32.167 petani. Sementara di Kecamatan Brebes terdapat 17.094 petani, 19.192 petani di Kecamatan Wanasari, dan 29.328 petani di Kecamatan Bulakamba BPS
Kab. Brebes, 2008. Dari segi sarana dan prasarana umum, keempat kecamatan tersebut memiliki sarana dan prasarana umum yang relatif memadai. Terdapat
akses jalan raya yang cukup baik untuk menjangkau keempat kecamatan tersebut.
5.2 Karakteristik Responden 5.2.1 Umur Responden
Petani bawang merah yang menjadi responden penelitian ini berada dalam kisaran umur dua puluh tahun hingga enam puluh tahun. Dari 45 responden yang
diteliti, sebagian besar petani dalam rentang umur 31-40 tahun dan 51-60 tahun. Secara umum, petani yang berusia di atas 40 tahun lebih banyak dibanding yang
dibawah 40 tahun. Jumlah petani yang berusia antara 20-30 tahun pun sedikit yaitu hanya tujuh orang. Hal ini berarti sebagian besar petani bawang merah yang
menjadi responden sudah berusia cukup tua. Maka hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa tingkat regenerasi di petani bawang merah cukup rendah.
Atau dengan kata lain minat generasi muda dalam bidang pertanina bawang merah di Kabupaten Brebes, khususnya daerah yang menjadi objek penelitian cukup
rendah.
Tabel 11. Umur Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes
Tahun 2009 Umur tahun
Jumlah responden Presentase
20-30 7
15,56 31-40
10 22,22
41-50 8
17,78 51-60
14 31,11
60 6
13,33 Total
45 100
5.2.2 Tingkat Pendidikan Responden
Sebagian besar petani bawang merah yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah. Hal ini dapat dihat
dari presentase tingkat pendidikan petani responden seperti dijelaskan pada Tabel. 12. Sebagian besar petani responden mengenyam pendidikan hanya sampai pada
sekolah dasar yaitu. Sementara tingkat pendidikan menengah ke atas hanya sebaesar 24,4 persen dari total petani bawang merah yang menjadi responden.
Tabel 12. Tingkat Pendidikan Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten
Brebes Tahun 2009 Tingkat pendidikan
Jumlah responden Presentase
tidak sekolah 9
20 SD
22 48,8
SMP 3
6,67 SMA
10 22,2
S1 1
2,22 Total
45 100
5.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga
Dilihat dari jumlah tanggungan keluarga, rata-rata responden memiliki tanggungan keluarga dua hingga lima anggota keluarga. Sebagian besar responden
memilili tanggungan keluarga antara tiga sampai empat anggota keluarga. Sementara jumlah tanggungan keluarga terbesar mencapai sembilan anggota
keluarga. Besarnya jumlah tanggungan keluarga petani responden ini menunjukkan beban ekonomi yang harus ditanggung oleh petani responden.
Adapun jumlah tanggungan keluarga petani responden dijelaskan pada Tabel 13.
Tabel 13. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Petani Bawang Merah di
Kabupaten Brebes Tahun 2009 Jumlah tanggungan
Jumlah responden Presentase
3 6,67
1 4
8,89 2
5 11,11
3 15
33,33 4
11 24,44
5 4
8,89 6
7 1
2,22 8
1 2,22
9 1
2,22 Total
45 100
5.2.4 Pengalaman Bertani
Sebagian besar petani bawang merah yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki pengalaman bertani bawang merah dalam rentang waktu
yang cukup lama. Hampir seluruh petani responden telah bertani bawang merah tidak kurang dari 10 tahun. Bahkan 24 persen dari petani responden telah bertani
bawang merah selama lebih dari tiga puluh tahun. Presentase terbesar adalah petani responden dengan pengalaman bertani bawang merah dalam rentang waktu
10 hingga 30 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa secara umum petani bawang merah di Kabupaten Brebes sudah cukup berpengalaman. Adapun lama
pengalaman bertani bawang merah petani responden dijelaskan pada Tabel 14.
Tabel 14. Pengalaman Bertani Bawang Merah oleh Responden Petani Bawang
Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2009 Pengalaman bertani
tahun Jumlah responden
Persentase 10
7 15,55
11 – 20 14
31,11 21 – 30
13 28,89
31 – 40 11
24,44 Total
45 100
5.2.5 Luas Lahan
Berdasarkan luas lahan yang digarap untuk usahatani bawang merah, hampir seluruh petani responden menggarap lahan dengan luas kurang dari satu
hektar. Sebagian besar petani responden mengolah lahan untuk usahatani bawang merah dengan skala kurang dari setengah hektar, yaitu mencapai 69 persen dari
seluruh petani responden. Sementara presentase tertinggi adalah petani responden dengan luas lahan kurang dari seperempat hektar yaitu sebesar 38 persen. Luasan
lahan yang dikerjakan oleh petani responden ini menunjukkan seberapa besar skala usahatani yang dilakukan. Berdasarkan data pada Tabel 15 maka dapat
disimpulkan bahwa skala usahatani yang dilakukan oleh petani responden masih sangat kecil.
Tabel 15. Luas Lahan yang Dimiliki Responden Petani Bawang Merah di
Kabupaten Brebes Tahun 2009 Luas lahan ha
Jumlah petani responden Persentase
0,25 17
37,78 0,25-0,5
14 31,11
0,5- 1 8
17,77 1
6 13,33
Total 45
100
5.2.6 Status Kepemilikan Lahan
Berdasarkan status kepemilikan lahan, petani responden dikelompokkan menjadi petani dengan status lahan milik sendiri, sewa, garapan, serta milik dan
sewa. Adapun dalam penelitian ini, jumlah responden terbesar adalah petani dengan status lahan milik sendiri, yaitu sebesar 51 persen. Kemudian presentase
terbesar kedua adalah responden dengan status lahan sewa, yaitu sebesar 24 persen. Meskipun demikian, tingkat kepemilikan lahan oleh responden tidak
terlalu besar. Adapun status kepemilikan lahan petani responden dijelaskan pada Tabel 16.
Tabel 16.
Status Kepemilikan Lahan Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2009
Status lahan Jumlah petani responden
Presentase Milik sendiri
23 51,11
Sewa 11
24,44 Garapan
5 11,11
Milik dan sewa 6
13,33 Total
45 100
5.2.7 Pola Tanam
Secara umum, di Kabupaten Brebes terdapat tiga musim tanam bawang merah dalam satu tahun. Ketiga musim tanam tersebut yaitu pertama pada bulan
Juli-Agustus, kedua Oktober-Desember, dan ketiga April-Juni. Tingkat produktivitas bawang merah pada ketiga musim tanam tersebut berbeda-beda. Hal
ini dipengaruhi oleh faktor iklim dan cuaca. Hasil tertinggi diperoleh pada musim pertama yaitu pada rentang waktu antara bulan Juli hinga Agustus. Pada rentang
bulan Juli hingga Agustus ini merupakan musim panas yang mana sesuai dengan syarat ekologi tanaman bawang merah. Selain itu, pada waktu tersebut jumlah
hama dan penyakit tanaman pada bawang merah relatif sedikit. Sementara hasil terendah biasanya diperoleh pada musim ketiga, yaitu pada rentang waktu antara
bulan April hingga Juni. Hal ini dikarenakan pada waktu tersebut merupakan peralihan antara musim hujan ke musim panas sehingga terdapat banyak hama
dan penyakit tanaman yang relatif susah ditangani. Adapun pola tanam yang dilakukan oleh petani responden dipengaruhi
oleh jenis musim tanam yang dihadapi. Pada musim ketiga yaitu pada bulan April-Juni sebagian besar petani responden menanam bawang merah dengan
tumpangsari. Tanaman tumpangsari yang digunakan seperti cabe merah, cabe rawit, kedelai, kacang tanah, dan beberapa jenis sayuran lainnya. Oleh karena itu,
pada musim pertama ini petani bawang merah tidak menanam dalam skala yang besar. Sebagian besar petani menanam bawang merah pada musim ini hanya
bertujuan untuk mendapatkan persediaan bibit untuk musim berikutnya. Hal ini dikarenakan harga bibit bawang merah menjelang musim berikutnya Juli-
Agustus yang relatif tinggi. Sementara untuk musim tanam kedua dan ketiga pola tanam yang diterapkan cenderung monokultur.
Secara umum terdapat dua macam pola tanam yang dominan dilakukan oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes, yaitu :
1. Pola tanam padi - bawang merah – bawang merah – bawang merah Gambar 12
Luas lahan
Bawang merah Bawang merah
Padi Bawang merah
Juli Oktober
Desember April Juni
Bulan
Gambar 12 . Pola Tanam I Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten
Brebes Tahun 20082009
2. Pola tanam padi - bawang + cabekedelaikacang tanahsayuran - bawang merah Gambar 13
Luas Padi
Bawang merah + Cabe-kedelai-
kacang tanah-
sayuran Bawang merah
Bawang merah
Januari Maret
Juni Agustus Desember
Bulan
Gambar 13 . Pola Tanam II Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten
Brebes Tahun 20082009 Pola tanam yang dijelaskan seperti pada Gambar 12 dan 13 merupakan
pola tanam petani responden secara umum. Pada praktiknya, tidak seluruh petani menanam bawang merah secara serentak dalam satu waktu. Berdasarkan
wawancara yang dilakukan kepada responden, keputusan petani dalam menaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan modal, khususnya untuk komoditas bawang
merah. Hal ini terutama dialami oleh petani kecil. Dibandingkan dengan komoditas yang lain, modal yang dibutuhkan utnutk menanam bawang merah
relatif lebih tinggi. Selain faktor modal, keputusan petani dalam menanam juga
dipengaruhi oleh faktor alam seperti iklim dan cuaca, maupun harga bibit. 5.2.8 Penggunaan Input Usahatani Bawang Merah
Penggunaan input pada usahatani bawang merah cukup berbeda antara musim tanam. Adapun yang dimaksud dengan input usahatani dalam penelitian
ini adalah meliputi pupuk, obat-oabtan, bibit, dan tenaga kerja. Rata-rata penggunaan input pada usahatani bawang merah menurut musim tanam dapat
dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Rata-rata penggunaan Input dan Produktivitas pada Usahatani Bawang
Merah Menurut Musim Tanam di Kabupaten Brebes Tahun 20082009
Uraian Musim Tanam 1
Musim Tanam 2 Musim Tanam 3 Pupuk Urea kg
155,46 116,43
155,43 Pupuk NPK kg
117,25 154,37
117,24 Pupuk TSP kg
103,27 102,5
103,26 Pupuk KCl kg
62,80 62,36
62,79 Pupuk ZA kg
66,56 66,09
66,55 Bibit kwintal
17,4 17,4
17,4 Obat-obatan Rp
2.155.232 2.182.143
2.191.254,44 TK luar keluarga
HOK 319,6
319,6 319,6
Produktivitas kwintalhektar
175 100,15
50,53
Dari Tabel 17, dapat dilihat bahwa penggunaan input setiap musim berbeda satu dengan lainnya. Penggunaan pupuk berubah-ubah setiap musim
tanam meskipun tidak terlalu signifikan. Khusus untuk penggunaan pupuk Urea terdapat perubahan yang cukup berbeda pada musim tanam kedua. Musim tanam
kedua ini merupakan musim hujan sehingga penggunaan pupuk Urea berkurang cukup banyak. Pupuk Urea merupakan jenis pupuk yang sangat mudah terlarut
oleh air. Secara umum, penggunaan pupuk pada musim ketiga berkurang dibandingkan musim-musim tanam yang lain. Berdasarkan hasil wawancara di
lapangan, diketahui bahwa sangat sedikit petani bawang merah di Kabupeten Brebes yang menggunakan pupuk organik.
Pemupukan biasanya dilakukan antara tiga hingga empat kali pemupukan. Pemupukan pertama dilakukan pada tujuh hingga sepuluh HST Hari Setelah
Tanam. Pemupukan selanjutnya dilakukan dengan selang watu satu minggu sampai sepuluh hari berikutnya. Adapun jenis dan dosis pupuk yang digunakan
pada pemupukan pertama dan kedua biasanya tidak begitu berbeda. Jenis pupuk yang berbeda biasanya diberikan pada pemupukan ketiga atau keempat. Secara
umum, dosis pemupukan antara satu petani dengan lainnya tidak jauh berbeda. Akan tetapi, jenis pupuk yang digunakan belum tentu sama antara satu petani
dengan petani lainnya. Penggunaan obat-obatan oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes
rekatif banyak. Jenis obat-obatan yang digunakan oleh petani bawang merah di
Kabupaten Brebes meliputi pestisida, insektisida, dan racun lainnya. Intensitas rata-rata penyemprotan dengan obat-obatan antara dua hingga tiga hari sekali.
Bahkan untuk keadaan tertentu pengobatan dilakukan setiap hari. Rata-rata petani bawang merah membeli obat-obatan secara sendiri-sendiri di toko atau kios
pertanian. Berdasarkan wawancara di lapangan, sebagian besar responden membeli obat-obatan untuk tanaman bawang merah secara kredit atau berhutang
dengan pembayaran setelah panen yarnen. Hal ini dikarenakan tingginya harga obat-obatan dan keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani bawang merah.
Input usahatani bawang merah yang penting lainnya adalah bibit bawang merah. Kualitas bibit bawang merah ini sangat menentukan seberapa besar
produktivitas bawang merah nantinya. Di Kabupaten Brebes secara umum, terdapat dua jenis bibit bawang merah, yaitu lokal dan impor. Sebagian responden
petani bawang merah menggunakan bibit bawang merah lokal. Hal ini dikarenakan harga bibit bawang merah impor yang cenderung lebih mahal. Selain
itu, juga disebabkan karena keterbatasan modal petani untuk membeli bibit pada setiap musim tanam. Tidak setiap musim tanam petani bawang merah membeli
bibit. Beberapa petani bawang merah menyimpan bibit dari hasil panen bawang merah musim sebelumnya. Adapun kultivar yang paling banyak digunakan oleh
petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah jenis kultivar Bima, atau sering dikenal dengan istilah Bima Curut.
Kegiatan usahatani bawang merah merupakan kegiatan yang bersifat padat karya. Menurut hasil di lapangan, penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan
usahatani bawang merah relatif lebih banyak dibandingkan kegiatan usahatani yang lain, seperti padi. Penggunaan tenaga kerja mulai dari proses pengolahan
tanah, penanaman, pemeliharaan hingga pasca panen. Diantara kegiatan produksi, penggunaan tenaga kerja paling banyak yaitu pada kegiatan pengolahan lahan
sebelum penanaman. Adapun biaya tenaga kerja di Kabupaten Brebes berkisar Rp. 30.000 hingga Rp. 40.000 per HOK untuk tenaga kerja laki-laki, dan Rp.
15.000 hingga Rp. 20.000 per HOK untuk tenaga kerja perempuan.
5.2.9 Struktur Pendapatan Usahatani Bawang Merah 5.2.9.1 Biaya produksi
Pada kegiatan usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes, komponen biaya produksi terdiri dari biaya bibit, biaya pupuk, biaya obat-obatan, biaya
tenaga kerja, pengeluaran umum, dan sewa lahan. Dari komponen biaya tersebut tidak keseluruhannya dikeluarkan secara tunai. Misalnya, biaya bibit bawang
merah. Tidak semua petani membeli bibit bawang merah secara tunai setiap musim tanam. Beberapa petani pada musim-musim tertentu lebih memilih
menggunakan persediaan bibit bawang merah yang disimpan dari hasil panen sebelumnya.
Besarnya biaya produksi yang ditanggung oleh petani bawang merah berbeda satu dengan lainnya, seperti terlihat pada Lampiran 3. Dari analisis
usahatani yang dilakukan, rata-rata total biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani bawang merah adalah sebesar Rp. 14.869.136,12 pada musim pertama bulan Juli-
Agustus, Rp. 12.521.647,23 pada musim kedua bulan Oktober-Desember, dan
Rp. 13.535.203 pada musim ketiga bulan April-Juni. Sementara rata-rata biaya total yang ditanggung oleh petani bawang merah yaitu sebesar Rp. 25.577.159,88
pada musim pertama, Rp. 17.228.337,66 pada musim kedua, dan Rp. 20.944.893 pada musim ketiga.
Diantara komponen biaya produksi secara keseluruhan, komponen biaya produksi yang paling tinggi adalah biaya bibit dan tenaga kerja. Adapun biaya
produksi tertinggi yang dikeluarkan secara tunai meliputi biaya bibit dan biaya tenaga kerja. Rata-rata biaya bibit yang dikeluarkan oleh petani bawang merah per
adalah sebesar Rp. 9.995.037,07dan tenaga kerja sebesar Rp. 5.668.995 Sementara rata-rata biaya pupuk yang dikeluarkan adalah sebesar Rp.
2.126.868,04 per musim dan biaya obat-obatan sebesar Rp. 2.176.209,8 per musim. Adapun rata-rata biaya produksi pada usahatani bawang merah per hektar
lahan di Kabupaten Brebes dijelaskan pada Tabel 18.
Tabel 18. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Bawang Merah Per Musim Tanam
di Kabupaten Brebes Tahun 2008
Uraian Musim 1
Musim 2 Musim 3
Biaya pupuk 3.849.711,3
3.853.661,9 3.821.478,4
Biaya obat-obatan 3.832.771,6
3.755.796,3 3.798.243,2
Biaya bibit 25.547.669,3
10.968.193,0 10.968.193,0
Biaya tenaga kerja 9.859.528,4
9.859.528,4 9.859.528,4
Pengeluaran umum 1.227.073,2
1.227.073,2 1.227.073,2
Sewa lahan 1.454.321,2
1.454.321,2 1.454.321,2
Penyusutan 354.121,5
354.121,5 354.121,5
Pendapatan kotor 145.025.715,6
50.179.305,1 13.111.806,2
Pendapatan bersih 98.882.000,5
48.118.445,1 -24.284.429,9
Pada musim-musim tertentu beberapa harga pada komponen biaya mengalami perubahan. Diantara komponen biaya tersebut, biaya yang paling
berfluktuatif adalah biaya input produksi terutama bibit bawang merah. Harga bibit bawang merah cukup berfluktuasi setiap waktunya seperti dijelaskan pada
Gambar 13. Sementara komponen biaya-biaya yang lain cenderung stabil dengan perubahan yang tidak terlalu signifikan. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 14.
Gambar 14. Komponen Biaya Produksi per Musim Tanam pada Tahun 2008
2000000 4000000
6000000 8000000
10000000 12000000
14000000 16000000
Juli-Agustus Oktober-Desember
April-Mei
5.2.9.2 Penerimaan dan Pendapatan Bersih Usahatani Bawang Merah
Berdasarkan analisis usahatani yang dilakukan, rata-rata penerimaan
usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes dalam satu tahun adalah Rp.
111.799.672,8. Akan tetapi, penerimaan usahatani bawang merah berbeda-beda pada setiap musimnya. Pada musim pertama, rata-rata penerimaan yang diperoleh
petani bawang merah adalah sebesar Rp. 77.051.419,33, sedangkan pada musim kedua sebesar Rp. 27.225.461,78. Pada musim ketiga rata-rata penerimaan
usahatani bawang merah jauh menurun yaitu mencapai Rp. 7.522.791,667. Dari perhitungan usahatani yang dilakukan, diketahui bahwa rata-rata
pendapatan bersih atas biaya total usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes dalam satu tahun adalah sebesar Rp 48.049.282,02. Seiring dengan penerimaan
yang diperoleh petani, pendapatan bersih dari kegiatan usahatani bawang merah ini juga bervariasi setiap musimnya. Pendapatan bersih atas biaya total tertinggi
diperoleh pada saat musim pertama Juli-Agustus yaitu sebesar Rp. 55.114.592,78. Sementara pada musim kedua Oktober-Desember pendapatan
bersih atas biaya total sebesar Rp 5.324.346,339. Adapun pada musim ketiga April-Juni rata-rata pendapatan bersih atas biaya total benilai negatif dengan
nilai mencapai Rp. -14.390.212,66. Jika diperhitungkan dari seluruh biaya tunai, diketahui bahwa rata-rata
pendapatan bersih atas biaya tunai usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes dalam satu tahun mencapai Rp
70.508.464,43. Pada musim kedua, rata-rata pendapatan bersih atas biaya tunai yang diperoleh petani bawang merah adalah
sebesar Rp. 63.267.838,77 sedangkan pada musim ketiga sebesar Rp. 13.477.592,33. Pada musim pertama rata-rata pendapatan bersih atas biaya tunai
bawang merah menjadi negatif yaitu mencapai Rp. -6.236.966,672.
Gambar 15. Biaya Produksi, Pendapatan kotor, Pendapatan atas Biaya Tunai, dan
Pendapatan atas Biaya Total Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Brebes 20082009
Dari Gambar 15 di atas dapat diketahui bahwa pendapatan yang diperoleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes berfluktuasi setiap musim tanamnya.
Hal ini dapat mengindikasikan adanya faktor risiko pada kegiatan usahatani bawang merah. Selain itu, dapat pula disimpulkan bahwa investasi pada kegiatan
usahatani bawang merah belum cukup menguntungkan apabila hanya dikerjakan pada satu musim tanam saja.
-2000000 -1000000
10000000 20000000
30000000 40000000
50000000 60000000
70000000 80000000
90000000
Musim 1 Musim 2
Musim 3 Biaya produksi
Pendapatan kotor Pendapatan bersih atas
biaya tunai Pendapatan bersih atas
biaya total
VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG MERAH 6. 1. Analisis Risiko Produksi Bawang Merah
Petani bawang merah di Kabupaten Brebes menghadapi beberapa macam risiko dalam menjalankan usahanya. Untuk itu, agar kerugian dapat diminimalisir
maka pelaku usaha bawang merah harus mengetahui seberapa besar risiko yang dihadapinya. Pada dasarnya tidak terdapat ukuran yang pas untuk menilai
seberapa besar tingkat risiko suatu usaha. Akan tetapi, hal ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan. Dalam penelitian ini, risiko bawang merah
dianalisis dengan melihat nilai variance, standar deviasi, dan koefisien variasi dari nilai produktivitas bawang merah per hektar. Selain itu, aspek risiko juga diukur
dengan melihat nilai penerimaan usahatani. Dalam menganalisis tingkat risiko suatu usaha, perlu diketahui tingkat
frekuensi kejadian dalam periode waktu tertentu. Hal ini dibutuhkan untuk mengetahui seberapa besar peluang nilai keuntungan ataupun kerugian yang
mungkin diterima. Dalam penelitian ini, banyaknya kejadian dijelaskan ke dalam tiga kondisi yaitu, kondisi hasil terendah, normal, dan tertinggi. Sementara
penentuan nilai peluang tersebut berdasarkan kemungkinan produktivitas bawang merah per hektar dalam satu tahun. Nilai peluang setiap kejadian berbeda-beda
antara satu petani dengan petani yang lain. Dari ketiga nilai peluang rata-rata seperti yang tercantum pada Tabel 19, dapat disimpulkan bahwa peluang
keuntungan usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes masih relatif tinggi yaitu sebesar 0,78 atau 78 persen.
Tabel 19. Rata-rata Produktivitas dan Pendapatan dalam Kondisi Tertinggi,
Normal, dan Terendah Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2008.
Kondisi Peluang
Produktivitas Kwintalhektar
Pendapatan Rp Tertinggi
0,17 175
77.051.419,33 Normal
0,61 100,77
27.225.461,78 Terendah
0,21 49,50
7.522.791,667 Setelah diketahui tingkat peluang dari masing-masing kejadian, maka nilai
risiko dapat dianalisis dengan melihat expected value, standard deviation, dan coefficient variation, seperti yang terlihat pada Tabel 20. Nilai expected value
menggambarkan bahwa tingkat produktivitas rata-rata yang diharapkan oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah sebesar 101,41 kwintal per
hektar cateris paribus. Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat produktivitas bawang merah baik di Indonesia. Sementara nilai standard
deviation dan nilai coefficient variation mengandung arti bahwa risiko produksi yang dihadapi petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah sebesar 21,97
kwintal per hektar atau sebesar 20,3 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh petani cateris paribus.
Tabel 20. Nilai Expected Value, Standard Deviation, dan Coefficient Variation
dari Produktivitas Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Uraian
Nilai Expected value
101,41 Standard deviation
21,97 Coefficient variation
0,203 Tingkat risiko produksi yang dihadapi petani bawang merah di Kabupaten
Brebes tersebut relatif tinggi jika dibandingkan tingkat risiko produksi beberapa komoditas sayuran lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel tersebut
menunjukkan bahwa dibandingkan dengan komoditas brokoli, tomat, dan cabai keriting, tingkat risiko produksi bawang merah relatif lebih tinggi. Sementara jika
dibandingkan dengan bayam hijau, tingkat risiko produksi bawang merah lebih rendah dengan selisih sebesar 2,3 persen.
Tabel 21. Tingkat Risiko Beberapa Komoditas Sayuran
Komoditas Tingkat risiko
Bayam hijau 0,225
Bawang merah 0,203
Brokoli 0,112
Tomat 0,055
Cabai keriting 0,048
Sumber : Tarigan 2009
Dilihat dari sisi penerimaan usahatani seperti terlihat pada Tabel 22, tingkat pendapatan yang diharapkan oleh petani bawang merah di Kabupaten
Brebes sebesar Rp. 25.949.621,9 per hektar. Sementara risiko yang diterima oleh
petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah sebesar 60,09 persen dari nilai return yang diperoleh petani dengan standar deviasi rata-rata sebesar Rp.
11.768.995 per hektar. Dari nilai tersebut, maka jika dibandingkan dengan penghitungan risiko dari sisi produktivitas, nilai risiko yang dihitung dari sisi
penerimaan atau return ternyata jauh lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa besarnya risiko yang dihadapi oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes
bukan hanya dipengaruhi oleh aspek teknis semata.
Tabel 22. Nilai Expected Value, Standard Deviation, dan Coefficient Variation
dari Pendapatan Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Uraian
Nilai Expected value
25.949.621,9 Standard deviation
11.768.995 Coefficient variation
0,6009
6.2. Sumber-sumber Risiko pada Kegiatan Produksi