Informasi yang Menyesatkan dalam Perdagangan Efek Tanpa Warkat Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

(1)

INFORMASI YANG MENYESATKAN DALAM

PE RDA GAN GAN E FE K T AN PA WAR KAT

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11

TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh

VIVIAN SUSANTO

NIM : 110200059

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

INFORMASI YANG MENYESATKAN DALAM

PE RDA GAN GAN E FE K T AN PA WAR KAT

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11

TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

VIVIAN SUSANTO

NIM : 110200059

Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha, SH, M.Hum NIP. 197501122005012002

Pembimbing I PembimbingII

Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH,CN,M.Hum Windha, SH, M.Hum NIP. 197002012002122001 NIP. 197501122005012002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Salam sejahtera bagi kita semua,

Segala puji kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kenikmatan yang tak terhingga sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Ibu, Ayah, dan kedua Adik, atas segala perhatiannya, doa dan dukungan baik secara moral dan materiil yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, karena telah berusaha memberikan perubahan yang positif dalam lingkungan fakultas dengan meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan yang lebih maksimal.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum sebagai Pembantu Dekan I yang telah membantu para mahasiswa memenuhi segala kebutuhan akademik dan administrasi.

3. Bapak Syafrudin Hasibuan,S.H., M.H., D.F.M sebagai Pembantu Dekan II yang telah yang telah banyak membantu mahasiswa di bagian pembayaran SPP dan sumbangan-sumbangan dalam kegiatan kampus.

4. Bapak Dr.Saidin, S.H., M.Hum sebagai Pembantu Dekan III yang telah banyak membantu mahasiswa di bidang kemahasiswaan dan beasiswa. 5. Ibu Windha, S.H., M.Hum sebagai Ketua Departemen Hukum Ekonomi


(4)

Pembimbing II yang telah membimbing, mengkritisi, memberi saran yang cukup banyak serta mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

6. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum sebagai Dosen Pembimbing I yang telah menyetujui judul skripsi, outline, membimbing, mengkritisi, member saran-saran yang sangat membantu dalam proses pembuatan skripsi ini serta mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

7. Para staf dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berbagi pengalamannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya.

8. Seluruh teman-teman mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Stambuk 2011 yang telah ikut serta membantu penulis selama kuliah berlangsung.

Semoga segala kebaikan dari semuanya mendapatkan berkah dan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa dan akhirnya penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, penulis harap agar tulisan ini dapat menjadi berkah dan manfaat dalam bidang ilmu pengetahuan.

Medan, 5 Mei 2015 Penulis,


(5)

ABSTRAK

INFORMASI YANG MENYESATKAN DALAM TRANSAKSI SCRIPLESS TRADING MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Vivian Susanto* T. Keizerina Devi Azwar**

Windha***

Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi yang dewasa ini telah menjadikan hubungan antar negara dan dunia menjadi tanpa batas, bahkan telah memungkinkan pemberian informasi secara elektronik yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial, ekonomi, serta budaya secara signifikan dan telah berlangsung dengan sangat pesat. Dengan perkembangan tersebut, perdagangan efek dalam pasar modal juga berkembang menjadi perdagangan efek tanpa warkat yang tidak lepas dari informasi dan transaksi elektronik yang diatur Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian hukum normative atau penelitian kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dari buku, makalah, internet, jurnal, kamus, hasil tulisan ilmiah dan peraturan perundang-undangan yang erat kaitan dengan maksud dan tujuan penyusunan karya ilmiah ini.

Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat 2 elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Informasi elektronik merupakan informasi yang digunakan dalam suatu transaksi elektronik yang dapat berupa data, gambar, huruf, angka, kode akses dan simbol. Sebagai suatu informasi elektronik, disebarkan melalui sebuah sistem elektronik dan dapat digunakan sebagai sebuah alat bukti yang sah. Perdagangan efek tanpa warkat merupakan transaksi elektronik dalam pasar modal yang memenuhi ketentuan dalam Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.. Perdagangan efek tanpa warkat sebagai transaksi elektronik dituangkan ke dalam kontrak elektronik yang mengikat para pihak. Keterbukaan informasi sangat diperlukan agar tidak ada terjadi penyebaran informasi yang menyesatkan dalam perdagangan efek tanpa warkat.

Kata Kunci : Transaksi Elektronik, Perdagangan Efek Tanpa Warkat, Informasi Elektronik

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I


(6)

DAFTAR ISI ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II : INFORMASI ELEKTRONIK MENURUT UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK A. Pengertian Informasi Elektronik ... 20

B. Ruang Lingkup Informasi Elektronik ... 25

C. Penyalahgunaan Informasi Elektronik ... 27

BAB III : PELAKSANAAN PERDAGANGAN EFEK TANPA WARKAT DALAM PASAR MODAL SEBAGAI SALAH SATU BENTUK TRANSAKSI ELEKTRONIK A. Keberadaan Perdagangan Efek Tanpa Warkat dalam Pasar Modal ... 31

B. Perdagangan Efek Tanpa Warkat sebagai Salah Satu Bentuk Transaksi Elektronik ... 37

C. Pelaksanaan Perdagangan Efek Tanpa Warkat dalam Pasar Modal sebagai Salah Satu Bentuk Transaksi Elektronik ... 45


(7)

BAB IV : INFORMASI YANG MENYESATKAN DALAM PERDAGANGAN EFEK TANPA WARKAT MENURUT UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

A. Keterbukaan Informasi dalam Pasar Modal ... 58 B. Informasi yang Menyesatkan dalam Perdagangan Efek

Tanpa Warkat ... 72 C. Perlindungan Hukum bagi Investor Terkait Informasi

yang Menyesatkan dalam Perdagangan Efek Tanpa

Warkat ... 79

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 85 B. Saran ... 86


(8)

ABSTRAK

INFORMASI YANG MENYESATKAN DALAM TRANSAKSI SCRIPLESS TRADING MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Vivian Susanto* T. Keizerina Devi Azwar**

Windha***

Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi yang dewasa ini telah menjadikan hubungan antar negara dan dunia menjadi tanpa batas, bahkan telah memungkinkan pemberian informasi secara elektronik yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial, ekonomi, serta budaya secara signifikan dan telah berlangsung dengan sangat pesat. Dengan perkembangan tersebut, perdagangan efek dalam pasar modal juga berkembang menjadi perdagangan efek tanpa warkat yang tidak lepas dari informasi dan transaksi elektronik yang diatur Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian hukum normative atau penelitian kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dari buku, makalah, internet, jurnal, kamus, hasil tulisan ilmiah dan peraturan perundang-undangan yang erat kaitan dengan maksud dan tujuan penyusunan karya ilmiah ini.

Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat 2 elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Informasi elektronik merupakan informasi yang digunakan dalam suatu transaksi elektronik yang dapat berupa data, gambar, huruf, angka, kode akses dan simbol. Sebagai suatu informasi elektronik, disebarkan melalui sebuah sistem elektronik dan dapat digunakan sebagai sebuah alat bukti yang sah. Perdagangan efek tanpa warkat merupakan transaksi elektronik dalam pasar modal yang memenuhi ketentuan dalam Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.. Perdagangan efek tanpa warkat sebagai transaksi elektronik dituangkan ke dalam kontrak elektronik yang mengikat para pihak. Keterbukaan informasi sangat diperlukan agar tidak ada terjadi penyebaran informasi yang menyesatkan dalam perdagangan efek tanpa warkat.

Kata Kunci : Transaksi Elektronik, Perdagangan Efek Tanpa Warkat, Informasi Elektronik

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I


(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan ekonomi, sosial dan budaya secara signifikan yang berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi mencakup masalah sistem yang mengumpulkan (collect), menyimpan (save), memproses, memproduksi dan mengirimkan informasi dari dan ke industri ataupun masyarakat secara efektif dan cepat. Demikian juga dengan Indonesia, penggunaan teknologi informasi berkembang dengan sangat cepat dan semakin penting bagi masyarakat, implementasinya telah semakin meluas sehingga memasuki hampir semua segi aspek kehidupan.

Meningkatnya pembangunan ekonomi nasional dan meningkatnya hubungan ekonomi antar negara, menunjukkan adanya satu rangkaian kegiatan di bidang ekonomi dengan seperangkat pengaturan hukum. Meningkatnya kegiatan di bidang ekonomi berbanding lurus dengan perkembangan dalam dunia pasar modal.

Kenyataannya, dewasa ini hal yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi tidak lagi dapat dilakukan pendekatan melalui sistem hukum konvensional, mengingat kegiatannya tidak lagi bisa dibatasi oleh teritorial suatu negara, aksesnya dengan sangat mudah dapat dilakukan dari belahan dunia manapun, kerugian dapat terjadi baik pada pelaku internet maupun orang lain yang tidak pernah berhubungan sekalipun, misalnya dalam kasus pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet.


(10)

Teknologi informasi diyakini akan menjadi alternatif utama bagi penyelenggaraan kegiatan bisnis (e-business) maupun pemerintahan ( e-government) yang selama ini dan dari dahulu lebih dijalankan dalam dunia nyata (the realworld). Namun demikian selain keuntungan yang menjanjikan dan teknologi khususnya teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan memudahkan manusia, sekaligus menjadi sarana efektif untuk melaksanakan perbuatan melawan hukum.

Teknologi yang semakin pesat ini juga mendorong kegiatan pasar modal untuk mengikuti teknologi yang ada, yaitu dengan adanya perdagangan efek tanpa warkat dalam pasar modal yang mengubah sistem bukti kepemilikan saham secara fisik menjadi non-fisik. Perdagangan efek tanpa warkat ini disebuut juga dengan istilah scriptless trading.

Sistem perdagangan efek tanpa warkat sendiri dimulai di Indonesia pada tahun 2000, yang didasari oleh Surat dari BAPEPAM-LK Nomor S1687/PM/2000 tanggal 10 Juli 2000 tentang Pelaksanaan Scriptless Trading. Tahap awal yang ditujukan kepada PT Bursa Efek Jakarta, PT Bursa Efek Surabaya, PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia, dan Surat BAPEPAM-LK Nomor S-406/PM/2000 tanggal 03 Maret 2000 tentang Imobilisasi Saham, segala kewenangan BAPEPAM-LK yang selanjutnya diambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Perdagangan efek tanpa warkat merupakan langkah awal menuju suatu cara transaksi yang berbasis internet (online trading) yang selanjutnya setiap


(11)

investor akan dapat melakukan transaksi secara online dari mana saja dengan bermodalkan jaringan internet. Perdagangan efek tanpa warkat sendiri sudah berbasiskan internet tetapi bukan jaringan yang bersifat publik, artinya ada keterbatasan-keterbatasan dalam melakukan pengaplikasian sistem transaksi, yang selanjutnya untuk melakukan transaksi melalui jaringan internet ke bursa bukan lagi hal yang mustahil.

Sistem perdagangan efek tanpa warkat adalah tata cara perdagangan efek tanpa adanya fisik efek berupa sertifikat saham, sertifikat obligasi, dan serifikat lainnya; serta perdagangan saham dilakukan secara elektronik yang ditindaklanjuti dengan penyelesaian transaksi secara pemindahbukuan (book entry settlement) yaitu perpindahan efek maupun dana hanya melalui mekanisme debit kredit atas suatu rekening efek (securities account) yang tanda bukti kepemilikan efeknya tidak lagi akan berbentuk fisik sertifikat efek, tetapi diwujudkan dalam rekening efek pada KSEI.

Permasalahan yang muncul akibat pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik adalah seperti pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual, penipuan dalam perdagangan elektronik, perpajakan, melakukan dan atau pencemaran nama baik melalui teknologi informasi, penggandaan kartu kredit (counterfeit), dan lain-lain. Menghadapi persoalan ini, pemerintah telah melakukan berbagai langkah konkrit berupa pembuatan regulasi baru yang terkait dengan penggunaan teknologi informasi dan transaksi elektronik. Langkah itu antara lain dalam bentuk disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut dengan UU


(12)

ITE).1

Dewasa ini telah lahir suatu hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber (cyber law) secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi infomasi, hukum dunia maya, dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sisitem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual.

Secara faktual, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya disebut UU PM) telah memperlihatkan bahwa penerapan struktur, lembaga, pranata dan instrumen pasar modal telah berhasil diterima dan dilaksanakan oleh para pelaku usaha pasar modal Indonesia. Selanjutnya karena pranata pasar modal merupakan pranata netral dengan budaya relatif yang sama, dapat dikatakan bahwa kepercayaan yang dibawa masuk melalui pranata pasar modal seyogyanya dapat diterapkan ke dalam sistem hukum Indonesia. Terjadinya hal itu tidak mengakibatkan kepercayaan dalam UU PM harus mengambil bentuk yang sama dengan kepercayaan dalam pasar modal di Amerika Serikat.

1

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Penjelasan.


(13)

Banyak jenis efek yang dapat diperjualbelikan melalui pasar modal. Saham merupakan salah satu dari jenis-jenis efek yang ditentukan dalam Pasal 1 Angka 5 UU PM yang mendefenisikan efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek. Saham berupa tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau suatu badan dalam suatu perusahaan.

Namun demikian, perdagangan efek tanpa warkat memiliki kelemahan yaitu tidak adanya bukti secara konkrit bagi nasabah/ investor saham bahwa mereka adalah pemilik sah dari saham yang mereka beli dan sudah dibayar. Tanpa warkat, bukti kepemilikan hanya dalam bentuk elektronik dan hanya bisa diakses perusahaan broker saham.2

Hal ini dapat menyebabkan pihak perusahaan broker saham tidak mengkredit kepemilikan saham kepada pemilik yang sah, sehingga setiap pemilik rekening perdagangan saham sekarang diharuskan memiliki rekening AKSES (Acuan Kepemilikan Sekuritas) di KSEI. Dengan adanya rekening AKSES ini, KSEI akan langsung mengkredit dan mendebit saham yang diperjualbelikan investor ke rekening AKSES-nya, bukan ke rekening atas nama perusahaan broker saham, yang kemudian dapat diperiksa sendiri oleh investor terhadap saham-saham yang ia miliki melalui internet.

Penelitian ini dilakukan karena latar belakang yang telah diuraikan dan hasilnya akan ditulis dalam bentuk karya ilmiah dengan judul “Informasi yang

2

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Bab X, Pasal 43 Angka 6.


(14)

Menyesatkan dalam Perdagangan Efek Tanpa Warkat Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik.”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini, adapun permasalahan yang akan dibahas antara lain:

1. Bagaimana penerapan penggunaan informasi elektronik menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik? 2. Bagaimana keabsahan perdagangan efek tanpa warkat yang dilakukan secara

elektronik dalam pasar modal?

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap investor dalam perdagangan efek secara elektronik menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain:

1. Untuk mengetahui penerapan transaksi elektronik dan informasi elektronik menurut UU ITE.

2. Untuk meneliti permasalahan hukum yang berkenaan dengan perdagangan efek tanpa warkatmenurut UU ITE.


(15)

3. Untuk menganalisis ketentuan-ketentuan perlindungan hukum terhadap investor dalam ITE yang berkaitan dengan penyalahgunaan pemberian informasi dan transaksi elektronik dalam perdagangan efek tanpa warkat.

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini, antara lain: 1. Secara teoritis

Tulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam perkembangan hukum ekonomi dan khususnya dalam hal menambah wawasan dan pemahaman pada hukum informasi dan teknologi terhadap transaksi dalam pasar modal khususnya wawasan tentang perdagangan efek tanpa warkat (scriptless trading).

2. Secara praktis

Tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan agar masyarakat khususnya para investor mengetahui perlindungan hukum terhadap informasi yang menyesatkan dalam perdagangan efek tanpa warkat dalam pasar modal.

D. Keaslian Penulisan

Ilmu pengetahuan yang diperoleh dipergunakan dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh, maka dituangkan dalam sebuah skripsi yang berjudul “Informasi yang Menyesatkan dalam Perdagangan Efek Tanpa Warkat Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.” Penulisan skripsi ini dimulai dari mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan kelahiran dan perkembangan perdagangan efek tanpa warkat di Indonesia, dan


(16)

melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan atau media cetak maupun media elektronik.

Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini, telah dilakukan beberapa pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan melalui internet untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara atau pun di tempat lainnya. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka

Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto,

electronic data intercharge (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang dapat memahaminya.3 Menurut Pasal 1 Angka 2 UU ITE, yang dimaksud dengan transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

Menurut Rusdin, pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.Pasar modal menyediakan berbagai alternatif bagi

3

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Bab I, Pasal 1 Angka 1.


(17)

para investor selain alternatif investasi lainnya, seperti: menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya. Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen melalui jangka panjang seperti obligasi, saham, dan lainnya. Menurut Bruce Lliyd, berlangsungnya fungsi pasar modal adalah meningkatkan dan menghubungkan aliran dana jangka panjang dengan kriteria pasarnya secara efisien yang akan menunjang pertumbuhan riil ekonomi secara keseluruhan.

Sistem perdagangan efek tanpa warkat adalah tata cara perdagangan efek tanpa adanya fisik efek berupa sertifikat saham, sertifikat obligasi, dan lainnya; serta perdagangan saham dilakukan secara elektronik yang ditindaklanjuti dengan penyelesaian transaksi secara pemindah bukuan (book entry settlement) yaitu perpindahan efek maupun dana hanya melalui mekanisme debit kredit atas suatu rekening efek (securities account) yang tanda bukti kepemilikan efeknya tidak berbentuk fisik sertifikat efek, tetapi diwujudkan dalam rekening efek pada KSEI. Pengalihan saham akan terjadi pada saat pertemuan antara transaksi jual dan transaksi beli (match order).

Match order dapat dianalogikan sebagai kesepakatan mengenai jumlah dan jenis saham, harga, serta tanggal penyelesaian transaksi bursa. Pengalihan saham dengan sistem perdagangan efek tanpa warkat hanya berupa pemindahbukuan kode-kode yang melambangkan saham sesuai dengan

International Securities Identification Numbering System (ISIN). Keadaan tersebut berbeda dengan ketentuan hukum jual-beli menurut Kitab


(18)

Undang-Undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut KUHPer), yaitu dalam Pasal 1458 KUHPer yang menyatakan bahwa jual-beli itu dianggap telah terjadi di antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang atau beberapa orang ini mencapai kata sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar. Dalam sistem perdagangan efek tanpa warkat, maka transaksi saham adalah sah terjadi pada saat

match order. Keadaan ini berbeda dengan prinsip jual-beli saham menurut KUHPer yang masih menganut prinsip penyerahan secara nyata sehingga harus ada saham dalam bentuk riil yang dialihkan.

Pasar modal Indonesia memiliki beberapa pelaku pasar modal seperti emiten, perantara perdagangan efek, manajer invenstasi, penasihat investasi, dan penjamin emisi efek. Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum yaitu penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam peraturan Undang-Undang yang berlaku. Emiten dapat berbentuk orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi. Emiten dapat menawarkan efek yang berupa surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek. Perantara pedagang efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual-beli efek untuk kepentingan sendiri atau pihak lain.

Perantara pedagang efek mempunyai kewajiban antara lain:

1. Mendahulukan kepentingan nasabah sebelum melakukan transaksi untuk kepentigan sendiri.


(19)

2. Dalam memberikan rekomendasi kepada nasabah untuk membeli atau menjual efek wajib memperhatikan keadaan keuangan dan maksud serta tujuan investasi dari nasabah.

3. Membubuhi jam, hari, dan tanggal atas semua pesana nasabah ada formulir pemesanan.

4. Memberikan konfirmasi kepada nasabah sebelum berakhirnya hari bursa setelah dilakukan transaksi.

5. Menerbitkan tanda terima setelah menerima Efek atau uang dari nasabah. 6. Menyelesaikan amanat jual/beli dari pemberi amanat.

7. Menyediakan data dan informasi bagi kepentingan para pemodal. 8. Membantu mengelola dana bagi kepentingan para pemodal. 9. Memberikan saran kepada para pemodal.

Pasal 1 Angka 3 UU ITE mendefinisikan teknologi informasi sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis atau menyebar informasi. Istilah teknologi informasi sendiri mulai dipergunakan secara luas sejak tahun 80-an. Teknologi sendiri merupakan pengembangan dari teknologi komputer yang dipadukan dengan teknologi telekomunikasi. Definisi kata informasi secara internasional telah disepakati sebagai hasil dari pengolahan data yang secara prinsip memiliki nilai yang lebih dibandingkan dengan data mentah.

Pasal 1 Angka 2 UU ITE terdapat definisi transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Transaksi elektronik diatur dalam


(20)

Pasal 17 UU ITE yang menyatakan sebagai berikut:

1. penyelenggaraan transaksi elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik dan privat;

2. para pihak yang melakukan transaksi elektronik sebagaimana dimaksud pada butir 1 wajib beritikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran informasi elektronik dan atau dokumen elektronik selama transaksi berlangsung;

3. ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan transaksi elektronis sebagaimana dimaksud pada butir 1 diatur dengan peraturan pemerintah.

Berdasarkan ketentuan umum dalam Bab I Pasal 1 Angka 1 UU ITE yang dimaksud dengan informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gamabar, peta rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenis nya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Pemanfaatan informasi elektronik ini, juga dimanfaatkan oleh kalangan pemerintah, seperti lembaga-lembaga pemerintah baik sipil maupun TNI/Polri, Komisi Pemilihan Umum Indonesia, untuk secara otomatis memanfaatkan informasi elektronik untuk kepentingan pengawasan dan pengendalian fungsi pemerintahan, dewasa ini, untuk mencegah terjadinya praktik-praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme, beberapa instansi pemerintahan sudah menyelenggarakan suatu sistem nobody-contact, seperti instansi Kementrian Hukum dan HAM, dalam hal pengangkatan pejabat notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah


(21)

(PPAT), dan pejabat calon pendaftar hanya mengirimkan berkas permohonan melalui loket-loket dan pengumuman keberatan diterima atau tidaknya diumumkan melalui media massa baik media cetak atau melalui e-mail sehingga informasi itu tidak dapat diakses.

Pesatnya penggunaan media elektronik sebagai alat transaksi bayar di kalangan masyarakat kerap sekali dijadikan pemanfaatan terhadap oknum-oknum tertentu demi kepentingan pribadi yang cenderung merugikan pihak-pihak tertentu. Dalam hal ini sistem perdagangan efek tanpa warkat dalah salah satu sistem yang menggunakan transaksi dengan bantuan media elektronik, tanpa warkat dan sistem ini tidak menutup kemungkinan terjadinya suatu kejahatan

cyber yang dapat merugikan investor maupun nasabah sehingga diperlukannya suatu undang-undang yang secara khusus yang mengatur tentang penggunaan media elektronik sebagai alat transaksi elektronik, sehingga tidak menimbulkan suatu ketidakpastian hukum.

F. Metode Penelitian

Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa penelitian dimulai ketika seseorang berusaha untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi secar sistemastis dengan metode dan teknik tertentu yang bersifat ilmiah, artinya bahwa metode atau teknik yang digunakan tersebut bertujuan untuk satu atau beberapa gejala dengan jalan menganalisanya dan dengan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang ditimbulkan faktor tersebut.4

4

Khudzaifah Dimyati & Kelik Wriono, Metode Penelitian Hukum (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004), hlm.1.


(22)

1. Spesifikasi penelitian

Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan. Perundang-undangan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Republik Indonesia (selanjutnya disebut KUHPer), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Teknologi Informasi (selanjutnya disebut UU ITE), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya disebut UU PM), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, serta beberapa peraturan terkait lainnya yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang misalnya Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut OJK) yang mengambil alih wewenang Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (selanjutnya disebut BAPEPAM-LK).

Penulisan skripsi ini bersifat penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang keadaan yang menjadi objek penelitian yakni perdagangan efek tanpa warkat pada jejaring sosial. Penulisan skripsi ini juga menggunakan pendekatan yuridis yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dan peraturan perundang-undangan serta literatur hukum yang berhubungan dengan permasalahan skripsi ini.

2. Data penelitian

Penelitian yuridis normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Data penelitian tersebut terdiri dari:


(23)

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.5

Dalam penelitian ini bahan hukum primer, yaitu: berbagai dokumen peraturan perUndang-Undangan yang tertulis mengenai perdagangan efek tanpa warkat, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya disebut UU PM), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memiliki hubungan dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang ada. Seperti hasil seminar atau makalah-makalah dari para pakar hukum, koran, majalah, serta sumber-sumber lain yakni internet yang memiliki kaitan erat dengan permasalahan yang dibahas.

c. Bahan hukum tersier, yaitu mencakup bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan seterusnya.

3. Teknik pengumpulan data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelitian kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi

5Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar (Yogyakarta: Liberty, 1988), hlm.19.


(24)

kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar dan sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Hal ini ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research), atau dikenal dengan sebutan studi kepustakaan, walaupun penelitian yang dimaksud tidak lepas pula dari sumber lain selain sumber kepustakaan, yakni penelitian terhadap bahan media massa ataupun internet.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut:6

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel-artikel media cetak maupun media eletronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan.

c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan.

d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

4. Analisis data

Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode analisa

6

Ronitidjo Hanitijo Soematri, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimet (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1990), hlm.63.


(25)

data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari V bab yang masing-masing bab memiliki sub-babnya tersendiri, yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab awal yang menguraikan latar belakang sebagai alasan yang mendasari penulisan skripsi ini, tujuan dan manfaat penulisan skripsi ini serta uraian, penjelasan dan pembahasan yang akan dilakukan pada bab-bab selanjutnya berdasarkan sistematika penulisan skripsi ini.

BAB II INFORMASI ELEKTRONIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Bab ini diawali dengan pembahasan mengenai pengertian informasi elektronik menurut Pasal 1 Angka 3 UU ITE, informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), electronic mail, telegram, telex, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka,


(26)

kode akses, simbol yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya dan bagaimana ruang lingkup informasi elektronik serta bagaimana penggunaannya sehingga terjadi penyalahgunaan terhadap informasi elektronik.

BAB III PELAKSANAAN PERDAGANGAN EFEK TANPA WARKAT DALAM PASAR MODAL SEBAGAI SALAH SATU BENTUK TRANSAKSI ELEKTRONIK

Bab ini adalah bagian yang paling penting sebab dalam bab ini membahas mengenai keberadaan scriptless trading dalam pasar modal sebagai salah satu bentuk transaksi elektronik yang membutuhkan kecepatan informasi, selain itu juga kecepatan dalam membuat kesepakatan atau persetujuan dalam setiap transakasi.

BAB IV INFORMASI YANG MENYESATKAN DALAM PERDAGANGAN EFEK TANPA WARKAT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Bab ini akan membahas mengenai informasi yang menyesatkan dalam pasar modal khususnya dalam perdagangan efek tanpa warkat menurut UU ITE. Di samping itu, juga akan membahas tentang perlindungan hukum bagi para investor sebagai akibat dari penyebaran informasi yang menyesatkan dalam perdagangan efek tanpa warkat menurut UU ITE tersebut.


(27)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Sebagai bab penutup yang mencakup kesimpulan dan saran yang disampaikan penulis berdasarkan hasil pengumpulan data.


(28)

BAB II

INFORMASI ELEKTRONIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK

A. Pengertian Informasi Elektronik

Bab ini akan dikemukakan pengertian informasi dan elektronik, yang dimuat dalam ketentuan-ketentuan terkait dengan informasi elektronik untuk menyamakan persepsi dan menghindari timbulnya perbedaan penafsiran mengenai objek dan pokok masalah dalam penelitian ini. Sesuai dengan identifikasi masalah, maka sebelum mendefenisikan pengertian informasi elektronik ada baiknya kita membahas apa itu yang dimaksud dengan informasi dan apa yang dimaksud dengan elektronik sehingga dapat menarik kesimpulan terhadap definisi informasi elektronik.

1. Informasi

Terdapat beberapa pengertian dan definisi informasi menurut para pakar: a. Menurut Raymond Mc. Leod, informasi adalah data yang telah diolah

menjadi bentuk yang memiliki arti bagi si penerima dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini atau mendatang .

b. Menurut Tata Sutabri, informasi adalah data yang telah diklasifikasikan atau diolah atau diinterpretasikan untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan.


(29)

c. Menurut Joneer Hasugian, informasi adalah sebuah konsep yang universal dalam jumlah muatan yang besar, meliputi banyak hal dalam ruang lingkupnya masing-masing dan terekam pada sejumlah media.7

d. Menurut Jogiyanto HM, informasi dapat didefinisikan sebagai hasil dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang menggambarkan suatu kejadian–kejadian (event) yang nyata (fact) yang digunakan untuk pengambilan keputusan.8

Secara umum informasi dapat didefinisikan sebagai hasil dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian yang nyata yang digunakan untuk pengambilan keputusan. Sumber dari informasi adalah data. Data adalah kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan nyata. Kejadian-kejadian adalah sesuatu yang terjadi pada saat tertentu. Di dalam dunia bisnis, kejadian-kejadian yang sering terjadi adalah transaksi perubahan dari suatu nilai yang disebut transaksi. Kesatuan nyata adalah berupa suatu objek nyata seperti tempat, benda dan orang yang benar-benar ada dan terjadi.

Data merupakan bentuk yang masih mentah, belum dapat bercerita banyak sehingga perlu diolah lebih lanjut. Data diolah melalui suatu metode untuk menghasilkan informasi. Data dapat berbentuk simbol-simbol semacam huruf, angka, bentuk suara, sinyal dan gambar. Data yang diolah melalui suatu

7

http ://wira059.blogspot.com/2011/09/pengertian-informasi-menurut-para-pakar (diakses tanggal 5 April 2015).

8

Jogiyanto HM, Analisis dan Desain Sistem Informasi : Pendekatan Terstruktur Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis (Yogyakarta: ANDI Yogyakarta, 1999), hlm.692.


(30)

model menjadi informasi, penerima kemudian menerima informasi tersebut, membuat suatu keputusan dan melakukan tindakan, yang berarti menghasilkan suatu tindakan yang lain yang akan membuat sejumlah data kembali. Data tersebut akan ditangkap sabagai input, diproses kembali lewat suatu model dan seterusnya membentuk suatu siklus.

Kualitas informasi ditentukan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut : a. Keakuratan dan teruji kebenarannya9

Informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak menyesatkan. b. Kesempurnaan informasi

Informasi disajikan dengan lengkap tanpa pengurangan, penambahan, dan pengubahan.

c. Tepat waktu

Infomasi harus disajikan secara tepat waktu, karena menjadi dasar dalam pengambilan keputusan.

d. Relevansi

Informasi akan memiliki nilai manfaat yang tinggi, jika Informasi tersebut dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan.

e. Mudah dan murah

Apabila cara dan biaya untuk memperoleh informasi sulit dan mahal, maka orang menjadi tidak berminat untuk memperolehnya, atau akan mencari alternatif substitusinya.

Kualitas suatu informasi tergantung dari tiga hal, yaitu :

9

http ://wira059.blogspot.com/2011/09/pengertian-informasi-menurut-para-pakar (diakses tanggal 5 April 2015).


(31)

a. Akurat, yaitu informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan harus jelas mencerminkan maksudnya.

b. Tepat pada waktunya, yaitu informasi yang diterima tidak boleh terlambat. c. Relevan, yaitu informasi tersebut mempunyai manfaat dari pemakainya.10

2. Elektronik

Beberapa definisi dari para ahli yang dapat memberikan pengertian tentang elektronik yaitu sebagai berikut:

a. Menurut Fitrzgerald, Higginbotham dan Grabel “Electronics is the branch of Electronical Engineering which deals extensively with the transfer of information by means of electromagnetic energy”. Artinya: Elektronik adalah cabang ilmu listrik yang bersangkutan secara luas dengan alih informasi menggunakan tenaga elektromagnetik.

b. Menurut J. Millman “Electronics is the science and the technology of the

passage of charged particles in a gas, in a vaccum, or in a semiconductor”. Artinya: Elektronik adalah ilmu dan teknologi tentang melintasnya partikel bermuatan listrik didalam suatu gas atau suatu ruang hampa atau suatu semikonduktor.

c. Menurut E. Carol Young “The study, design, and use of devices that

depend on the conduction of electricity through a vaccum, gas, or semiconductor”. Artinya: Elektronik meliputi studi, perancangan dan

10

Pemanfaatan Teknologi Informasi di Pasar Modal Sejauh Manakah Implementasinya?” http://www.e-finance.com (diakses 6 April 2015).


(32)

penggunaan piranti-piranti yang berdasar hantaran listrik di dalam suatu ruang hampa, gas dan semikonduktor.

Pengertian informasi menurut uraian di atas adalah data, teks, gambar-gambar, kode-kode program komputer, sedangkan pengertian elektronik adalah teknologi yang memiliki sifat listrik, digital, magnetik, nir-kabel, optik elektromagnetik. Dengan demikian istilah informasi elektronik mengandung arti informasi yang dihasilkan dikirim, diterima, disimpan dan diolah secara elektronik, tetapi tidak terbatas pada data elektronik, e-mail, telegram, atau facsimile.

Menurut Pasal 1 Angka 1 UU ITE bahwa yang dimaksud dengan informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gamabar, peta rancangan, foto,

elektronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perfrasi yang telah diolahyang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Informasi elektronik merupakan salah satu hal yang diatur secara substansial dalam UU ITE selain transaksi elektronik.

Perkembangan pemanfaatan informasi elektronik dewasa ini sudah memberikan kenyamanan dan kemanfaatannya. Sebagai contoh, penggunaan

e-mail sangat memudahkan setiap orang bisa berkomunikasi melalui pengiriman berita secara cepat, dan dapat melintasi wilayah baik lokal, regional, dan bahkan hingga internasional. Pemanfaatan penyebaran informasi


(33)

elektronik ini, telah memberikan manfaat dengan menjamurnya usaha kecil dan menengah yang bergerak di bidang penjualan jasa seperti warung-warung internet.

Definisi informasi elektronik di atas memuat tiga makna, yaitu: a. informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik,

b. informasi elektronik memiliki wujud di antaranya tulisan, suara dan/atau gambar,

c. informasi elektronik memiliki arti atau dapat dipahami, yang artinya bahwa dengan adanya UU ITE, maka telah ada pengakuan secara tegas tentang tanda tangan elektronik yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sama dengan tanda tangan konvesional selama tanda tangan tersebut dapat dijadikan alat untuk melakukan verifikasi dan autentifikasi penandatangan yang bersangkutan.

B. Ruang Lingkup Informasi Elektronik

Sesuai dengan Pasal 1 Angka 1 UU ITE, informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Maka agar suatu informsi tergolong sebagai informasi elektronik harus memenuhi unsur-unsur dalam isi Pasal 1 Angka 1 UU ITE.


(34)

Informasi elektronik merupakan salah satu unsur yang harus dipenuhi agar dapat terjadi suatu transaksi elektronik, sebagai contoh adalah pada saat melakukan transaksi jual-beli melalui online store, agar pembeli dapat membeli barang yang dijual oleh penjual harus ada informasi elektronik mengenai barang yang dijual, dan begitu juga sebaliknya, penjual memerlukan informasi elektronik dari pembeli agar dapat terjadi transaksi elektronik.

Ruang lingkup Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik secara tegas mengatur segala konservasi hukum dalam pemanfaatan internet sebagai media, baik memanfaatkan informasi maupun melakukan berbagai macam transaksi. Dampak dari pelanggaran atau perbuatan melawan hukum terhadap UU ITE juga diatur dalam bentuk ancaman hukuman. Dengan demikian, pelaku bisnis yang memanfaatkan media internet maupun masyarakat yang memanfaatkan internet mendapat kepastian hukum, di antaranya dengan tanda tangan digital dan berbagai macam bukti elektronik sebagai alat bukti yang dapat diajukan di pengadilan.

Dengan adanya kepastian hukum, perbuatan melawan hukum yang berkaitan dengan transaksi elektronik dapat dihindari. Konsumen yang terlibat dalam perbuatan melawan hukum dalam transaksi elektronik dapat dijerat dengan hukum yang berlaku. Diberlakukannya UU ITE ini oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia merupakan hasil penyesuaian sebuah tim atas nama Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Ahmad M. Ramli.

Sedangkan kedua naskah materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini bersumber dari tim yang berbeda,


(35)

yaitu tim Universitas Indonesia yang ditunjuk oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan, dan tim Universitas Padjajaran yang ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi. Pada pelaksanaannya, tim Universitas Padjajaran bekerja sama dengan para pakar dari Institut Teknologi Bandung yang kemudian menghasilkan naskah akademis berjudul Rancang Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUUPTI). Kedua materi dari tim pakar tersebut kemudian menjadi RUU ITE dan setelah disahkan oleh DPR menjadi UU ITE.

Agar suatu Undang-Undang dapat berjalan dengan baik, maka pembentuk Undang-Undang memerintahkan melalui UU ITE untuk membuat sejumlah Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tentang:

1. Lembaga Sertifikasi Keandalan (Pasal 10 Ayat (2)), 2. Tanda Tangan Elektronik (Pasal 11 Ayat (2)),

3. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (Pasal 13 Ayat (6)), 4. Penyelenggaraan Sistem Elektronik (Pasal 16 Ayat (2), 5. Penyelenggaraan Transaksi Elektronik (Pasal 16 Ayat (2)), 6. Penyelenggara Agen Elektronik (Pasal 22 Ayat (2)), 7. Pengelolaan Nama Domain (Pasal 24 Ayat (4)), 8. Tata Cara Intersepsi (Pasal 31 Ayat (4)),

9. Peran Pemerintah tentang Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik (Pasal 40 Ayat (6)).


(36)

C. Penyalahgunaan Informasi Elektronik

Pelanggaran hukum terkait informasi dan transaksi eletronik sangat marak terjadi seiring era globalisasi informasi yang semakin berkembang. Pada satu sisi, transaksi elektronik memberikan konstribusi bagi peningkatan kesejahteraan dan peradaban manusia. Namun, di sisi lain apabila transaksi elektronik tidak dimanfaatkan dengan bijak, maka akan menjerumuskan masyarakat sebagai salah satu sarana perbuatan melawan hukum.

Permasalahan hukum yang sering dihadapi adalah terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Dalam kenyataannya, kegiatan siber tidak lagi sederhana karena tidak lagi dibatasi oleh suatu negara, yang mudah diakses kapan saja dan di mana saja. Kerugian tidak hanya dapat terjadi pada pelaku transaksi elektronik, melainkan dapat juga terjadi pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi elektronik tersebut, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di internet. Oleh karena itu, adanya pembuktian sangat diperlukan dalam hal ini.

Dampak yang diakibatkan oleh kejahatan dalam dunia transaksi elektronik sangat kompleks dan rumit. Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Oleh karena itu, dibentuklah UU ITE yang dapat mengatur secara jelas, aman dan adanya kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal.


(37)

Kasus Prita Mulyasari merupakan kasus salah penafsiran dan penerapan atas UU ITE yang menggemparkan Indonesia. Nyaris berbulan-bulan kasus ini mendapat sorotan masyarakat lewat media elektronik, media cetak dan jejaring sosial seperti facebook dan twitter. Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga, mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat di Rumah Sakit tersebut Prita tidak mendapat kesembuhan namun penyakitnya malah bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan yang pasti mengenai penyakit Prita, serta pihak Rumah Sakitpun tidak memberikan rekam medis yang diperlukan oleh Prita. Kemudian Prita Mulyasari mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut melalui surat elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional marah, dan merasa dicemarkan.

Rumah Sakit Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Sebelumnya Prita Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan perdata. Dan saat itu, Prita sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan UU ITE. Kasus ini kemudian banyak menarik perhatian publik

yang berimbas dengan munculnya gerakan solidaritas “Koin Kepedulian untuk

Prita”. Pada tanggal 29 Desember 2009, Ibu Prita Mulyasari divonis bebas oleh

Pengadilan Negeri Tangerang.

Contoh kasus di atas merupakan contoh kasus mengenai salah penafsiran dan penerapaan atas UU ITE Pasal 27 Ayat 3. Dalam pasal tersebut tertulis bahwa: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau


(38)

mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.” Sejak awal dewan pers sudah menolak keras dan meminta pemerintah dan DPR untuk meninjau kembali keberadaan isi dari beberapa pasal yang terdapat dalam UU ITE tersebut. Karena UU ITE sangat berbahaya dan telah membatasi kebebasan berpendapat seseorang. Selain itu beberapa aliansi menilai bahwa rumusan pasal tersebut sangatlah lentur dan bersifat multi intrepretasi.

Menyebarluaskan informasi elektronik yang tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya pemfitnahan, tidak hanya sebatas pemfitnahan, akan tetapi, penyalahgunaan informasi elektronik dapat terjadi dalam pasar modal, terutama terkait dengan pelaksanaan kegiatan perdagangan efek tanpa warkat yang dalam praktiknya menggunakan jenis informasi elektronik. Apabila disalahgunakan, maka akan menimbulkan kerugian kepada pihak investor. Oleh karena itu, untuk menghindari adanya penyalahgunaan informasi elektronik tersebut, prinsip keterbukaan informasi ditetapkan sebagai jiwa dari pasar modal sendiri.


(39)

BAB III

PELAKSANAAN PERDAGANGAN EFEK TANPA WARKAT DALAM PASAR MODAL SEBAGAI SALAH SATU BENTUK TRANSAKSI

ELEKTRONIK

A. Keberadaan Perdagangan Efek Tanpa Warkat dalam Pasar Modal

Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam arti sempit, pasar modal adalah suatu pasar (tempat, berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi, dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang efek.11

Pada umumnya surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal dapat dibedakan menjadi surat berharga bersifat hutang dan surat berharga yang bersifat pemilikan. Surat berharga yang bersifat hutang umumnya dikenal nama obligasi dan surat berharga yang bersifat pemilikan dikenal dengan nama saham. Lebih jauh dapat juga didefinisikan bahwa obligasi adalah bukti pengakuan hutang dari perusahaan, sedangkan saham adalah bukti penyertaan dari perusahaan.12

Pasar modal juga merupakan salah satu cara bagi perusahaan dalam mencari dana dengan menjual hak kepemilikkan perusahaan kepada masyarakat.

Pengertian pasar modal menurut UU PM dijelaskan dengan lebih spesifik sebagai

11

Sunariyah, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal (Yogyakarta: Penerbit UPP AMP YKPN, 2000), hlm. 4.

12

B Usman. K Subroto, Pajak-Pajak di Indonesia (Jakarta: Yayasan Bina Pajak, 1990), hlm.62.


(40)

kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pengertian pasar modal berdasarkan Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1976 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa pasar modal adalah bursa efek seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 15 tahun 1952 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat tentang Bursa. Menurut undang-undang tersebut, bursa adalah gedung atau ruangan yang ditetapkan sebagai kantor dan tempat kegiatan perdagangan efek, sedangkan surat berharga yang dikategorikan efek adalah saham, obligasi serta surat bukti lainnya yang lazim dikenal sebagai efek.

Menurut buku Effectengids yang dikeluarkan Vereneging Voor den Effectenhandel pada tahun 1939, transaksi efek telah berlangsung sejak 1880 namun dilakukan tanpa organisasi resmi sehingga catatan tentang transaksi tersebut tidak lengkap. Pada tahun 1878 terbentuk perusahaan untuk perdagangan komunitas dan sekuritas, yakti Dunlop & Koff, cikal bakal PT. Perdanas. Tahun 1892, perusahaan perkebunan Cultuur Maatschappij Goalpara di Batavia mengeluarkan prospektus penjualan 400 saham dengan harga 500 gulden per saham. Empat tahun berikutnya (1896), harian Het Centrum dari Djoejacarta juga mengeluarkan prospektus penjualan saham senilai 105 ribu gulden dengan harga perdana 100 gulden per saham. Tetapi, tidak ada keterangan apakah saham tersebut diperjualbelikan. Menurut perkiraan, yang diperjualbelikan adalah saham yang terdaftar di bursa Amsterdam tetapi investornya berada


(41)

di Batavia, Surabaya dan Semarang, dapat dikatakan bahwa ini adalah periode permulaan sejarah pasar modal Indonesia.

Sekitar awal abad ke-19 pemerintah kolonial Belanda mulai membangun perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Sebagai salah satu sumber dana adalah dari para penabung yang terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan penduduk pribumi. Atas dasar tersebut maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan pasar modal. Setelah mengadakan persiapan, maka akhirnya Amsterdamse Effectenbueurs mendirikan cabang yang terletak di Batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912, yang menjadi penyelenggara adalah Vereniging voor de Effectenhandel dan langsung memulai perdagangan. Di tingkat Asia, bursa Batavia ini merupakan yang keempat tertua terbentuk setelah Bombay (1830), Hong Kong (1847), dan Tokyo (1878). Pada saat awal terdapat 13 anggota bursa yang aktif (makelar) yaitu : Fa. Dunlop & Kolf; Fa. Gijselman & Steup; Fa. Monod & Co.; Fa. Adree Witansi & Co.; Fa. A.W. Deeleman; Fa. H. Jul Joostensz; Fa. Jeannette Walen; Fa. Wiekert & V.D. Linden; Fa. Walbrink & Co; Wieckert & V.D. Linden; Fa. Vermeys & Co; Fa. Cruyff dan Fa. Gebroeders.13

Seiring perkembangan pasar modal, dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 1055/KMK.013/1989 yaitu investor asing diberikan kesempatan untuk memiliki saham sampai batas maksimum 49% di pasar perdana, maupun 49 % saham yang tercatat di bursa efek dan bursa paralel. Setelah itu disusul

13

Bismar Nasution, Struktur Pasar Modal & Pengetahuan Umum tentang Efek Reksadana,(Jakarta: Perpustakaan Nasional Katalog DalamTerbitan/ KTD, 2010), hlm. 2.


(42)

dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan No. 1548/KMK.013/1990 yang diubah lagi dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1199/KMK.010/199114. Dalam keputusan ini juga dijelaskan bahwa tugas BAPEPAM-LK yang semula juga bertindak sebagai penyelenggara bursa, maka hanya menjadi badan regulator. Selain itu pemerintah juga membentuk lembaga baru seperti Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), reksadana, serta manajer investasi.15

Keadaan setelah kebijakan deregulasi itu dikeluarkan benar-benar berbeda. Pasar modal menjadi sesuatu yang menggemparkan, karena investasi di bursa efek berkembang sangat pesat, banyak perusahaan yang mengantri agar dapat masuk dalam bursa. Para investor domestik juga ikut bermain di bursa saham. Selama tahun 1989 tercatat 37 perusahaan go public dan sahamnya tercatat (listed) di Bursa Efek Jakarta. Sedemikian banyaknya perusahaan yang mencari dana melalui pasar modal, sehingga masyarakat luas beramai-ramai untuk menjadi investor. Perkembangan ini berlanjut dengan swastanisasi bursa, yakni berdirinya PT. Bursa Efek Surabaya, serta pada tanggal 13 Juli 1992 berdiri PT. Bursa Efek Jakarta yang menggantikan peran BAPEPAM-LK sebagai pelaksana bursa.

Akibat dari perubahan yang menggembirakan ini adalah semakin tumbuhnya rasa kepercayaan investor terhadap keberadaan pasar modal Indonesia. Hal ini ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan mengeluarkan peraturan berupa Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 1996. Undang-undang ini dilengkapi dengan peraturan organiknya, yakni

14

Ibid.

15


(43)

Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal, serta Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 1995 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal. Tahun 1995, mulai diberlakukan sistem JATS (Jakarta Automatic Trading System). Suatu sistem perdagangan di lantai bursa yang secara otomatis me-matchkan antara harga jual dan beli saham. Sebelum diberlakukannya JATS, transaksi dilakukan secara manual. Misalnya

dengan menggunakan “papan tulis” sebagai papan untuk memasukkan harga jual

dan beli saham. Perdagangan saham berubah menjadi perdagangan efek tanpa warkat, yaitu perdagangan efek tanpa bukti fisik kepemilikkan efek. Lalu seiring kemajuan teknologi, bursa kini menggunakan sistem remote trading, yaitu sistem perdagangan jarak jauh.16

Pada tanggal 22 Juli 1995, BES bersatu dengan Indonesian Parallel Stock Exchange (IPSX), sehingga sejak itu Indonesia hanya memiliki dua bursa efek: BES dan BEJ. Pada tanggal 19 September 1996, BES mengeluarkan sistem Surabaya Market information and Automated Remote Trading (S-MART) yang menjadi sebuah sistem perdagangan yang komprehensif, terintegrasi dan luas remote yang menyediakan informasi real time dari transaksi yang dilakukan melalui BES. Pada tahun 1997, krisis ekonomi melanda negara-negara Asia, khususnya Thailand, Filipina, Hongkong, Malaysia, Singapura, Jepang, Korea Selatan, RRT, termasuk Indonesia. Akibatnya, terjadi penurunan nilai mata uang asing terhadap nilai dolar.17

16

Rusdin, Pasar Modal . (Bandung: Alfabeta,2008), hlm. 23.

17

Pandji Anoraga, Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal. (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm.65.


(44)

Bursa Efek Jakarta melakukan merger dengan Bursa Efek Surabaya pada akhir 2007 dan pada awal 2008 berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia. Dari regulasi yang dikeluarkan periode ini mempunyai ciri khas yakni, diberikannya kewenangan yang cukup besar dan luas kepada OJK selaku badan pengawas. Amanat yang diberikan dalam UU PM secara tegas menyebutkan bahwa OJK dapat melakukan penyelidikan, pemeriksaan, dan penyidikan jika terjadi kejahatan di pasar modal.18

Bursa Efek Jakarta (BEJ) mempersiapkan perdagangan tanpa warkat atau yang biasa dikenal dengan sebutan scriptless trading pada tahun 2001. Perdagangan efek tanpa warkat adalah perdagangan efek yang proses penyelesaiannya dilakukan dengan cara pemindahbukuan (book entry settlement) yaitu perpindahan efek maupun dana yang dilakukan melalui mekanisme debit dan kredit atas suatu rekening efek (securities account). Pada awal tahun 2002, seluruh efek yang ada di BEJ sudah bisa diperdagangkan tanpa warkat, yang berarti pula seluruh transaksi perdagangannya sudah bisa dilakukan secara elektronik. Dengan demikian, maka konsekuensinya tidak akan ada lagi perdagangan saham yang penyelesaiannya dilakukan dengan penyerahan fisik saham. Proses yang ada adalah dengan cara pemindahbukuan antar rekening. Dengan cara ini, banyak manfaat yang akan didapat investor, emiten, maupun anggota bursa (AB) lainya.

Anggota bursa adalah perusahaan efek yang memiliki izin usaha sebagai perantara pedagang efek dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan telah

18


(45)

memperoleh persetujuan keanggotaan bursa.19 Pertama, dari segi keamanan, cara ini akan meminimalisir resiko penyelesaian transaksi seperti saham hilang, saham palsu, atau saham dicuri.20 Kedua, kepastian penyelesaian transaksi apabila terdapat gagal serah atau gagal terima saham. Gagal serah adalah peristiwa di saat anggota kliring tidak memenuhi kewajibannya untuk menyerahkan efek dalam jumlah dan waktu yang telah ditentukan (T+3) kepada KPEI.21

Sistem perdagangan efek tanpa warkat adalah salah satu sistem pembayaran yang terdapat dalam perdagangan efek di pasar modal. Tata cara perdagangan efek tanpa adanya fisik efek yang berupa sertifikat saham, sertifikat obligasi, dan lainnya; serta perdagangan saham dilakukan secara elektronik yang ditindaklanjuti dengan penyelesaian transaksi secara pemindahbukuan (book entry settlement) yaitu perpindahan efek maupun dana hanya melalui mekanisme debit kredit atas suatu rekening efek (securities account) yang tanda bukti kepemilikan efeknya tidak lagi berbentuk fisik sertifikat efek, tetapi diwujudkan dalam rekening efek pada KSEI.

B. Perdagangan Efek Tanpa Warkat Sebagai Salah Satu Bentuk Transaksi Elektronik

1. Transaksi elektronik

a. Pengertian transaksi elektronik

Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

19

http://id.wikipedia.org/wiki/Anggota_Bursa_Efek_Indonesia (diakses tanggal 5 April 2015)

20

Bahri Zainul, Kamus Umum Khususnya Bidang Hukum dan Politik, (Bandung: Angkasa, 1996), hlm.307.

21


(46)

Informasi dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Perbuatan hukum penyelenggaraan transaksi elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat. Para pihak yang melakukan transaksi elektronik wajib beritikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran informasi elektronik dan atau dokumen elektronik selama transaksi berlangsung. Penyelenggaraan transaksi elektronik ini diatur dengan peraturan pemerintah.

Transaksi elektronik diatur dalam Pasal 17 UU ITE yang menyatakan sebagai berikut:

(1) transaksi elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik dan privat, (2) para pihak yang melakukan transaksi elektronik sebagaimana dimaksud pada butir (1) wajib beritikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran informasi elektronik dan atau dokumen elektronik selama transaksi berlangsung,

(3) ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan transaksi elektronis sebagaimana dimaksud pada butir (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Dalam penjelasan Pasal 17 Ayat 1 UU ITE dijelaskan bahwa undang-undang ini memberikan peluang terhadap pemanfaatan teknologi informasi oleh penyelenggara negara, orang, badan usaha, dan/atau masyarakat. Pemanfaatan teknologi informasi harus dilakukan secara


(47)

baik, bijaksana bertanggung jawab, efektif, dan efisien, agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-sebesarnya bagi masyarakat. Transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik mengikat para pihak, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat 1 UU ITE.

Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah disebutkan bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Transaksi menggunakan sarana elektronik dapat dilakukan dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat sesuai dengan Pasal 17 Ayat 1 UU ITE. Pada pembahasan berikutnya materinya dibatasi transaksi elektronik dalam lingkup hukum privat. Di dalam transaksi elektronik antara para pihak hanya mengandalkan itikad baik, karena dalam transaksi elektronik yang dikenal di dunia maya yang tidak saling mempertemukan antara pihak-pihak yang bertransaksi sesuai dengan Pasal 17 Ayat 2 UU ITE yang menentukan bahwa para pihak yang melakukan transaksi elektronik wajib beritikad baik dalam dalam melakukan interaksi dan atau pertukaran informasi elektronik dan atau dokumen elektronik selama transksi berlangsung.

Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak mengikat para pihak. Kontrak yang disebutkan berkaitan dengan adanya perjanjian yang berarti perjanjiannya


(48)

sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1313 KUHPer adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Subekti mengartikan perjanjian adalah suatu peristiwa seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Perjanjian jual-beli agar mempunyai kekuatan mengikat terhadap kedua belah pihak, maka harus dibuat memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian.

Syarat sahnya perjanjian yang dimaksud adalah sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPer. Perkataan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu, Pasal 1338 KUHPer di atas mengandung maksud bahwa Buku III KUHPer menganut asas kebebasan berkontrak, bahwa setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa saja, walaupun belum atau tidak diatur dalam Undang-Undang. Meskipun berlaku asas ini, kebebasan berkontrak tersebut dibatasi oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.

Perjanjian jika dibuat memenuhi syarat sahnya perjanjian, maka perjanjian tersebut mengikat kedua belah pihak sejak tercapainya kata sepakat mengenai hal-hal yang pokok, demikian halnya dengan perjanjian jual-beli sesuai dengan ketentuan Pasal 1458 KUHPer. Dalam rangka menghindari kemungkinan terjadinya sengketa akibat peralihan hak atas tanah, peralihan hak atas tanah perlu dibuat dalam bentuk perjanjian.


(49)

Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 1338 alinea pertama KUHPer. Hal tersebut di atas berarti bahwa para pihak dalam membuat perjanjian harus didasarkan atas kemauan yang bebas sebagai perwujudan dari asas kebebasan berkontrak.

Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian di Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut:

1) kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.

2) kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian.

3) kebebasan untuk menentukan atau memilih klausula dari perjanjian yang akan dibuatnya.

4) kebebasan untuk menentukan objek perjanjian.

5) kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.

6) kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuuan Undang-Undang yang bersifat opsional.

Dalam melakukan transaksi elektronik, ada hal – hal yang harus diperhatikan yaitu sebagai berikut:

1) Penyelenggaraan transaksi elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat. Para pihak yang melakukan transaksi elektronik wajib beritikad baik dalam melakukan interaksi dan atau pertukaran informasi elektronik dan atau dokumen elektronik selama transaksi berlagsung.


(50)

mengikat para pihak. Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi transakaksi elekronik internasional yang dibuatnya. Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam transaksi elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas hukum perdata internasional.

3) Para pihak yang melakukan transaksi elektronik harus menggunakan sistem elektronik yang disepakati kedua belah puhak, kecuali ditentukan lain oleh para pihak. Transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran transksi yang dikirim pengirim telah diterima dan disetujui. 4) Pengirim atau penerima dapat melakukan transaksi elektronik sendiri

melalui pihak yang dikuasakan olehnya atau melalui agen elektronik. 5) Penyelenggara agen elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada

agen elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.22

b. Bukti dalam transaksi elektronik

Membahas mengenai transaksi elektronik tidak lepas dari membahas mengenai alat bukti, karena dalam transaksi elektronik belum secara keseluruhannya dapat digunakan sebagai alat bukti sah terjadinya hubungan hukum para pihak. Perihal alat bukti sah, diatur dalam Pasal 1866 KUH Perdata, yang menentukan sebagai berikut:


(51)

Alat pembuktian meliputi: 1) bukti tertulis,

2) bukti saksi, 3) persangkaan, 4) pengakuan, 5) sumpah.

Dari penjelasan tentang transaksi elektronik tersebut, maka perdagangan efek tanpa warkat merupakan salah satu bentuk transaksi elektronik yaitu bursa efek sekarang ini telah mempergunakan sistem perdagangan otomatis yang dinamakan Jakarta Automatic Trading System

(JATS) untuk menggantikan sistem manual.23

2. Perdagangan efek tanpa warkat sebagai salah satu bentuk transaksi elektronik Hal yang menyebabkan munculnya sistem perdagangan efek tanpa warkat adalah karena perdagangan sebelumnya yang menggunakan sistem manual yang mempunyai banyak kelemahan dan kekurangan di antaranya adalah:

a. Lantai bursa penuh dengan papan tulis tempat para pialang menuliskan transaksi.

b. Jumlah maksimal transaksi yang dapat ditangani per hari oleh bursa efek hanya sekitar 5.000 transaksi.

c. Terbukanya kesempatan yang tidak sama bagi para pialang. d. Biaya per unit transaksi relatif tinggi.

23

. Sopian Hadianto, Perangkat dan Model Analisis Investasi di Pasar Modal (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2001), hlm. 314.


(52)

e. Memungkinkan terjadinya kolusi antar pialang dalam mengatur harga efek f. Informasi pasar tidak dapat disebarkan kepada investor secara tepat waktu

dengan tingkat akurasi tinggi.

g. Proses transaksi yang menghabiskan waktu.

h. Transaksi tidak dapat dilakukan dengan jarak jauh dan real time.24

Untuk mengatasi kelemahan dan kekurangan tersebut di atas, maka dibutuhkan suatu sistem perdagangan yang terkomputerisasi, cepat, efisien, dan memberikan pelayanan yang sama kepada seluruh investor pasar modal baik investor asing maupun investor domestik. Sistem perdagangan efek tanpa warkat merupakan sistem perdagangan baru yang diterapkan di Bursa Efek Indonesia. Perdagangan tanpa warkat dilakukan secara komputerisasi. Sistem ini tidak hanya menyangkut tentang perdagangan saja tetapi juga menyangkut dengan penyelesaian dari perdagangan tersebut. Pada sistem ini, saham sudah diubah menjadi data elektronik yang tersimpan di komputer.25 Perdagangan efek tanpa warkat adalah sistem perdagangan yang memiliki mekanisme penyelesaian dan penyimpanan saham secara elektronik.26 Salah satu tujuan mengapa perdagangan efek tanpa warkat menjadi sangat penting untuk segera diterapkan di pasar modal, karena menyangkut sebuah mekanisme yang dapat menciptakan efisiensi dan keamanan dalam melakukan transaksi.27

24

M. Irsan Nasarudin. Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta : Prenada, 2006), hlm. 138.

25

Sumantoro, Aspek-Aspek Hukum dan Potensi Pasar Modal Di Indonesia (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988), hlm. 25.

26

http://www.ksei.co.id/fokuss/edisi%2013/hal6.html (diakses pada tanggal 2 Juni 2015).

27


(53)

Pelaksanaan perdagangan efek tanpa warkat merupakan bentuk dari kemajuan teknologi yang semakin canggih dan modern. Tujuan dilaksanakannnya perdagangan efek tanpa warkat adalah:

a. Menciptakan perdagangan efek yang wajar, teratur, dan efisien.

b. Meningkatkan likuiditas dan frekuensi transaksi perdagangan di bursa efek, meningkatkan kualitas jasa kliring dan penyelesaian transaksi efek (menghindari gagal serah efek dan gagal bayar efek).

c. Meningkatkan efisiensi, efektivitas serta keamanan dalam transaksi efek (termasuk keamanan surat efek yang dapat rusak.hilang/terbakar/palsu) d. Meningkatkan kepercayaan dan memberikan perlindungan bagi investor di

pasar modal.

e. Menghemat energi serta biaya seperti materai, pencetakan surat efek, biaya administrasi.28

Berdasarkan uraian di atas, perdagangan efek tanpa warkat sudah jelas merupakan salah satu bentuk transaksi elektronik karena sesuai dengan Pasal 1 Angka 2 UU ITE, transaksi elektronik adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan jaringan computer, dan/atau media elektronik lainnya.

28

Iman Syahputra, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta : Ghalia, 2008), hlm.22.


(54)

C. Pelaksanaan Perdagangan Efek Tanpa Warkat dalam Pasar Modal Sebagai Salah Satu Bentuk Transaksi Elektronik

Perdagangan efek tanpa warkat mempunyai ciri-ciri antara lain sebagai berikut:

1. Adanya suatu lembaga sebagai pemberi jasa depository central.

2. Adanya proses deposit dan konversi dari sertifikat efek menjadi data elektronik.

3. Sertifikat efek tidak lagi diperdagangkan di bursa efek.

4. Kliring dan penyelesaian transaksi efek secara elektronik tanpa sertifikat efek. 5. Peralihan dan registrasi hak atas efek dilakukan dengan sistem

pemindahbukuan secara elektronik.

6. Adanya keterlibatan emiten, biro administrasi efek, kustodian, dan investor dalam sistem ini.

Dalam sistem ini bank kustodian dapat berfungsi sebagai :

a) Depository Agent (DA) atau wakil nasabah di Jakarta Depository System

(JDS).

b) Settlement Agent atau wakil nasabah atau investor untuk membuka rekening efek di KSEI.

c) Tempat penitipan sertifikat efek dan harta lainnya milik investor.

d) Mewakili kepentingan pemegang efek yang menjadi nasabahnya untuk mengurus hak-hak nasabah berkaitan dengan Corporate Action yag dikeluarkan oleh emiten.


(1)

dituangkan ke dalam kontrak elektronik yang mengikat para pihak, sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 18 Ayat 1 UU ITE.

3. Keterbukaan informasi merupakan jiwa dari pasar modal yang memiliki empat prinsip yaitu keadilan, transparansi, akuntabilitas dan pertanggungjawaban. Hal ini disebabkan agar tidak ada terjadinya penyebaran informasi elektronik yang menyesatkan dalam perdagangan efek tanpa warkat di dalam pasar modal yang disebabkan oleh adanya kejahatan orang dalam (insider trading).

Karena perdagangan efek tanpa warkat merupakan salah satu bentuk transaksi elektronik dan untuk mencegah adanya kerugian kepada pihak investor, maka dapat ditinjau dari Pasal 18 dan Pasal 39 UU ITE, yaitu para pihak diberi kebebasan untuk memilih penyelesaian sengketa, dan dalam Pasal 45 Ayat 2 telah diatur sanksi pidana kepada pihak yang memberikan informasi yang menyesatkan.

B. Saran

Adapun saran yang diberikan berdasarkan kesimpulan di atas yaitu: 1. Berkaitan dengan pengaturan pelaksanaan transaksi efek tanpa warkat di

Bursa Efek Indonesia, hendaknya pemerintah melakukan sosialisasi untuk memperbaharui Undang Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang kurang mendukung terhadap teknologi yang sudah berkembang sangat pesat dewasa ini.

2. Berkaitan dengan keabsahan perdagangan efek tanpa warkat di pasar modal, hendaknya pemerintah mengadakan sosialisasi yang terarah dan fokus pada


(2)

masalah ini sehingga dapat memberikan pemahaman lebih mendalam kepada investor di Indonesia mengenai kesamaan status hukum antara sertifikat saham fisik dan surat konfirmasi tertulis yang dikeluakan oleh KSEI.

3. Dikarenakan dari perkembangan jaman dan teknologi yang begitu cepat, maka perdagangan efek tanpa warkat juga berkembang sangat cepat sehingga pemerintah dan seluruh otoritas di pasar modal hendaknya tetap menyesuaikan diri dalam memberikan perlindungan hukum bagi investor yang melakukan perdagangan efek tanpa warkat di pasar modal, sehingga perlindungan hukum terhadap investor akan berjalan lancar dan tidak akan menimbulkan kerugian bagi investor.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

A. Djalil, Sofyan. Market Manipulation dan Insider Trading di Pasar Modal,

1997.

Abdulkadir, Muhamad. Perjanjian Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan.

Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992.

Agustina, Rosa. Hukum Perikatan (Law Of Obligations), Bali: Pustaka Larasan, 2012.

Anoraga, Pandjidan Piji Pakarti. Pengantar Pasar Modal, Jakarta: Edisi Revisi Rineka Cipta, 2006.

Anwar, Jusuf. Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, Serta Pasar Modal I, Bandung: Alumni, 2005.

Fuady, Munir. 1996, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku Kesatu, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996.

Gautama, Sudargo. Komentaratas Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun 1995 No. 1 Perbandingan dengan Peraturan Lama,Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 1995.

Hardijan, Rusli. Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, Jakarta: Pustaka Sinar, 1996.

Hartono, Soerjopratiknjo. Aneka Perjanjian Jual-Beli, Yogyakarta: PT. Mustika Wikasa, 1994.

Hendy M, Fakhruddin. Istilah Pasar Modal A-Z, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2008.

J, Supranto. Statistik Pasar Modal, Rineka Cipta, Jakarta: Rineka Cipta, 1992. M. Hadjon, Philipus. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Surabaya:


(4)

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty, 1999.

Mulhadi.Bentuk-bentuk Badan Usaha di Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Perikatan yang Lahir dari Perjanjian,

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

Nasarudin, M. Irsan dan Indra Surya. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia,

Cetakan IV, Jakarta: Kencana, 2007.

Nasarudin, M. Irsan dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia,

Cetakan VII, Jakarta: Kencana, 2011.

Pramono, Nindyo. Sertifikat Saham PT Go Public dan Hukum Pasar Modal di Indonesia (Disertasi), Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997.

Pramono, Nindyo. Hukum PT Go Public dan Pasar Modal, Yogyakarta, Andi Offset: 2013.

Prasetya, Rudi. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 1997.

R. Subekti. Aneka Perjanjian, Cetakan X, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan III, Jakarta:

Universitas Indonesia-Press, 1986.

Soekanto, Soerjonodan Sri Pamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1999.


(5)

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen

Perusahaan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Republik Indonesia, Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Pasar Modal, PP No. 45 Tahun 1995, LN No. 80, TLN No. 3617.

C. JURNAL

Herwidayatmo. “Penerapan Perdagangan Efek Secara Elektronik di Pasar Modal.” PPH News Letter, Volume XI No. 44.Maret 2013.

Pasaribu, T. Guntur. “Pasar Modal Indonesia di tengah Gejolak Krisis Finansial Global.” Seminar Wirausaha, Jakarta, 13 Desember 2008.

D. WEBSITE

http://www.bapepam.go.id (diakses tanggal 3 April 2015). http://www.hapizwordpress.com (diakses tanggal 6 April 2015). http://ksei.co.id (diakses tanggal 12 April 2015).

http://www.idx.co.id/idid/beranda/tentangbei/mekanismeperdagangan.aspx(diakse s tanggal 8 April 2015).


(6)

http://www.idx.co.id/id-id/beranda/informasi/bagiinvestor/pengantar-pasar-modal.aspx (diakses tanggal 8 April 2015).

http://id.wikipedia.org/wiki/Efek_%28keuangan%29 (diakses tanggal 10 April 2015).

http://www.bapepam.go.id/old/old/publikasi/pidato/securities_mgt.htm(diakses tanggal 10 April 2015).

http//www.e-samuel.com(diakses tanggal 15 April 2015).

http://terusbelajarsaham.blogspot.com/2012/04/arti-istilah-scriptless-trading-di.html (diakses tanggal 15 April 2015).