Kekerasan SIFAT FISIKOKIMIA SALAK PONDOH SELAMA PENYIMPANAN

respirasi meningkat dan kehilangan air tinggi. Persen susut bobot tertinggi terdapat pada perlakuan K1C1F0 sebesar 2,56 dan terendah pada perlakuan K1C1F1 sebesar 2,15 pada penyimpanan hari ke-15 suhu 10 C, sedangkan pada penyimpanan hari ke-9 suhu 22 C persen susut bobot tertinggi juga terdapat pada perlakuan K1C1F0 sebesar 16,41 dan terendah juga pada perlakuan K1C1F1 sebesar 14,04.

3. Kekerasan

Dari grafik Gambar 15 dapat dilihat bahwa penurunan kekerasan terbesar baik pada penyimpanan suhu 10 C maupun suhu 22 C terdapat pada perlakuan K1C2F3 kappa-karagenan 1,05, CMC 0,2 dan aplikasi pada hari ke-3, yaitu masing-masing sebesar 135,11 mmdetik150 gram dan 142,41 mmdetik150 gram. Hal ini dimungkinkan terjadinya kontaminasi formula edible coating selama penyimpanan sebelum aplikasi akan mempercepat kerusakan yang berakibat pelunakan buah juga semakin cepat. Kekerasan terendah kedua pada penyimpanan hari ke-6 terjadi pada kontrol tanpa pelapis yaitu sebesar 108 mmdetik150 gram. Selama pematangan, terjadi degrasasi pektin yang tidak larut air protopektin dan berubah menjadi pektin yang larut dalam air mengakibatkan terjadinya penurunan kekerasan pada buah salak pondoh selama penyimpanan. a b Keterangan : K1C1F0 :Kappa-karagenan 1,05; CMC 0,15 Aplikasi hari ke-0 K1C2F0 :Kappa-karagenan 1,05; CMC 0,20 Aplikasi hari ke-0 K1C1F1 :Kappa-karagenan 1,05; CMC 0,15 Aplikasi hari ke-1 K1C2F1 :Kappa-karagenan 1,05; CMC 0,20 Aplikasi hari ke-1 K1C1F2 :Kappa-karagenan 1,05; CMC 0,15 Aplikasi hari ke-2 K1C2F2 :Kappa-karagenan 1,05; CMC 0,20 Aplikasi hari ke-2 K1C1F3 :Kappa-karagenan 1,05; CMC 0,15 Aplikasi hari ke-3 K1C2F3 :Kappa-karagenan 1,05; CMC 0,20 Aplikasi hari ke-3 Gambar 15. Grafik Perubahan Kekerasan Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Suhu 10 C a dan Suhu 22 C b Analisa ragam Lampiran 17c menunjukkan bahwa perlakuan formula, suhu dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan nilai kekerasan salak pondoh pada penyimpanan hari ke-3 dan hari ke-6. Penurunan nilai kekerasan pada suhu 22 C lebih tinggi daripada suhu 10 C. Uji lanjut Duncan yang dilakukan pada taraf nyata 5 Lampiran 17c menunjukkan bahwa perlakuan K1C1F0 kappa-karagenan 1,05, CMC 0,15 dan aplikasi pada hari ke-0 berbeda nyata dengan kontrol tanpa pelapis pada penyimpanan hari ke-6. Perlakuan K1C1F0 kappa-karagenan 1,05, CMC 0,15 dan aplikasi pada hari ke-0 dan K1C1F1 kappa-karagenan 1,05, CMC 0,15 dan aplikasi pada hari ke-1 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada penyimpanan suhu 22 C. Kekerasan tertinggi terdapat pada perlakuan K1C1F0 kappa- karagenan 1,05, CMC 0,15 dan aplikasi pada hari ke-0 sebesar 105,6 mmdetik150 gram dan terendah pada perlakuan K1C1F1 kappa-karagenan 1,05, CMC 0,15 dan aplikasi pada hari ke-1 sebesar 112,7 mmdetik150 gram pada penyimpanan hari ke-15 suhu 10 C, sedangkan pada penyimpanan hari ke-9 suhu 22 C kekerasan tertinggi terdapat pada perlakuan K1C1F0 kappa-karagenan 1,05, CMC 0,15 dan aplikasi pada hari ke-0 sebesar 149,92 mmdetik150 gram dan terendah pada perlakuan K1C1F1 kappa-karagenan 1,05, CMC 0,15 dan aplikasi pada hari ke-1 sebesar 163,18 mmdetik150 gram. Terhambatnya proses transpirasi akibat adanya lapisan coating pada salak pondoh menyebabkan kehilangan air dalam buah salak pondoh berkurang dan kekerasan buah lebih tinggi daripada kontrol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pantastico 1986, bahwa pelunakan buah berhubungan langsung dengan berkurangnya kadar air dalam bahan. Selain itu kekerasan dapat disebabkan karena terhambatnya proses respirasi atau metabolisme, sehingga perombakan karbohidrat menjadi senyawa yang larut dalam air berkurang, maka kekerasan buah salak pondoh akan bertahan. Penurunan kekerasan terjadi karena adanya perubahan zat pektin yang tidak larut dalam air terhidrolisa menjadi asam pektat yang mudah larut dalam air Winarno dan Aman 1981 di dalam Permanasari 1998. Pektin pada buah merupakan salah satu komponen dari dinding sel maupun lamela tengah yang mempengaruhi kekerasan buah. Pada saat buah berubah dari mentah menjadi matang terjadi degradasi senyawa pektin dan hemiselulosa yang menyebabkan buah matang lebih lunak dibandingkan buah mentah. Namun degradasi berlebihan akan menyebabkan tekstur buah menjadi lembek, yang mengindikasikan buah tersebut sudah mengarah pada kerusakan. Menurut Pantastico 1986 di dalam Zulfebriadi 1998 perubahan zat pektin ini menyebabkan lemahnya dinding sel dan turunnya daya kohesi yang mengikat sel satu dengan yang lain.

4. Total Padatan Terlarut