Uji Sifat Kestasioneran Data

VI. PENGUJIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

6.1. Uji Sifat

Time Series Data Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data runtun waktu time series bulan, yaitu dari bulan Januari 1999 sampai Desember 2006. Data ekonomi yang runtun waktu biasanya tidak stasioner, maka diperlukan uji akar akar unit, Uji akar unit bertujuan untuk mengamati apakah koefisien variabel tertentu dari model otoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Metode pengujian akar-akar unit yang digunakan adalah dengan uji Augmented Dickey Fuller ADF selanjutnya hasil ADF harus dibandingkan dengan nilai kritis yang dikembangkan MacKinnon.

6.2. Kestasioneran Data

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, data time series deret waktu memerlukan pengujian terlebih dahulu terhadap kestasionerannya. Apabila pada data time series langsung dilakukan analisis akan menghasilkan hasil yang spurious karena dalam variabel tersebut sering kali mengandung unit root Verbeek, 2000. Oleh karena itu sebelum masuk pada tahapan analisis SVAR maka terlebih dahulu dilakukan uji Augmented Dickey Fuller ADF, dimana dalam pengujian ini terlihat ada atau tidaknya unit root dalam variabel. Kriteria uji dalam ADF ini membandingkan antara nilai statistik dengan nilai kritikal dalam tabel Dickey Fuller. Apabila nilai ADF statistik lebih kecil dari nilai McKinnon Critical Value maka data bersifat stasioner. Tetapi apabila nilai ADF statistik lebih besar dari nilai McKinnon Critical Value maka data bersifat non stasioner. Tabel 5. Uji Akar Unit Level Variabel Nilai ADF Nilai Kritis McKinon Keterangan 1 5 10 SBW -0.1441 -2.5897 -1.9442 -1.6144 Tidak Stasioner LIPI 1.7676 -2.5927 -1.9447 -1.6142 Tidak Stasioner LCPI 6.0273 -2.5895 -1.9442 -1.6142 Tidak Stasioner LER -0.0114 -2.5895 -1.9442 -1.6145 Tidak Stasioner LM2 6.2343 -2.5895 -1.9442 -1.6145 Tidak Stasioner SBI -3.1223 -2.5897 -1.9442 -1.6144 Stasioner Berdasarkan hasil dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa data sukubunga dunia SBW, industrial production index IPI, indeks harga konsumen Indonesia, nilai tukar rupiah per dollar ER, permintaan uang M2 tidak stasioner karena nilai ADF kelima variabel tersebut lebih besar dari nilai kritis McKinnon. Sedangkan untuk variabel suku bunga sertifikat bank Indonesia SBI stasioner pada level untuk tingkat kritis 1 persen, 5 persen, dan 10 persen. Oleh karena data untuk kelima variabel lainnya tidak stasioner lampiran 4 maka perlu dilanjutkan pada uji akar unit pada first difference. Konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada tingkat level atau derajat nol atau I 0 maka akan dilakukan uji derajat integrasi. Pada uji ini data didefrensiasikan pada derajat tertentu sampai semua data menjadi stasioner pada derajat yang sama. Berdasarkan hasil akar unit tingkat derajat terintegrasi satu I1 atau first diffrence semua data bersifat stasioner lampiran 4, hal tersebut dikarenakan nilai ADF-nya lebih kecil daripada nilai kritis McKinnon. Hasil uji akar unit derajat satu atau I 1 dapat dilihat pada Tabel 6. Penggunaan data perbedaan pertama first difference, menurut Sims dalam Enders 2004 tidak direkomendasikan sebab akan menghilangkan informasi jangka panjang. Oleh karena itu untuk menganalisis informasi jangka panjang akan diguanakan data level sehingga model SVAR akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan Error Correction Model menjadi VECM. Tabel 6. Uji Akar Unit First Difference Variabel Nilai ADF Nilai Kritis Mc Kinon Keterangan 1 5 10 DSBW -5.1547 -2.5897 -1.9442 -1.6144 Stasioner 5 DLIPI -3.9295 -2.5931 -1.9447 -1.6142 Stasioner 5 DLCPI -6.2536 -2.5897 -1.9442 -1.6144 Stasioner 5 DLER -10.0801 -2.5897 -1.9442 -1.6144 Stasioner 5 DLM2 -4.1346 -2.5900 -1.9443 -1.6144 Stasioner 5 DSBI -3.3901 -2.5897 -1.9442 -1.6144 Stasioner 5 6.3. Pengujian Lag Optimum Sebelum masuk kedalam tahapan analisis structural VAR akan dilakukan uji VAR untuk mengetahui jumlah lag optimum yang akan digunakan dalam variabel yang akan dianalisis. Jumlah lag yang optimal dalam penelitian ini didasarkan pada nilai Akaike Information Criteria AIC yang terkecil atau minimum. Tabel 7. menunjukkan output VAR lag order selection criteria lampiran 5 dengan menggunakan panjang lag sebagai berikut dibawah ini. Tabel 7. Pemilihan Panjang Lag Sistem Vector Autoregressive Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 738.6510 NA 2.36E-15 -16.65116 -16.48225 -16.58311 1 799.1764 111.4218 1.36E-15 -17.20856 -16.02619 -16.73221 2 825.8144 45.40553 1.70E-15 -16.99578 -14.79996 -16.11114 3 860.1311 53.81492 1.81E-15 -16.95753 -13.74825 -15.66459 4 889.2988 41.76277 2.24E-15 -16.80224 -12.57951 -15.10101 5 917.1936 36.13645 2.95E-15 -16.61804 -11.38185 -14.50851 6 965.6559 56.17230 2.57E-15 -16.90127 -10.65163 -14.38345 7 993.5264 28.50388 3.83E-15 -16.71651 -9.453408 -13.79039 Model VAR didasarkan pada perhitungan VAR estimate dengan melihat Akaike Information Criteria AIC untuk mendapatkan lag optimal. Akaike information criteria AIC yang terkecil merupakan salah satu indikator kebaikan suatu model. Oleh karena itu dari Tabel 7. kita dapat menyimpulkan bawah lag optimal yang akan dipakai dalam persamaan adalah lag satu. Adapun persamaan VAR dengan lag 1 dalam format umum diestimasi sebagai berikut angka dalam tanda kurung adalah menunjukkan standar error : DLER = - 0.0109DSBW-1 - 0.0282DLIPI-1 - 0.0601DLCPI-1 + 0.0753DLER-1 – 0.0248 0.0579 0.5877 0.1467 0.7424DLM2-1 + 0.0006DSBI-1 + 0.0075 0.5313 0.004 DLCPI = - 0.0016DSBW-1 - 0.0096DLIPI-1 - 0.0170DLCPI-1 - 0.0670DLER-1 + 0.0044 0.0103 0.1047 0.0261 0.3010DLM2-1 + 0.0032DSBI-1 + 0.0048 0.0946 0.0008 Berdasarkan hasil persamaan nilai tukar rupiah DLER menunjukkan bahwa sukubunga dunia, industrial production index, inflasi, uang beredar berpengaruh negatif pada lag pertama terhadap nilai tukar rupiah, sedangkan nilai tukar rupiah sendiri dan sukubunga SBI berpengaruh positif pada lag pertama terhadap nilai tukar rupiah. Dengan R-square senilai 0.03 dan F-hitung sebesar 0.43. Artinya nilai tukar rupiah hanya mampu memberikan penjelasan terhadap variabel makroekonomi sebesar 3 persen sedangkan 97 persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak terdapat dalam estimasi. Sedangkan variabel makroekonomi dalam negeri tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Faktor- faktor lain tersebut bisa dikategorikan dalam faktor ekonomi lainnya maupun faktor-faktor non ekonomi. Lampiran 5. Berdasarkan hasil persamaan inflasi DLCPI menunjukkan bahwa sukubunga dunia, industrial production index, inflasi, nilai tukar rupiah berpengaruh negatif pada lag 1 terhadap inflasi, sedangkan uang beredar dan sukubunga SBI berpengaruh positif pada lag 1 terhadap inflasi. Dengan R-square senilai 0.23 dan F-hitung sebesar 4.5. Artinya inflasi hanya mampu memberikan penjelasan terhadap variabel makroekonomi sebesar 23 persen sedangkan 77 persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak terdapat dalam estimasi. Faktor- faktor lain tersebut bisa dikategorikan dalam faktor ekonomi lainnya maupun faktor-faktor non ekonomi. Lampiran 5.

6.4. Uji Kausalitas Granger