Penurunan Muka Air Tanah, Amblesan dan Instrusi Air Laut di Provinsi DKI Jakarta

44 Tabel 12. Jumlah Pelanggan Sumur Bor dan Sumur Pantek 2004-2008 Bulan 2004 2005 2006 2007 2008 Inst. Pemerintah dan Sosial 206 206 219 223 239 Non Niaga 226 226 237 245 251 Niaga Kecil 353 354 371 371 384 Industri Kecil 55 55 56 56 59 Niaga Besar 1.915 1.915 1.994 2.079 2.381 Hotel Bintang 1,2, dan 3 118 118 121 129 Hotel Bintang 4 dan 5 64 64 69 66 Industri Besar 626 625 607 619 645 Sumber : Jakarta Dalam Angka berbagai tahun BPS Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Mulai tahun 2008 hotel bintang 1, 2, dan 3 masuk kelompok niaga kecil sedangkan hotel bintang 4 dan 5 masuk kelompok niaga besar. Tabel 13. Banyaknya Pemakaian Air Tanah Menurut Jenis Sumur, 2004-2008 Tahun Sumur Bor Sumur Pantek Jumlah 2004 17.675.841 3.164.272 20.840.113 2005 17.384.128 3.178.498 20.562.626 2006 19.912.660 2.880.378 22.793.038 2007 19.561.704 2.643.649 22.205.353 2008 18.805.854 3.073.558 21.879.412 Sumber: Jakarta Dalam Angka berbagai tahun BPS Provinsi DKI Jakarta

5.5. Penurunan Muka Air Tanah, Amblesan dan Instrusi Air Laut di Provinsi DKI Jakarta

Air tanah di Provinsi DKI Jakarta terdapat dalam cekungan air tanah Jakarta. Tresnadi 2007 menyatakan muka air tanah cekungan Jakarta terus mengalami perubahan sesuai dengan berjalannya waktu. Pada tahun 1992 air tanah tak tertekan kedalaman 40 m terletak pada kedalaman 2,49 m bml 45 dibawah permukaan laut dan pada tahun 1994 mengalami penururnan terdalam menjadi 3,48 – 3,50 m bml. Untuk air tanah tertekan atas kedalaman 40 – 140 m, pada tahun 1992 terletak pada kedalaman 18,64 – 35,50 m bml dan pada tahun 1994 turun menjadi 31,78 – 56,90 m bml. Penurunan muka air tanah juga terjadi pada air tanah tertekan bawah kedalaman 140 m. Djaja et.al. 2004 menyatakan bahwa di Provinsi Jakarta telah terjadi amblesan berdasarkan pemantauan GPS yang dilakukan pada bulan Desember 1997, Juni 1999, Juni 2000, Juni 2001, dan Oktober 2001. Laju penurunan permukaan tanah atau amblesan yang terpantau melalui GPS rata-rata bervariasi antara 7,5 cm sampai 32,8 cm selama empat tahun periode pengamatan. Pemantauan terhadap penurunan muka air tanah pada sumur-sumur yang terletak berdekatan dengan lokasi GPS menunjukkan korelasi positif, sehingga dapat disimpulkan bahwa amblesan juga disebabkan oleh pengambilan air tanah. Abidin et.al. 2009 menyatakan telah terjadi amblesan di Jakarta, seperti ditunjukkan dalam Tabel 14. Tidak seluruh amblesan disebabkan pengambilan air tanah, tetapi juga disebabkan beban konstruksi bangunan, konsolidasi alamiah tanah aluvial, dan tektonik. Amblesan menyebabkan beberapa kerugian diantaranya keretakan pada bangunan gedung dan jalan, rusaknya sistem drainase, memperluas daerah banjir, dan memicu terjadinya intrusi air laut. Tabel 14. Amblesan di Provinsi DKI Jakarta Metode Tahun Amblesan cmtahun Leveling Surveys 1982-1991 – 9 1991-1997 – 25 GPS Surveys 1997-2008 – 25 InSAR 2006-2007 – 12 Sumber : Abidin et.al. 2009 Delinom 2008 menyatakan intrusi air laut telah terjadi di beberapa kota pantai di Indonesia, termasuk Jakarta. Terjadinya intrusi air laut yang 46 mengakibatkan tingginya salinitas air tanah juga dinyatakan oleh Schmidt et.al. 1990. 47 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Kebijakan Pengelolaan Air Tanah 6.1.1. Kebijakan Nasional Pengelolaan Air Tanah