Jalur Hijau Jalan Perencanaan Jalur Hijau Jalan

2.6 Jalur Hijau Jalan

Menurut DPU 1996, lanskap jalan adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lanskap alamiah seperti bentuk topografi lahan yang mempunyai panorama yang indah, maupun yang terbentuk dari elemen lanskap buatan manusia yang disesuaikan dengan kondisi lahannya. Lanskap jalan haruslah mempunyai ciri khas karena harus disesuaikan dengan persyaratan geometrik jalan dan diperuntukkan terutama bagi kenyamanan pemakai jalan serta diusahakan untuk menciptakan lingkungan jalan yang indah, nyaman dan memenuhi fungsi keamanan. Lebih lanjut DPU 1996 menyatakan, jalur tanaman adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lanskap lainnya yang terletak di dalam Daerah Milik Jalan Damija maupun di dalam Daerah Pengawasan Jalan Dawasja. Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen lanskapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau. Menurut Simonds 1983, penanaman yang baik pada setiap jalan yaitu mempertahankan eksisting vegetasi atau penggunaan vegetasi lokal. Pemilihan biasanya dibutuhkan untuk fungsi arsitektural seperti pagar, vista dan estetika. Pohon, semak, tanaman merambat dan tanaman penutup tanah dikombinasikan untuk menciptakan jalur hijau yang rendah pemeliharaan dan memiliki keindahan lokal. Penanaman juga dilakukan untuk melindungi pada daerah yang memiliki kemiringan dan sebagai kontrol erosi.

2.7 Perencanaan Jalur Hijau Jalan

Simonds 1978 mengemukakan bahwa dalam perencanaan jalan sangat penting mempertimbangkan semua fungsi dan keterkaitannya, dimana pergerakan kendaraan diakomodasikan secara aman dengan akses yang menyenangkan, jalur pejalan kaki dan ruang terbuka hijau di depan bangunan tertata sesuai dan dilengkapi dengan semua amenity yang dapat memberikan banyak kesenangan pada kehidupan kota. Lebih lanjut Carpenter et al 1973 menjelaskan, tanaman jalan sebaiknya dipertimbangkan berdasarkan peraturan kota, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat mempengaruhi penanaman dan pemeliharaan tanaman. Metode kontrol melalui peraturan dapat memberi dampak positif atau negatif. Dampak positif dari peraturan terjadi jika pemerintah kota mengambil alih semua kontrol dari perencanaan dan pemeliharaan tanaman jalan, serta dalam pengurangan jumlah tanaman. Sedangkan dampak negatif terjadi jika pemilik tanah mengurangi dan memotong tanaman tanpa memiliki ijin atau menanam tanaman yang menimbulkan masalah, seperti pohon randu karena benihnya dapat mengganggu. Simonds 1978 menyebutkan bahwa dalam perencanaan lanskap jalan harus mempertimbangkan: a. Jarak pandang yaitu jarak pandang horizontal dan vertikal yang cukup untuk waktu observasi minimum 10 detik pada kecepatan jalan yang diijinkan, b. Pembukaan rangkaian pemandangan atau view, penampakan tapak dan bangunan, c. Kemampuan jalan dalam semua kondisi cuaca serta keamanannya, d. Pengenalan topografi, sudut cahaya matahari dan badai, e. Panjang minimal serta gangguan lanskap minimal, f. Pengalaman mengemudi yang menyenangkan. Tanaman merupakan soft material dan dalam peletakannya sebagai pelengkap jalan, tanaman berfungsi untuk membedakan area melalui kualitas lanskap yang unik, melapisi jalur lalu lintas dan memperkuat jajaran path dan jalan raya, memberikan penekanan pada nodes jalur lalu lintas, memberikan peneduhan dan daya tarik, screen atau menutupi pemandangan yang jelek, menghilangkan kesilauan serta mengurangi kebisingan suara. Pada persimpangan jalan harus bersih, tidak boleh ditempatkan tanaman yang dapat menutupi pandangan pemakai jalan untuk alasan keselamatan Simonds, 1983. Lebih lanjut Simonds 1983 menjelaskan untuk memaksimalkan nilai lanskap maka lanskap jalan yang dirancang baik akan menjaga dan menunjukan pemandangan yang indah untuk mencapai keharmonisan yang sesuai. Sebuah jalan yang baik memberikan rasa nyaman, menarik dan menyenangkan bagi pengguna jalan. Hal ini dicapai memlaui penataan tanaman sebagai penaung dan tanaman yang menarik di jalur pedestrian dan jalur sepeda. Jika tanaman tersebut dibuat secara benar maka tanaman tersebut akan memberikan manfaat sesuai fungsinya. Simonds 1983 menyatakan pintu masuk jalur jalan sebaiknya diletakan pada area yang diinginkan ujung jalan. Hal tersebut merupakan poin yang logis karena memiliki potensi atau pemandangan yang menarik sepanjang garis awal. Jalur jalan akan menjadi mudah dikenali dengan nomer jalan atau tanda masuk lokasi. Penempatan ini harus dipertimbangkan dalam hubungan kedekatan pintu masuk jalan dan area lanskap sekitar batas. Membuat pintu gerbang jalan yang atraktif pada tiap perbatasan dan pusat aktivitas. Penanaman pada jalur masuk harus ditata untuk menunjukan area penerimaan yang menarik. Selain itu, menurut Simonds 1983, pada lanskap jalan membutuhkan sesuatu untuk dilihat. Perjalanan yang lambat menyebabkan ketertarikan pada detil penataan. Pada kondisi kecepatan cukup tinggi oarng tidak memperhatikan penataan yang detil. Dalam kecepatan yang rendah orang akan tertarik dalam pergerakannya dan mendapatkan kesenangan dari benda yang dilihat atau dari pengalaman yang diperoleh dalam perjalanan. Lebih lanjut DPU 1996 menyebutkan persyaratan utama yang perlu diperhatikan dalam memilih jenis tanaman lanskap jalan antara lain: 1. Perakaran tidak merusak konstruksi jalan, 2. Mudah dalam perawatan, 3. Batangpercabangan tidak mudah patah, 4. Daun tidak mudah rontokgugur. Pada area persimpangan perlu menjaga ruang bebas pandang bagi pengendara. Hindari penggunaan semak dan pohon dengan pola percabangan rendah pada zona pandangan pengendara Simonds, 1983.

III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan