dapat diserang jamur Ceratocystis paradosa yang berwarna hitam atau Fusarium
sp. yang
berwarna putih.
Murtiningsih dkk.
1996 mengemukakan bahwa buah salak khususnya jenis condet, pondoh dan
suwaru banyak terinfeksi oleh mikrobia pathogen Thielaviopsis sp.
2. Susut Bobot
Berdasarkan grafik Gambar 14, secara umum nilai susut bobot salak pondoh selama penyimpanan baik pada kondisi penyimpanan suhu
10 C maupun suhu 22
C mengalami peningkatan. Semakin tinggi nilai susut bobot salak pondoh maka kehilangan bobot akan semakin tinggi sehingga
bobot salak pondoh akan berkurang. Peningkatan susut bobot yang terjadi pada penyimpanan suhu 10
C tidak setajam pada suhu 22 C. Penyimpanan
pada suhu rendah menyebabkan aktivitas metabolisme menjadi berkurang dan perubahan kimia berlangsung lebih lambat, selain itu kelembaban udara
relative RH yang lebih tinggi pada suhu 10 C yaitu 87-88 berperan
dalam menekan terjadinya susut bobot. Menurut Ryall dan Lipton 1983 bahwa kehilangan air transpirasi pada buah dan sayuran akan lebih rendah
pada lingkungan dengan RH tinggi, dan sebaliknya pada RH rendah dengan suhu yang sama, sehingga faktor kelembaban udara ruangan juga berperan
dalam terjadinya susut bobot.
a
b
Keterangan : K1C1F0 :Kappa-karagenan 1,05; CMC 0,15 Aplikasi hari ke-0
K1C2F0 :Kappa-karagenan 1,05; CMC 0,20 Aplikasi hari ke-0 K1C1F1 :Kappa-karagenan 1,05; CMC 0,15 Aplikasi hari ke-1
K1C2F1 :Kappa-karagenan 1,05; CMC 0,20 Aplikasi hari ke-1 K1C1F2 :Kappa-karagenan 1,05; CMC 0,15 Aplikasi hari ke-2
K1C2F2 :Kappa-karagenan 1,05; CMC 0,20 Aplikasi hari ke-2 K1C1F3 :Kappa-karagenan 1,05; CMC 0,15 Aplikasi hari ke-3
K1C2F3 :Kappa-karagenan 1,05; CMC 0,20 Aplikasi hari ke-3
Gambar 14. Grafik Perubahan Susut Bobot Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Suhu 10
C a dan Suhu 22 C b
Analisa ragam Lampiran 17b menunjukkan bahwa perlakuan formula, suhu dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan
pengaruh nyata terhadap susut bobot salak pondoh pada penyimpanan hari ke-3 dan hari ke-6. Peningkatan susut bobot pada suhu 22
C lebih tinggi daripada suhu 10
C. Uji lanjut Duncan yang dilakukan pada taraf nyata 5 Lampiran 17b menunjukkan bahwa perlakuan K1C1F0 kappa-karagenan
1,05, CMC 0,15 dan aplikasi pada hari ke-0 dan K1C1F1 kappa- karagenan 1,05, CMC 0,15 dan aplikasi pada hari ke-1 berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya pada penyimpanan suhu 22 C. Adanya lapisan
coating yang berfungsi sebagai barier terhadap CO
2
, O
2
dan air menyebabkan respirasi dan transpirasi dapat ditekan.
Peningkatan susut bobot pada buah salak pondoh disebabkan oleh adanya transpirasi dan respirasi. Respirasi terjadi dengan reaksi berikut :
C
6
H
12
O
6
+ 6O
2
6CO
2
+ 6H
2
O + Energi Proses transpirasi dan respirasi menyebabkan berkurangnya
kandungan air dalam buah. Proses transpirasi merupakan kehilangan air karena evaporasi. Evaporasi tinggi karena adanya perbedaan tekanan air
diluar dan didalam salak pondoh. Tekanan air didalam bahan lebih tinggi dibanding diluar bahan sehingga uap air akan keluar dari bahan. Pada
respirasi terjadi pembakaran gula atau substrat yang menghasilkan gas CO
2
, air dan energi. Air, gas dan energi yang dihasilkan pada proses respirasi
akan mengalami penguapan sehingga buah akan mengalami penyusutan bobot Wills 1981.
Peningkatan susut bobot terbesar pada penyimpanan hari ke-3 sampai hari ke-9 suhu 10
C terjadi pada perlakuan K1C1F3 kappa- karagenan 1,05, CMC 0,15 dan aplikasi pada hari ke-3 dan K1C2F3
kappa-karagenan 1,05, CMC 0,20 dan aplikasi pada hari ke-3 yaitu berkisar antara 0,53-1,95. Hal ini dimungkinkan formula edible coating
yang digunakan sudah mengalami kerusakan dan terkontaminasi selama penyimpanan formula sebelum diaplikasikan pada buah salak pondoh.
Rusaknya coating menyebabkan berkurangnya kemampuannya sebagai barier terhadap gas CO
2
dan O
2
sehingga susut bobot salak pondoh tinggi. Perlakuan K1C1F0 kappa-karagenan 1,05, CMC 0,15 dan aplikasi pada
hari ke-0, K1C2F0 kappa-karagenan 1,05, CMC 0,20 dan aplikasi pada hari ke-0, K1C1F1 kappa-karagenan 1,05, CMC 0,15 dan
aplikasi pada hari ke-1 dan K1C2F1 kappa-karagenan 1,05, CMC 0,20 dan aplikasi pada hari ke-1 mampu memperkecil susut bobot daripada
kontrol tanpa pelapis pada penyimpanan hari ke-12 suhu 10 C. Begitu
juga dengan penyimpanan pada hari ke-6 suhu 22 C, peningkatan susut
bobot terbesar tejadi pada kontrol. Tidak adanya lapisan coating pada kontrol yang berfungsi sebagai barier terhadap CO
2
, O
2
dan air menyebabkan CO
2
, O
2
dan air yang keluarmasuk bahan tinggi sehingga
respirasi meningkat dan kehilangan air tinggi. Persen susut bobot tertinggi terdapat pada perlakuan K1C1F0 sebesar 2,56 dan terendah pada
perlakuan K1C1F1 sebesar 2,15 pada penyimpanan hari ke-15 suhu 10
C, sedangkan pada penyimpanan hari ke-9 suhu 22 C persen susut
bobot tertinggi juga terdapat pada perlakuan K1C1F0 sebesar 16,41 dan terendah juga pada perlakuan K1C1F1 sebesar 14,04.
3. Kekerasan