya Kapur

 Biaya Benih

 Biaya Obat

 Nilai variasi produksi

 Harga Cabai Merah

Analisis perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati Kecamatan Sukabumi

Risiko Produksi

Tingkat Risiko Produksi Cabai Merah di Desa

Perbawati Analisis

sumber-sumber risiko cabai merah di Desa

Perbawati

Analisis deskriptif

Expected value Standart deviation Coefficient variation

Regresi Linier Berganda dengan


(21)

IV.

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai risiko produksi cabai merah ini dilakukan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih secara purposive karena Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra cabai merah di Jawa Barat dan Kecamatan Sukabumi merupakan salah satu daerah penghasil cabai merah yang cukup besar pasokannya di pasaran, sedangkan desa dipilih karena salah satu penghasil cabai terbesar di Kecamatan Sukabumi. Pengambilan data dilakukan dalam waktu tiga bulan, yaitu 24 Desember 2011 hingga 10 Februari 2012. Waktu tersebut digunakan untuk memperoleh data dan wawancara dengan petani dan data-data lain dari instansi terkait.

4.2. Metode Penentuan Responden

Metode pengambilan responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah sensus (meneliti segala komponen yang ada pada populasi). Populasi adalah semua individu yang menjadi sumber pengambilan sampel. Responden yang menjadi objek penelitian ini adalah 23 petani cabai merah yang merupakan populasi petani cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. Penentuan responden dengan menggunakan metode sensus ini digunakan karena petani cabai yang ada di Desa Perbawati jumlahnya terbatas. 4.3. Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuisioner dan wawancara dengan petani cabai merah di lokasi penelitian. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari Direktorat Jenderal Hortikultura, BPS (kontribusi komoditi hortikultura terhadap PDB; Luas Panen, produktivitas, dan produksi cabai merah di Jawa Barat), BP3K, internet, dan buku.


(22)

4.4. Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software

Minitab 14 dan Microsoft Excel. Adapun metode analisis yang digunakan meliputi analisis risiko dan analisis regresi linier berganda dengan natural log. Dalam penelitian ini data yang digunakan bersifat determinan atau non-stokastik dan merupakan data rasio.

4.4.1. Analisis Risiko Produksi

Analisis risiko dilakukan dengan melihat penyimpangan yang terjadi antara nilai yang diharapkan dengan nilai yang terjadi. Untuk menilai tingkat risiko tersebut, beberapa ukuran yang digunakan yaitu nilai variance, standar deviation, dan coefficient variation. Nilai variance menunjukkan adanya penyimpangan, standar deviation diperoleh dari nilai kuadrat nilai variance, dan

coefficient variance diperoleh dari rasio standar deviation dengan nilai yang diukur (Elton dan Gruber 1995).

Dalam menganalisis risiko produksi dilakukkan analisis mengenai faktor-faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh petani. Dalam hal ini, faktor-faktor eksternal yang dimaksud adalah faktor iklim dan cuaca, tingkat kesuburan lahan dan serangan hama penyakit. Analisis terhadap faktor eksternal ini dilakukan dengan melihat dari beberapa besar kemungkinan terjadinya (probabilitas keadian) dari faktor-faktor eksternal yang dianalisis dan seberapa besar kerugian yang disebabkannya. Semakin besar probabilitas kejadian eksternal yang merugikan maka semakin besar pula tingkat risiko yang mungkin dihadapi petani. Pengukuran probabilitas pada setiap kejadian diperoleh dari frekuensi setiap kejadian yang dibagi dengan jumlah periode musim tanam.

Secara matematis, pengukuran probabilitas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

P = f/T

Keterangan: f = frekuensi kejadian


(23)

4.4.1.1. Expected Value Produksi

Dalam menentukan seberapa besar output produksi yang diharapkan, maka dapat dilakukan denngan penjumlahan dari setiap probabilitas dikalikan dengan tingkat output produksinya. Penentuan estimasi produksi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

E (Q) = dimana :

E (Q) = output produksi yang diharapkan Pi = probabilitas ke-i

Qi = output produksi

I = kondisi (tertinggi, normal, terendah) 4.4.1.2. Standart Deviation

Standard deviation dari output produksi menggambarkan perbedaan atau selisih antara output produksi dengan output yang diharapkan. Semakin besar nilai

standard deviation maka semakin besar pula tingkat risiko yang dihadapi dalam kegiatan produksi. Secara matematis, standard deviation dari output produksi dapat dituliskan sebagai berikut :

∂Q =

dimana :

∂Q : Standard deviation

σi2 : Variance

4.4.1.3. Coefficient Variation

Coefficient variation dari output diukur dari rasio standard deviation dari output dengan output yang diharapkan. Semakin kecil coefficient variation maka semakin rendah risiko yang dihadapi. Secara matematis, coefficient variation

dapat dituliskan sebagai berikut : CV = ⁄ E(Q ) dimana

CV : Coefficient variation


(24)

E(Q) : Expected value

4.4.2. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis perilaku penawaran cabai merah di Kecamatan Sukabumi. Sebagaimana teori penawaran bahwa suplai atau penawaran suatu komoditas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu teknologi, harga input, harga produk yang lain, jumlah produsen, dan harapan produsen terhadap harga produksi di masa mendatang. Maka faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran cabai merah yang digunakan sebagai variabel independen dalam penelitian ini meliputi:

X1 = Biaya pupuk ponska X2 = Biaya pupuk kompos X3 = Biaya kapur

X4 = Biaya benih cabai merah X5 = Biaya obat-obatan X6 = Harga Cabai Merah X7 = Nilai Variasi produksi

Selanjutnya setelah ditentukan variabel independen kemudian disusun suatu model untuk menduga hubungan antara variabel independen dengan variable dependen yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini digunakan dengan analisis regresi linier. Secara matematis model tersebut dapat ditulis seperti berikut:

Y = f (X1, X2, ...., Xn)

Y = a0 + a1X1+a2X2+ .... +anXn+e dimana:

Y = produksi/penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi a0 = koefisien intersep

an = parameter peubah ke-n, dimana n=1,2,...,11,

dengan hipotesis : a1,a12 > 0

a2,a3,a4,a5,a6,a7,a8,a9,a10,a11 < 0


(25)

X2 = Biaya pupuk kompos X3 = Biaya kapur

X4 = Biaya benih cabai merah X5 = Biaya obat-obatan X6 = Harga Cabai Merah X7 = Nilai Variasi produksi e = unsur galat (eror)

Model regresi yang digunakan diduga dengan menggunakan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) yang didasarkan pada asumsi - asumsi berikut (Juanda 2008).

1. Nilai rata-rata kesalahan pengganggu sama dengan nol, yaitu E (ei) = 0, untuk i = 1,2,...n

2. Varian (ej) = E (ej) = σ , sama untuk semua kesalahan pengganggu (asumsi homoskedasititas)

3. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu berarti covarian

(ei,ej) = 0, i ≠ j

4. Variabel bebas X1, X2, ..., Xn konstan dalam sampling yang terulang dan bebas terhadap kesalahan pengganggu, E (Xi, ei) = 0 5. Tidak ada kolinearitas ganda diantara variabel bebas X

6. Ei ≈ N (0 ; σ2 ), artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dengan varian σ.

4.4.2.1. Model Double Log

Model double log adalah suatu model yang mentransformasikan variabel dependen dan variabel independen ke dalam ln atau natural log sebelum dilakukan pengolahan ke dalam regresi linier berganda. Penggunaan model ini digunakan untuk mengetahui persentase perubahan variabel dependen terhadap variabel dependen (Harmini 2009).


(26)

4.4.2.2. Pengujian terhadap Model Penduga

Pengujian terhadap model penduga ini digunakan untuk mengetahui apakah model penduga tersebut sudah tepat dalam menduga parameter dan fungsi. Adapun hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : a1 = a2 = .... = a5 = 0

H1 : minimal ada satu an ≠ 0

dan uji statistik yang digunakan adalah uji F, dimana F-hitung secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

F – hitung dimana:

R2 = koefisien determinasi K = jumlah parameter

N = jumlah pengamatan (contoh) dengan kriteria uji yang digunakan adalah:

- Apabila F-hitung > F-tabel (k-1, n-k) maka tolak H0

- Apabila F-hitung < F-Tabel (k-1, n-k) maka terima H0

Apabila H0 ditolak maka berarti paling sedikit terdapat satu variabel independen

(X) yang digunakan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen, sehingga model yang digunakan tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan variabel dependen (Y). Sebaliknya, apabila H0 diterima, maka tidak ada variable

independen yang digunakan berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan dan model yang digunakan tidak dapat digunakan untuk memperkirakan variabel dependen (Y).

Untuk melihat sejauh mana variasi variabel dependen (Y) dijelaskan oleh variable independen (X) dapat dilihat dari besarnya nilai koefisein determinasi (R2). Secara matematis, koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut:

R2 = 1 – R2 = dimana:

SST = jumlah kuadrat total SSE = jumlah kuadrat galat/eror


(27)

SSR = jumlah kuadrat regresi

Nilai R2 bergerak antara nol sampai dengan satu (0 ≤ R2 ≤ 1). Apabila R2 sama dengan satu berarti bahwa sumbangan variabel independen secara bersamasama terhadap variasi variabel dependen adalah seratus persen. Hal ini berarti bahwa seluruh variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh model (Gujarati 2003).

4.4.2.3 Pengujian terhadap Koefisien Regresi

Tujuan pengujian terhadap koefisien regresi adalah untuk mengetahui apakah setiap variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Secara statistik, pengujian terhadap koefisien regresi ini dilakukan dengan melihat nilai t-hitung. Apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel atau P-value lebih kecil dari

α (P-value<α), berarti variabel independen yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Begitu pula sebaliknya (Gujarati 2003).

Adapaun hipotesis yang digunakan adalah: H0 : bn = 0

H1 : bn > 0 ; n = 1,2,...,5

dan uji statistik yang digunakan adalah uji t, dimana t-hitung secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

t − hitung =

dengan kriteria uji yang digunakan adalah:

- Apabila t-hitung > t-tabel (α, n-k) maka tolak H0

- Apabila t-hitung < t-Tabel (α, n-k) maka terima H0

Jika H0 ditolak, artinya variabel Xn berpengaruh signifikan terhadap variable

dependen Y. Sebaliknya, jika H0 diterima maka variabel independen Xn tidak

berpengaruh nyata terhadap variabel dependen Y. 4.4.2.4 Pengujian terhadap asumsi

Untuk mendapatkan model regresi linier yang baik maka perlu dilakukan pengujian terhadap asumsi-asumsi yang diperlukan, yaitu meliputi

nonmulticollienearity, homoscedasticity, dan non-autocorrelation. Nonmulticollineraity didekati dari nilai VIF dari masing-maing variabel. Secara


(28)

praktis, adanya indikasi multicollinearity terjadi apabila nilai VIF ≥ 10 (Kleinbaum et al 1988 dalam Modul Harmini 2009). Sementara autocorrelation

dapat dilihat dari nilai statistik dari uji Durbin Watson. Nilai statistik Durbin Watson berada pada kisaran 0-4, dan jika nilainya mendekati dua maka menunjukkan tidak ada autokorelasi pada orde kesatu. Adapun homoscedasticity

dapat dilihat dengan Grafik, uji Goldfeld-Quandt, uji Breusch-Pagan, dan uji White (Juanda 2009).


(29)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian

Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas wilayah Desa Perbawati secara administrative adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Taman Nasional Gede Pangrango Sebelah Selatan : Desa Karawang, Kecamatan Sukabumi

Sebelah Barat : Desa Unrur Binangun, Kecamatan Kadudampit Sebelah Timur : Desa Sudajaya Girang, Kecamatan Sukabumi

Luas wilayah Desa Perbawati sebesar 503,6125 Ha dengan ketinggian 900 Mdpl di atas permukaan laut. Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan Sukabumi adalah 3 Km, sedangkan jarak dari Kabupaten Sukabumi adalah 60 Km. Jumlah dusun yang dimiliki oleh Desa Perbawati sebanyak empat dusun, yaitu Dusun Babakan Situ, Dusun Nagrok, Dusun Bobojong, dan Dusun Tenjolaya.

Keadaan alam Desa Perbawati adalah dingin dan basah, serta lembab. Desa Perbawati memiliki beberapa jenis tanah, yaitu tanah sawah, tanah basah, tanah kering, tanah tandus, dan tanah pasir. Tanah sawah terdiri dari lima kategori, yaitu irigasi teknis seluas 52 Ha, irigasi sederhana seluas 22 Ha, sawah tadah hujan seluas 30 Ha, dan tegalan atau kebun seluas 136 Ha. Tanah kering terbagi menjadi dua kategori, yaitu pekarangan seluas 64,7 Ha, hutan primer seluas 201,23 Ha, hutan sekunder seluas 90,21 Ha, tanah perkebunan Negara seluas 224 Ha, dan perkebunan swasta 5 Ha. Tanah basah yaitu balong/ empang/ kolam seluas 3 Ha. Tanah tandus dan pasir seluas 9,9 Ha.

Penggunaan lahan terbesar di Desa Perbawati adalah persawahan yang digunakan untuk menanam tanaman pangan, buah-buahan, dan kebun seluas 241 Ha. Luas wilayah yang dipergunakan untuk pemukiman seluas 64,7 Ha dan untuk prasaran umum lainnya seluas 9 Ha.

Iklim di Desa Perbawati terbagi atas dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Jumlah bulan hujan di Desa Perbawati adalah enam bulan dengan curah hujan 208 Mm/bulan. Suhu udara rata-rata desa yaitu 18 - 250C. Sementara, rata-rata curah hujan di Kecamatan Sukabumi 276.24 mm per bulan.


(30)

Gambaran mengenai curah hujan di Kecamatan Sukabumi dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7: Curah Hujan di Kecamatan Sukabumi per Bulan Tahun 2009-2011

5.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Jumlah penduduk Desa Perbawati sebesar 6.675 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 3.451 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 3.224 jiwa. Jumlah kepala keluarga di Desa Perbawati sebanyak 1.967 kepala keluarga.

Faktor usia mempengaruhi tingkat produktivitas seseorang karena termasuk kedalam golongan usia angkatan kerja. Komposisi sebaran penduduk berdasarkan usia di Desa Perbawati dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Komposisi Sebaran Penduduk Berdasarkan Usia di Desa Perbawati Tahun 2011-2012

Usia (tahun) Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase (%)

< 13 1344 20,13

13 – 18 693 10,38

19 – 24 628 9,41

25 – 55 3174 47,55

> 56 836 12,52

Jumlah 6675 100,00

Sumber: Desa Perbawati 2011-2012

Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa sebesar 56,96 persen jumlah penduduk di Desa Perbawati termasuk ke dalam golongan angkatan kerja produktif. Sementara golongan dibawah umur hanya sebesar 20,13 persen.

Mata pencaharian penduduk Desa Perbawati beragam mulai dari petani, pengusaha, perajin industri, buruh bangunan, buruh perkebunan, buruh tani, buruh tambang, pedagang, jasa angkutan, Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI/ POLRI,


(31)

pensiunan, dan peternak. Mayoritas penduduk bekerja sebagai petani. Hal ini yang menjadi salah satu pertimbangan pemilihan lokasi penelitian. Tabel 13 menunjukkan keberagaman mata pencaharian di Desa Perbawati.

Berdasarkan data potensi Desa Perbawati tahun 2011, matapencaharian terbesar penduduk adalah sebagai petani. Petani di Desa Perbawati dibagi menjadi tiga, yaitu petani tanaman hias, petani sayuran, dan padi. Tanaman sayuran memiliki luas panen terbesar dibandingkan luas panen padi dan tanaman hias, yaitu 52 Ha dan 9,9 Ha. Hal ini yang membuat banyak penduduk memillih menjadi petani.

Tabel 13. Mata Pencaharian Penduduk di Desa Perbawati Tahun 2011-2012

No Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang)

1 Petani 538

2 Pengusaha 1

3 Perajin Industri 147

4 Buruh Bangunan 329

5 Buruh Perkebunan 160

6 Pedagang 359

7 Jasa Angkutan 223

8 PNS 45

9 POLRI 5

10 Pensiunan 29

11 Peternak 61

Jumlah 1897

Sumber: Desa Perbawati

5.3. Karakteristik Petani Responden

Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 23 orang. Responden dalam penelitian ini adalah petani cabai di Desa Perbawati yang merupakan populasi petani cabai. Walaupun tanaman sayuran memiliki luas panen terbesar, namun petani yang membudidayakan tanaman cabai hanya 4,28 persen dari jumlah petani di Desa Perbawati. Petani cabai di Desa Perbawati memiliki berbagai karakteristik yang berbeda-beda. Beberapa karakteristik yang dinilai penting mencakup usia, pendidikan, luas lahan, dan kepemilikan lahan. 5.3.1. Usia

Usia responden berkisar antara 20 hingga 60+ tahun. Presentase usia tertinggi berada pada kelompok usia 35-39 tahun sebesar 26,09 persen. Kelompok


(32)

usia dapat mempengaruhi kinerja usahatani dan kelompok usia dengan presentase tertinggi termasuk kedalam angkatan kerja. Hal ini dikarenakan dengan usia muda dan produktif maka seseorang akan dan masih kuat untuk melakukan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Karakteristik Petani Cabai Berdasarkan Usia di Desa Perbawati Tahun 2011-2012

Kelompok Umur Jumlah Responde Persentase

(Orang) (%)

20 - 24 1 4.35

25 - 29 0 0.00

30 - 34 3 13.04

35 - 39 6 26.09

40 - 44 4 17.39

45 - 49 3 13.04

50 - 54 2 8.70

55 - 59 1 4.35

60 + 3 13.04

Total 23 100.00

5.3.2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan petani responden di Desa Perbawati tergolong rendah, yaitu rata-rata mereka berpendidikan Sekolah Dasar (SD). Awalnya mereka adalah seorang buruh perkebunan teh, kemudian setelah pensiun menjadi petani cabai. Meskipun tingkat pendidikan petani rendah, namun petani telah memiliki teknik budidaya cabai yang baik. Hal ini petani peroleh dari pengalaman dan penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan penyuluh lapang dari Badan Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) ataupun dari Dinas Pertanian. Tabel 15 menunjukkan karakteristik petani berdasarkan tingkat pendidikannya.

Tabel 15. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Perbawati Tahun 2011-2012

Tingkat Pendidikan Petani (Orang) Presentase (%)

Tamat SD 13 56,52

Tamat SMP 1 4,35

Tamat SMA 8 34,78

Tamat PT 1 4,35


(33)

5.3.3. Jumlah Tanggungan Keluarga

Dilihat dari jumlah tanggungan keluarga, rata-rata responden memiliki tanggungan keluarga nol hingga tiga anggota keluarga. Jumlah tanggungan keluarga terbesar mencapai delapan orang. Besarnya jumlah tanggungan keluarga petani responden ini menunjukkan beban ekonomi yang harus ditanggung oleh petani responden. Maka dapat terlihat bahwa beban ekonomi yang harus ditanggunng oleh petani responden tidak besar. Adapun jumlah tanggungan keluarga petani responden dijelaskan pada Tabel 16.

Tabel 16. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Petani Cabai di Desa Perbawati Tahun 2011-2012

Jumlah tanggungan Jumlah responden (orang) Presentase (%)

0 - 3 14 60,8

4 - 7 8 34,7

8+ 1 4,3

Total 23 100,00

5.3.4. Pengalaman Bertani

Sebagian besar petani cabai yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki pengalaman bertani yang belum lama. Petani ini pada mulanya adalah seorang buruh tani, kemudian setelah mempunyai cukup modal akhirnya petani ini mengusahakan sendiri, sehingga pengalaman mereka belum cukup lama. Namun, 21 persen dari petni cabai ini telah memiliki pengalaman bertani selama lebih dari 20 tahun. Presentase terbesar adalah petani responden dengan pengalaman bertani cabai lebih dari 30 tahun, namun mereka awalnya adalah buruh tani yang saat ini telah menggarap sendiri. Adapun lama pengalaman bertani petani cabai merah dijelaskan pada Tabel 17.

Tabel 17. Pengalaman Bertani Cabai Merah oleh Responden Petani Cabai Merah di Desa Perbawati Tahun 2011-2012

Pengalam bertani

Jumlah Responden Persentase (%)

(tahun)

<5 1 4,35

5 – 10 4 17,39

11 – 20 1 4,35

21 – 30 5 21,74

31 – 40 12 52,17


(34)

5.3.5. Status Usahatani Cabai

Pekerjaan petani yang menganggap usahatani cabai sebai pekerjaan sampingan umumnya memiliki pekerjaan lain, yaitu sebagai pengusaha, buruh perkebunan teh, pedagang, dan buruh bangunan. Hal ini dikarenakan hasil dari pekerjaan utama tidak mencukupi dan usahatani cabai memberikan tambahan pendapatan yang baik. Namun, sebagian besar petani cabai di Desa Perbawati menjadikan usahatani cabai sebagai pekerjaan utama. Pengelompokan pekerjaan ini didasarkan pada lamanya waktu bekerja dalam satu minggu. BPS menyatakan bahwa, apabila dalam satu minggu bekerja lebih dari 35 jam maka dapat dikatakan

fulltime atau kegiatan yang dilakukan menjadi pekerjaan utama. Sementara, ika kurang dari 35 jam per minggu maka dikatakan kegiatan yang dilakukan adalah pekerjaan sampingan. Hal ini terlihat pada Tabel 18, presentase terbesar yang menjadikan usahatani cabai sebagai pekerjaan utama, yaitu sebesar 69,57 persen. Tabel 18. Status Usahatani Petani Responden di Desa Perbawati Tahun

2011-2012

Status Usahatani Petani (Orang) Presentase (%)

Pekerjaan Utama 16 69,57

Pekerjaan Sampingan 7 30,43

Total 23 100,00

5.3.6. Luas Lahan

Penguasaan lahan di Desa Perbawati untuk usahatani cabai merupakan salah satu terbesar di Kabupaten Sukabumi dibandingkan dengan daerah penghasil cabai lainnya, seperti di Goalpara dan Sukaraja. Hal ini menjadi salah satu alasan pemilihan lokasi penelitian. Semakin besar lahan yang digunakan atau dimiliki untuk usahatani cabai, maka hasil yang akan diperoleh juga akan semakin besar. Petani yang memiliki lahan yang luas akan mendapatkan hasil cabai yang besar, jika petani cabai menjalankan budidaya cabai dengan baik dan benar. Selain itu, cuaca juga mempengaruhi hasil yang didapatkan oleh petani. Saat musim hujan maka hasil yang diperoleh lebih rendah dibandingkan musim kemarau, sedangkan musim yang paling baik untuk memperoleh hasil panen yang tinggi adalah saat musim kemarau.


(35)

Tabel 19. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan yang Digunakan untuk Usahatani Cabai Tahun 2011-2012

Luas Lahan (Ha) Petani (Orang) Persentase (%)

< 0,25 8 34,78

0,25 - 0,5 8 34,78

0,6 - 1,0 3 13,04

> 1,0 4 17,39

Total 23 100,00

5.3.7. Status Kepemilikan Lahan

Status kepemilikan lahan di Desa Perbawati terbagi atas tiga kategori, yaitu milik sendiri, menyewa, dan milik sendiri dan menyewa. Namun, sebagian besar petani menyewa lahan untuk melakukan usahatani cabai. Hal ini terjadi karena tingginya harga lahan, sehingga petani memillih untuk menyewa, dengan menyewa sisa modal dapat digunakan untuk musim tanam berikutnya.

Tabel 20. Karakteritik Petani Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun 2011

– 2012

Status Kepemilikan Lahan Petani (Orang) Persentase (%)

Milik sendiri 1 4,35

Menyewa 21 91,30

Milik sendiri dan menyewa 1 4,35

Total 23 100,00

Karakteristik petani cabai di Desa Perbawati yang dijadikan responden sebagian besar berada pada usia produktif dengan tingkat pendidikan yang rendah. Petani cabai ini menjadikan usahatani cabai sebagai pekerjaan utama. Luas lahan yang digunakan untuk usahatani cabai dapat dikatakan relatif besar dan sebagian besar lahan tersebut adalah menyewa.

5.3.8. Pola Tanam

Berdasarkan hasil penelitian, di Desa Perbawati,, Kecamatan Sukabumi terdapat empat musim tanam cabai merah. Empat musim tanam tersebut, yaitu pertama pada bulan September-Februari (2010), kedua April-Oktober (2010), ketiga Desember-Juni (2011), dan keempat September-Februari (2012). Tingkat produktivitas keempat musim tanam tersebut berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh faktor iklim dan cuaca. Hasil tertinggi diperoleh pada musim ketiga, yaitu pada rentang waktu antara bulan Desember hingga Juni 2011. Pada rentang bulan


(36)

tersebut merupakan musim panas, dimana musim yang sangat tepat untuk penanaman cabai. Selain itu, pada waktu tersebut jumlah hama dan penyakit tanaman pada cabai merah relatif sedikit. Sementara hasil terendah biasanya diperoleh pada musim pertama dan keempat, yaitu pada rentang waktu antara bulan September hingga Februari. Hal ini dikarenakan pada waktu tersebut merupakan musim hujan, sehingga terdapat banyak hama dan penyakit.

Adapun pola tanam yang dilakukan oleh petani cabai di Desa Perbawati adalah monokultur dengan luasan lahan rata-rata satu hektar setiap musim tanam. Hal ini dikarenakan karakteristik tanaman cabai yang rentan terhadap serangan hama dan penyakit, serta banyak menyerap unsur hara. Selama dua bulan masa bera, maka diselangi dengan tanaman lainnya yaitu tanaman yang memiliki umur pendek dan yang dapat mengembalikan unsur hara tanah, seperti kacang panjang, kubis, pakcoy atau bawang daun.

Pola tanam pada Gambar 8 merupakan pola tanam petani responden secara umum. Pada praktiknya, tidak seluruh petani menanam cabai merah secara serentak dalam satu waktu. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada responden, keputusan petani dalam menanam sangat dipengaruhi oleh ketersediaan modal. Selain faktor tersebut, faktor alam seperti iklim dan cuaca, serta harga benih dan obat juga sangat mempengaruhi keputusan petani dalam menanam cabai merah. Pola tanam cabai merah yang dominan dilakukan oleh petani cabai merah di Desa Perbawati, yaitu sebagai berikut:

 Pola tanam cabai merah – kacang panjang+kubis+bawang daun – cabai merah - kacang panjang+kubis+bawang daun – cabai merah (Gambar 8)

Luas lahan

September Februari April Oktober Desember Juni September Februari

Bulan

Gambar 8. Pola Tanam Petani Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun 2009-2012

Cabai merah

Kubis Cabai merah

Kacang panjang

Cabai merah

pakcoy Cabai merah


(37)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Penggunaan Input Usahatani Cabai Merah

Penggunaan input pada usahatani cabai merah cukup berbeda antar musim tanam. Adapun yang dimaksud dengan input usahatani dalam penelitian ini adalah meliputi pupuk, kapur, benih, obat-obatan, tenaga kerja, dan mulsa. Perbedaan penggunaan input setiap musim terdapat pada obat-obatan, yaitu insektisida, fungisida, perekat, dan perangsang tumbuh. Hal ini terjadi karena penggunaan obat-obatan ini tergantung dengan kondisi lingkungan (iklim dan cuaca). Sementara penggunaan untuk input lainnya setiap musimnya tetap, untuk pupuk kandang dan kapur digunakan hanya saat pembukaan lahan, yaitu satu kali dalam dua musim tanam cabai merah. Rata-rata penggunaan input pada usahatani cabai merah menurut musim tanam dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Rata-rata Penggunaan Input dan Produktivitas pada Usahatani Cabai Merah per Musim Tanam di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun 2009/2012

Uraian Musim

Tanam 1

Musim Tanam 2

Musim Tanam 3

Musim Tanam 4

Pupuk ponska (kg) 605.57 605.57 605.57 605.57

Pupuk kandang (krng) 520.215 520.215 520.215 520.215

Kapur (kg) 888.26 888.26 888.26 888.26

Benih (pack) 13.59 13.59 13.59 13.59

Obat insek (cc) 22,260.87 33,391.30 33,391.30 27,826.09 Obat fungi (gr) 13,356.52 20,034.78 20,034.78 16,695.65 Obat perekat (cc) 8,904 13,357.00 13,357.00 11,130 Obat perangsang (cc) 4,452.17 6,678.26 6,678.26 5,565.22

TK luar keluarga (HOK) 7 7 7 7

Mulsa (roll) 12 12 12 12

Produktivitas

(kwintal/Ha) 13.93 116.12 185.80 23.22

Tabel 21 menunjukkan bahwa penggunaan obat-obatan tertinggi saat musim tanam kedua dan ketiga karena pada musim kedua merupakan musim dengan curah hujan yang tinggi, dimana hama yang sering muncul yaitu layu bakteri, bercak buah dan daun (patek) , serta busuk buah dan daun, sehingga penyemprotan lebih sering dilakukan dan dosis obatnya pun lebih tinggi. Namun, penggunaan obat pada musim ketiga pun juga sama tingginya, meskipun pada


(38)

musim ketiga adalah musim kemarau. Hal ini disebabkan adanya hama dan penyakit yang menyerang cabai merah, yaitu Trips, lalat buah, dan Tungau, sehingga dosis dan periode penyemprotan pun lebih sering dilakukan. Penggunaan pupuk pada usahatani cabai merah ini tetap pada setiap musimnya, karena berdasarkan hasil wawancara di lapangan bahwa penggunaan pupuk kimia dan kompos tidak begitu berpengaruh. Para petani hanya memupuk tanaman satu hingga dua kali setiap musimnya. Pemupukan biasanya dilakukan bersamaan dengan pembukaan lahan, yaitu pupuk kompos dicampurkan dengan pupuk ponska, atau pada saat tanaman berumur dua minggu setelah tanam dan saat tanaman berumur dua bulan. Adapun dosis pada saat pemupukan pertama dan kedua tidak berbeda jauh, begitu pula untuk setiap petani, yaitu berkisar tiga kwintal. Jenis pupuk yang digunakan pun relatif sama antara satu petani dengan petani lainnya, yaitu pupuk ponska. Sementara petani cabai di Desa Perbawati juga menggunakan kapur (dolomit) dalam kegiatan usahataninya. Penggunaan kapur ini dimaksudkan untuk mengembalikan pH tanah sehingga tidak terlalu asam. Penggunaan kapur ini biasanya dilakukan saat pembukaan lahan, yaitu satu kali dalam dua musim tanam dan rata-rata penggunaannya sebanyak 1.000 hingga 2.000 kg per hektar.

Penggunaan obat-obatan oleh petani cabai merah di Desa Perbawati banyak jenisnya dan relatif sama untuk setiap petani cabai. Jenis obat-obatan tersebut diantaranya fungisida, insektisida, perekat obat, perangsang tumbuh daun, perangsang tumbuh bunga dan lainnya. Intensitas rata-rata penyemprotan obat-obatan ini dilakukan dua hingga tiga hari sekali bahkan saat musim hujan dilakukan setiap hari. Rata-rata untuk penyemprotan satu hektar lahan digunakan dua drum, dimana setiap drumnya berisi 200 liter dengan biaya rata-rata Rp 250.000,00 – Rp 500.000,00 per drum. Oleh karena itu, dengan keterbatasan modal yang dimiliki petani maka mereka meminjam kepada pengumpul untuk membeli obat-obatan tersebut. Hal ini membuat petani secara psikologis akan menjual hasil panen cabai kepada para pengumpul.

Input usahatani cabai merah yang penting lainnya adalah benih cabai. Kualitas benih ini menentukkan produktivitas cabai merah. Pada umumnya, petani cabai di Desa Perbawati menggunakan 12 pack benih cabai merah per hektar.


(39)

Petani cabai di Desa Perbawati ini tidak ada yang membuat benih sendiri karena menurut hasil wawancara di lapangan, bahwa benih cabai yang dibuat oleh petani hasilnya akan berbeda dengan benih yang dibeli. Jenis benih yang biasa digunakan petani adalah Hibrida, dimana benih cabai ini merupakan benih lokal. Petani cabai di Desa Perbawati sering mendapatkan penyuluhan untuk jenis-jenis benih cabai yang unggul dan penyuluhan yang lainnya, sehingga meskipun pendidikan petani rendah namun pengetahuan petani mengenai budidaya cabai yang baik dan benar cukup luas.

Kegiatan usahatani cabai merah di Desa Perbawati masih tergolong tradisional, hal ini dapat dilihat belum adanya teknologi yang moderen yang digunakan dalam usahatani. Kegiatan usahatani cabai merah masih menggunakan tenaga kerja manusia, dimana rata-rata tenaga kerja tetap yang digunakan petani sebanyak lima hingga tujuh orang per hektar. Namun, untuk musim panen atau musim tanam tenaga kerja yang digunakan biasanya lebih banyak dan didominasi oleh perempuan. Adapun biaya tenaga kerja di Desa Perbawati berkisar Rp 12.000,00 per HOK untuk perempuan dan Rp 20.000,00 per HOK untuk tenaga kerja laki-laki dengan waktu kerja lima jam per hari.

Kegiatan usahatani cabai merah di Desa Perbawati ini menggunakan mulsa untuk mengurangi waktu tenaga kerja dalam bekerja. Penggunaan mulsa ini dapat mengurangi gulma-gulma atau tanaman pengganggu pada tanaman cabai, sehingga waktu tenaga kerja dapat dilakukan untuk hal lainnya. Rata-rata untuk satu hektar lahan digunakan 12 roll mulsa dengan 800 m2 per roll. Biaya untuk mulsa berkisar Rp 400.000,00 – Rp 500.000,00 per roll dan biasanya mulsa yang berkualitas yaitu yang memiliki tekstur tebal dan tidak mudah robek akan dapat digunakan dua kali musim.

6.2. Struktur Pendapatan Usahatani Cabai Merah 6.2.1. Biaya Produksi

Pada kegiatan usahatani cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, komponen biaya produksi terdiri dari biaya benih, biaya pupuk, biaya obat-obatan, biaya kapur, biaya tenaga kerja, sewa lahan, dan mulsa. Dari komponen biaya tersebut, biaya pupuk kompos, kapur, sewa lahan, dan mulsa


(40)

tidak setiap musim dikeluarkan petani. Biaya kapur dan pupuk kompos dikeluarkan petani cabai hanya saat pembukaan lahan, sedangkan untuk sewa lahan dan mulsa dikeluarkan setiap dua musim sekali. Adapun rata-rata biaya produksi pada usahatani cabai merah per hektar lahan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi dijelaskan pada Lampiran 4.

Besarnya biaya yang ditanggung oleh petani cabai berbeda satu dengan lainnya. Dari analisis usahatani yang dilakukan, rata-rata total biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani cabai adalah sebesar Rp 47.870.826,09 pada musim pertama (bulan September-Februari), Rp 61.758.826,09 pada musim kedua (bulan April-Oktober), Rp 65.353.521,75 pada musim ketiga (bulan Desember-Juni), dan Rp 54.109.521,75 pada musim keempat (bulan September-Februari). Sementara rata-rata biaya total yang ditanggung oleh petani cabai yaitu sebesar Rp 54.493.492,76 pada musim pertama, Rp 68.381.492,76 pada musim kedua, Rp 71.976.188,42 pada musim ketiga, dan Rp 60.732.188,42 pada musim keempat.

Diantara komponen biaya produksi secara keseluruhan, komponen biaya produksi tertinggi adalah biaya tenaga kerja dan biaya obat-obatan. Rata-rata biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh petani cabai setiap musim tanam adalah sebesar Rp 14.820.000,00 dan obat sebesar Rp 28.100.000,00. Sementara komponen biaya produksi terendah adalah biaya kapur (dolomit) dan pupuk ponska. Biaya rata-rata yang dikeluarkan petani cabai untuk kapur sebesar Rp 690.130,43 dan pupuk ponska sebesar Rp 1.414.076,09 setiap musim tanam. 6.2.2. Penerimaan dan Pendapatan Bersih Usahatani Cabai Merah

Berdasarkan analisis usahatani yang dilakukan, rata-rata penerimaan usahatani cabai merah di Desa Perbawati dalam empat musim terakhir dalam kurun waktu kurang lebih tiga tahun adalah Rp 123.961.503,62. Namun, penerimaan usahatani cabai merah berbeda-beda setiap musimnya. Pada musim pertama, rata-rata penerimaan yang diperoleh petani cabai merah adalah sebesar Rp 83.608.696,00, sedangkan musim kedua sebesar Rp 124.251.812,00, musim ketiga Rp 204.376.812,00 dan rata-rata penerimaan pada musim keempat adalah sebesar Rp 83.608.695,65. Dari hasil analisis usahatani, penerimaan tertinggi diperoleh saat musim ketiga dan terendah pada musim keempat dan pertama. Hal


(41)

ini disebabkan karena pada musim ketiga adalah musim kemarau sehingga hasil panen cabai lebih optimal meskipun harga cabai di tingkat petani tidak cukup tinggi, yaitu rata-rata sebesar Rp 11.000,00 per kilogram. Sementara, pada musim pertama meskipun harga cabai sangat tinggi yaitu rata-rata sebesar Rp 40.000,00 per kilogram, namun hasil panen cabai kurang baik karena musim penghujan, begitu pula pada musim keempat.

Dari perhitungan usahatani yang dilakukan, diketahui bahwa rata-rata pendapatan bersih atas biaya total usahatani cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi dalam empat musim terakhir adalah sebesar Rp 60.065663,32. Seperti dengan penerimaan yang diperoleh petani, pendapatan bersih dari kegiatan usahatani cabai merah ini juga bervariasi setiap musimnya. Pendapatan bersih atas biaya total tertinggi diperoleh pada saat musim ketiga (Desember-Juni) yaitu sebesar Rp 132.400.623,58. Sementara pendapatan bersih atas biaya total terendah diperoleh saat musim keempat (September-Februari 2011/2012) yaitu sebesar Rp 22.876.507,24. Adapun pada musim pertama (September-Februari 2009/2010) yaitu sebesar Rp 29.115.203,24 dan pada musim kedua (April-Oktober) sebesar Rp 55.870.319,24.

Jika diperhitungkan dari seluruh biaya tunai, diketahui bahwa rata-rata pendapatan bersih atas biaya tunai usahatani cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi dalam empat musim terakhir mencapai Rp 66.688.329,99. Pada musim pertama, rata-rata pendapatan bersih atas biaya tunai yang diperoleh petani cabai merah sebesar Rp 35.737.869,91, sedangkan pada musim kedua sebesar Rp 62.492.985,91, dan pada musim ketiga sebesar Rp 139.023.290,25. Pada musim keempat, rata-rata pendapatan bersih atas biaya tunai cabai merah merupakan nilai terendah yaitu mencapai Rp 29.499.173,91.

Dari Gambar 9 terlihat bahwa pendapatan yang diperoleh petani cabai merah di Desa Perbawati berfluktuasi setiap musim tanamnya. Hal ini dapat mengindikasikan adanya faktor risiko pada kegiatan usahatani cabai merah. Namun begitu, investasi pada kegiatan usahatani cabai merah cukup menguntungkan dan menjanjikan hasilnya.


(42)

Gambar 9. Biaya Produksi, Pendapatan Kotor, Pendapatan atas Biaya Tunai, dan Biaya atas Biaya Total Usahatanai Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun 2009/2012

6.3. Analisis Risiko Produksi Cabai Merah

Petani cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi menghadapi beberapa macam risiko dalam menjalankan usahanya. Oleh karenanya, agar kerugian dapat diminimalisir, pelaku usaha cabai merah harus mengetahui seberapa besar risiko yang dihadapinya. Pada dasarnya tidak terdapat ukuran yang pasti untuk menilai seberapa besar tingkat risiko suatu usaha. Akan tetapi, hal ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan. Dalam penelitian ini, risiko cabai merah dianalisis dengan melihat nilai variance, standar deviasi, dan koefisien variasi dari nilai produktivitas cabai merah per hektar. Selain itu, aspek risiko juga diukur dengan melihat nilai pendapatan bersih usahatani.

Dalam menganalisis tingkat risiko suatu usaha, perlu diketahui tingkat frekuensi kejadian dalam periode waktu tertentu. Hal ini dibutuhkan untuk mengetahui seberapa besar peluang nilai keuntungan ataupun kerugian yang mungkin diterima. Dalam penelitian ini, banyaknya kejadian dijelaskan ke dalam tiga kondisi, yaitu kondisi terendah, normal, dan tertinggi. Sementara penentuan nilai peluang tersebut berdasarkan kemungkinan produktivitas cabai merah per hektar dalam empat musim. Nilai peluang setiap kejadian berbeda-beda antara satu petani dengan petani yang lain. Adapun nilai rata-rata peluang dapat dilihat pada Tabel 22.

Setelah diketahui tingkat peluang dari masing-masing kejadian, maka nilai risiko dapat dianalisis dengan melihat expected value, standard deviation, dan

coefficient variance, seperti yang terlihat pada Tabel 23. Nilai expected value


(1)

Lampiran 6. Analisis Regresi Linier Model Perilaku Penawaran Cabai Merah Regression Analysis: Ln Y versus Ln x1, Ln x2, ...

The regression equation is

ln y = - 16.2 + 0.091 ln x1 - 0.092 ln x2 + 0.642 ln x3 - 0.085 ln x4 + 0.658 ln x5 + 0.240 ln x6 + 0.121 ln x7

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -16.239 6.970 -2.33 0.034 ln x1 0.0914 0.1621 0.56 0.581 2.6 ln x2 -0.0919 0.1561 -0.59 0.565 1.2 ln x3 0.6419 0.4235 1.52 0.150 1.5 ln x4 -0.0851 0.3677 -0.23 0.820 1.7 ln x5 0.6578 0.1350 4.87 0.000 3.3 ln x6 0.24006 0.04743 5.06 0.000 2.5 ln x7 0.1207 0.3080 0.39 0.701 2.2

S = 0.468674 R-Sq = 61.8% R-Sq(adj) = 47.4% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 7 22.7449 3.2493 35.20 0.000 Residual Error 15 1.3845 0.0923

Total 22 24.1294

Source DF Seq SS Ln x1 1 0.0447 ln x2 1 0.1646 Ln x3 1 0.0160 Ln x4 1 3.5367 Ln x5 1 0.9737 Ln x6 1 0.1849 Ln x7 1 0.9244

Durbin-Watson statistic = 2.01778

Observation Order R e s id u a l 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0

Residuals Versus the Order of the Data


(2)

Lampiran 7. Tabel Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi 2009-2012

Responden Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7

1 71.55 1500000 10000000 800000 1500000 29505000 24.3 18000 2 71.55 2000000 16000000 600000 2000000 29505000 24.3 13000 3 11.93 2905000 6640000 664000 1660000 3540600 69.56 8000 4 119.25 750000 1500000 800000 1500000 29505000 90.71 18000 5 139.13 1500000 10000000 800000 1500000 29505000 99.38 18000 6 79.5 1500000 10000000 800000 1500000 29505000 32.45 15000 7 14.31 1080000 9600000 720000 1200000 7081200 1.05 8000 8 51.68 2100000 8000000 800000 1000000 14752500 13.71 12000 9 11.93 2905000 6640000 664000 1660000 3540600 0.73 8500 10 23.85 900000 10200000 800000 1200000 14752500 2.92 13000 11 15.9 1400000 10200000 800000 1200000 14752500 1.3 17000 12 31.8 1000000 8500000 800000 1200000 14752500 5.19 15000 13 7.95 2000000 6400000 960000 2400000 3540600 0.32 13000 14 71.55 750000 8500000 800000 1500000 29505000 26.29 18000 15 3.98 3000000 6400000 640000 1600000 3540600 0.08 13000 16 31.8 1500000 8000000 600000 1500000 29505000 5.19 8000 17 7.16 3000000 6400000 640000 1600000 3540600 0.26 8000 18 3.98 1700000 12800000 960000 1600000 3540600 0.08 14000 19 31.8 825000 4800000 400000 1200000 29505000 5.19 13000 20 43.73 310000 8500000 800000 1200000 14752500 9.82 23000 21 51.68 750000 8500000 800000 1200000 14752500 13.71 13000 22 23.85 2000000 9600000 720000 1200000 7081200 2.92 15000 23 7.95 300000 9600000 640000 800000 7081200 0.32 20000


(3)

Lampiran 8. Tabel Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi 2009-2012 (Natural Log)

Responden ln y ln x1 ln x2 ln x3 ln x4 ln x5 ln x6 ln x7 1 4.2704 14.221 16.1181 13.5924 14.221 17.2001 3.19048 9.7981 2 4.2704 14.5087 16.5881 13.3047 14.5087 17.2001 3.19048 9.4727 3 2.47906 14.8819 15.7086 13.406 14.3223 15.0798 4.24219 8.9872 4 4.78122 13.5278 14.221 13.5924 14.221 17.2001 4.50767 9.7981 5 4.93541 14.221 16.1181 13.5924 14.221 17.2001 4.59895 9.7981 6 4.37576 14.221 16.1181 13.5924 14.221 17.2001 3.4797 9.6158 7 2.66096 13.8925 16.0773 13.487 13.9978 15.773 0.04879 8.9872 8 3.94507 14.5574 15.895 13.5924 13.8155 16.5069 2.61813 9.3927 9 2.47906 14.8819 15.7086 13.406 14.3223 15.0798 -0.31471 9.0478 10 3.17178 13.7102 16.1379 13.5924 13.9978 16.5069 1.07158 9.4727 11 2.76632 14.152 16.1379 13.5924 13.9978 16.5069 0.26236 9.741 12 3.45947 13.8155 15.9556 13.5924 13.9978 16.5069 1.64673 9.6158 13 2.07317 14.5087 15.6718 13.7747 14.691 15.0798 -1.13943 9.4727 14 4.2704 13.5278 15.9556 13.5924 14.221 17.2001 3.26919 9.7981 15 1.38128 14.9141 15.6718 13.3692 14.2855 15.0798 -2.52573 9.4727 16 3.45947 14.221 15.895 13.3047 14.221 17.2001 1.64673 8.9872 17 1.96851 14.9141 15.6718 13.3692 14.2855 15.0798 -1.34707 8.9872 18 1.38128 14.3461 16.365 13.7747 14.2855 15.0798 -2.52573 9.5468 19 3.45947 13.6231 15.3841 12.8992 13.9978 17.2001 1.64673 9.4727 20 3.77803 12.6443 15.9556 13.5924 13.9978 16.5069 2.28442 10.0432 21 3.94507 13.5278 15.9556 13.5924 13.9978 16.5069 2.61813 9.4727 22 3.17178 14.5087 16.0773 13.487 13.9978 15.773 1.07158 9.6158 23 2.07317 12.6115 16.0773 13.3692 13.5924 15.773 -1.13943 9.9035


(4)

Lampiran 9. Gambar Tanaman Cabai Merah di Desa Perbawati yang Terserang Hama dan Penyakit Tanaman

Kebun cabai merah di Desa Perbawati Hama Lalat Buah

Penyakit Bercak Bakteri

Penyakit Bercak Daun

Penyakit Busuk Buah dan Daun


(5)

2

RINGKASAN

IRIANA WAHYUNINGSIH. Analisis Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NARNI FARMAYANTI).

Dukungan pemerintah terhadap pengembangan sektor pertanian sangat besar. Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas produk pertanian agar Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian setiap tahun dapat meningkat. Salah satu subsektor pertanian yang telah memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto adalah subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura di Indonesia sangat beragam, yang terdiri atas berbagai jenis kelompok komoditas, yaitu buah-buahan, sayuran, biofarmaka, dan tanaman hias. Cabai merah merupakan salah satu kelompok komoditas sayuran buah yang banyak dibudidayakan oleh petani baik secara tradisional maupun intensif di lahan sawah dataran rendah atau dataran tinggi. Komoditas cabai merah termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubtitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan yang kaya akan vitamin dan mineral serta sebagai bahan obat tradisional. Oleh karena itu, permintaan cabai merah terus meningkat, tetapi hal ini berbanding terbalik dengan tingkat produksi cabai merah di Indonesia yang cenderung menurun.

Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra sayuran di Jawa Barat, salah satunya adalah cabai merah. Seperti halnya tingkat produktivitas cabai merah nasional, tingkat produktivitas cabai merah di Kabupaten Sukabumi juga cenderung berfluktuatif dari tahun ke tahun. Salah satu daerah di Kabupaten Sukabumi yang menghasilkan cabai terbesar adalah Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi. Berbagai permasalahan pada aspek produksi dapat memberikan gambaran terhadap kemungkinan adanya faktor risiko produksi cabai merah. Sebagaimana teori penawaran, tingkat penawaran suatu komoditas akan dipengaruhi oleh jumlah komoditas yang diproduksi. Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran cabai merah. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk 1) Menganalisis tingkat risiko dan sumber risiko produksi cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, 2) Menganalisis perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, dan 3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu bulan 24 Desember 2011 hingga 10 Februari 2012. Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Jumlah responden yang diteliti sebanyak 23 responden dengan metode pengambilan responden secara sensus. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis risiko dengan perhitungan

Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation, serta regresi linier


(6)

3 Berdasarkan hasil perhitungan, nilai expected value dari produktivitas cabai merah adalah sebesar 92,32 kwintal per hektar. Nilai ini menggambarkan bahwa tingkat produktivitas rata-rata yang diharapkan oleh petani cabai merah di Desa Perbawati adalah sebesar 92,32 kwintal per hektar (cateris paribus). Sementara, nilai standar deviasi dari produktivitas cabai merah adalah sebesar 63,60 kwintal per hektar dengan nilai coefficient variation sebesar 0,68. Nilai ini berarti bahwa risiko produksi yang dihadapi petani cabai merah di Desa Perbawati adalah sebesar 63,60 kwintal per hektar atau sebesar 68 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh petani (cateris paribus).

Dilihat dari pendapatan bersih usahatani, diperoleh nilai expected return

sebesar Rp 66.688.330,00 per hektar. Sementara risiko yang diterima oleh petani cabai merah di Desa Perbawati adalah sebesar 65 persen dari nilai return yang diperoleh petani dengan standar deviasi rata-rata sebesar Rp 43.507.042,63 per hektar. Dari nilai tersebut, maka jika dibandingkan dengan perhitungan risiko dari sisi produktivitas, nilai risiko yang dihitung dari sisi pendapatan atau retun

ternyata lebih rendah.

Perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati dalam penelitian ini dirumuskan ke dalam sebuah model regresi linier berganda sebagai berikut:

ln Y = - 16,2 + 0,091 ln X1 – 0,092 ln X2 + 0,642 ln X3 – 0,085 ln X4 + 0,658 ln X5 + 0,240 ln X6 + 0,121 ln X7 + e

Nilai R-sq dari model yang diperoleh adalah sebesar 0,618. Artinya bahwa model atau variabel dependen (Y) dapat dijelaskan oleh variabel independen (X) sebesar 61,8 persen dan sisanya 38,2 persen dijelaskan oleh faktor penyebab lain di luar model.

Berdasarkan hasil regresi linier berganda, diketahui bahwa terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati yaitu variabel biaya obat-obatan dan variabel nilai variasi produksi cabai merah. Sementara, variabel biaya benih, harga cabai merah, biaya pupuk ponska, biaya pupuk kompos, dan biaya kapur tidak berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen.