atau dana milik pemegang rekening atau nasabahnya yang diadministrasikan di KSEI.
Laporan itu berupa laporan harian yaitu laporan yang yang berisi semua mutasi efek dan dana yang dilakukan pada hari itu dan laporan bulanan adalah
laporan ini berisi mutasi efek dan dana yang dilakukan setiap bulan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum positif Indonesia lewat UU ITE
khususnya sudah mengakomodir dari transaksi elektronik dan dokumen elektronik maka penerima jaminan kebendaan saham dalam sistem perdagangan tanpa
warkat tidak perlu khawatir terkait keabsahan mengagunkan saham dalam sistem perdagangan efek tanpa warkat dan kekuatan pembuktiannya di pengadilan
.
C. Perlindungan Hukum
Bagi Investor
Terkait Informasi
yang Menyesatkan dalam Perdagangan Efek Tanpa Warkat
Perlindungan hukum terhadap investor dalam sistem perdagangan efek tanpa warkat dapat dilihat dari beberapa peraturan, karena perdagangan efek tanpa
warkat merupakan salah satu sistem perdagangan efek dalam pasar modal, maka dapat ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Akan tetapi, perdagangan efek tanpa warkat juga merupakan perdagangan elektronik karena memenuhi unsur-unsur dalam UU ITE, maka perlindungan
hukum terhadap investor dapat ditinjau juga dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Perlindungan hukum terhadap investor dalam perdagangan efek tanpa warkat dapat ditinjau dari peraturan-peraturan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Ketentuan mengenai pedoman perilaku dalam pasar modal:
Pasal 36 UU PM mengatur bahwa perusahaan efek dan penasihat investasi wajib:
a. mengetahui latar belakang, keadaan keuangan, dan tujuan investasi
nasabahnya; dan b.
membuat dan menyimpan catatan dengan baik mengenai pesanan, transaksi, dan kondisi keuangannya.
Pasal 37 UU PM mengatur bahwa perusahaan efek yang menerima efek dari nasabahnya wajib:
a. menyimpan efek tersebut dalam rekening yang terpisah dari rekening perusahaan Efek,
b. menyelenggarakan pembukuan secara terpisah untuk setiap nasabah dan menyediakan tempat penyimpanan yang aman atas harta nasabahnya.
Ketentuan mengenai efek tanpa warkat yang dititipkan: Pasal 44 UU PM mengatur ketentuan sebagai berikut:
a. Kustodian yang menyelenggarakan kegiatan penitipan bertanggung jawab untuk menyimpan efek milik pemegang rekening dan memenuhi
kewajiban lain sesuai dengan kontrak antara kustodian dan pemegang rekening dimaksud.
b. Efek yang dititipkan wajib dibukukan dan dicatat secara tersendiri.
Universitas Sumatera Utara
c. Efek yang disimpan atau dicatat pada rekening efek kustodian bukan merupakan bagian dari harta kustodian tersebut.
Pasal 45 UU PM menyatakan bahwa kustodian hanya dapat mengeluarkan efek atau dana yang tercatat pada rekening efek atas perintah tertulis dari
pemegang rekening atau pihak yang diberi wewenang untuk bertindak atas namanya. Pasal 46 UU PM juga mengatur bahwa kustodian wajib
memberikan ganti rugi kepada pemegang rekening atas setiap kerugian yang timbul akibat kesalahannya. Pasal 111 UU PM menyatakan bahwa setiap
pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran atas undang- undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya dapat menuntut ganti rugi, baik
sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan pihak lain yang memiliki tuntutan yang serupa. terhadap pihak atau pihak- pihak yang bertanggung
jawab atas pelanggaran tersebut. 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik Penulisan skripsi ini akan lebih membahas perlindungan hukum
investor menurut UU ITE. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 Ayat 2, 3, 4 dan 5 UU ITE menyatakan sebagai berikut:
1. Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi
transaksi elektronik internasional yang dibuatnya. 2.
Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam transaksi elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata
Internasional.
Universitas Sumatera Utara
3. Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan,
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi
elektronik internasional yang dibuatnya. 4.
Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada butir c, penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkintimbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas
Hukum Perdata Internasional. Pasal 39 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik juga mengatur tentang penyelesaian sengketa, yaitu menyatakan sebagai berikut:
a Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. b
Selain penyelesaian gugatan perdata, sebagaimana yang dimaksud butir a, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau
lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Memperhatikan uraian Pasal 18 dan 39 UU ITE di atas dapat dijelaskan bahwa jika dalam transaksi elektronik timbul suatu sengketa, maka
instansi yang menyelesaikannya tergantung pada keinginan para pihak, para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi
transaksi elektronik internasional yang dibuatnya, apabila para pihak tidak
Universitas Sumatera Utara
melakukan pilihan hukum, maka hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan umum telah mengetahui yaitu memerlukan waktu, biaya dan tenaga yang tidak sedikit, sehingga
penyelesaian sengketa alternatif banyak menjadi pilihan di antaranya melalui arbitrase, sehingga dalam pembahasan berikutnya materi penyelesaian secara
arbitrase. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian Arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
45
Perihal arbritase terdapat tiga hal yang dapat dikemukakan dari definisi perjanjian arbitrase, di antaranya:
1. perjanjian arbitrase merupakan salah satu bentuk perjanjian,
2. perjanjian arbitrase harus dibuat dalam bentuk tertulis,
3. perjanjian arbitrase tersebut merupakan perjanjian untuk menyelesaikan
sengketa yang dilaksanakan di luar peradilan umum. Penyelesaian perkara perdata melalui lembaga peradilan tidak cukup
hanya pada lembaga peradilan dalam arti Pengadilan Negeri saja, karena jika dengan putusan peradilan tingkat pertama tersebut terdapat pihak yang
merasa dirugikan, mengajukan upaya hukum pada peradilan yang lebih tinggi yaitu upaya banding pada Pengadilan Tinggi. Jika putusan Pengadilan Tinggi
tersebut mengakibatkan salah satu pihak merasa keberatan karena dirugikan, maka dapat mengajukan upaya hukum kasasi pada Mahkamah
45
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Bab I, Pasal 1 Angka1.
Universitas Sumatera Utara
Agung dan demikian juga jika salah satu pihak merasa keberatan terhadap putusan Mahkamah Agung pada tingkat kasasi dapat mengajukan upaya
hukum peninjauan kembali pada Mahkamah Agung. Pada kondisi yang demikian tentunya penyelesaian melalui lembaga peradilan memerlukan
waktu yang cukup lama, tentunya juga menyangkut masalah biaya dan tenaga yang tidak sedikit jumlahnya.
Adapun sanksi pidana yang dapat dijatuhkan apabila melakukan penyalahgunaan informasi elektronik atau menyebarkan informasi yang
menyesatkan menurut UU ITE diatur dalam Bab XI Pasal 45 Ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 Ayat 1 atau Ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 enam tahun danatau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 satu
milyar rupiah.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN