Menyusun Life Table Pendidikan di Kabupaten Sintang.

tentang penyebab maupun faktor perubahan status, diharapkan tidak salah dalam membuat kesimpulan. Dari data yang diperoleh, kemudian dicari peluang siswa yang naik kelas atau lulus, tidak naik kelas atau tidak lulus dan peluang siswa yang keluar drop out disetiap kelas dan tahun pelajarannya baik menurut sistem periodik maupun sistem kohort. Sebagai contoh, untuk mencari peluang siswa naik kelas x, diperoleh dengan membandingkan jumlah siswa yang berhasil naik kelas x+1 dengan jumlah siswa di kelas x. Begitu pula cara yang dilakukan dalam menghitung peluang siswa yang tidak naik kelas atau tidak lulus dan peluang siswa yang keluar atau putus sekolah drop out. Perhitungan peluang siswa dapat dibedakan dengan sistem periodik dan sistem kohort. Peluang pada sistem periodik diperoleh dari perbandingan jumlah siswa pada kelas tertentu dengan jumlah siswa pada kelas sebelumnya, dalam periode tertentu misalnya satu tahun pelajaran. Sedangkan peluang pada sistem kohort diperoleh dengan membandingkan jumlah siswa pada kelas tertentu dengan jumlah siswa pada kelas sebelumnya antar tahun pelajaran berdasarkan riwayat pendidikan dari kelas I SD hingga kelas XII SMA dan dari tahun 1999-2010. Dari hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan apakah terdapat persamaan antara sistem periodik dengan sistem kohort. Peluang siswa naik kelas atau dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang selanjutnya menurut sistem periodik ditunjukkan Gambar 6. Gambar 6 Peluang siswa dapat melanjutkan kejenjang selanjutnya. 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 I II III IV V VI VII VIII IX X XI P el u a n g Kelas tahun 1999 tahun 2000 tahun 2001 tahun 2002 tahun 2003 tahun 2004 tahun 2005 tahun 2006 tahun 2007 tahun 2008 tahun 2009 Dari Gambar 6, secara global memiliki kecenderungan yang sama yaitu dari kelas I –VI, kelas VII-IX, dan kelas X-XI cenderung naik, namun untuk kelas VI dan kelas IX peluang untuk melanjutkan kejenjang selanjutnya cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa banyak tamatan SD yang tidak melanjutkan atau tertampung ke SMP, begitu pula untuk sekolah menengah atas SMAMASMK. Salah satu faktor penyebabnya adalah biaya pendidikan, khususnya dari tingkat SMP ke tingkat SMA dari pendidikan bersubsidi BOS ke pendidikan berbiaya. Peluang siswa tidak naik kelas atau tidak lulus ujian nasional secara global dijelaskan pada Gambar 7. Gambar 7 Peluang siswa tidak dapat melanjutkan kejenjang selanjutnya. Berdasarkan Gambar 7, jelas bahwa peluang siswa tidak naik atau tidak lulus rata-rata masih dibawah 1. Peluang tertinggi pada kelas IX SMP dan kelas XII SMA pada tahun 1999-2003 cenderung tinggi, hal ini disebabkan pada tahun – tahun tersebut hanya ada sekali ujian nasional. Sedangkan kecenderungan setelah tahun 2002 lebih rendah dikarenakan terdapat kebijakan pemerintah dengan adanya ujian ulang dan sistem Ujian Paket BC, sehingga dapat menekan peluang siswa untuk tidak lulus. Hal ini akan berbanding lurus dengan peluang siswa yang mengulang baik tidak naik atau tidak lulus, semakin besar siswa tidak naik atau tidak lulus maka semakin besar pula peluang siswa untuk mengulang, walaupun dilapangan terdapat siswa yang tidak melanjutkan lagi drop out jumlahnya sangat kecil Gambar 8. - 0,020 0,040 0,060 0,080 0,100 0,120 0,140 0,160 0,180 0,200 I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII P el ua n g Kelas tahun 1999 tahun 2000 tahun 2001 tahun 2002 tahun 2003 tahun 2004 tahun 2005 tahun 2006 tahun 2007 tahun 2008 tahun 2009 tahun 2010 Gambar 8 Peluang siswa mengulang di Kabupaten Sintang dari tahun 1999-2010. Peluang siswa keluar atau putus sekolah drop out di kabupaten Sintang sebagaimana tergambar pada Gambar 9. Gambar 9 Peluang siswa keluar atau putus sekolah drop out di Kabupaten Sintang dari tahun 1999-2010. Berdasarkan Gambar 9, peluang siswa tidak dapat melanjutkan pendidikannya atau putus sekolah drop out cenderung naik di usia produktif, yaitu dari kelas IV SD ke atas, hal ini disebabkan setelah siswa sudah mampu bekerja maka cenderung untuk tidak melanjutkan tinggi khususnya di daerah pedalaman . Kecenderungan menurunnya peluang siswa untuk berhenti sekolah terjadi setelah tahun 2002, dengan adanya program pemerintah pengalihan subsidi BBM untuk siswa miskin dan Bantuan Operasional Siswa BOS sehingga dapat - 0,0200 0,0400 0,0600 0,0800 0,1000 0,1200 0,1400 0,1600 0,1800 I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII P el u a n g Kelas tahun 1999 tahun 2000 tahun 2001 tahun 2002 tahun 2003 tahun 2004 tahun 2005 tahun 2006 tahun 2007 tahun 2008 tahun 2009 tahun 2010 - 0,0100 0,0200 0,0300 0,0400 0,0500 0,0600 0,0700 0,0800 0,0900 I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII P el u a n g Kelas tahun 1999 tahun 2000 tahun 2001 tahun 2002 tahun 2003 tahun 2004 tahun 2005 tahun 2006 tahun 2007 tahun 2008 tahun 2009 tahun 2010 menekan angka putus sekolah terutama pada jenjang SD dan SMP. Faktor lain yang mempengaruhi tingginya angka putus sekolah adalah dampak buruk dari kemajuan teknologi terhadap remaja khususnya di jenjang sekolah menengah, banyak ditemukan kasus berhenti sekolah karena terpaksa menikah. Grafik 10 Peluang siswa keluar di Kabupaten Sintang dari tahun 1999-2010. Gambar 10 menunjukkan peluang mutasi keluar Kabupaten Sintang juga adanya data yang tidak tercatat, hal ini peneliti lakukan karena tidak rutinnya laporan dari dari sekolah, sehingga jika disusun menurut kohort maka tidak akan cocok dengan data kabupaten. Peluang mutasi siswa yang signifikan besar terjadi pada tahun 2003 dan 2004, penyebab utamanya adalah setelah terbentuknya pemekaran kabupaten Melawi pada tahun 2003 juga banyak tutupnya perusahaan bidang HPHH menyebabkan siswa mengikuti kepindahan orang tuanya keluar dari Kabupaten Sintang. Hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun life table menurut Brown 1997 adalah kohort. Melalui kohort akan tampak berapa banyak siswa yang dapat melanjutkan pendidikannya dalam satu radix tertentu. Untuk memperoleh data dalam satu kohort tentunya akan memakan waktu yang cukup lama dan untuk mendapatkan data yang lengkap bukanlah hal yang mudah, oleh sebab itu dalam penelitian juga akan disusun life table periodik, kemudian dibandingkan apakah life table periodik dapat mewakili life table kohort. Hasil penelusuran data periodik dan data kohort dapat dibandingkan peluang siswa naik kelas atau dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang selanjutnya - 0,050000 0,100000 0,150000 0,200000 0,250000 0,300000 0,350000 0,400000 0,450000 0,500000 I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII P el ua n g Kelas tahun 1999 tahun 2000 tahun 2001 tahun 2002 tahun 2003 tahun 2004 tahun 2005 tahun 2006 tahun 2007 tahun 2008 tahun 2009 tahun 2010 dengan enrollment yang sama tahun 1999 perbedaanya tampak sebagaimana pada Gambar 11. Gambar 11 Perbandingan peluang siswa dapat melanjutkan studinya menurut kohort tahun 1999 dan data periodik tahun 1999. Bedasarkan Gambar 11, peluang siswa naik kelas atau melanjutkan antara kohort dan periodik pada kelas VI dan kelas IX memiliki kecenderungan yang sama yaitu menurun dari kelas sebelumnya, kemudian naik ke kelas selanjutnya, namun untuk kelas lainya justru saling bertolak belakang antara kenaikan dan penurunan antara data kohort dengan data periodik. Begitu pula untuk data rata- rata data periodik dengan data kohort, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 12. Gambar 12 Perbandingan peluang siswa dapat melanjutkan kejenjang selanjutnya antara kohort tahun 1999 dan data rata-rata periodik. Dengan demikian data periodik tidak persis sama dengan kondisi sebenarnya data hohort. Jika data masing-masing data kohort dibandingkan maka akan diperoleh gambaran sebagaimana pada Gambar 13. 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 I II III IV V VI VII VIII IX X XI P el ua n g Kelas kohort periodik tahun 1999 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 I II III IV V VI VII VIII IX X XI P el ua g Kelas kohort rata-rata periodik Gambar 13 Perbandingan siswa melanjutkan antara data kohort tahun 1997, 1998, dan 1999. Jika dibandingkan antara data kohort tahun 1999 dengan kohort tahun 1998 dan tahun 1997, maka peluang siswa yang melanjutkan hanya dapat dilihat dari kelas III sampai XI, hal ini disebabkan untuk data siswa kelas I dan II pada tahun 1997 dan 1998 tidak dapat ditelusuri. Berdasarkan Gambar 13, walaupun besar peluang berbeda-beda pada setiap kelas namun memiliki kecenderungan yang sama antara kenaikan dan penurunannya. Untuk perbandingan antara data kohort tahun 1999 dengan kohort tahun selanjutnya cenderung memiliki kecenderungan yang sama, walaupun untuk tahun selanjutnya tidak dapat dilihat satu kohort penuh dari kelas I sampai kelas XII, sebagaimana dijelaskan pada Gambar 14. Gambar 14 Perbandingan siswa melanjutkan antara kohort tahun 1999 dengan data setelah kohort tahun 1999. 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 III IV V VI VII VIII IX X XI P e lu a n g Kelas tahun 1997 tahun 1998 tahun 1999 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 I II III IV V VI VII VIII IX X XI P el ua n g Kelas tahun 1999 tahun 2000 tahun 2001 tahun 2002 tahun 2003 tahun 2004 tahun 2005 tahun 2006 tahun 2007 Jika data kohort dirata-ratakan kemudian dibandingkan dengan data kohort tahun 1999, maka pola yang terjadi yakni setelah kelas II selalu memiliki kecenderungan yang sama walaupun dengan peluang yang berbeda Gambar 15. Gambar 15 Perbandingan antara kohort tahun 1999 dengan rata-rata kohort. 3.4.2 Life Table Pendidikan di Kabupaten Sintang Dalam bidang pendidikan jumlah peserta didik cukup dinamis dan menarik untuk diamati dalam suatu waktu. Hal ini karena pengaruh dari masuk input, naik kelas atau lulus, tidak naik kelas atau mengulang, keluar atau putus sekolah drop out, hal ini tidak dapat dijelaskan pada life table unistate, sehingga mempunyai karakteristik tersendiri dalam demografi. Berdasarkan data yang diperoleh dikelompokkan menjadi tiga state yaitu: state aktif a untuk naik kelas atau lulus, state mengulang m untuk tidak naik kelas atau tidak lulus, dan state keluar k untuk berhenti atau pindah keluar kabupaten Sintang. Hal ini sangatlah penting sebagai acauan dalam penyusunan MSLT. Perubahan state ini diperlihatkan dengan adanya data transisi dari state ke state yang dialami oleh individu berdasarkan kelas dan waktu. Siswa yang berhasil naik kelas atau lulus ia akan pindah state berikutnya namun siswa tidak naik kelas atau tidak lulus maka ia dapat mengulang di state yang sama, namun dalam waktu yang berbeda. Berbeda dengan siswa yang pindah keluar atau berhenti drop out, maka ia masuk pada state terserap dan tidak akan kembali, walaupun terjadi namun jumlahnya sangat kecil. 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 I II III IV V VI VII VIII IX X XI P el ua n g Kelas kohort rata-rata kohort Peluang transisi dalam life table pendidikan ini, didasarkan atas tiga state yaitu: state aktif a, state mengulang m, dan state keluar k. Dari ketiga state tersebut peluang transisi yang terjadi dibatasi sebagai berikut: transisi dari state a ke state a, transisi dari state a ke state m, transisi dari state a ke state k, transisi dari state m ke state a, transisi dari state m ke state m, transisi dari state m ke state k dan state k sebagai state penyerap. Untuk mengamati perjalanan hidup individu yang selalu berubah status sangatlah sulit, terutama mengamati perjalanan pendidikan siswa akan memakan waktu yang panjang. Dalam penelitian ini untuk menentapkan siswa naik, tidak naik, mengulang, pindah atau berhenti dilakukan dengan asumsi, dari siswa pengulang adalah tetap dan tidak ada siswa pindahan dari luar Kabupaten Sintang. Dari data yang diperoleh, ditetapkan peluang siswa pengulang menjadi naik kelas, tidak naik dan keluar atau berhenti masing-masing adalah 0,73212, 0,13023 dan 0,13765. Angka ini diperoleh dari rata-rata kecenderungan ujian akhir SD, SMP dan SMA yang terjadi di Kabupaten Sintang. Sedangkan untuk mengetahui peluang dari siswa asal, diperoleh dari komplemen peluang siswa pengulang. Berdasarkan pengertian life table, dalam pendidikan akan diterangkan riwayat pendidikan dari mulai masuk sekolah hingga menamatkan pendidikanya, sehingga life table kohort dianggap paling ideal. Namun untuk memperoleh data yang kohort sangatlah sulit dan makan waktu yang lama, oleh sebab itu dalam penelitian ini selain disusun life table kohort lengkap dari tahun 1999-2010, juga disusun life table periodik setiap tahun, sebagai contoh disajikan life table periodik tahun 1999 dan life table periodik tahun 2010 Lampiran 6, Lampiran 7, dan Lampiran 8. Dari ketiga life table tersebut kemudian dibandingkan, apakah life table periodik dapat mendekati life table kohort, sebagaimana dijelaskan pada Gambar 16. Jumlah siswa Peluang lanjut Peluang tidak naik atau tidak lulus Peluang keluar atau DO Gambar 16 Perbandingan jumlah siswa yang naik kelas, tidak naik kelas, dan keluar, antara kohort dengan periodik. Berdasarkan Gambar 16, menurut jumlah siswa pada masing-masing kelas, peluang melanjutkan dan peluang keluar atau berhenti cenderung memiliki kecenderungan yang sama. Kecuali pada life table periodik 2010 setelah kelas III jumlah siswa yang tidak naik atau keluar lebih sedikit jika dibandingkan pada life table kohort dan life table periodik 1999. Untuk kasus peluang siswa yang tidak naik kelas atau tidak lulus, pada life table periodik tahun 2010 dan life table kohort memiliki kecenderungan yang sama, sedangkan untuk life table periodik 1999 memiliki kecenderungan yang bertolak belakang, terutama pada jenjang pendidikan menengah. Jika life table periodik tahunan dirata-ratakan kemudian dibandingkan dengan life table kohort, maka hasilnya tampak pada Gambar 17. Dari hasil perbandingan jumlah siswa, peluang melanjutkan, peluang keluar dan harapan antara, ternyata life table periodik tahun 1999 yang inputnya sama dengan life - 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII J u m la h S is iw a Kelas Kohort Periodik 99 Periodik 10 - 0,20000 0,40000 0,60000 0,80000 1,00000 1,20000 I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII P el u a n g Kelas Kohort Periodik 99 Periodik 10 - 0,02000 0,04000 0,06000 0,08000 0,10000 0,12000 0,14000 0,16000 I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII P el u a n g Kelas Kohort Peiodik 99 Period 10 - 0,05000 0,10000 0,15000 0,20000 0,25000 0,30000 0,35000 0,40000 I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII P el u a n g Kelas Kohort Peiodik 99 Period 10 table kohort mempunyai perbedaan terutama pada siswa yang keluar atau berhenti. Jumlah siswa Peluang melanjutkan Peluang keluar atau berhenti Harapan sekolah Gambar 17 Perbandingan jumlah siswa, peluang melanjutkan, peluang keluar, dan harapan sekolahnya, antara kohort dan rata-rata periodik. Jika dibandingkan jumlah siswa, peluang melanjutkan, peluang keluar atau berhenti, dan harapan sekolahnya antara life table kohort dengan life table rata- rata periodik, maka cenderung memiliki trend yang tidak jauh berbeda. Dengan demikian life table rata-rata periodik dapat mendekati life table kohort . Dari Gambar 16 dan Gambar 17 menunjukkan bahwa life table periodik dapat digunakan dalam bidang pendidikan, namun harus diuraikan latar belakang terjadinya perubahan status individu, hal ini menyangkut kebijakan pemerintah yang berlaku saat itu. Sebagai contoh, pada life table periodik tahun 2010 angka tidak naik kelas dan putus sekolah lebih kecil jika dibandingkan dengan life table kohort atau periodik tahun 1999, hal ini terjadi karena mulai tahun 2002 dengan adanya program pengalihan subsidi BBM ke siswa tidak mampu, Bantuan - 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII J u m la h S is w a Kelas Kohort Rata-rata Periodik 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII P el u a n g Kelas Kohort Rata-rata Periodik 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII P elu an g Kelas Kohort Rata-rata Periodik 1 2 3 4 5 6 7 I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII Ha ra p an Kelas Kohort Rata-rata Periodik Operasional Siswa BOS, dan Bantuan Operarional Manajemen Mutu BOMM sehingga mampu menekan APtS di Kabupaten Sintang. Berdasarkan dua jenis life table yang disusun dalam penelitian ini yaitu life table kohort dan life table periodik, maka life table kohort-lah yang terbaik, karena dapat menggambarkan kondisi alamiah suatu populasi yang sebenarnya. Oleh sebab itu life table pendidikan yang dijadikan acuan di Kabupaten Sintang adalah life table menurut kohort, sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2-5 berikut. Tabel 2 Peluang siswa asal, pengulang, dan peluang transisi Kelas Peluang siswa asal Peluang siswa pengulang Peluang Transisi asal ke naik kelas asal ke tidak naik kelas asal ke keluar pengulang ke naik kelas pengulang ke tidak naik kelas pengulang ke keluar 1 0,95746 0,04254 0,83811 0,03988 0,07947 0,03114 0,00554 0,00586 2 0,95455 0,04545 0,77308 0,04188 0,13959 0,03327 0,00592 0,00626 3 0,95289 0,04711 0,80450 0,04051 0,10788 0,03449 0,00614 0,00648 4 0,95187 0,04813 0,83506 0,04270 0,07410 0,03524 0,00627 0,00663 5 0,96784 0,03216 0,82286 0,03108 0,11389 0,02355 0,00419 0,00443 6 0,95965 0,04035 0,65184 0,01943 0,28837 0,02954 0,00526 0,00555 7 0,97253 0,02747 0,89341 0,03934 0,03978 0,02011 0,00358 0,00378 8 0,95200 0,04800 0,89335 0,03977 0,01889 0,03514 0,00625 0,00661 9 0,99150 0,00850 0,81499 0,01235 0,16416 0,00622 0,00111 0,00117 10 0,95852 0,04148 0,81296 0,03860 0,10696 0,03037 0,00540 0,00571 11 0,95415 0,04585 0,83845 0,05329 0,06240 0,03357 0,00597 0,00631 12 0,99596 0,00404 0,94385 0,00447 0,04764 0,00296 0,00053 0,00056 Berdasarkan Tabel 2, setelah diketahui masing-masing peluang transisi maka, dapat kita lihat perbedaan peluang siswa asal dan siswa pengulang berikut masing-masing peluang transisinya. Dengan menggunakan rumus peluang bersyarat, dapat dihitung masing –masing peluang naik kelas, peluang tidak naik kelas, dan peluang keluar, baik dari siswa asal maupun siswa pengulang sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Peluang transisi berdasarkan kelompok siswa asal dan pengulang Kelas Peluang siswa asal Peluang siswa pengulang naik kelas tidak naik kelas keluar naik kelas tidak naik kelas keluar 1 0,88065 0,03988 0,07947 0,73212 0,13023 0,13765 2 0,80989 0,04388 0,14623 0,73212 0,13023 0,13765 3 0,84436 0,04247 0,11317 0,73212 0,13023 0,13765 4 0,87730 0,04486 0,07784 0,73212 0,13023 0,13765 5 0,85026 0,03209 0,11765 0,73212 0,13023 0,13765 6 0,67934 0,02020 0,30045 0,73212 0,13023 0,13765 7 0,91870 0,04042 0,04088 0,73212 0,13023 0,13765 8 0,93848 0,04173 0,01979 0,73212 0,13023 0,13765 9 0,82199 0,01245 0,16556 0,73212 0,13023 0,13765 10 0,84823 0,04023 0,11154 0,73212 0,13023 0,13765 11 0,87884 0,05580 0,06535 0,73212 0,13023 0,13765 12 0,94769 0,00449 0,04783 0,73212 0,13023 0,13765 Peluang siswa pengulang telah ditentukan terlebih dahulu Untuk siswa asal yang berhasil naik kelas, tidak naik kelas dan keluar diperoleh dari perbandingan peluang siswa asal yang mengalami perubahan status dengan peluang keseluruhan siswa asal pada Tabel 2. Sebagai contoh dalam mencari peluang siswa asal yang naik kelas VII diperoleh dari peluang siswa asal yang naik kelas VII dibandingkan dengan peluang keseluruhan siswa asal di kelas VII adalah 0,89341 : 0,97253 = 0,9187. Dengan cara yang sama diperoleh pula untuk peluang siswa asal yang tidak naik kelas VII adalah 0,03934 : 0,97253 = 0,4042, dan peluang siswa asal yang keluar di kelas VII adalah 0,03978 : 0,97253 = 0,04088. Untuk mengetahui peluang siswa asal berubah status menjadi naik, tidak naik dan keluar atau putus sekolah dapat digunakan : a p x . Sebagai contoh untuk menghitung peluang transisi siswa kelas VII : a p 7 = = 0,91870+ 0,04042 + 0,04088 = 1,00000 Dengan cara yang sama kita dapat ketahui pula untuk menentukan peluang siswa pengulang digunakan: m p x = . Sebagai contoh untuk mengetahui peluang transisi siswa kelas VII : m p 7 = = 0,73212 + 0,13023 + 0,13765 = 1,00000 Dengan menggunakan peluang transisi pada Tabel 2 dan besaran radix 100.000, dapat diperoleh jumlah total siswa yang naik kelas, siswa yang tidak naik, dan siswa yang keluar, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah siswa yang naik kelas, tidak naik kelas, keluar, dari siswa asal dan pengulang Dengan menggunakan fungsi-fungsi dari life table Brown 1997, diperoleh jumlah waktu siswa selama bersekolah L x , total waktu yang dijalani siswa selama bersekolah setelah mencapai kelas x T x , dan harapan siswa dalam pendidikannya pada kelas tertentu ẽ x , dapat dijelaskan pada Tabel 5. Kelas Jumlah Siswa asal naik kelas pengulang asal dan pengulang asal ke naik kelas asal ke tidak naik kelas asal ke keluar pengulang ke naik kelas pengulang ke tidak naik kelas pengulang ke keluar 1 100.000 4.443 104.443 87.534 4.166 8.300 3.253 579 612 2 90.787 4.322 95.109 73.527 3.983 13.276 3.164 563 595 3 76.692 3.815 80.507 64.755 3.257 8.679 2.793 497 525 4 67.549 3.417 70.966 59.261 3.030 5.258 2.502 445 470 5 61.763 2.064 63.827 52.514 1.982 7.267 1.511 269 284 6 54.025 2.290 56.315 36.702 1.091 16.232 1.676 298 315 7 38.378 1.092 39.470 35.258 1.551 1.569 800 142 150 8 36.058 1.831 37.889 33.840 1.505 714 1.340 238 252 9 35.180 304 35.484 28.918 438 5.824 222 40 42 10 29.140 1.270 30.410 24.718 1.172 3.250 930 165 175 11 25.647 1.242 26.889 22.540 1.431 1.676 909 162 171 12 23.449 96 23.545 22.223 105 1.121 70 12 13 Tabel 5 Jumlah total siswa yang naik kelas, tidak naik, keluar, dan harapan untuk tetap bersekolah Kelas Naik kelas lulus Siswa tidak naik kelas Siswa keluar Peluang lanjut Peluang tidak naik kelas Peluang berhenti keluar L x T x ẽ x 1 90.787 4.744 8.912 0,86925 0,04542 0,08533 99.776 612.634 5,86573 2 76.692 4.546 13.871 0,80636 0,04780 0,14584 87.808 512.858 5,39229 3 67.549 3.754 9.204 0,83904 0,04663 0,11433 75.737 425.049 5,27963 4 61.763 3.475 5.729 0,87031 0,04897 0,08072 67.396 349.312 4,92223 5 54.025 2.251 7.551 0,84644 0,03526 0,11830 60.071 281.916 4,41690 6 38.378 1.390 16.547 0,68149 0,02468 0,29383 47.893 221.845 3,93935 7 36.058 1.694 1.719 0,91354 0,04291 0,04356 38.680 173.952 4,40715 8 35.180 1.743 966 0,92851 0,04601 0,02548 36.686 135.273 3,57027 9 29.140 477 5.866 0,82122 0,01346 0,16532 32.947 98.586 2,77834 10 25.647 1.338 3.425 0,84338 0,04399 0,11263 28.650 65.639 2,15845 11 23.449 1.593 1.847 0,87207 0,05924 0,06869 25.217 36.989 1,37563 12 22.293 118 1.135 0,94681 0,00500 0,04819 11.772 11.772 0,50000 Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui peluang siswa dalam kelanjutan pendidikannya pada masing-masing kelas. Peluang siswa dapat melanjutkan dari SMPMTs ke SMAMASMK dikabupaten Sintang sebesar 0,8212. Perhitungan ini diperoleh dari jumlah siswa yang berhasil lulus dari SMPMTs dibagi dengan seluruh siswa di kelas IX baik siswa asal maupun pengulang = 29.140 : 35.180+304 = 29.140 : 35.484 = 0,82122. Dengan cara yang sama, peluang melanjutkan dari SDMI ke SMPMTs di Kabupaten Sintang diperoleh 0,68149. Peluang siswa yang tidak dapat melanjutkan sekolahnya, tertinggi terdapat pada kelas VI SDMI yakni sebesar 0,29383, artinya di Kabupaten Sintang masih banyak lulusan SDMI yang belum tertampung di SMPMTs. Untuk mengetahui jumlah waktu bersekolah yang dijalani oleh siswa selama bersekolah, dapat ditunjukkan pada kolom L x. . Sebagai contoh L 9 adalah jumlah waktu siswa selama bersekolah baik siswa asal atau pengulang di kelas IX dalam interval kelas 9;10, sebanyak 32.947 orang. Perhitungan ini diperoleh dari: Lamanya Sekolah years of schooling adalah sebuah angka yang menunjukkan lamanya bersekolah seseorang dari masuk sekolah dasar sampai dengan tingkat pendidikan terakhir, dan biasanya dilaporkan berdasarkan wilayah. Lama sekolah dirumuskan sebagai perbandingan jumlah tahun bersekolah dengan jumlah penduduk usia sekolah, kemudian dikonversikan dengan jenjang pendidikan. Kolom x pada life table selain menunjukan tingkat harapan siswa tetap bersekolah dapat pula diartikan lamanya bersekolah yang akan di tempuh . Lama sekolah untuk Kabupaten Sintang adalah 5,86 tahun atau masih setingkat SD. Perhitungan ini didasarkan asumsi untuk tamatan SMAMASMK tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Jika tahun 2010 diketahui jumlah tamatan SMA yang melanjutkan keperguruan tinggi sebanyak 1.674 orang BPS Sintang tahun 2010 dan mengikuti kecenderungan mahasiswa di perguruan tinggi yang terjadi selama tujuh tahun di Kabupaten Sintang, dengan menggunakan proses perhitungan unistate life table, maka lama sekolah diperkirakan naik menjadi 6,55 tahun. Angka tersebut masih di bawah lama pendidikan tingkat provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2010 yakni selama 7,8 tahun. Permasalahan di atas adalah wajar, karena dari segi geografis Kabupaten Sintang berjarak 398 km dari ibukota provinsi atau dapat dikatakan daerah pedalaman. Selain itu, dalam perhitungan life table pendidikan Kabupaten Sintang hanya berdasarkan data pendidikan formal, hal ini dikarenakan untuk data pendidikan informal seperti Paket A, Paket B, Paket C, PKBM dan PBH tidak diketahui.

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

1. Model multistate life table dapat diterapkan pada data pendidikan, dengan memodifikasi siswa yang tidak naik, dimana ia keluar dari radix-nya kemudian masuk ke radix lainnya. Dari modifikasi tersebut diperoleh multistate life table multirax berikut: dimana l x+1 adalah jumlah siswa yang dapat melanjutkan pendidikkanya dalam tahun t, p adalah peluang transisi perubahan status siswa dari naik kelas a, tidak naik kelas atau mengulang m, dan keluar k. 2. Dari life table pendidikan Kabupaten Sintang, disimpulkan sebagai berikut: Dengan menggunakan data siswa SDMI-SMAMASMK di Kabupaten Sintang dari tahun 1999-2010, dapat disusun life table kohort dan life table periodik. Angka melanjutkan dari melanjutkan dari SMPMTs ke SMAMASMK sebesar 0,82 lebih besar dari pada SDMI ke SMPMTs sebesar 0,68. Lama belajar untuk Kabupaten Sintang adalah 5,86 tahun untuk sampai tingkat SMA.

4.2 Saran

Life table pendidikan Kabupaten Sintang akan lebih lengkap apabila data kohort ditelusuri hingga ke tingkat perguruan tinggi dan peluang siswa pengulang yang tidak konstan perlu dikembangkan lebih lanjut. DAFTAR PUSTAKA [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sintang. 1999-2010. Kabupaten Sintang dalam Angka Sintang Regency in Figure 1999-2010. Sintang: BPS Sintang Barendgregt JJ, Oortmarssen GV, Hout V, Bosh VD. 1998. Coping With Multiple Morbidity In a Life Table. Mathematical Population Studies 71: 29-49 Brown RL. 1997. Introduction to the Mathematics of Demography Third Edition. Winsted: Actex Publications. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Istilah Statistik. http:www.bps.go.idaboutus.php?glos=1ist=1var=Acari=kl=4 [29 September 2011] Coale AJ, Demeny P. 1983. Regional Model Life Tables and Stable Population Second Edition. New York: Academic Press. Ghahramani S. 2005. Fundamentals of Probability with Stochastic Processes Third Edition. New Jersey: Upper Saddle River. Goode SW.1991. An Introduction to Differential Equation and Linear Algebra. Englewood Cliffs: Prentice-Hall International Inc Grimmett GR, Stirzaker DR.1992. Probability and Random Processes Second Edition. Oxford: Clarendon Press. Jones WP, Smith P. 2010. Stochastic Processes An Intoduction Second Edition. New York: CRC Press. Lynch SM. 2010. Multistate Life Table. New Jersey: Princeton University Press. Mamun AA. 2003. Life History of Cardiovaskular Disease and Its Risk Factor, Multistate Life Table Approach and Application, Population Studies Amsterdam: Rozenberg Publisher Rogers A. et al. 1979. Migration, Urbanization, and Spatial Population Dynamic. London: Westview Press. Schoen R. 1988. Modelling Multigroup Population New York: Pleunum Press. Shavelle DS. 1999. A Long Period Multistate Life Table Using Micro Data. Mathematical Population Studies 72: 161-177. Siegel JS. Swanson DA. 2004. The Methods and Materials of Demography Second Edition. USA : El Sevier Academic Press