C. Penyalahgunaan Informasi Elektronik
Pelanggaran hukum terkait informasi dan transaksi eletronik sangat marak terjadi seiring era globalisasi informasi yang semakin berkembang. Pada satu sisi,
transaksi elektronik memberikan konstribusi bagi peningkatan kesejahteraan dan peradaban manusia. Namun, di sisi lain apabila transaksi elektronik tidak
dimanfaatkan dengan bijak, maka akan menjerumuskan masyarakat sebagai salah satu sarana perbuatan melawan hukum.
Permasalahan hukum yang sering dihadapi adalah terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, danatau transaksi secara elektronik,
khususnya dalam hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Dalam kenyataannya, kegiatan siber tidak lagi
sederhana karena tidak lagi dibatasi oleh suatu negara, yang mudah diakses kapan saja dan di mana saja. Kerugian tidak hanya dapat terjadi pada pelaku transaksi
elektronik, melainkan dapat juga terjadi pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi elektronik tersebut, misalnya pencurian dana kartu kredit
melalui pembelanjaan di internet. Oleh karena itu, adanya pembuktian sangat diperlukan dalam hal ini.
Dampak yang diakibatkan oleh kejahatan dalam dunia transaksi elektronik sangat kompleks dan rumit. Dengan demikian, subjek pelakunya harus
dikualifikasikan sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Oleh karena itu, dibentuklah UU ITE yang dapat mengatur secara jelas,
aman dan adanya kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal.
Universitas Sumatera Utara
Kasus Prita Mulyasari merupakan kasus salah penafsiran dan penerapan atas UU ITE yang menggemparkan Indonesia. Nyaris berbulan-bulan kasus ini
mendapat sorotan masyarakat lewat media elektronik, media cetak dan jejaring sosial seperti facebook dan twitter. Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah
tangga, mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat di Rumah Sakit tersebut Prita tidak mendapat kesembuhan namun
penyakitnya malah bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan yang pasti mengenai penyakit Prita, serta pihak Rumah Sakitpun tidak
memberikan rekam medis yang diperlukan oleh Prita. Kemudian Prita Mulyasari mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut melalui surat elektronik yang
kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional marah, dan merasa dicemarkan.
Rumah Sakit Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Sebelumnya Prita Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan
perdata. Dan saat itu, Prita sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan
menggunakan UU ITE. Kasus ini kemudian banyak menarik perhatian publik yang berimbas dengan munculnya gerakan solidaritas “Koin Kepedulian untuk
Prita”. Pada tanggal 29 Desember 2009, Ibu Prita Mulyasari divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Tangerang.
Contoh kasus di atas merupakan contoh kasus mengenai salah penafsiran dan penerapaan atas UU ITE Pasal 27 Ayat 3. Dalam pasal tersebut tertulis
bahwa: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau
Universitas Sumatera Utara
mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran
nama baik. ” Sejak awal dewan pers sudah menolak keras dan meminta pemerintah
dan DPR untuk meninjau kembali keberadaan isi dari beberapa pasal yang terdapat dalam UU ITE tersebut. Karena UU ITE sangat berbahaya dan telah
membatasi kebebasan berpendapat seseorang. Selain itu beberapa aliansi menilai bahwa rumusan pasal tersebut sangatlah lentur dan bersifat multi intrepretasi.
Menyebarluaskan informasi elektronik yang tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya pemfitnahan, tidak hanya sebatas pemfitnahan, akan
tetapi, penyalahgunaan informasi elektronik dapat terjadi dalam pasar modal, terutama terkait dengan pelaksanaan kegiatan perdagangan efek tanpa warkat
yang dalam praktiknya menggunakan jenis informasi elektronik. Apabila disalahgunakan, maka akan menimbulkan kerugian kepada pihak investor. Oleh
karena itu, untuk menghindari adanya penyalahgunaan informasi elektronik tersebut, prinsip keterbukaan informasi ditetapkan sebagai jiwa dari pasar modal
sendiri.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PELAKSANAAN PERDAGANGAN EFEK TANPA WARKAT DALAM