Hubungan Iklim Organisasi, Kepuasan Kerja dan Komitmen

signifikan terhadap iklim organisasi. Adapun variabel profil demografi yang dipakai adalah gender, umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, departemen, gaji, posisi, masa kerja. Chen 2005 dalam disertasinya yang berjudul “Factors Affecting Job Satisfaction of Public Sector Employees in Taiwan” dimana penelitian membandingkan berbagai macam faktor demografi dari karyawan pemerintahan publik di Taiwan yang dikaitkan dengan tingkat kepuasan kerja dan motivasi. Penelitian ini menggunakan Minnesota Satisfaction Quesionnaires MSQ short form untuk mengukur kepuasan kerja. Hasil penelitian yang mendukung hipotesa adalah umur, masa jabatan pada pekerjaan, posisi pekerjaan merupakan hal yang membedakan tingkat kepuasan kerja. Sedangkan untuk dugaan bahwa gender juga akan berpengaruh kuat pada tingkat kepuasan tidak mendukung hipotesa, justru menunjukkan bahwa perbedaan gender tidak memiliki pengaruh yang kuat. Crespell 2007 dalam disertasinya tentang iklim organisasi yang berjudul “Organizational Climate, Innovativeness, and Firm Performance: Insearch of a conceptual Framework” bahwa iklim organisasi memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap inovasi dan kinerja perusahaan. Inovasi adalah elemen inti dari strategi perusahaan dan iklim organisasi membantu perkembangan untuk mempengaruhi inovasi yang positif dari inovasi dan kinerja dari perusahaan. Iklim organisasi untuk inovasi dikarakteristikkan oleh otonomi pada tingkat yang tinggi dan dorongan, tim yang kohesi, terbuka untuk perubahan dan pengambilan resiko, pekerjaan yang menarik, dan tersedia sumber yang cukup. Lindberk 2004 dalam disertasinya “ A Study of The Relationship Between Leadership Styles and Organizational Climate and The Impact of Organizational Climate on Businness Results” dimana ada dua hal yang diuji yakni pertama menguji hubungan antara gaya kepemimpinan dan iklim organisasi. Kedua menguji iklim organisasi dengan hasil bisnis. Penelitian ini dilakukan untuk pimpinan pada level utama pada perusahaan asuransi. Analisis dilakukan dengan menggunakan korelasi dan regresi berganda dimana dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan antara gaya kepemimpinan dan beberapa dimensi iklim organisasi. Khususnya gaya kepemimpinan yang berfokus pada hubungan yang berhubungan dengan dimensi iklim organisasi. Semua dimensi iklim organisasi berhubungan dengan gaya kepemimpinan kecuali komitmen. Tidak ada perbedaan gaya kepemimpinan dan iklim organisasi berdasarkan gender, tahun menjabat, atau sejumlah laporan. Dari 4 empat penelitian dilakukan pada perusahaan bisnis diatas terhadap variabel iklim organisasi, kepuasan dan komitmen dapat disimpulkan bahwa; 1. Dengan metode stepwise regression dan SEM Lisrel hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim organisasi memiliki hubungan yang kuat terhadap kepuasan kerja serta komitmen organisasi. Semua dimensi iklim organisasi berhubungan dengan gaya kepemimpinan kecuali komitmen. 2. Profil demografi tidak signifikan terhadap iklim organisasi. 3. Secara umum bahwa profil demografi menunjukkan pengaruh yang kuat terhadap kepuasan kerja. Penelitian pada perusahaan non bisnis khususnya pada pendidikan tinggi mengenai ketiga variabel ini dilakukan Seniati 2006 yang meneliti pengaruh masa kerja, trait kepribadian, kepuasan kerja dan iklim psikologi terhadap komitmen dosen pada Universitas Indonesia. Dengan menggunakan SIMPLIS atau Simple Lisrel diperoleh hasil 1 model teoritik yang terdiri dari masa kerja, trait kepribadian, kepuasan kerja, dan iklim psikologis sesuai fit untuk menjelaskan komitmen dosen pada universitas 2 Masa kerja berpengaruh langsung yang positif dan bermakna terhadap komitmen dosen pada universitas 3 Ada pengaruh yang positif dan bermakna dari kepuasan kerja terhadap komitmen dosen pada universitas. Arabaci 2010 yang menguji persepsi staf akademik dan administrasi tentang iklim organisasi pada Fakultas Pendidikan Universitas Firat menunjukkan hasil bahwa staf akademik lebih memiliki persepsi yang positif terhadap iklim organisasinya dibandingkan dengan staf administrasi. Penemuan lain yang didapat dari penelitian ini bahwa wanita dan staf senior memiliki persepsi positif terhadap iklim organisasi dibandingkan dengan pria dan staf junior. Adenike 2011 juga meneliti iklim organisasi sebagai prediksi kepuasan kerja dari staf akademik Universitas Swasta Nigeria. Hasil dianalisis dengan SEM Amos 18.0 menunjukkan bahwa variabel iklim organisasi dan kepuasan kerja mempunyai hubungan positif yang signifikan. Penelitian Gul 2008 yang mengukur 5 dimensi iklim organisasi yakni rule and discipline, democracy, social and culture factors, organizational image dan organizational goals pada Fakultas Teknologi Pendidikan Universitas Kocaeli, Turki menunjukkan bahwa 5 dimensi terdapat perbedaan signifikan antara akademisi yang berada pada jabatan manajemen dan yang bukan pada jabatan manajemen. Dari empat penelitian pada perguruan tinggi diatas dapat disimpulkan bahwa; 1. Pada penelitian di perguruan tinggi variabel iklim organisasi dan kepuasan kerja juga menunjukkan hubungan positif yang signifikan. 2. Masa kerja berpengaruh langsung positif artinya semakin lama karyawan bekerja maka semakin tinggi komitmen pada perguruan tinggi. 3. Staf akademik lebih memiliki persepsi yang positif terhadap iklim organisasinya dibandingkan dengan staf administrasi. 4. Pada perguruan tinggi wanita dan staf senior memiliki persepsi positif terhadap iklim organisasi dibandingkan dengan pria dan staf junior. 5. Ada perbedaan signifikan antara akademisi yang berada pada jabatan manajemen dan yang bukan pada jabatan manajemen mengenai iklim organisasi. Jurnal dari Natarajan 2011 yang berjudul” Relationship of Organizational Commitment with Job Satisfaction” ditemukan bahwa komitmen afektif merupakan prediktor yang kuat untuk menghitung varians intrinsik, ekstrinsik dan total kepuasan kerja. Lebih lanjut komitmen dihitung untuk beberapa varians pada kasus ekstrinsik dan total kepuasan. Oleh karena disimpulkan bahwa karyawan ditunjukkan tingkat komitmen normatif yang tinggi akan memiliki kepuasan kerja intrinsik dan komitmen continuance yang tinggi ditunjukkan oleh ekstrinsik dan total kepuasan kerja. Reichers 1985 pada jurnalnya yang berjudul “A Review and Reconceptualition of Organizational Commitment” mengemukakan bahwa pengalaman karyawan menimbulkan perbedaan komitmen yang merupakan tujuan dan nilai grup. Disertasi Nayak 2002 yang berjudul Job Satisfaction and Organizational Commitment as Factors of Turnover Intention of IRS Procurement Employees, penelitian ini bertujuan menilai kepuasan kerja karyawan serta menilai 4 item dari komitmen affectiv. Penelitian menguji kepuasan kerja dan komitmen organisasi sebagai faktor tujuan pengantian karyawan IRS Procurement. Pengaruh dari ras, gender dan umur dalam kepuasan dan komitmen diuji dalam penelitian ini. Hasil penelitian ditemukan bahwa tujuan pengantian karyawan IRS Procurement tidak berhubungan signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen karyawan. Begitu juga karyawan pria dan wanita di organisasi IRS Procurement tidak mengalami perbedaan tingkat signifikan kepuasan kerja dan komitmen. Lebih lanjut, dibuktikan bahwa bangsa kulit putih dan bukan bangsa kulit putih di organisasi IRS Procurement tidak mengalami perbedaan tingkat signifikan kepuasan kerja dan komitmen. Penelitian mengenai kepuasan dan komitmen diatas dapat disimpulkan bahwa; 1. Komitmen afektif merupakan prediktor yang kuat untuk menghitung total kepuasan kerja. Sedangkan pengalaman karyawan menimbulkan perbedaan komitmen setiap karyawan. 2. Kepuasan kerja dan komitmen karyawan tidak berhubungan signifikan terhadap pergantian karyawan. Pada tesis Sunarsih 2010 menemukan bahwa adanya hubungan budaya organisasi dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi staf administrasi UT. Temuan ini menunjukkan bahwa semakin adaptif budaya organisasi dan semakin baik kepuasan kerja, maka semakin tinggi komitmen organisasi. Konsep budaya dan iklim organisasi mempunyai pengertian yang berbeda walaupun keduanya saling berhubungan. Budaya organisasi berakar pada nilai-nilai, norma, kepercayaan, dan asumsi organisasi. Budaya organisasi dapat berkembang dan berubah namun relatif tetap. Mengubah budaya organisasi memerlukan sumber daya yang besar dan waktu yang lama. Budaya organisasi secara langsung dapat mempengaruhi perilaku anggota organisasi. Iklim organisasi melukiskan lingkungan internal organisasi dan berakar pada budaya organisasi. Jika budaya organisasi relatif tetap dalam jangka panjang, iklim organisasi bersifat relatif sementara dan dapat berubah dengan cepat. Umumnya iklim organisasi dengan mudah dapat dikontrol oleh pemimpin atau manajer. Iklim organisasi merupakan persepsi anggota organisasi mengenai dimensi-dimensi iklim organisasi. Iklim organisasi mempengaruhi perilaku anggota organisasi yang kemudian mempengaruhi kinerja mereka serta kinerja organisasi. Jika penerapan budaya organisasi dapat mempengaruhi perilaku organisasi secara positif, maka pengaruh iklim organisasi terhadap perilaku organisasi dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif. Denison 1996 mengemukan telaah pendapat para pakar mengenai kedua konsep diatas. Berdasarkan telaah literatur, dia mengemukakan perbedaan antara budaya organisasi dan iklim organisasi antara kedua konsep tersebut. Adapun perbandingan antara budaya dan iklim organisasi menurut Denison 1996 terdapat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Perbandingan budaya dan iklim organisasi No. Perbedaan Budaya Organisasi Iklim Organisasi 1. Epitemologi Kontekstual dan ideografis Komparatif dan nomotetik 2. Sudut pandang Emik sudut pandang anggota organisasi Etik sudut pandang peneliti 3. Metodologi Observasi lapangan kualitatif Data survei kuantitatif 4. Level analisa Berdasarkan nilai-nilai dan asumsi Manifetasi level permukaan organisasi 5. Orientasi waktu Evolusi historis Jepretan ahistorikal 6. Fondasi teoritis Konstruksi, teori kritis Teori lapangan Lewinian 7. Bidang ilmu dasar Sosiologi dan antropologi Psikologi Sumber: Denison 1996 Pada awalnya, penelitian budaya organisasi hanya menggunakan metode kualitatif atau naturalistis. Dimana penelitian budaya organisasi merupakan penelitian mengenai proses sejarah tumbuhnya nilai-nilai, asumsi, dan kepercayaan organisasi. Akan tetapi perkembangan selanjutnya penelitian budaya organisasi menggunakan metode kuantitatif, yaitu memfoto keadaan budaya organisasi dalam waktu tertentu. Sebaliknya, penelitian iklim organisasi yang pada awalnya hanya menggunakan metode kuantitatif yaitu memotret persepsi anggota organisasi mengenai lingkungannya namun para peneliti iklim organisasi kemudian juga menggunakan metode kualitatif. Jadi sekarang telah terjadi pergeseran penggunaan metodologi dalam meneliti kedua konsep diatas. Stringer 2002 menyatakan bahwa budaya dan iklim organisasi merupakan dua hal yang berbeda. Budaya menekankan diri pada asumsi-asumsi tidak diucapkan yang mendasari organisasi, sedangkan iklim organisasi berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat dinilai, terutama yang memunculkan motivasi, sehingga mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja anggota organisasi. Menurut Stringer 2002 budaya organisasi mempunyai banyak variabel sehingga terlalu besar untuk dikelola secara normal. Konsekuensinya adalah perilaku dari budaya organisasi lebih nyata daripada budaya organisasi sendiri. Mengubah budaya organisasi lebih sulit daripada mengubah perilaku anggota organisasinya. Iklim organisasi lebih mudah diakses dan diukur ketika mengubah perilaku di tempat kerja. Oleh karena itu, untuk mengubah budaya organisasi dapat dimulai dengan mengubah iklim organisasi. Berdasarkan telaah literatur diatas dapat menjawab pertanyaan mengapa dalam penelitian ini, iklim organisasi yang menjadi variabel utama penelitian bukan budaya organisasi. Salah satu hal yang dipertimbangkan adalah budaya organisasi memiliki banyak dimensi dan adanya keterbatasan peneliti menguasai dimensi tersebut sedangkan iklim organisasi memiliki dimensi yang lebih sedikit dan mudah diukur.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3. 1 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan kajian pustaka yang telah diuraikan di atas maka dipilih 3 tiga variabel dalam penelitian ini. 1. Variabel iklim organisasi Variabel ini dipilih karena merupakan variabel kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi, mempengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi. 2. Variabel kepuasan kerja Variabel ini sangat menarik untuk diteliti karena dengan tercapainya kepuasan kerja akan tercipta suatu kondisi yang saling menguntungkan bagi perusahaan, sebab karyawan akan menyukai pekerjaannya dan berperilaku baik sesuai tuntutan kerjanya, sedangkan bagi karyawan sendiri kebutuhannya terpenuhi. Dengan demikian bahwa kepuasan kerja adalah suatu kondisi mental seseorang mengenai suka atau tidak suka terhadap pekerjaannya yang dipengaruhi oleh persepsi dan harapannya terhadap pekerjannya dan dengan demikian akan mempengaruhi perilaku kerjanya. 3. Variabel komitmen organisasi Variabel ini merupakan salah satu tingkah laku dalam organisasi yang banyak dibicarakan dan diteliti, baik sebagai variabel terikat, variabel bebas, maupun variabel mediator. Hal ini antara lain dikarenakan organisasi membutuhkan karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi agar organisasi dapat terus bertahan serta meningkatkan jasa dan produk yang dihasilkannya. Konsep yang dipakai untuk menjelaskan ketiga variabel diatas adalah; 1. Konsep variabel iklim organisasi. Konsep variabel iklim organisasi dalam penelitian ini menggunakan konsep teori Litwin dan Stringer 1968. Konsep ini dipilih karena Stringer 2002 berpendapat bahwa karakteristik atau dimensi iklim organisasi mempengaruhi motivasi anggota organisasi untuk berperilaku tertentu. Oleh karena itu, iklim organisasi dapat dilukiskan dan diukur dalam pengertian dimensi tersebut. Stringer mengatakan bahwa untuk mengukur iklim organisasi terdapat enam dimensi yang diperlukan yakni struktur, standar, tanggungjawab, pengakuan, dukungan dan komitmen. Dengan mengukur keenam dimensi dari iklim organisasi suatu perusahaan, dapat digambarkan profil iklim organisasi perusahaan tersebut. Jadi teori Litwin dan Stringer 1968 hanya dengan enam dimensi iklim organisasi dapat diukur dibandingan dengan teori lain yang memiliki banyak dimensi. Kuesioner yang dipakai adalah OCQ Organizational Climate Quesionnaire dari Litwin dan Stringer. Instrumen ini terdiri dari 6 dimensi. Masing-masing dimensi memiliki 4 item pertanyaan dengan skala likert 1-5. Adapun kuesioner yang telah diadopsi dan dimodifikasi terdapat pada Lampiran 1. 2. Konsep variabel kepuasan kerja Konsep variabel kepuasan kerja yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan teori Weiss et al. 1967 yang dituangkan dalam MSQ. Pertimbangan menggunakan MSQ karena MSQ didesain untuk mengukur kepuasan karyawan sehubungan dengan pekerjaannya serta mengukur berbagai aspek pekerjaan. Adapun keuntungan MSQ karena mudah digunakan, mudah dimengerti, valid dan reliabel, dapat dipakai setiap organisasi, dapat dipakai manajer, supervisor, dan karyawan. Ada 3 bentuk MSQ yang disediakan yakni dua bentuk panjang versi 1977 dan versi 1967 dan sebuah bentuk pendek. MSQ menyediakan informasi yang lebih spesifik pada aspek pekerjaan yang menjadi sebuah penghargaan individu lebih dari ukuran umum kepuasan. Instrumen ini terdiri dari versi 1967 bentuk panjang memiliki 100 item pertanyaan. 100 pertanyaan mewakili 20 dimensi dengan 5 pertanyaan setiap dimensi. Dalam penelitian ini hanya mengambil 5 dimensi saja untuk mengukur kepuasan kerja karena keterbatasan peneliti dalam menguasai 20 dimensi serta berdampak pada banyaknya pertanyaan yang akan ditanyakan kepada responden. Adapun 5 dimensi tersebut adalah pembayaran, promosi, prestasi, kemampuan atasan dan lingkungan kerja.